10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 7)

SEBAB KEDELAPAN :

Menjauhkan Diri dari Penyakit Hati maupun Racunnya

Penyakit hati dan racunnya serta hal-hal yang dapat merusaknya sangatlah banyak. Sungguh hati ini bisa sakit sebagaimana anggota badan lainnya. Bahkan, penyakit-penyakit hati memiliki pengaruh buruk yang sangat besar terhadap pemiliknya, seperti hasad, iri, dan dengki, dan penyakit-penyakit lainnya yang menimpa hati. Sifat-sifat tercela dan penyakit-penyakit buruk apabila masuk ke dalam hati, maka akan merusaknya. Dan apabila telah sampai ke dalam dada, maka ia akan membuatnya gelap dan akan membuat dada menjadi sempit serta membuat keadaannya menjadi suram bahkan akan memperburuk tempat kembalinya, yaitu akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ألَا وإن في الجسد مضغةً، إذا صلَحت صلَح الجسد كلُّه، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب

“Sesungguhnya pada tubuh manusia itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka menjadi baiklah seluruh anggota badan. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh anggota badan. Sesungguhnya segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dengan gamblang akan bahayanya hati yang rusak karena penyakit dan racun yang masuk ke dalamnya. Apabila hati ini sudah rusak, maka rusak pula anggota tubuh lainnya. Adapun orang-orang yang selamat dari penyakit-penyakit ini dan hatinya dipenuhi dengan sifat-sifat yang bertolak belakang dari penyakit-penyakit hati, seperti amanah, memenuhi janji, kejujuran, dan mengutamakan orang lain, maka sifat-sifat tersebut akan membuat pemiliknya merasa lapang dada, membuat nyaman hatinya, dan memberikan ketenangan pada jiwanya.

Di antara doa yang sering dipanjatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah meminta diberikan hati yang selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa di dalam sebuah hadis,

أسألك قلبًا سليمًا

“Ya Allah, aku meminta kepada-Mu untuk diberikan hati yang lurus dan selamat.” (HR. Nasa’i)

Yaitu hati yang selamat dari rasa ragu terhadap keesaan Allah Ta’ala dan keberadaan kehidupan setelah kematian. Karena sejatinya, hati yang telah dipenuhi keimanan pun jika setan membisikkan dan membuatnya was-was, maka sangat mungkin akan terjatuh ke dalam kesalahan dan kesesatan. Namun, jika diri kita terbiasa berdoa meminta hati yang selamat, setidaknya hati ini mudah kembali dan cepat di dalam menyadari bahwa ia telah terjatuh dalam kesalahan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata di dalam kitabnya (penyakit hati serta obatnya),

“Al-Qur’an adalah obat bagi penyakit-penyakit yang berada di dalam dada, baik itu penyakit syubhat maupun syahwat. Di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan mengenai kebenaran yang dapat menghapus kebatilan yang mana penyakit syubhat ini dapat terobati dengan ilmu, penjabaran, dan pengetahuan. Dan dengan berbekal semua hal itu ia dapat melihat segala hal sebagaimana mestinya.

Dan di dalam Al-Qur’an terdapat pula hikmah maupun mauizah hasanah (nasehat dengan cara yang baik) baik itu dengan iming-iming imbalan maupun dengan cara menakuti, serta terdapat juga cerita-cerita yang terkandung di dalamnya ibrah dan contoh yang memberikan dampak pada sehatnya hati. Sehingga (dengan Al-Qur’an ini) hati  mencintai hal-hal yang bermanfaat baginya, membenci apa-apa yang membahayakannya, mencintai kebenaran, dan membenci kesesatan yang sebelumnya ingin ia lakukan. Maka, Al-Quran adalah penghapus penyakit-penyakit yang membuat hati menginginkan kerusakan dan merupakan wasilah untuk memperbaiki hati. Seiring dengan semua itu, keinginan hati pun ikut membaik, dan kembali kepada fitrah penciptaannya sebagaimana kembalinya tubuh ini ke keadaan yang sehat. Hati pun tersuplai dengan keimanan yang bersumber dari Al-Qur’an yang  menyucikannya dan membantunya sebagaimana tubuh ini terpenuhi gizinya dengan apa yang membantu pertumbuhannya dan menguatkannya. Dari sini bisa kita ketahui bahwa hakikat bersihnya dan sucinya hati itu layaknya pertumbuhan badan.”

Allah Ta’ala berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(QS. Al-Isra’: 82)

Zakaah di dalam bahasa artinya adalah tumbuh dan berkembang di dalam kebaikan. Dikatakan (zakaa asy-syai) jikalau ia berkembang di dalam kebaikan. Agar hati ini tumbuh dan berkembang, maka ia membutuhkan pemeliharaan dari pemiliknya, sehingga ia tumbuh dengan sempurna dan baik layaknya tubuh kita membutuhkan gizi yang mendukung kesehatannya.

