Lailatul Qadar Terkadang Bisa Dilihat dan Dirasakan

Seorang muslim tidak perlu memaksakan diri mencari-cari tanda-tanda malam lailatul qadar atau melihatnya. Hendaknya fokus pada 10 malam terakhir untuk beribadah. Hikmah dirahasiakan kapan malam tersebut agar terlihat siapa dari mereka yang memang bersungguh-sungguh mencari keutamaan malam lailatul qadar.

Namun sebagian orang bisa merasakan dan melihat malam lailatul qadar. Tanda-tandanya malam lailatul qadar diantaranya:

  • Udara terasa sejuk, tenang dan cerah. Dari Ibnu Abbas radhiallahu‘anhuma, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    ليلة لقدر ليلة سمحة, طلقةو لا حارة, ولا باردة, تصبح الشمس صبيحتها ضعيفة حمراء

    [malam] lailatul qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan” (HR. At-Thayalisy 349, Ibnu Khuzaimah III/231, Bazzar I/486, dihasankan oleh syaikh Ali Hasan Al-Halabi).

  • Matahari pada pagi harinya jernih dan tidak ada sinar yang menyilaukan. Dari Ubay radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    صبيحة ليلة لقدر تطلع الشمس لا شعاع لها كأنها طست حتى ترتفع

    pagi hari malam lailatul qadar, matahari terbit tidak ada sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi” (HR. Muslim no. 762).

  • Ada rasa ketenangan dan kelezatan dalam beribadah karena para malaikat Jibril ‘alaihissalam malaikat turun pada malam tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

    تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا

    Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS. Al Qadar: 4).
    Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya berkah pada malam tersebut. Karena sekali lagi, turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat turun ketika ada yang membacakan Al-Qur’an, mereka akan mengitari orang-orang yang berada dalam majelis dzikir (majelis ilmu). Dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat mengagungkan mereka. Adapun “ar-ruh” ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah malaikat Jibril” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 8/444, Darul Thayyibah, 1420 H, Syamilah).

Malam lailatul qadar terkadang bisa dilihat dan dirasakan. Pertanyaan berikut diajukan kepada syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “apakah lailatul qadar bisa dilihat oleh mata manusia? Karena sebagian orang mengatakan jika mampu manusia melihat lailatul qadar maka ia akan melihat cahaya di langit. Bagaimana Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melihatnya? Bagaimana seseorang bisa tahu bahwa ia melihat malam lailatul qadar? Apakah ia tetap mendapat pahala jika pada malam itu ia tidak melihatnya? Kami memohon penjelasan bersama dalilnya”.

Beliau menjawab, “malam lailatul qadar bisa dilihat dengan mata bagi mereka yang mendapat taufik dari Allah Subhanahu, dengan melihat tanda-tandanya. Para sahabat radhiallahu ‘anhum melihat dengan tanda-tandanya. Akan tetapi tidak melihatnya tidak menjadi penghalang mendapatkan pahala bagi mereka yang beribadah karena beriman dan mengharap pahala.

Hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh mencarinya pada 10 malam terakhir Ramadhan –sebagaimana Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum– untuk mencari pahalanya. Jika bertepatan dengan malam lailatul qadar ketika ia beribadah maka ia mendapat pahalanya walaupun ia tidak mengetahuinya.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

Barangsiapa yang mengerjakan qiyamullail pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ’alaihi)
(Majmu’ fatawa bin Baz, sumber: http://binbaz.org.sa/mat/638)

Demikian semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/22192-lailatul-qadar-terkadang-bisa-dilihat-dan-dirasakan.html

Carilah Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Dari Aisyah radhiallahu’anha, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

تَحَرَّوْا ليلة القدرِ في الوِتْرِ، من العشرِ الأواخرِ من رمضانَ

Carilah oleh kalian keutamaan lailatul qadr (malam kemuliaan) pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”.

Takhrij Singkat Hadits

Hadits ini shahih. Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (2017), Muslim dalam kitab Shahih-nya pula (1169), dan para Imam hadits lainnya; dari hadits Aisyah radhiallahu’anha.

Penjelasan Hadits

Malam kemuliaan” dikenal dengan malam Lailatul Qadr, yaitu satu malam yang penuh dengan kemuliaan, keagungan dan tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala, karena malam itu merupakan permulaan diturunkannya al-Quran. (Lihat al-Quran dan terjemahnya, cetakan Mujamma’ Malik Fahd). Hal ini ditunjukkan oleh Firman Allah Ta’ala:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

(1) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. (2) Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (3) Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (4) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. (5) Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al-Qadr: 1-5).

Allah berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi…” (QS. Ad-Dukhaan: 3).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah (774 H) berkata, “(Malam yang diberkahi) itulah Lailatul Qadr, (yang terjadi) pada bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran…” (QS. Al-Baqarah: 185).

Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma dan yang lainnya berkata, ‘Allah telah menurunkan al-Quran dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara langsung (sekaligus), kemudian menurunkannya kepada Rasulullah secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa-peristiwa (yang terjadi semasa hidupnya) selama dua puluh tiga tahun’”1.

Dengan demikian, jelaslah alasan mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam perintahkan umatnya agar sungguh-sungguh mencari keutamaan malam Lailatul Qadr ini. Terlebih lagi, pada hadits yang lain beliau menjelaskan:

أتاكُم رَمضانُ شَهرٌ مبارَك ، فرَضَ اللَّهُ عزَّ وجَلَّ عليكُم صيامَه ، تُفَتَّحُ فيهِ أبوابُ السَّماءِ ، وتغَلَّقُ فيهِ أبوابُ الجحيمِ ، وتُغَلُّ فيهِ مَرَدَةُ الشَّياطينِ ، للَّهِ فيهِ ليلةٌ خيرٌ من ألفِ شَهرٍ ، مَن حُرِمَ خيرَها فقد حُرِمَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah Ta’ala wajibkan kalian untuk berpuasa padanya, dibukakan padanya pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu neraka Jahim, dan dibelenggu setan-setan yang membangkang. Pada bulan tersebut, Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (seseorang beribadah selama itu). Barangsiapa terhalang dari kebaikannya, sungguh ia orang yang terhalang (dari seluruh kebaikan)2.

Imam ath-Thabari rahimahullah (310 H) dan Imam Ibnu Katsir rahimahullah (774 H) berkata, “Sufyan ats-Tsauri berkata, telah sampai kepadaku perkataan Mujahid (tentang firman Allah):

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan“. (QS. Al-Qadr: 3).

Beliau berkata, amal (shalih), puasa, dan shalat pada malam Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan (seseorang
melakukan ibadah)”3.

Adapun maksud para ulama tafsir bahwa ibadah pada malam Lailatul Qadr lebih utama dari ibadah selama seribu
bulan adalah (seribu bulan) yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadr 4.

Imam al-Albani rahimahullah (1420 H) berkata, “Dan di antara masa, ada yang telah Allah jadikan seluruh amalan baik padanya lebih utama (dari waktu-waktu selainnya), seperti pada sepuluh Dzulhijjah dan malam Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu seluruh amalan pada malam itu lebih utama (lebih baik) dari amalan selama seribu bulan tanpa Lailatul Qadr di dalamnya”5.

Bahkan, malam tersebut diliputi kesejahteraan dan keselamatan, sebagimana firman-Nya:

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al-Qadr: 5).

Maksudnya adalah pada malam Lailatul Qadr penuh dengan seluruh kebaikan dan keberkahan, selamat dari segala kejahatan dan keburukan apapun, setan-setan tidak mampu berbuat kerusakan dan kejahatan sampai terbit fajar di pagi harinya. Ini adalah perkataan sebagian besar ulama seperti Mujahid (104 H), Nafi’ (117 H), Qatadah (± 113 H), Ibnu Zaid, Abdurrahman bin Abi Laila (83 H), dan lain-lainnya 6.

Adapun yang dikatakan oleh Asy Sya’bi rahimahullah (± 101 H) adalah pada malam itu para malaikat memberikan ucapan
salam kepada para penghuni masjid-masjid (yang beribadah di dalamnya) sampai terbit fajar7.

Apakah Lailatul Qadr Merupakan Kekhususan Umat Islam, Ataukah Juga Terdapat Pada Umat-umat Sebelumnya?

Imam as-Suyuthi rahimahullah (911 H) membawakan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh ad-Dailami rahimahullah (509 H) dari Anas bin Malik a (93 H), bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن الله وهب لأمتي ليلة القدر ولم يعطها من كان قبلهم

Sesungguhnya Allah memberikan Lailatul Qadr kepada umatku, dan tidak memberikannya kepada (umat-umat) sebelumnya8.

Akan tetapi, hadits ini maudhu’ (palsu)9, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah atau landasan sama sekali. Al-Khathabi rahimahullah (388 H) menghikayatkan ijma’ (kesepakatan) para ulama bahwa Lailatul Qadr terdapat pula pada umat-umat sebelum umat Islam10. Ibnu Katsir rahimahullah (774 H) dan As Suyuthi rahimahullah (911 H) di dalam kitab-kitab tafsir mereka11, membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Malik rahimahullah (179 H) di kitab al-Muwaththa’-nya12, beliau berkata:

إنَّ رسولَ اللهِ أُرِيَ أعمارَ الناسِ قبلَه أو ما شاء اللهُ من ذلك فكأنه تقاصر أعمارَ أُمَّتِه ألَّا يَبلُغوا من العملِ مثلَ الذي بلغ غيرُهم في طولِ العمُرِ ، فأعطاه اللهُ ليلةَ القدرِ خيرًا من ألفِ شهرٍ

Sesungguhnya Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya (yang relatif panjang) sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan“.

Lalu Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari hadits ini dan berkata, “Sesuatu yang diisyaratkan oleh hadits ini adalah adanya Lailatul Qadr pada umat-umat terdahulu sebelum umat Islam”. Namun, hadits ini pun dha’ifun mu’dhal (lemah dan terputus sanadnya dengan terjatuhnya dua perawi hadits secara berurutan), sebagaimana yang telah dihukumi oleh Imam al-Albani rahimahullah13. Dengan demikian, tidak ada ada dalil shahih yang menunjukkan adanya Lailatul Qadr pada umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana tidak ditemukan pula dalil shahih yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr merupakan kekhususan umat Islam. Wallahu A’lam.

Apakah Lailatul Qadr Akan Terus Berlangsung Ada Pada Setiap Tahun Hingga Akhir Zaman?

Imam Ibnu Katsir rahimahullah (774 H), di dalam kitab Tafsirnya membawakan hadits lain dengan menukil riwayat Imam Ahmad rahimahullah (241 H) di dalam Musnad-nya14 dari Abu Dzar radhiallahu’anhu (32 H) yang berkata:

يا رسولَ اللهِ ، أخبِرْني عن ليلةِ القدرِ أفي رمضانَ أم في غيرِ رمضانَ ؟ قال صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ : بلْ في رمضانَ . قلتُ : يا رسولَ اللهِ ، أهيَ مع الأنبياءِ ما كانوا فإذا قُبِضَ الأنبياءُ رُفِعَتْ ، أم هيَ إلى يومِ القيامةِ ؟ قال صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ : بل هيَ إلى يومِ القيامةِ

Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang Lailatul Qadr! Apakah malam itu pada bulan Ramadhan ataukah pada selainnya? Beliau berkata, “Pada bulan Ramadhan”, (dengan demikian, Lailatul Qadr sudah ada) bersama para Nabi terdahulu, lalu apakah setelah mereka meninggal dunia, malam Lailatul Qadr tersebut diangkat? Ataukah malam tersebut tetap ada sampai hari kiamat? Nabi ٍShallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Akan tetap ada sampai hari kiamat…15.

Kemudian, Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Pada hadits ini terdapat isyarat seperti yang telah kami sebutkan, bahwa Lailatul Qadr akan tetap terus berlangsung sampai hari kiamat pada setiap tahunnya. Tidak seperti yang diyakini oleh sebagian kaum Syi’ah bahwa Lailatul Qadr sudah diangkat (tidak akan pernah terjadi lagi), disebabkan keliru dalam memahami hadits yang akan kami terangkan sebentar lagi…16 karena maksud (hadits) yang sesungguhnya adalah diangkatnya pengetahuan kapan terjadinya malam Lailatul Qadr17. Juga terdapat isyarat bahwa Lailatul Qadr khusus terjadi pada bulan Ramadhan saja dan tidak terjadi pada bulan-bulan lainnya…”18.

Pendapat inilah (yang mengatakan bahwa Lailatul Qadr terdapat pula pada umat-umat sebelum umat Islam) yang didukung kuat oleh Ibnu Katsir di dalam kitab Tafsirnya19, karena banyaknya hadits-hadits lain yang shahih yang memperkuat hal itu, sebagaimana hadits-hadits yang akan diterangkan berikut. Wallahu A’lam.

Kapankah Lailatul Qadr?

Sudah dijelaskan diatas berdasarkan ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang shahih bahwa Lailatul Qadr terjadi pada satu malam saja dari bulan Ramadhan pada setiap tahunnya, akan tetapi tidak dapat dipastikan kapan terjadinya20. Sehingga banyak sekali hadits-hadits dan atsar-atsar yang menerangkan waktu-waktu malam yang mungkin terjadi padanya Lailatul Qadr21. Di antara waktu-waktu yang di terangkan hadits-hadits dan atsar-atsar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pada malam pertama di bulan Ramadhan. Imam Ibnu Katsir rahimahullah (774 H) berkata, “Ini dihikayatkan dari Abu Razin al-‘Uqaili radhiallahu’anhu, seorang sahabat”22.

2. Pada malam ke tujuh belas di bulan Ramadhan. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dalam hal ini Abu Dawud telah meriwayatkan hadits marfu’23 dari Ibnu Mas’ud, juga diriwayatkan dengan mauquf24 darinya, Zaid bin Arqam, dan Utsman bin Abi Al ‘Ash 25. Dan ini adalah salah satu perkataan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, juga dihikayatkan dari al-Hasan al-Bashri. Mereka semua beralasan karena (malam ke tujuh belas Ramadhan adalah) malam (terjadinya) perang Badr, yang terjadi pada malam Jum’at, malam yang ke tujuh belas dari bulan Ramadhan, dan di pagi harinya (terjadilah) perang Badr, itulah hari yang Allah katakan dalam firman-Nya: “… Di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan…” (QS. al-Anfaal: 41)26.

3. Pada malam ke sembilan belas di bulan Ramadhan. Pendapat ini dihikayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum27.

4. Pada malam ke dua puluh satu di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu’anhu, beliau berkata:

اعتكَف رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عشرَ الأُوَلِ من رمضانَ، واعتكفْنا معَه، فأتاه جبريلُ فقال : إن الذي تطلُبُ أمامَك، فاعتكَف العشرَ الأوسَطَ فاعتكَفْنا معَه، فأتاه جبريلُ فقال : إن الذي تطلُبُ أمامَك، قام النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ؟طيبًا، صبيحةَ عِشرينَ من رمضانَ، فقال : مَن كان اعتكَف معَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فليَرجِعْ، فإني أُريتُ ليلةَ القدْرِ وإني نُسِّيتُها وإنها في العشرِ الأواخِرِ، وفي وِترٍ، وإني رأيتُ كأني أسجدُ في طينٍ وماءٍ . وكان سقفُ المسجدِ جريدَ النخلِ، وما نرى في السماءِ شيئًا، فجاءتْ قزَعةٌ فأُمطِرْنا، فصلَّى بنا النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم حتى رأيتُ أثرَ الطينِ والماءِ . على جبهةِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وأرنبتِه، تصديقَ رؤياه

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan, dan kami pun melakukan i’tikaf bersamanya. Lalu Jibril datang dan berkata, “Sesungguhnya apa yang engkau minta (cari) ada di depanmu”, lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah pada pagi hari yang ke dua puluh di bulan Ramadhan dan bersabda, “Barangsiapa yang i’tikaf bersama Nabi, maka kembalilah (untuk melakukan i’tikaf)! Karena sesungguhnya aku telah diperlihatkan Lailatul Qadr, dan aku sudah lupa. Lailatul Qadr akan terjadi pada sepuluh hari terakhir pada (malam) ganjilnya, dan aku sudah bermimpi bahwa aku bersujud di atas tanah dan air”. Dan saat itu atap masjid (terbuat dari) pelepah daun pohon kurma, dan kami tidak melihat sesuatupun di langit, lalu tiba-tiba muncul awan dan kami pun dituruni hujan. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat bersama kami sampai-sampai aku melihat bekas tanah dan air yang melekat di dahi dan ujung hidung beliau sebagai bukti benarnya mimpi beliau28. Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Hadits ini adalah riwayat paling shahih”29.

5. Pada malam ke dua puluh tiga di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Abdullah bin Unais radhiallahu’anhu, beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

أريتُ ليلةَ القدرِ ثم أُنسيتُها . وأراني صُبحَها أسجدُ في ماءٍ وطينٍ . قال : فمُطِرْنا ليلةَ ثلاثٍ وعشرين فصلى بنا رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم . فانصرفَ وإن أثرَ الماءِ والطينِ على جبهتِه وأنفِه . قال : وكان عبدُاللهِ بنِ أنيسٍ يقولُ : ثلاثَ وعشرين

Aku telah diperlihatkan Lailatul Qadr kemudian aku dibuat lupa, dan aku bermimpi bahwa aku bersujud di atas tanah dan air”. Maka kami dituruni hujan pada malam yang ke dua puluh tiga. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat bersama kami kemudian beliau pergi sedangkan bekas air dan tanah masih melekat pada dahi dan hidungnya. Dan Abdullah bin Unais radhiallahu’anhua berkata, “Dua puluh tiga”.30

6. Pada malam ke dua puluh empat di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

ليلة القدر ليلة أربع وعشرين

Lailatul Qadr malam yang ke dua puluh empat31.

Pendapat ini telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Jabir, al-Hasan, Qatadah, Abdullah bin Wahb. Mereka mengatakan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada malam yang ke dua puluh empat 32.

7. Pada malam ke dua puluh lima di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata: Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

التمِسوها في العشرِ الأواخرِ من رمضانَ، ليلةَ القدرِ، في تاسِعةٍ تَبقى، في سابِعةٍ تَبقى، في خامِسةٍ تَبقى

Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, pada malam yang ke sembilan tersisa, malam yang ke tujuh tersisa, malam yang ke lima tersisa33.

