Kenapa Harus Berutang Demi Kendaraan Mewah?

ADA beberapa prinsip hidup yang mesti kita pegang agar hidup kita bahagia dan tidak sengsara. Karena kadang kita salah dalam menyikapi hidup, salah dalam menyikapi harta dan dunia.

Prinsip keempat, jangan sampai terjerumus dalam utang riba karena hanya mengundang derita.

Dari Jabir radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Kata beliau, Semuanya sama dalam dosa. (HR. Muslim, no. 1598).

Apa itu riba? Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, yang dimaksud riba adalah, Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama. (Al-Mughni, 6: 436)

Hakikatnya di tengah-tengah kita
Kita itu hanya ingin banyak gaya
Kalau tidak mampu punya rumah sendiri, kenapa malu untuk mengontrak rumah?
Kalau tidak mampu punya office sendiri, kenapa malu untuk menyewa?
Kalau tidak mampu punya motor baru, kenapa malu punya motor second tahun 90-an?
Kalau tidak mampu punya mobil, kenapa memaksa, padahal hanya ingin menyaingi tetangga?

Harusnya kita malu, ingin kaya dan hidup mewah, namun semuanya dari utang. Kecukupan dan sabar yang bisa membuat kita selamat dari gaya hidup yang hanya banyak gaya saat ini. Coba renungkan hadits berikut.

Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata padaku, Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)? Betul, jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir? Betul, Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas). (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syuaib Al-Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).

Kalau dua sifat kita miliki yaitu sabar dan rasa cukup (qanaah) niscaya tidak ada derita dengan utang riba. Hanya Allah yang memberi taufik. [Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK