Wajah Yesus yang Sebenarnya

Pada tahun 321 Kaisar Konstantin mengumumkan bahwa pengadilan tidak boleh tutup pada hari Sabat (Sabbath) orang Yahudi, tetapi harus tutup pada “hari pemuliaan matahari”, yaitu hari Sunday (hari matahari atau Minggu). Dengan begitu, pemeluk agama Kristen mengganti hari istirahat mereka dari hari Sabtu menjadi hari Minggu.

Akibat keputusan ini, semakin lebar jarak antara orang Kristen dan orang-orang Yahudi. Sebelum itu, hari Natal (hari kelahiran Yesus Kristus) selalu dirayakan pada tanggal 6 Januari. Tanggal 6 Januari ini hingga sekarang masih menjadi hari penting di sebagian Eropa, Rusia, Turki, dan Syria sebagai “Hari Raja.”

Sebagai gantinya, Kristen mengambil hari suci Sol Invictus dan Mithraisme, yaitu tanggal 25 Desember, sebagai hari lahir Yesus Kristus. Hari Raya itu merayakan kelahiran kembali matahari dan dampaknya pada dunia. Karena itulah semua sekte merayakannya bersama-sama pada hari yang sama. Yang menarik, kaum Mithraisme juga percaya pada doktrin-doktrin penting agama Kristen, seperti kehidupan setelah kematian dan keabadian jiwa. Ketika itu, penting bagi penganut agama Kristen untuk membiarkan Yesus Kristus mewakili Sol Invictus sehingga di gereja-gereja Kristen dibangun patung-patung Sol Invictus yang dibuat mirip wajah Konstantin.

Begitulah hari Minggu dan Natal ditetapkan sebagai hari libur di seluruh kawasan kekaisaran Romawi. Namun, hari Paskah belum dapat ditetapkan sebelum dilaksanakan Konsili Nicea pada tahun 325 M. Pada saat itulah hari Paskah (Easter) ditetapkan melalui pengumpulan suara komite, dan menghasilkan penetapan hari Paskah yang jatuh pada hari Minggu pertama setelah bulan purnama pertama mengikuti vernal ekuinoks utara, yaitu 21 Maret. Vernal ekuinoks adalah ketika lama waktu siang sama dengan lama waktu malam hari. Mereka tidak dapat menetapkan kebulatan suara pada tanggal tertentu.

Hari Paskah Kristen mengganti hari raya pagan yang disebut Eastre, yaitu nama dari dewi yang berhubungan dengan musim semi, dan juga merupakan asal kata dari kata masa kini yang berhubungan dengan hormon perempuan, estrogen.

Dengan meningkatkan statusnya sendiri, Konstantin menjadi lebih tinggi daripada Yesus. Boleh jadi pula wajah Kristus yang ada sampai saat ini adalah gambaran wajah Konstantin. (Jika itu benar, maka penganut Kristen sesungguhnya sedang menyembah Konstantin, bukan Tuhan!) Jika itu benar, bukankah itu berarti orang Kristen telah menyembah manusia selain Yesus? Jika wajah Yesus saat ini bukan wajah Konstantin, lalu wajah siapa? Apakah ada dokumen asli peninggalan sejarah berupa lukisan wajah Yesus?  Bukankah semasa hidup Yesus tidak pernah dilukis? Dari mana asalnya lukisan laki-laki berambut panjang itu? Bagaimana jika ternyata Yesus berambut pendek?

Apa berarti orang Kristen telah menyembah manusia selain Yesus?

Bagaimana jika ternyata Yesus berbibir tebal?

Bagaimana jika Yesus ternyata kulitnya tidak berwarna putih dan hidungnya tidak mancung?

Bagaimana jika Yesus aslinya berjenggot lebat seperti kebanyakan laki-laki Yahudi?

Demikianlah yang terlanjur terjadi; umum diterima bahwa lukisan wajah Yesus berkulit putih, bibir tipis, hidung mancung, berambut pirang dan panjang, wajah kurus (agak tirus) dan bola mata berwarna biru. Hanya saja sering diabaikan kenyataan bahwa profil seperti itu lebih mendekati profil orang Eropa ketimbang orang Timur Tengah.

BERSAMA DAKWAH

Bukti-Bukti Bahwa Bibel Telah Rusak dan Dimodifikasi

Diterjemahkan dari artikel yang ditulis Dr. Laurence Brown dari leveltruth.com

Kita berdua membaca Bibel siang dan malam, tetapi engkau membacanya sebagai hitam sementara aku membacanya sebagai putih.” (William Blake, The Everlasting Gospel)

Tentu saja, rasa sentimen Blake dalam kutipan di atas bukanlah hal yang baru. Perjanjian Baru mengandung banyak kontradiksi sehingga melahirkan berbagai interpretasi, keyakinan, dan penjelasan yang memusingkan, semuanya diduga berasal dari Bibel. Jadi, mari kita baca salah satu tulisan lucu dari seorang penulis yang mengamati Bibel:

Anda bisa dan Anda tidak bisa,

Anda akan dan Anda tidak akan,

Anda akan dan Anda tidak akan,

Dan Anda akan terkutuk jika Anda melakukannya,

Dan Anda akan terkutuk jika Anda tidak melakukannya. [1]

Mengapa banyak sudut pandang yang berbeda dalam memahami Bibel? Pertama-tama, berbagai ahli teologi saling berbeda pendapat tentang kitab manakah yang harus dimasukkan dalam Bibel. Kedua, bahkan di antara kitab-kitab yang telah dikanonisasi, terdapat banyak variasi dalam manuskrip-manuskrip yang menjadi sumbernya yang membuatnya tidak seragam. Tidak adanya keseragaman ini begitu parah sampai-sampai The Interpreter’s Dictionary of the Bible mengatakan, “Kita bisa berasumsi bahwa tidak ada satu kalimat pun dalam manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru asalnya yang benar-benar seragam.” [2]

Tidak satu kalimat pun dalam Perjanjian Baru? Kita tidak bisa mempercayai satu kalimat pun dari Bibel? Sulit untuk dipercaya.

 

Banyak manuskrip

Faktanya adalah ada lebih dari 5.700 manuskrip Yunani yang menjadi bagian dari Perjanjian Baru.

[3] Lebih jauh, “Tidak ada satu pun dari manuskrip ini yang persis sama jika dibandingkan satu sama lain…. Dan beberapa dari manuskrip ini memiliki perbedaan yang signifikan.”

[4] Ditambah lagi ada sekitar sepuluh ribu manuskrip Vulgata Latin, diperparah lagi banyaknya manuskrip kuno lainnya (misalnya manuskrip Suriah, Koptik, Armenia, Georgia, Ethiopia, Nubia, Gothic, Slavia). Jadi ada berapa manuksrip Perjanjian Baru totalnya? Dan mana yang harus kita pilih sebagai yang benar dari puluhan ribu manuskrip ini?

 

Kesimpulannya, begitu banyak manuskrip yang tidak sesuai (bervariasi) dan tidak jarang saling bertentangan. Para sarjana memperkirakan jumlah variasi dalam manuskrip-manuskrip itu mencapai ratusan ribu, beberapa sarjana memperkirakan variasinya adalah sekitar 400.000 variasi.

[5] Sebagaimana menurut kata-kata Bart D. Ehrman yang sekarang dikenal luas, “Ada lebih banyak perbedaan dalam manuskrip-manuskrip Bibel daripada banyaknya kata-kata dalam Perjanjian Baru.” [6]

Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Metode penulisan yang buruk. Ketidakjujuran. Para penulisnya tidak kompeten. Doktrin-doktrin yang ditambahkan. Semuanya memperparah keadaan.

Tak ditemukan satu manuskrip asli pun yang berasal dari Kristen masa awal (dekat-dekat masa Yesus). [7]

Manuskrip lengkap paling kuno (Vatikan MS. No. 1209 dan Sinaitic Syriac Codex) berasal dari abad keempat, tiga ratus tahun setelah misi Yesus berakhir. Tapi dimanakah manuskrip aslinya? Hilang. Dan salinan dari manuskrip aslinya? Juga hilang. Naskah paling kuno yang kita miliki, dengan kata lain, adalah salinan dari salinan dari salinan dari salinan dari entah berapa banyak salinan dari aslinya. [8]

Tidak heran manuskrip-manuskrip itu saling berbeda

Bahkan jika dilakukan oleh penulis-penulis terbaik, adanya kesalahan ketika menyalin adalah sesuatu yang sering terjadi. Namun, manuskrip Perjanjian Baru tidak disalin oleh penulis-penulis terbaik. Selama periode awal Kekristenan, para penulisnya tidak terlatih, tidak dapat diandalkan, tidak kompeten, dan dalam beberapa kasus sebagian dari mereka buta huruf.

[9] Mereka yang matanya rabun bisa membuat kesalahan ketika melihat huruf-huruf dan kata-kata yang mirip, sementara mereka yang pendengarannya kurang baik bisa membuat kesalahan ketika menyalin manuskripnya seiring manuskrip itu dibacakan pada mereka. Seringkali para penulis juga terlalu banyak bekerja, dan karenanya cenderung membuat kesalahan karena rasa lelah menyerang mereka.

Seperti dikatakan Metzger dan Ehrman, “Karena kebanyakan, jika tidak semua, dari mereka [para penulis Bibel] masih amatir dalam seni menyalin, sejumlah besar kesalahan dipastikan ada dalam teks-teks mereka ketika mereka menyalin.”

[10] Lebih parah lagi, beberapa penulis Bibel memasukkan doktrin-doktrin yang mereka percayai yang menyebabkan manuskripnya semakin berubah.

[11] Sebagaimana Ehrman menyatakan, “Para penulis yang menyalin teks mengubah teks tersebut.”