8. Pada malam ke dua puluh tujuh di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits yang di keluarkan oleh Imam Muslim dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu’anhu: Dari ‘Abdah dan Ashim bin Abi An Nujud, mereka mendengar Zirr bin Hubaisy berkata,

سألتُ أُبيَّ بنَ كعبٍ رضيَ اللهُ عنه . فقلتُ : إنَّ أخاك ابنَ مسعوٍد يقول : من يَقُمِ الحولَ يُصِبْ ليلةَ القدرِ . فقال : رحمه اللهُ ! أراد أن لا يتَّكِلَ الناسُ . أما إنه قد علم أنها في رمضانَ . وأنها في العشرِ الأواخرِ . وأنها ليلةُ سبعٍ وعشرين . ثم حلف لا يَستثنى . أنها ليلةُ سبعٍ وعشرين . فقلتُ : بأيِّ شيءٍ تقول ذلك ؟ يا أبا المُنذرِ ! قال : بالعلامةِ ، أو بالآيةِ التي أخبرنا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أنها تطلع يومئذٍ ، لا شعاعَ لها

“Aku pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, aku berkata, sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’ud berkata, barangsiapa mendirikan shalat malam selama setahun pasti akan mendapatkan Lailatul Qadr”, Ubay bin Ka’ab berkata, “Semoga Allah merahmatinya, beliau bermaksud agar orang-orang tidak bersandar (pada malam tertentu untuk mendapatkan Lailatul Qadr), walaupun beliau sudah tahu bahwa malam Lailatul Qadr itu di bulan Ramadhan, dan terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan pada malam yang ke dua puluh tujuh”. Kemudian Ubay bin Ka’ab bersumpah tanpa istitsnaa’34, dan yakin bahwa malam itu adalah malam yang ke dua puluh tujuh. Aku (Zirr) berkata, “Dengan apa (sehingga) engkau berkata demikian wahai Abul Mundzir?35” Beliau berkata, “Dengan tanda yang pernah Rasulullah kabarkan kepada kami, yaitu matahari terbit pada pagi harinya tanpa sinar yang terik.”36.

Demikian pula ditunjukkan oleh hadits Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu:

أن رجالًا من أصحابِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أُرُوا ليلةَ القدرِ في المنامِ في السبعِ الأواخرِ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : ( أَرَى رؤياكم قد تواطَأَتْ في السبعِ الأواخرِ، فمَن كان مُتَحَرِّيها فلْيَتَحَرَّها في السبعِ الأواخرِ )

Dari Ibnu Umar, bahwa beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam diperlihatkan (bermimpi) Lailatul Qadr pada tujuh malam terakhir, lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Aku kira mimpi kalian telah bersesuaian pada tujuh malam terakhir, maka barang siapa yang ingin mendapatkannya, carilah pada tujuh malam terakhir tersebut37.

Demikian pula hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang Lailatul Qadr:

ليلة القدر ليلة سبع وعشرين

Lailatul Qadr pada malam ke dua puluh tujuh38.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan pendapat yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr adalah malam ke dua puluh tujuh merupakan pendapat sebagian ulama salaf, dan madzhab Ahmad bin Hanbal, dan riwayat dari Abi Hanifah. Juga telah dihikayatkan dari sebagian salaf, mereka berusaha mencocokkan malam Lailatul Qadr dengan karena kata ini adalah kata yang ke dua puluh tujuh dari malam yang ke dua puluh tujuh dengan firman Allah: (َهي), surat al-Qadr. Wallahu A’lam”39.

9. Pada malam ke dua puluh sembilan di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, berkata:

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ قالَ في ليلةِ القدرِ إنَّها ليلةٌ سابعةٌ أو تاسعةٌ وعشرينَ إنَّ الملائكةَ تلكَ اللَّيلةَ في الأرضِ أكثرُ من عددِ الحصى

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang Lailatul Qadr, “Sesungguhnya malam itu malam yang ke dua puluh tujuh atau ke dua puluh sembilan, sesungguhnya malaikat pada malam itu lebih banyak dari jumlah butiran kerikil40.

Juga dalam hadits Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang Lailatul Qadr, maka beliau bersabda:

في رمضانَ فالتمِسوها في العشرِ الأواخرِ فإنَّها في وِترٍ في إحدَى وعشرين أو ثلاثٍ وعشرين أو خمسٍ وعشرين أو سبعٍ وعشرين أو تسعٍ وعشرين أو في آخرِ ليلةٍ فمن قامها ابتغاءَها إيمانًا واحتسابًا ثمَّ وُفِّقتْ له غُفِر له ما تقدَّم من ذنبِه وما تأخَّر

Di bulan Ramadhan, maka carilah ia pada sepuluh malam terakhir, karena malam itu terjadi pada malam-malam ganjil, pada malam ke dua puluh satu, atau dua puluh tiga, atau dua puluh lima, atau dua puluh tujuh, atau dua puluh sembilan, atau pada akhir malam bulan Ramadhan. Maka barangsiapa menghidupkan malam itu untuk mendapatkannya dengan penuh pengharapan kepada Allah kemudian dia mendapatkannya, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang41.

10. Pada malam terakhir di bulan Ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Ubadah bin Ash Shamit a di atas, dan hadits Abu Bakrah radhiallahu’anhu, beliau berkata:

ما أنا بمُلتَمِسِها لشيءٍ سمعتُهُ مِن رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وعلَى آلِه وسلَّمَ إلَّا في العَشرِ الأواخرِ فإنِّي سمعتُهُ يقولُ التَمِسوها في تِسعٍ يبقَينَ أو سَبعٍ يبقَينَ أو خَمسٍ يبقَينَ أو ثلاثٍ أو آخرِ ليلةٍ . قال : وَكانَ أبو بَكرةَ يصلِّي في العشرينَ مِن رمضانَ كصلاتِهِ في سائرِ السَّنةِ فإذا دخلَ العشرُ اجتَهَدَ

“Tidaklah aku mencari malam Lailatul Qadr dengan suatu apapun yang aku dengarkan dari Rasulullah melainkan pada sepuluh malam terakhir, karena sesungguhnya aku mendengarkan beliau berkata, “Carilah malam itu pada sembilan malam yang tersisa (di bulan Ramadhan), atau tujuh malam yang tersisa, atau lima malam yang tersisa, atau tiga malam yang tersisa, atau pada malam terakhir”. Dan Abu Bakrah shalat pada dua puluh hari pertama di bulan Ramadhan seperti shalat-shalat beliau pada waktu-waktu lain dalam setahun, tapi apabila masuk pada sepuluh malam terakhir, beliau bersungguh-sungguh42.

Dan demikian hadits yang serupa telah diriwayatkan dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu43.

Inilah waktu-waktu yang diterangkan dari berbagai macam sumber dari kitab-kitab tafsir maupun hadits. Dan jika kita perhatikan kembali, banyak hadits-hadits shahih yang menerangkan bahwa kemungkinan terbesar terjadinya Lailatul Qadr adalah di malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan terutama pada malam yang ke dua puluh satu dan dua puluh tujuh.

Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Dan tidak pernah ada ketentuan atau pembatasan yang memastikan kapan terjadinya malam Lailatul Qadr pada bulan Ramadhan. Dan ulama telah banyak membawakan pendapat dan nash-nash (keterangan) yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya malam Lailatul Qadr. Di antara perkataan (para ulama) tersebut adalah ada yang sangat umum, bahwa Lailatul Qadr mungkin terjadi pada setahun penuh. Akan tetapi ini tidak mengandung hal yang baru. Dan perkataan ini dinisbatkan kepada Ibnu Mas’ud. Namun, sebetulnya maksud beliau adalah (agar manusia) bersungguh-sungguh (dalam mencarinya). Ada pula yang mengatakan bahwa malam itu (mungkin) terjadi pada bulan Ramadhan seluruhnya. Dan (mereka) berdalil dengan keumuman nash-nash al-Quran. Ada pula yang berkata bahwa malam itu mungkin terjadi pada sepuluh malam terakhir, dan ini lebih khusus dari pendapat sebelumnya. Dan ada yang berpendapat bahwa malam itu terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir tersebut. Maka, dari sini ada yang berpendapat pada malam ke dua puluh satu, ke dua puluh tiga, ke dua puluh lima, ke dua puluh tujuh, ke dua puluh sembilan, dan malam terakhir; sesuai dengan masing-masing nash yang menunjukkan terjadinya Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil tersebut. Akan tetapi, pendapat yang paling masyhur dan shahih (dari nash-nash tersebut) adalah pada malam ke dua puluh tujuh dan dua puluh satu. Dengan demikian, apabila seluruh nash (dalil) yang menerangkan bahwa Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil tersebut semuanya shahih, maka besar kemungkinan malam Lailatul Qadr terjadi pada malam-malam ganjil tersebut. Dan bukan berarti malam Lailatul Qadr tersebut tidak berpindah-pindah, akan tetapi (ada kemungkinan) dalam tahun ini terjadi pada malam ke dua puluh satu, dan pada tahun lain yang berikutnya terjadi pada malam ke dua puluh lima atau dua puluh tujuh, dan pada tahun yang lainnya lagi terjadi pada malam ke dua puluh tiga atau dua puluh sembilan, dan begitulah seterusnya. Wallahu A’lam44.

