Menyikapi Krisis Ekonomi di Masa Pandemi

Pandemi covid 19 yang tengah menimpa kita saat ini banyak merubah tatanan kehidupan, terlebih dalam masalah perekonomian. Banyak yang mengeluhkan pendapatan yang berkurang, barang dagangan yang kurang laku, ada yang di PHK diperusahaannya, barang-barang pokok mengalami kenaikan dan permasalahan lainnya yang serupa.

Ketahuilah bahwa hal tersebut memberikan banyak pelajaran dan menyadarkan kita bahwa hanya Allah yang berkuasa dalam mengatur harga dan perekonomian, sehebat apapun strategi bisnis seseorang jika Allah ingin buat dia bangkrut maka dia akan bangkrut dengan cara Allah.

Poin inilah yang ingin dijelaskan rasulullah ﷺ kepada umatnya, tatkala para sahabat mengeluhkan naiknya harga barang, beliau ﷺ bersabda:

إنَّ اللَّهَ هوَ المسعِّرُ القابضُ الباسطُ الرَّازقُ ، وإنِّي لأرجو أن ألقَى اللَّهَ وليسَ أحدٌ منكُم يطالبُني بمَظلمةٍ في دمٍ ولا مالٍ

“Sesungguhnya Allah lah yang mengatur harga barang, Dialah yang menyempitkan, melapangkan, dan memberikan rezeki. Sesungguhnya aku berharap bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak seseorang pun dari kalian yang menuntutku untuk sebuah kezhaliman baik masalah darah maupun harta”.
(HR. Abu Dawud no. 3451, Tirmidzy no. 1314, Ibnu Majah : 2200).

Dalam tulisan ini kami mencoba untuk mengumpulkan hal-hal yang dibutuhkan oleh seorang muslim dalam menyikapi krisis ekonomi di masa pandemi.

1. Rezeki telah dijamin Allah

Apapun kondisi seorang hamba, kapanpun dan dimanapun dia berada, ketahuilah Allah ﷻ telah mengatur dan menjamin rezekinya. Allah ﷻ berfirman:

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

“Dan tidak ada satu makhluk pun yang berjalan di atas bumi melainkan Allah-lah yang menanggung rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam makhluk itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)”
(QS. Hud : 6).

Allah juga berfirman:

وَكَأَيِّن مِّن دَآبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا ٱللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

“Dan berapa banyak makhluk yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al – Ankabut: 60).

Dua ayat tersebut menjelaskan bahwa rezeki telah ditetapkan dan dijamin oleh Allah. Allah lah yang memudahkan sampainya rezeki kepada seorang makhluk, bukan karena kekuatan dirinya atau kehebatannya.

Lihatlah para janin yang masih dalam kandungan ibunya, begitu pula seorang bayi yang baru lahir ke dunia ini, dirinya belum memliki kekuatan untuk bekerja mencari penghasilan, tapi Allah antarkan rezekinya kepada dirinya lewat perantara orang tuanya.

Dalam sebuah hadits rasulullah ﷺ bersabda:

أيها الناس اتقوا الله وأجملوا في الطلب فإن نفسا لن تموت حتى تستوفي رزقها وإن أبطأ عنها ، فاتقوا الله وأجملوا في الطلب ، خذوا ما حل ودعوا ما حرم

“Wahai manusia sekalian, bertakwalah kepada Allah dan perindahlah cara meminta (kepada Allah dalam mencari rezeki), karena sesungguhnya seseorang tidak akan meninggal sampai dia mendapatkan semua rezekinya walaupun terlambat (dalam pandangannya), maka bertakwalah kalian kepada Allah dan perindahlah cara meminta (dalam mencari rezeki), ambilah cara yang halal dan tinggalkanlah yang haram.”
(HR. Ibnu Majah : 2144).

Hadits diatas menjelaskan bahwa rezeki kita semua telah dijamin oleh Allah, tidak ada satu orangpun yang tidak mendapatkan rezeki yang telah ditetapkan untuknya, dan dia tidak akan menemui ajalnya kecuali ketika dirinya telah menikmati semua rezekinya. Oleh karenanya, dalam hadits tersebut rasulullah ﷺ mengajak kita untuk lebih fokus dalam permasalahan ketakwaan bukan kepada rezeki, karena rezeki telah dijamin.