[12] Lebih lanjut, “Jumlah perubahan yang sengaja dibuat untuk kepentingan doktrin sulit untuk diukur banyaknya.”

[13] Dan bahkan lebih khusus, “Dalam bahasa teknis kritik tekstual, para penulis Bibel ini telah ‘merusak’ teks-teksnya untuk kepentingan teologis.”

[14]

Kesalahan terjadi dalam bentuk penambahan, penghapusan, pertukaran, dan modifikasi, paling sering yang diubah adalah kata-kata atau kalimat, tapi kadang-kadang seluruh ayatnya diubah.

[15]

[16] Faktanya, “banyak perubahan dan penambahan-penambahan yang dimasukkan ke dalam teks.”

[17] Sehingga hasilnya adalah “semua saksi yang dikenal dari Perjanjian Baru untuk sebagian besar atau kecil telah mencampur teksnya, dan bahkan beberapa manuskrip paling awal tidak bebas dari kesalahan yang mengerikan.”

[18]

Dalam bukunya Misquoting Jesus, Ehrman menyajikan bukti persuasif bahwa kisah perempuan yang berzina (Yohanes 7: 53-8: 12) dan dua belas ayat terakhir dari Markus tidak ada dalam manuskrip Bibel yang asli, tapi ditambahkah oleh para penulis Bibel pada periode kemudian.

[19] Lebih jauh, contoh di atas “hanyalah dua dari ribuan contoh dimana manuskrip Perjanjian Baru telah diubah-ubah oleh para penulis Bibel.”

[20]

Bahkan, seluruh kitab dalam Bibel telah dimodifikasi.

[21] Ini bukan berarti isi yang ada di dalamnya pasti salah, tapi jelas tidak juga berarti bahwa isinya benar. Jadi kitab mana yang dimodifikasi? Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, 1 dan 2 Timotius, Titus, 1 dan 2 Petrus, dan Yudas. Sebanyak sembilan dari dua puluh tujuh kitab dan surat Perjanjian Baru, diduga telah dimodifikasi. [22]

Kitab yang telah dimodifikasi? Dalam Bibel?

Mengapa rasanya kita tidak terkejut ketika mendengarnya? Lagipula, bahkan kita tidak mengetahui nama-nama dari para penulis Bibel. Mereka bersifat anonim.

[23] Para sarjana Bibel sangat jarang, hampir tidak pernah, mengaitkan kepenulisan Bibel kepada Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes. Sebagaimana Ehrman mengatakan, “Kebanyakan sarjana saat ini telah meninggalkan identifikasi tersebut, dan mengakui bahwa kitab-kitab Bibel ditulis oleh orang yang tidak dikenal, tetapi merupakan orang-orang Kristen berbahasa Yunani yang terdidik pada paruh kedua abad pertama.”

[24] Graham Stanton menegaskan, “Gospel, tidak seperti kebanyakan tulisan Graeco-Romawi, bersifat anonim. Nama pengarang yang sering kita dengar (‘Gospel menurut Markus, Gospel Menurut Yohanes, dsb’) bukanlah bagian dari naskah yang orisinil, karena mereka baru ditambahkan pada awal abad kedua.”

[25]

Jadi apakah murid-murid Yesus pernah menulis Bibel? Tidak sama sekali. Kita tidak punya alasan untuk mempercayai bahwa mereka menulis salah satu kitab dari Bibel. Pertama-tama, mari kita ingat bahwa Markus adalah sekretaris Petrus, dan Lukas adalah temannya Paulus. Ayat-ayat dari Lukas 6: 14-16 dan Matius 10: 2-4 mencatat kedua belas murid, dan meskipun daftar ini berbeda tentang dua nama dari murid, Markus dan Lukas tidak masuk dalam daftar itu. Jadi hanya Matius dan Yohanes yang merupakan murid. Tapi tetap saja, para sarjana Kristen modern tidak menganggap mereka sebagai penulis Bibel.

Mengapa?

Pertanyaan bagus. Yohanes yang lebih terkenal daripada Matius misalnya, mengapa kita harus menganggap bahwa dia bukanlah penulis kitab Yohanes?

Umm … karena dia sudah meninggal?

Beberapa sumber menyatakan bahwa tidak ada bukti, selain dari kesaksian-kesaksian yang diragukan, yang mengatakan bahwa Yohanes adalah penulis Gospel “Yohanes.”

[26]

[27] Mungkin sanggahan paling kuat adalah bahwa Yohanes diyakini telah meninggal di sekitar tahun 98 Masehi.

[28] Namun, Gospel Yohanes ditulis sekitar tahun 110 Masehi.

[29] Jadi siapakah Lukas (pendamping Paulus), Markus (sekretaris Petrus), dan Yohanes (yang tidak diketahui, tetapi tentu saja bukan Yohanes murid Yesus)? Yang pasti kita tidak bisa mempercayai bahwa kitab-kitab dalam Bibel ditulis oleh murid-murid Yesus . . . .

 

 

sumber: Lampu Islam