Tanda-tanda Lailatul Qadr

Sebagaimana yang di katakan oleh Ubay bin Ka’ab radhiallahu’anhu pada hadits yang sudah diterangkan di atas, beliau berkata:

بالعلامةِ ، أو بالآيةِ التي أخبرنا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أنها تطلع يومئذٍ ، لا شعاعَ لها

“Dengan tanda yang pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kabarkan kepada kami, yaitu matahari terbit pada pagi harinya tanpa sinar yang terik”.

Juga sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في ليلةِ القدرِ : ليلةٌ سَمْحةٌ طَلْقةٌ ، لا حارَّةٌ ولا باردةٌ ، تُصبِحُ شمسُها صبيحَتَها ضعيفةً حمراءَ

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang (tanda-tanda) Lailatul Qadr, “Malam yang mudah, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin, matahari terbit di pagi harinya dengan cahaya kemerah-merahan (tidak terik)”45.

Dan juga hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إني كنتُ أُرِيتُ ليلةَ القَدْرِ ، ثم نُسِّيتُها وهي في العَشْرِ الأَوَاخِرِ من ليلتِها ، وهي ليلةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ لا حارَّةٌ ولا باردةٌ

Sesungguhnya aku pernah diperlihatkan (bermimpi) Lailatul Qadr, kemudian aku dibuat lupa, dan malam itu pada sepuluh malam terakhir, malam itu malam yang mudah, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin46.

Demikian pula hadits Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ليلةُ القدرِ في العشرِ البواقي من قامهنَّ ابتغاءَ حسبتِهنَّ فإنَّ اللهَ يغفِرُ له ما تقدَّم من ذنبِه ، وهي ليلةُ تسعٍ أو سبعٍ أو خامسةٍ أو ثالثةٍ أو آخرُ ليلةٍ ، قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : إنَّ أمارةَ ليلةِ القدرِ أنَّها صافيةٌ بلْجاءُ كأنَّ فيها قمرًا ساطعًا ، ساكنةً لا بردَ فيها ولا حرَّ ، ولا يحِلُّ لكوكبٍ أن يُرمَى به فيها حتَّى يُصبِحَ ، وإنَّ أمارةَ الشَّمسِ صبيحتَها تخرُجُ مستويةً ليس فيها شعاعٌ مثلُ القمرِ ليلةَ البدرِ ولا يحِلُّ للشَّيطانِ أن يخرُجَ معها يومئذٍ

Lailatul Qadr (terjadi) pada sepuluh malam terakhir, barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang, dan malam itu adalah pada malam ganjil, ke dua puluh sembilan, dua puluh tujuh, dua puluh lima, dua puluh tiga atau malam terakhir di bulan Ramadhan”, dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda pula, “Sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas, pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya, dan sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu47.

Keutamaan Lailatul Qadr & Amalan-amalan Yang Utama Dikerjakan Pada Malam Itu

Adapun keutamaan Lailatul Qadr maka cukuplah bagi kita firmanNya yang telah diterangkan di atas:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” [QS. Al-Qadr: 3-4].

Dan mengenai amalan-amalan yang utama untuk dilakukan pada malam tersebut, maka di antaranya adalah:

1. Melakukan i’tikaf

Sebagaimana hadits A’isyah radhiallahu’anha, beliau berkata:

أن النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يعتكفُ العشرَ الأواخرَ من رمضانَ حتى توفاهُ اللهُ، ثم اعتكفَ أزواجُهُ من بعدِهِ

Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melakukan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelahnya48.

Demikian hadits yang semisal dengannya adalah hadits Abdullah bin Umar49.

Dan hadits lainnya dari A’isyah radhiallahu’anha, beliau berkata:

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يجتهدُ في العشرِ الأواخرِ ، ما لا يجتهدُ في غيرِه

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersungguh-sungguh pada sepuluh malam terakhir dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan pada waktu-waktu lainnya50.

Terdapat pula hadits lainnya dari A’isyah radhiallahu’anha, beliau berkata:

كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا دخل العشرُ شدَّ مِئْزَرَهُ، وأحيا ليلهُ، وأيقظَ أهلهُ

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam apabila memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengikat sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya (untuk shalat malam)51.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Dan makna perkataan A’isyah: (ُشدَّ مِئْزَرَهُ), dikatakan maknanya adalah menjauhi istri (tidak menggaulinya), dan ada kemungkinan bermakna kedua-duanya (mengikat sarungnya dan tidak menggauli istri)”52.

2. Memperbanyak doa

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Dan sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa pada setiap waktu,
terlebih di bulan Ramadhan, dan terutama lagi pada sepuluh malam akhirnya, di malam-malam ganjilnya”53.

Dan doa yang dianjurkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah seperti yang ditunjukkan oleh hadits A’isyah berikut ini,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

“beliau berkata: Wahai Rasulullah, seandainya aku bertepatan dengan malam Lailatul Qadr, doa apa yang aku katakan? Beliau berkata, “Katakan: /Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwan fa’fu ‘anni/ Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan aku”54.

3. Menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan melakukan shalatْatau ibadah lainnya.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من صام رمضانَ إيمانًا و احتسابًا غُفِرَ له ما تقدَّم من ذنبِه ، و من قام ليلةَ القدرِ إيمانًا و احتسابًا غُفِرَ له ما تقدَّم من ذنبِه

Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan (dari Allah), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan (dari Allah), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu55.

Akhirnya, penulis mengajak kepada segenap pembaca yang mudah-mudahan senantiasa dimuliakan Allah, agar selalu bertakwa kepada-Nya, kapanpun dan di manapun kita berada. Marilah kita selalu berdoa dan meminta kepada-Nya, memohon taufiq-Nya agar kita diberi kemudahan dalam ketaatan kepada-Nya, diberi kesempatan untuk dapat menuai pahala dari-Nya dengan berpuasa, qiyamul lail dan melakukan ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadhan pada tahun ini, sehingga kita keluar dari bulan yang penuh berkah ini dengan penuh keimanan, takut, berharap dan cinta hanya kepada-Nya semata. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing dan memberikan kita kekuatan untuk tetap tsabat dan istiqamah di atas jalan-Nya yang lurus, jalan orang-orang yang diridhai dan diberikan kenikmatan olehNya sampai kita bertemu dengan-Nya nanti. Amin.

Wallahu Ta’ala A’lam.