2. Penghalang rezeki bukan pandemi tapi maksiat.

Pandemi atau tidak pandemi tidak akan merubah keadaan bahwa Dzat yang memberikan rezeki adalah Allah. Allah lah pemberi rezeki baik di masa normal atau di masa pandemi. Sehingga satu-satunya hal yang bisa menghalangi rezeki adalah kedurhakaan kita kepada Ar-Rozzaq, Dzat yang memberikan rezeki. Sehingga Allah enggan memberikan rezekinya kepada kita.

Dalam sebuah hadits rasulullah ﷺ bersabda:

إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه

“Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rezeki disebabkan dosa yang ia perbuat”
(HR. Ahmad no. 22491).

Hadits tersebut diperselisihkan ulama akan keshohihan sanadnya, namun jika ditinjau dari sisi makna, maka banyak penguat yang mendukungnya. Banyak dalil yang menunjukan bahwa ketakwaan adalah sebab utama mendatangkan rezeki, sehingga lawan dari ketakwaan yaitu kemaksiatan akan menjadi penghalang datangnya rezeki.

Allah berfirman:

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزفه من حيث لا يحتسب

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar bagi dari permasalahannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. Ath Thalaq : 2 – 3).

Begitu pula beristighfar serta bertaubat memohon ampun kepada Allah ﷻ dari dosa – dosa yang dilakukan merupakan sebab dibukakan pintu rezeki. Allah berfirman mengisahkan seruan nabi Nuh kepada kaumnya:

فقلت استغفروا ربكم إنه كان غفارا. يرسل السماء عليكم مدرارا. ويمددكم بأموال وبنين ويجعل لكم جنات ويجعل لكم أنهارا

“Aku (Nuh) katakan : minta ampunlah kalian kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia adalah maha pengampun. Nisacaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat kepada kalian. Dan Dia akan memberikan kepada kalian harta yang banyak dan anak-anak, dan Dia juga akan menjadikan kebun-kebun dan sungai-sungai untuk kalian.”
(QS. Nuh : 10 -12).

Hendaknya masing-masing kita meletakkan perkara ini di depan matanya, ketika dia merasa sempit seharusnya dia lebih meningkatkan ketakwaannya kepada Allah bukan malah menggerutu dan kecewa akan ketetapan Allah dan berjalan lebih jauh lagi ke dalam kemaksiatan. Diriwayatkan bahwa dahulu ada seorang salaf yang berkata:

والله لا أبالي ولو أصبحت حبة الشعير بدينار! عليَّ أن أعبده كما أمرني، وعليه أن يرزقني كما وعدني

“Demi Allah, aku tidak peduli dengan kenaikan harga barang, walaupun harga sebiji gandum adalah 1 dinar (4,25 gr emas). Kewajibanku adalah berbibadah kepada Allah sesuai yang ia perintahkan, dan Dia pasti akan memberikan rezekiku sebagaimana yang telah Dia janjikan.”

Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَآ أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ. إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلْقُوَّةِ ٱلْمَتِينُ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan yang Sangat Kokoh.”
(QS. Adz – Dzariyat: 56 – 58).]

3. Tawakkal bukan berarti tidak berusaha.

Ketika hati telah meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Dzat yang memberikan rezeki, maka tumbuhlah tawakkal dalam diri. Apa itu tawakkal?
Tawakkal adalah bersandarnya hati hanya kepada Allah di setiap keadaan (Lihat : https://binbaz.org.sa/fatwas/17306/حقيقة-التوكل-على-الله). Tawakkal merupakan ibadah hati yang harus dijalanan oleh setiap insan yang beriman.

Allah ﷻ berfirman:

وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”.
(QS. At – Taubah :51).