***

Penulis: Ust. Arief Budiman, Lc.
Artikel Muslim.or.id

  1. Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim (8/441) 
  2. Shahih. Hadits yang mulia dengan lafazh seperti ini diriwayatkan oleh an-Nasa-i (2106) dan Ahmad (12/59) dari hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (1644) dari hadits Anas bin Malik radhiallahu’anhu. Lihat Shahih al-Jami’ (55) dan Shahih at-Targhib wat Tarhib(1/241 nomor 999 dan 1000). Dan sebagian lafazh dan makna hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari (1899 dan 3277), dan Muslim (2/758 nomor 1079) 
  3. Lihat Tafsir ath-Thabari (30/314) dan Tafsir al-Quranil Azhim (8/443) 
  4. Lihat Tafsir ath-Thabari (30/314-315), al-Jami’ li Ahkamil Quran (20/121), Tafsir al-Quranil Azhim (8/443), ad-Durrul Mantsur (8/568), dan Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan (2/1185) 
  5. Lihat ats-Tsamrul Mustathab (2/576) 
  6. Lihat Tafsir ath-Thabari (30/315), al-Jami’ li Ahkamil Quran (20/124), Tafsir al-Quranil Azhim (8/444), ad-Durrul Mantsur (8/568), dan Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan (2/1185) 
  7. Lihat al-Jami’ li Ahkamil Quran (20/124), dan Tafsir al-Quranil Azhim (8/444) 
  8. Lihat al-Firdaus bi Ma’tsuuril Khithaab (1/173 nomor 647) 
  9. Imam al-Albani rahimahullah berkata, “Maudhu’ (palsu)”. Lihat Dha’iful Jami’ (1669) dan Silsilatul Ahadits adh-Dha’ifah (7/106 nomor 3106). Hadits maudhu’ adalah hadits yang palsu, dusta, dan dibuat-buat, yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Lihat Taisir Mushthalahil Hadits, halaman 89. 
  10. Tafsir al-Quranil Azhim (8/446) 
  11. Tafsir al-Quranil Azhim (8/445), ad-Durrul Mantsur (8/568) 
  12. Al-Muwaththa’ (1/321) 
  13. Lihat Dha’if at-Targhib wat Tarhib (1/151 nomor 604) 
  14. Musnad al-Imam Ahmad (35/393 nomor 21499) 
  15. Namun, hadits ini pun dinyatakan dha’if (lemah) sanadnya oleh para pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad (35/394). Lihat pula Silsilatul Ahadits adh-Dha’ifah jilid (7/99 nomor 3100) 
  16. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/446). Adapun hadits yang beliau maksud, yang kaum Syi’ah keliru dalam memahaminya; adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya (2023), dari Ubadah bin ash-Shamit radhiallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallamkeluar untuk memberitahu kami (kapan terjadinya) Lailatul Qadr, tiba-tiba ada dua orang dari kaum Muslimin saling mencela (berselisih), beliaupun bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabari kalian (kapan) Lailatul Qadr, lalu si Fulan dan Fulan berselisih? Sudah diangkat, dan mudah-mudahan hal itu lebih baik untuk kalian, maka carilah pada malam ke sembilan, ke tujuh, dan ke lima (dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan)”. Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya (8/450-451) berkata, “Dan maksud dari “farufi’at” adalah diangkatnya ilmu (dari para sahabat) akan kapan terjadinya Lailatul Qadr itu, bukan diangkatnya Lailatul Qadr secara keseluruhan (sehingga tidak ada wujudnya lagi sama sekali), sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang bodoh kaum Syi’ah, karena Rasulullah bersabda setelahnya, ‘Maka carilah pada malam ke sembilan, ke tujuh, dan ke lima (dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan)’”. Demikian halnya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah (852 H) dalam kitabnya Fat-hul Baari (4/263), beliau jelaskan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr telah diangkat secara keseluruhan sehingga tidak ada wujudnya lagi sama sekali adalah pandapat Syi’ah. Beliau pun bawakan perkataan Abu Hurairah radhiallahu’anhu ketika ditanya apakah Lailatul Qadr telah tiada? Beliau menjawab, “Sungguh telah berdusta orang yang berkata demikian”. Lihat pula Adhwa’ul Bayan (9/32) 
  17. Demikianlah, sehingga Imam al-Bukhari pun memberi tarjamah (judul bab) hadits ini dalam Shahih-nya tersebut dengan judul: Bab diangkatnya pengetahuan (kapan terjadinya) Lailatul Qadr disebabkan (adanya) perselisihan orang-orang. Ibnu Katsir pun berkata ketika mengomentari sabda Nabi: “…Fulan dan Fulan berselisih? Sudah diangkat…”.Beliau katakan, “Ini sesuai dengan sebuah perumpamaan: Perdebatan memutuskan faidah, dan ilmu yang bermanfaat” 
  18. Imam Ibnu Katsir di dalam kitab Tafsirnya (8/446) membawakan beberapa pendapat ulama, di antaranya pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud a yang mengatakan bahwa Lailatul Qadr (bisa) terjadi pada satu tahun penuh, yang bisa diharapkan terjadinya pada setiap bulan dalam setahun. Juga yang dihikayatkan dari Abu Hanifah rahimahullah bahwa Lailatul Qadr bisa diharapkan terjadinya pada satu bulan Ramadhan penuh. Dan ada juga pendapat-pendapat lainnya yang kebanyakan dari pendapat-pendapat tersebut tidak berdasarkan pada dalil yang shahih. Lihat pula pendapat-pendapat ulama lainnya yang dibawakan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah (852 H) dalam kitabnya Fat-hul Bari (4/262-266) 
  19. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/445-446) 
  20. Dan hal ini ada hikmahnya, sesuai dengan hadits yang telah lalu dalam Shahih al-Bukhari (2023) dari Ubadah bin ash-Shamit radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “… dan mudah-mudahan hal itu lebih baik untuk kalian…”. Sehingga Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quranil Azhim (8/451) berkata, “Maksudnya adalah ketidaktahuan kalian terhadap kapan terjadinya Lailatul Qadr itu lebih baik bagi kalian, karena hal itu membuat orang-orang yang betul-betul ingin mendapatkannya akan berusaha dengan bersungguh-sungguh beribadah di setiap kemungkinan waktu terjadinya Lailatul Qadr tersebut, maka dia akan lebih banyak melakukan ibadah-ibadah. Lain halnya jika waktu Lailatul Qadr sudah diketahui, kesungguhan pun akan berkurang dan dia akan beribadah pada waktu malam itu saja” 
  21. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah (852 H) dalam kitabnya Fat-hul Bari (4/262-266) membawakan lebih dari empat puluh lima pendapat ulama yang berkaitan dengan keterangan kemungkinan waktu-waktu terjadinya Lailatul Qadr 
  22. Tafsir al-Quranil Azhim (8/447). Dan kami tidak mendapatkan atsar yang menerangkan hal ini, kecuali apa yang telah dinukilkan oleh alHafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fat-hul Bari (4/263) dari Ibnu Abi Ashim, dari Anas, beliau berkata, Lailatul Qadr adalah malam pertama di bulan Ramadhan” 
  23. Hadits marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, ataupun sifat beliau 
  24. Hadits mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada seorang sahabat Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pernyataan 
  25. Sunan Abi Dawud (1384). Dan Imam al-Albani rahimahullah (1420 H) mendha’ifkan hadits ini dalam kitabnya Dha’if Abi Dawud al-Umm (2/65-66) 
  26. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/447) 
  27. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/447) dan Fat-hul Bari (4/263) 
  28. HR al-Bukhari (813), Muslim (1167), dan lain-lain 
  29. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/447) 
  30. HR Muslim (1167) dan lain-lain 
  31. HR ath-Thayalisi di dalam Musnad-nya (1/288) dan Ahmad dalam Musnad-nya pula (39/323). Imam Ibnu Katsir rahimahullah di dalam Tafsir al-Quranil Azhim (8/447) mengomentari hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thayalisi, “sanadnya (terdiri dari) para perawi tsiqat (kuat)”. Namun setelah beliau membawakan pula hadits serupa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, beliau pun berkata, “Pada sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah, dan dia dha’if (lemah). Hadits ini tidak sesuai dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Ashbagh, dari Ibnu Wahb, dari ‘Amr bin Al Harits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abul Khair, dari Abu Abdillah ash-Shunaabihi, ia berkata, ‘Bilal seorang muaddzin Rasulullah telah memberitahu kepadaku bahwa Lailatul Qadr dimulai malam ke tujuh dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Maka hadits yang mauquf ini lebih sah. Wallahu A’lam”. Dan hadits ini pun dinyatakan dha’if (lemah) sanadnya oleh para pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad. Demikian pula Imam al-Albani rahimahullah (1420 H) mendha’ifkan hadits ini dalam kitabnya Dha’iful Jami’ (4957) 
  32. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/448). Lihat juga tafsir beliau pada surat al-Baqarah ayat 185 (1/505) 
  33. HR al-Bukhari (2021), Abu Dawud (1381), dan lain-lain 
  34. Bersumpah tanpa istitsnaa’ adalah bersumpah dengan tidak menyebutkan kata “Insya Allah” setelahnya 
  35. Abul Mundzir adalah kun-yah Ubay bin Ka’ab. Lihat Taqribut Tahdzib, halaman 120 
  36. HR Muslim (762), Abu Dawud (1378), at-Tirmidzi (793 dan 3351), dan lain-lain 
  37. HR Muslim (1165), dan lain-lain 
  38. HR Abu Dawud (1386) dan lain-lain. Dan Hadits ini dishahihkan Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ (1240) 
  39. Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim (8/448). Dikatakan pula bahwa kata (َليلة القدر) ada sembilan huruf, dan kata ini terdapat dalam surat al-Qadr sebanyak tiga kali pengulangan, maka jumlah keseluruhan hurufnya ada dua puluh tujuh. Dan itulah malam Lailatul Qadr. Lihat pula Adhwa’ al-Bayan (9/37) 
  40. HR Ahmad (16/428 nomor 10734), dan lain-lain. Dan hadits ini dihasankan oleh Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ (5473), dan Silsilatul Ahadits ash-Shahihah (5/240 nomor 2205) 
  41. HR Ahmad (37/386-387, 406). Hadits ini dinyatakan hasan oleh para pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad 
  42. HR at-Tirmidzi (794) dan lain-lain. Dan hadits ini dishahihkan Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ (1243) 
  43. HR Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (3/330 nomor 2189). Dan hadits ini dishahihkan Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ (1238) 
  44. Adhwa’ al-Bayan (9/35-36) dengan sedikit peringkasan. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya pula, “Apakah malam lailatul qadar tertentu pada satu malam? Ataukah berpindah-pindah (berubah-ubah pada setiap tahunnya) dari satu malam ke malam yang lainnya?” Maka beliau pun menjawab dengan jawaban yang serupa dengan perkatan Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah dalam tafsirnya tersebut, yaitu berpindah-pindah dan berubah-ubah pada setiap tahunnya. Wallahu A’lam. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/450) dan Majmu’ Fatawa Lajnah Da’imah (14/228-229) 
  45. HR ath-Thayalisi dalam Musnad-nya (2680). Dan hadits ini dishahihkan Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ (5475) 
  46. HR Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (3/330 nomor 2190), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (8/443 nomor 3688) dan lain-lain. Dan hadits ini dinyatakan shahih li ghairihi oleh Imam al-Albani rahimahullah dalam kitabnya at-Ta’liqatul Hisan ‘ala Shahih Ibni Hibban (5/445 nomor 3680) 
  47. HR Ahmad (37/425). Hadits ini dinyatakan hasan oleh para pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad. Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir (8/445) 
  48. HR al-Bukhari (2026), Muslim (1172) dan lain-lain 
  49. HR al-Bukhari (2025), Muslim (1171) dan lain-lain 
  50. HR Muslim (1175) 
  51. HR Al Bukhari (2024), Muslim (1174) dan lain-lain 
  52. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/451) 
  53. Lihat Tafsir al-Quranil Azhim (8/451) 
  54. HR at-Tirmidzi (3513), Ibnu Majah (3850), dan lain-lain. Dan hadits ini dinyatakan shahih oleh Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ (4423) 
  55. HR al-Bukhari (2014), Muslim (760), dan lain-lain 

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/28232-carilah-keutamaan-malam-lailatul-qadar.html

Menjemput Kebahagiaan di Malam Lailatul Qadar

Malam Lailatul Qadar merupakan malam yang paling ditunggu-tunggu umat muslim di bulan Ramadhan. Karena malam Lailatul Qadar merupakan malam yang paling istimewa dan hanya ada di bulan Ramadhan.

Ustadz Alnofriadi mengatakan malam Lailatul Qadar merupakan malam di mana takdir manusia ditentukan untuk satu tahun yang akan datang. Apakah takdir seseorang akan bahagia atau tidak.

“Allah menentukan takdir yang akan terjadi pada manusia satu tahun yang akan datang sehingga disebut dengan qadar. Qadar berkaitan dengan takdir,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/6).

Malam Lailatul Qadar juga, jelas Dai ambassador Cordova Korea Selatan ini, merupakan malam yang paling diberkahi. Malam di mana Allah SWT menurunkan Alqur’an kepada Rasulullah SAW.

Dengan begitu banyaknya keistimewaan malam Lailatul Qadar, sambung Alnofriadi, Allah juga melipatgandakan ibadah seseorang di satu malam di bulan Ramadhan ini menjadi 1000. “Lailatul qadr Khoirunmin Alfi syahri, bahwa lailatul qadar itu Allah melipatkan pahala di malam itu lebih baik daripada beribadah 1000 bulan, maksudnya siang hari diisi dengan puasa, malam dengan tahajud,” terang dia.

Namun kapankah malam Lailatul Qadar itu terjadi? Yakni, pada malam-malam ganjil di penghujung bulan Ramadhan.

“Banyak Hadits yang meriwayatkannya, namun kejadian lailatul qadarsering terjadi pada malam 27 Ramadhan. Sehingga besar kemungkinan terjadinya pada malam-malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan,” ujarnya.

 

REPUBLIKA

Teladan Rasulullah di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW meningkatkan ibadahnya dengan melakukan itikaf di masjid. Hingga sekarang banyak umat Islam yang melakukan itikaf di masjid sambil berharap mendapatkan manfaat lailatul qadar di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

“Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah itikaf di masjid, tidak pulang ke rumah,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ustaz Tengku Zulkarnain kepada Republika.co.id, Senin (4/6).

Ustaz Zulkarnain menerangkan, saat melakukan itikaf, Rasulullah makan, minum dan tidur di masjid. Jadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan setiap waktu penuh dengan aktivitas ibadah.

Ia menerangkan, diriwayatkan Rasulullah juga mengencangkan ikat pinggang saat itikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Mengencangkan ikat pinggang artinya Rasulullah tidak mencampuri istri-istrinya. Rasulullah meningkatkan ibadahnya serta fokus pada ibadahnya.

“Sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) betul-betul fokus ibadah kepada Allah SWT di masjid, jadi (ibadahnya) tidak dilalaikan sedikitpun oleh hal-hal yang lain,” ujarnya.

Menurut Ustaz Zulkarnain, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan puncak ibadah selama Ramadhan. Itu sebabnya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah meningkatkan ibadahnya. Artinya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sudah mendekati finish atau akhir Ramadhan.

Maka, umat Islam harus sungguh-sungguh melaksanakan ibadah untuk mencapai garis finish dengan sebaik-baiknya. Rasulullah juga mengisyaratkan di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ibadahnya semakin semangat.

“(Saat melakukan itikaf) kita merasakan kebesaran Allah SWT, kita meninggalkan anak dan istri di rumah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, lebih mencintai Allah SWT daripada segenap isi dunia ini,” jelasnya.

 

REPUBLIKA

Ini Syarat Orang yang Ingin Dapatkan Lailatul Qadar

Lailatul qadar merupakan malam yang lebih baik daripada seribu bulan, sehingga umat Islam banyak yang berburu untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengatakan, bila orang ingin mendapatkan malam itu, maka hatinya harus bersih.

“Sebenarnya orang bisa mendapatkan lailatul qadar itu karena hatinya sudah bersih,” ujarnya kepada Republika.co.id, Sabtu (17/6).

Kiai Cholil menuturkan, pada awal-awal Ramadhan barangkali hati umat Islam tidak bersih. Namun, semakin lama menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan akan menjadi bersih juga.

“Tambah lama akan tambah baik dan tambah bagus. Nah, pada sepuluh malam terakhir mingkin dia memaksimalkan ibadahnya seperti Iktikaf itu,” ucapnya.

Ia mengajak, kepada umat Islam tidak mencari lailatul qadar dan beribadah hanya pada tanggal ganjil saja. Karena, menurut dua, lailatul qadar hanya akan diterima oleh orang yang hatinya bersih. Sehingga ia pantas pula menerima sesuatu yang berharga.

“Qadar itu adalah syarif, mulia. Dan qadar adalah sesuatu yang bisa menetukan arah hidup yang akan datang,” kata Kiai Cholil.

 

REPUBLIKA

Tanda Lailatul Qadar, Doa, dan Ciri Orang yang Mendapatkannya

Lailatul qadar adalah malam yang diinginkan oleh seluruh kaum muslimin untuk mendapatkannya. Sebab malam itu adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Apa saja tanda lailatul qadar, bagaimana doa serta cara mendapatkannya serta ciri orang yang mendapatkannya? Insya Allah tulisan ini membahasnya.

Arti Lailatul Qadar

Lailatul qadar terdiri dari dua kalimah yakni lailah (ليلة) dan al qadr (القدر). Secara bahasa, lailah artinya adalah hitam pekat. Karenanya malam dan rambut hitam sam-sama disebut lail (ليل). Malam dimulai dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar.

Sedangkan al qadr artinya adalah kemuliaan atau penetapan. Dengan demikian, lailatul qadar secara bahasa artinya adalah malam kemuliaan atau malam penetapan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (QS. Al Qadr: 1)

Ketika menafsirkan ayat ini, Buya Hamka menjelaskan dalam Tafsir Al Azhar:

Artinya Allah Tuhan seru sekalian alam telah menurunkan Al Quran yang pertama kali kepada nabi-Nya pada lailatul qadar, malam kemuliaan.

Qadar artinya adalah kemuliaan. Boleh juga diartikan Lailatul Qadar adalah malam penentuan karena pada waktu itu lah mulai ditentukan langkah yang akan ditempuh oleh RasulNya dalam memberi petunjuk bagi umat manusia. Kedua arti ini boleh dipakai.

Kalau dipakai arti kemuliaan, maka mulai pada malam itu kemuliaan tertinggi dianugerahkan kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam ketika Malaikat Jibril menurunkan awal surat Al Alaq kepada beliau di Gua Hira. Sejak malam itu perikemanusiaan dicerahi kemuliaan dikeluarkan dari kegelapan menuju cahaya Allah yang gilang-gemilang.

Dan jika diartikan penentuan, berarti di malam itu dimulai menentukan garis pemisah di antara kufur dengan iman, jahiliyah dengan Islam, syirik dengan tauhid. Tidak berkacau balau lagi. Dan dengan dua kesimpulan ini, tampaklah sudah bahwa malam itu adalah malam istimewa dari segala malam.

Keutamaan Lailatul Qadar

Malam kemuliaan ini memiliki banyak keutamaan. Berikut ini adalah lima di antara keutamaan lailatul qadar:

1. Diturunkannya Al Quran

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Qadr ayat 1 di atas: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (QS. Al Qadr: 1)

Ada dua penjelasan mengenai turunnya Al Quran yang dimaksud dalam surat Al Qadr ayat 1 ini karena pada faktanya Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur di berbagai hari, malam dan bulan selama sekitar 23 tahun.

Pertama, turunnya Al Quran secara sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah. Kedua, turunnya Al Quran pertama kali kepada Rasulullah Muhammad sekaligus menandai diangkatnya beliau sebagai Nabi. Yakni saat beliau mendapatkan wahyu pertama kali di gua hira.

2. Lebih baik dari seribu bulan

Inilah keutamaan luar biasa dari lailatul qadar sehingga setiap tahun ia dicari oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Malam tersebut lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman-Nya:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadr: 3)

Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan bahwa amal shalih di malam lailatul qadar lebih baik daripada amal shalih dalam seribu bulan yang tidak ada lailatul qadarnya.

3. Malam yang penuh keberkahan

Lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan. Hal itu difirmankan Allah dalam Surat Ad Dukhan ayat 3: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”

4. Penentuan segala urusan

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan” (QS. Al Qadr: 4)

Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan bahwa di malam itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan segala perkara yang Dia kehendaki selama setahun ke depan; perkara kematian, rezeki dan lainnya. Setelah menakdirkan segala perkara, Allah menyerahkannya kepada para malaikat yang mengaturnya, mereka berjumlah empat: Jibril , Mikail, Israfil dan Izrail ‘alaihimus salam.