Namun, tawakkal bukan berarti bermalas-malasan dan tidak mengambil sebab dalam menggapai tujuan, bahkan para ulama menjelaskan bahwa mengambil sebab merupakan syarat sahnya tawakkal dalam hati. Karena orang yang bersandar kepada Allah maka dia akan melakukan sesuatu yang Allah perintahkan dan akan berjalan di atas ketetapan Allah. Allah ﷻ telah menetapkan perjalanan dunia ini dengan sebab-sebabnya. Oleh karenanya rasulullah ﷺ bersabda:

احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجزن

“Bersemangatlah untuk meraih hal yang bermanfaat bagimu, dan minta tolonglah kepada Allah, jangan pernah merasa lemah”.
(HR. Muslim: 47).

Begitu pula tidak boleh bagi seseorang untuk bersandar kepada sebab dan menjadikan sebab segalanya. Orang-orang seperti ini tidak lagi bersandar kepada Allah dan mereka tidak meyakini bahwa Allah lah yang menggerakkan sebab-sebab itu terjadi.

Sehingga, ada dua kelompok orang yang salah dalam masalah tawakkal:
1.Orang yang merasa dirinya bertawakkal, lalu tidak mau mengambil sebab. Orang – orang ini adalah orang yang tertipu, dan mengingkari ayat-ayat Allah yang mengharuskan mengambil sebab.
2.Orang yang terlalu bergantung kepada sebab, sehingga lupa bahwa Allah lah yang menetapkan segala sesuatu. Orang yang seperti ini bisa jatuh kepada kesyirikan.]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

فعلى العبد أن يكون قلبه معتمداً على الله ، لا على سببٍ من الأسباب ، والله ييسر له من الأسباب ما يصلحه في الدنيا والآخرة

“Seorang hamba wajib menyandarkan hatinya hanya kepada Allah ﷻ, bukan kepada sebab. Allah yang memudahkannya menjalankan sebab yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat.”
(Majmu’ fatawa: 8/528).

Sedangkan Ahlusunnah mengatakan bahwa kita harus mengikuti ketetapan Allah dan mengambil sebab yang Allah tetapkan akan tetapi hati tetap harus bergantung dan bersandar kepada Allah bukan kepada sebab.

Pembaca yang semoga dimuliakan Allah.
Tawakkal merupakan sebab mudahnya seseorang mencari rezki. Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Kalaulah kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar – benarnya tawakkal, maka kalian akan diberikan rezeki seperti halnya seekor burung. Burung tersebut pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang”
(HR. Tirmidzy : 2344).

Alhafizh Ibnu Hajar berkata:

حديث عمر هذا يدلُّ على أنَّ النَّاس إنَّما يُؤتون مِنْ قلَّة تحقيق التوكُّل ، ووقوفهم مع الأسباب الظاهرة بقلوبهم ومساكنتهم لها ، فلذلك يُتعبون أنفسَهم في الأسباب ، ويجتهدون فيها غاية الاجتهاد ، ولا يأتيهم إلاّ ما قُدِّر لهم ، فلو حَقَّقوا التوكُّلَ على الله بقلوبهم ، لساقَ الله إليهم أرزاقهم مع أدنى سببٍ ، كما يسوقُ إلى الطَّير أرزاقها بمجرَّدِ الغدوِّ والرواح ، وهو نوعٌ من الطَّلب والسَّعي ، لكنه سعيٌ يسيرٌ

“Hadits Umar ini menunjukkan bahwa manusia mendapatkan hukuman disebabkan kurangnya pengaplikasian tawakkal dalam diri. Dan mereka terlalu bergantung dan merasa tenang dengan sebab-sebab yang zhohir, sehingga mereka berletih-letih dalam mengambil sebab, dan mengerahkan segala sesuatu yang mereka miliki, namun mereka hanya mendapatkan apa yang telah ditetapkan untuk mereka.
Kalaulah mereka benar – benar mengaplikasikan tawakkal dalam hati mereka, maka Allah yang akan membawakan rezeki kepada mereka walaupun hanya dengan sebab yang remeh, sebagaimana Allah membawakan rezeki kepada seekor burung hanya dengan terbang di waktu pagi dan pulang di sore hari, itu memang sebuah usaha dalam mencari rezeki, namun usaha yang ringan.”
(Jami’ul Ulum walhikam : 2/321).

Ditulis oleh:
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)

BIMBINGAN ISLAM