5. Ampunan Allah

Sholat di malam ini, selain berpahala besar juga mendapat ampunan Allah atas dosa-dosa yang telah lalu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa shalat di malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari)

Tanggal Lailatul Qadar

Kapankah tanggal lailatul qadar? Dalam Surat Al Baqarah ayat 185 dijelaskan bahwa turunnya Al Quran itu di bulan Ramadhan. Sedangkan di Surat Al Qadr ayat 1 disebutkan bahwa Allah menurunkan Al Quran di malam lailatul qadar. Sehingga disimpulkan, ia terjadi pada bulan Ramadhan dan ia turun setiap tahun pada bulan yang sama.

Buya Hamka menuliskan dalam Tafsir Al Azhar:
Kapankah waktu lailatul qadar itu? Al Quran telah menjelaskannya dalam surat Al Baqarah ayat 185 bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang padanya diturunkan Alquran menjadi petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan pemisah di antara yang haq dengan yang batil.

Tetapi menjadi perbincangan panjang lebar di antara ahli hadits dan riwayat, kapankah datangnya lailatul qadar. Sehingga dalam kitab Fathul Bari Syarah Bukhari dari Ibnu Hajar al Asqalani yang terkenal itu, disalinkan beliau tidak kurang ada 45 qaul tentang malam terjadinya lailatul qadar masing-masing menurut catatan ulama-ulama yang merawikannya; sejak dari malam 1 Ramadan sampai malam 29 atau malam 30 Ramadan, ada saja ulama yang merayakan malam itu dalam kitab tersebut. Dan semua pun dinukilkan pula oleh Asy Syaukani di dalam Nailul Authar.

Ada satu riwayat dalam hadits Bukhari dirawikan Abu Said Al Khudri bahwa tentang malam berapa yang tepat, dianjurkan supaya setiap malam bulan Ramadhan itu diramaikan dan diisikan dengan aneka ibadah. Tetapi terdapat juga riwayat yang kuat bahwa lailatul qadar itu ialah pada malam sepuluh akhir dari Ramadhan. Karena sejak malam 21 itu Nabi lebih memperkuat ibadahnya daripada malam-malam yang sebelumnya, sampai beliau bangunkan keluarganya yang tertidur.

Jadi soal tanggal lailatul qadar, para ulama tidak bisa memastikannya. Namun pendapat yang kuat mengatakan bahwa ia jatuh pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:

إِنِّى أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ، وَإِنِّى نُسِّيتُهَا ، وَإِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فِى وِتْرٍ

“Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan –atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil” (Muttafaq alaih)

Lebih spesifik, ada tiga hadits yang menyebutkan bahwa lailatul qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.

قَالَ أُبَىٌّ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِنَّهَا لَفِى رَمَضَانَ – يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِى – وَوَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُ أَىُّ لَيْلَةٍ هِىَ. هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.

Ubay (bin Ka’ab) berkata, “Demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia. Sesungguhnya ia (lailatul qadar) terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam ke-27. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang sinarnya tidak menyilaukan.” (HR. Muslim)

قَالَ أُبَىٌّ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِى هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ – وَإِنَّمَا شَكَّ شُعْبَةُ فِى هَذَا الْحَرْفِ – هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

Ubay (bin Ka’ab) berkata tentang lailatul qadar, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia (lailatul qadar) adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk qiyamullail, yaitu malam ke-27.” Syu’bah (salah seorang perawi) ragu dengan kata “amarana” atau “amarana bihaa”. (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa ingin mencarinya, hendaklah ia mencarinya pada malam ke-27” (HR. Ahmad)

Berdasarkan hadits-hadits tersebut, sebagian ulama menyakini bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-27. Namun, jumhur ulama menjelaskan bahwa hadits tersebut hanya menyatakan bahwa lailatul qadar pernah terjadi pada malam ke-27. Adapun pada tahun-tahun lainnya, ia tidak bisa dipastikan apakah terjadi pada malam ke-21, malam ke-23, malam ke-25, malam ke-27 atau malam ke-29.

Tanda Lailatul Qadar

Jumhur ulama tidak bisa memastikan tanggal berapa jatuhnya lailatul qadar. Namun, ada sejumlah hadits yang menyebutkan tanda lailatul qadar.

لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi harinya matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dengan sanad yang baik menurut Haitsami)

إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيهَا قَمَراً سَاطِعاً سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ لاَ بَرْدَ فِيهَا وَلاَ حَرَّ وَلاَ يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيهَا حَتَّى تُصْبِحَ وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ

“Sesungguhnya tanda lailatul qadar adalah jernih lagi terang, seakan-akan ada rembulan yang terang-benderang, tenang lagi sejuk, tidak ada dingin padanya tidak pula panas, dan tidak pula ada pelemparan bintang (meteor) pada malam itu hingga pagi, dan sesungguhnya tandanya adalah bahwa pada pagi hari, matahari keluar dengan sempurna tanpa ada kesilauan padanya, seperti bulan pada bulan purnama. Syaithan tidak halal untuk keluar bersama (lailatul qadr) pada hari itu.” (HR. Ahmad; hasan)

Ubay bin Ka’ab menjelaskan:

وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا

“..Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan.” (HR. Muslim)

 

“Telah diperlihatkan kepadaku lailatul qadr, kemudian saya dibuat lupa terhadapnya, dan saya melihat bahwa diriku sujud di atas air dan tanah pada pagi hari.” (HR. Muslim)

Jadi secara ringkas, berdasarkan hadits-hadits di atas, tanda lailatul qadar ada lima yaitu:

  1. Malam itu langit relatif jernih dan terang
  2. Hawa malam itu tidak panas, juga tidak terlalu dingin
  3. Malam itu tidak ada meteor
  4. Terkadang malam itu turun hujan
  5. Pagi harinya matahari terbit dengan sempurna, cahayanya putih dan relatif tidak menyilaukan

Doa Lailatul Qadar

Ada doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dibaca saat kita menjumpai lailatul qadar. Doa ini ditanyakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, mengisyarakatkan bahwa dengan memperhatikan tanda lailatul qadar, beliau tahu kapan terjadinya malam yang lebih baik dari seribu bulan itu.

Kalaupun kita tidak tahu persis meskipun telah membaca tanda lailatul qadar, doa ini perlu diamalkan di malam-malam bulan Ramadhan, khususnya 10 hari terakhir agar ketika waktu itu benar-benar lailatul qadar, kita telah berdoa dengan doa paling tepat yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Doa lailatul qadar tersebut adalah:

Allaahumma innaka ‘afuwwun kariim tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii

Artinya: Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah aku

Ciri Orang Mendapat Lailatul Qadar

Tidak ada ciri khusus orang yang mendapatkan lailatul qadar. Namun secara umum bisa diprediksi, siapa yang bersungguh-sungguh mencarinya sebagaimana anjuran Rasulullah, insya Allah ia mendapatkan lailatul qadar.

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

Carilah ia di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tidak mampu, maka janganlah ia kalah di tujuh malam terakhir. (HR. Muslim)

Berikut ini adalah ciri orang mendapat lailatul qadar, dilihat dari amal Ramadhan-nya:
Pertama, orang yang i’tikaf penuh pada 10 hari terakhir Ramadhan, insya Allah ia mendapatkan lailatul qadar.
Kedua, orang yang shalat Isya’ berjamaah, tarawih dan Subuh berjamaah di masjid pada 10 hari terakhir, insya Allah ia juga mendapatkan lailatul qadar

Sedangkan ciri orang mendapat lailatul qadar dilihat dari amal setelah Ramadhan adalah adanya perubahan positif; ia menjadi lebih baik dan lebih shalih. Sebagaimana dijelaskan Ustadz Abdul Somad. Awalnya pemarah, menjadi tidak pemarah dan pandai mengelola emosi. Awalnya pendendam menjadi mudah memaafkan orang lain. Awalnya emosional menjadi penyabar. Lebih banyak beribadah baik sholat maupun puasa sunnah dan tilawah. Serta lebih peka terhadap penderitaan sesama dan ringan tangan untuk menolong sesama.

Demikian pembahasan lailatul qadar mulai dari arti, keutamaan, tanda, doa hingga ciri orang yang mendapatkannya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Malam Seribu Bulan

Ramadhan adalah bulan yang sarat keutamaan. Salah satu keutamaannya adalah adanya malam kemuliaan atau yang disebut dengan malam seribu bulan. Malam seribu bulan merupakan rahasia Allah SWT, hanya Dia yang mengetahui. Meski demikian, Nabi SAW memberikan isyarat terkait turunnya malam seribu bulan itu pada malam-malam ganjil (21, 23, 25, 27, 29) di 10 hari terakhir Ramadhan.

Abu Hurairah RA meriwayatkan, “Rasulullah RA memberitahukan ka mi tentang Lailatul Qadar. Beliau ber kata, ‘Ia ada pada bulan Rama dhan, di malam sepuluh terakhir, malam ke- 21, 23, 25, 27, 29, atau pada malam terakhir bulan Ramadhan. Barang siapa yang melaksanakan qiyam pada malamnya dengan keimanan dan selalu bermuhasabah, Allah SWT akan mengampuni dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.'”

Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda, “Carilah Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan.” Lalu, beliau mendekat kan perkiraan itu dengan sabdanya, “Carilah Lailatul Qadar pada witir (hari ganjil) pada 10 terakhir di bulan Ramadhan.” Kemudian, beliau lebih mendekatkan gambaran itu, “Barang siapa yang ingin mencarinya maka hendaklah ia mencarinya pada malam ke-27 di bulan Ramadhan.”

Ada hikmah di balik rahasia turun nya malam seribu bulan. Pertama, agar kaum Muslimin terus giat dan sung guh-sungguh beribadah, tidak hanya beribadah pada hari-hari tertentu dan meninggalkan ibadah di hari-hari yang lain.

Kedua, memotivasi kaum Mus li min agar tetap semangat beriba dah (is tiqamah) sepanjang malam, bah kan sepanjang bulan Ramadhan. Ke tiga, agar kaum Muslimin lebih memak si malkan pada 10 hari terakhir Rama dhan dengan tidak membeda kan an tara malam ganjil dan malam genap.

Dr Yusuf Qardhawi dalam buku nya, Fiqh Shiyam, menjelaskan, jika penen tuan Ramadhan berbeda an tara satu negeri dan negeri yang lain, malam ganjil pada suatu negeri ter jadi pada malam genap di negeri yang lain, tin dakan yang paling ihtiyath (hatihati) adalah mencari Lailatul Qa darnya pada setiap malam 10 hari ter akhir Ramadhan (al-asyrul awakhir).

Selain itu, kaum Muslimin hen daknya juga memperhatikan tandatanda turunnya malam seribu bulan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Lailatul Qadar adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar keme rahan pucat.” (HR Ibnu Khuzaimah).

Dalam hadis lain, Nabi SAW ber sabda, “Sesungguhnya aku diperlihatkan Lailatul Qadar lalu aku dilupakan, ia ada di 10 malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin, bagaikan bulan menyingkap bin tang-bintang. Tidaklah keluar setan nya hingga terbit fajarnya.” (HR Ibnu Hibban).

Dan, “Sesunguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR Ibnu Khuzaimah). Dan, Rasulullah SAW bersabda, “Tandanya adalah ma tahari terbit pada pagi harinya ce rah tanpa sinar.” (HR Muslim). Semo ga Allah memberikan kemudahan kepa da kita agar dapat meraih malam seribu bulan tersebut. Amin.

 

Oleh: Imam Nur Suharno

REPUBLIKA

Tips Mendapatkan Lailatul Qadar

LAILATUL qadar adalah malam yang diburu oleh kaum muslimin. Sebab, malam itu lebih baik dari seribu bulan. Ibadah di malam itu, dengan demikian, lebih baik dari ibadah selama 83 tahun.

Lalu, bagaimana cara memburu lailatul qadar agar mendapatkannya? Tersebab tanggalnya yang tidak dapat dipastikan, lailatul qadar menjadi misteri tersendiri. Namun, ada tiga cara terbaik yang insya Allah memudahkan mendapatkan lailatul qadar.

Menghidupkan malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir Ramadan dengan ibadah. Ini merupakan cara terbaik ketiga. Didasarkan pada pendapat mayoritas para ulama bahwa lailatul qadar turun pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan. Yakni malam 21, 23, 25, 27 atau 29.

Para ulama tidak menyepakati satu tanggal tertentu meskipun ada hadis yang menyebutkan bahwa lailatul qadar (pernah) terjadi pada malam 27. Sebagian ulama Syafiiyah berpendapat lailatul qadar jatuh pada malam ke-21.

Namun mayoritas ulama berpendapat lailatul qadar bisa jatuh pada salah satu malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan.

“Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil” (Muttafaq alaih)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan lailatul qadar, seorang muslim harus menghidupkan malam-malam ganjil pada 10 hari terahir dengan ibadah. Lebih utama lagi jika melakukan itikaf.

Menghidupkan 10 hari malam terakhir Ramadan dengan ibadah. Meskipun para ulama sepakat lailatul qadar terjadi pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan, sering kali di zaman sekarang terjadi perbedaan awal Ramadan. Karena ada perbedaan awal Ramadan, maka malam ganjilnya pun menjadi berbeda. Di saat sebagaian umat meyakini malam itu malam ganjil, sebagian umat yang lain meyakini malam itu adalah malam genap. Maka mengambil keseluruhan malam ganjil dan malam genap pada 10 hari terakhir berpeluang lebih besar mendapatkan lailatul qadar.

Rasulullah, istri beliau dan para sahabat beliau mencontohkan melakukan itikaf pada 10 hari terakhir. Bukan hanya pada malam-malam ganjil.

Cara terbaik kedua ini, sesuai dengan nasehat Syaikh Yusuf Qaradhawi: “Jika masuknya Ramadhan berbeda-beda di berbagai negara sebagaimana yang kita saksikan saat ini, maka malam-malam ganjil di sebagian wilayah adalah malam genap di wilayah lain. Sehingga untuk hati-hati, carilah lailatul qadar ini di seluruh 10 malam terakhir Ramadan.”

Menghidupkan seluruh malam Ramadan dengan ibadah. Kendati mayoritas ulama berpendapat bahwa lailatul qadar turun pada malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan, ada juga yang berpendapat kemungkinan turunnya lailatul qadar di malam lain di bulan Ramadan. Jika demikian halnya, maka cara terbaik adalah menghidupkan seluruh malam Ramadan dengan ibadah.

Bagaimana caranya? Pada 20 malam pertama, hidupkanlah malam Ramadan dengan ibadah, minimal pada sepertiga malam terakhirnya. Setelah itu, pada 10 hari terakhir beriktikaf sebagaimana dicontohkan Rasulullah.

Mengapa untuk awal Ramadhan “cukup” di sepertiga malam terakhir? Sebab seperti dijelaskan di surat Al Qadr, lailatul qadar terbentang hingga terbitnya fajar. Kapan mulainya kita tidak tahu, tetapi kapan akhirnya kita tahu: terbitnya fajar. Maka jika pun tak mendapat dari awal, kita tidak ketinggalan dari bagian akhirnya.

Cara terbaik inilah yang dipraktikkan oleh para ulama seperti Imam Syafii dan Imam Bukhari yang menghidupkan seluruh malam pada bulan Ramadan hingga beliau bisa mengkhatamkan Alquran setiap malam.

Sedangkan Rasulullah, beliau tidak pernah melewatkan satu malam pun kecuali menghidupkannya dengan qiyamullail. Bahkan dalam salah satu hadits disebutkan betapa lamanya beliau shalat malam hingga kaki beliau bengkak. Dalam hadits yang lain dijelaskan bahwa shalat malamnya Rasulullah, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa dalam satu rakaat. Masya Allah. [Bersamadakwah]

– See more at: http://ramadhan.inilah.com/read/detail/2385792/tips-mendapatkan-lailatul-qadar#sthash.cjMyUWoW.dpuf

Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar dalam Kitab Irsyadul Ibad

Pada Bulan Ramadhan, Allah menurunkan malam penuh dengan fadhilah dan barakah yang berjuluk malam seribu bulan yaitu malam lailatul qadar. Malam ini merupakan malam dimana diturunkan Al-Qur’an dan para Malaikat Allah ke muka bumi.
“Kita sebagai ummat Nabi Muhammad SAW patut bersyukur karena malam spesial ini hanya diberikan kepada kita. Ummat sebelum Nabi Muhammad tidak memilikinya,” ujar Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Pringsewu KH Ridwan Syuaib saat menyampaikan materi Ngaji Ahad Sore (Jihad Sore), Ahad (26/6).
Berdasarkan beberapa Hadits yang termaktub pada Kitab Irsyadul Ibad, pada 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan Nabi Muhammad meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya bersama keluarganya.
“Nabi selalu beribadah dengan sungguh-sungguh di 10 hari terakhir dan mengamalkan ibadah yang tidak dilakukan beliau pada bulan lainnya,” terangnya.
Lebih lanjut Abah Ridwan, begitu Ia biasa dipanggil, menjelaskan beberapa ciri datangnya lailatul qurban yang salah satunya adalah turun dimalam-malam ganjil pada 10 malam terakhir ramadhan.
“Rasul juga memberitahukan bahwa pada ciri lain Lailatu Qadar di antaranya suasana malam yang terang, cerah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada mendung, tidak hujan dan berangin dan tidak ada bintang berjalan,” rincinya. Pada siang harinya tambahnya, suasana cerah dan matahari bersinar namun tidak terasa panasnya.
Pada lailatul qadar, Abah Ridwan menghimbau seluruh ummat Islam untuk memburu malam yang hanya ada di Bulan Ramadhan. “Mari bersama-sama memburu, mengintai lailatul qadar dengan doa, shalat dan amalan-amalan ibadah lainnya,” ajaknya.
Secara pribadi, Abah Ridwan dan Jamaah dilingkungannya sudah melakukan Program Tahunan untuk mendapatkan lailatul qadar. “Kita beritikaf di Masjid pada malam-malam ganjil sampai dengan shubuh dengan melakukan rangkaian amalan Ibadah,” ujarnya.
Ibadah-ibadah tersebut meliputi Shalat Tahiyatul Masjid Shalat Sunnat Wudlu, Taubat, Hajat dan Tahajud. Setelah itu membaca Tasbih, Fatihah dan doa yang ditujukan untuk para Nabi, Guru, Orang Tua dan putera-puteri kita.
“Setelah membaca shalawat dan tahlil sebanyak 100 kali kegiatan ditutup dengan doa,” pungkasnya. (Muhammad Faizin/Fathoni)