Bersama semua hal itu, hati ini tidak boleh lepas dari menghindarkan diri terhadap hal-hal yang membahayakannya. Layaknya badan yang mana tidak tumbuh, kecuali dengan memenuhi apa-apa yang bermanfaat baginya dan menghindar dari hal-hal yang membahayakannya. Begitu pula dengan hati, tidaklah ia menjadi suci, bertumbuh dan menjadi baik, kecuali jika terpenuhi semua yang bermanfaat baginya lalu diiringi dengan penolakan terhadap hal-hal yang berbahaya baginya.

SEBAB KESEMBILAN :

Meninggalkan Hal-hal yang Tidak Bermanfaat

Termasuk salah satu sebab lapangnya dada adalah menjaga lidah dari banyak bicara, menjaga telinga dari mendengarkan yang tidak bermanfaat baginya, dan menjaga mata dari melihat yang tidak berguna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmizi)

Menyibukkan jiwa dan hati dengan sesuatu yang dapat memalingkan kita dari hal-hal yang urgen, yang dapat membahagiakan, serta menyukseskan kehidupan kita di dunia dan di akhirat memiliki pengaruh buruk dalam kehidupan manusia. Di mana hal tersebut akan menyempitkan dan menyusahkan hidup. Bahkan tidak menjaga pendengaran, penglihatan dan ucapan dari hal-hal yang tidak bermanfaat merupakan sebab datangnya kesedihan dan kegalauan, serta mengakibatkan terjadinya hal-hal yang membebani. Di mana hal tersebut sangat tidak diinginkan manusia di kehidupan dunia ini maupun di akhirat kelak. Begitu pula, tidak menjaga pandangan dan pembicaraan dari hal-hal yang tidak bermanfaat akan menjerumuskan pelakunya ke dalam kesengsaraan dan kesedihan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di dalam sebuah hadis setelah menjabarkan pintu-pintu kebaikan,

ألاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا نَبِيَّ اللهِ، فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالَ: كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ, وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلًّمُ بِهِ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يُكَبُّ النَّاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟

“Maukah aku beritahu tentang sesuatu yang bisa menguatkan semua itu?” Aku menjawab, ‘Tentu, wahai Nabi Allah.’ Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memegang lisannya (lidahnya) dan bersabda, ‘Tahanlah(jagalah) ini!’ Aku bertanya, ‘Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Alangkah sedihnya ibumu kehilanganmu wahai Muadz, bukankah manusia itu dilemparkan ke dalam neraka dengan wajah tersungkur tidak lain disebabkan hasil panen (apa yang mereka peroleh) dari lisan-lisan mereka?’” (HR. At-Tirmdzi)

Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk bersungguh-sungguh di dalam mendisiplinkan diri dan menghiasinya dengan perilaku terpuji, menjaga adab, menjaga jiwa, dan menjauhkan diri dari apa-apa yang dapat membahayakan dan menghancurkannya.

Syekh menutup sebab kesembilan ini dengan memberikan nasehat perihal bahaya terus menerus bermain handphone, “Dan salah satu ujian yang menimpa manusia pada zaman ini, yang mana dengannya  terbuka lebar pintu-pintu masuk bagi  hal-hal yang tidak bermanfaat adalah asiknya diri kita saat melihat hape, berpindah aplikasi, berseluncur di dunia maya hanya untuk menikmati hal-hal yang tidak bermanfaat, atau bahkan kadang yang kita lakukan itu merupakan keburukan dan suatu hal yang tercela. Maka, semua itu berimbas buruk dan membahayakan agama dan akhlak kaum muslimin, menyia-menyiakan waktu mereka, membuat mereka terperosok ke dalam berbagai macam dan ragam kesedihan dan kegalauan serta rasa sempit di dalam dada.”

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel: www.muslim.or.id

Sumber:

Asyratu Asbabin Linsyirahi As-sadr (10 Sebab Memperoleh Rasa Lapang Dada) Karya Syekh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidzhohullah dengan beberapa perubahan.

Sumber: https://muslim.or.id/71107-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-7.html

10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 5)

Sebab Keempat: Kembali Kepada Allah subhaanahu wata’ala dan Menghadap Kepada-Nya dengan Sebaik-Baiknya

Termasuk dari sebab-sebab lapang dada adalah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala dan menghadap kepada-Nya dengan sebaik-baik keadaan serta menikmati momentum di dalam beribadah kepada-Nya dan menaati-Nya.

Sejatinya, ketaatan dan ibadah bagi seorang muslim adalah pelepas lelah bagi hati dan istirahat bagi jiwa, serta merupakan sesuatu yang enak dilihat oleh mata dan membawa rasa bahagia di dalam dada.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kembali kepada Allah Ta’ala serta mencintai dan menghadap kepada-Nya dengan sepenuh hati lalu diikuti dengan menikmati ibadah kepada-Nya. Maka, tidak ada yang lebih melapangkan dada seorang hamba dari hal-hal tersebut.

Bahkan terkadang Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, ”Jikalau kehidupanku di surga seperti keadaan ini, maka aku benar-benar berada di dalam kehidupan yang paling baik.

Contohnya adalah melaksanakan salat. Betapa banyak di dalamnya yang dapat menyejukkan mata serta mengistirahatkan pikiran dan menenangkan hati seorang mukmin. Bahkan, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ

Berdirilah wahai Bilal, dan istirahatkan kami dengan salat.” (HR. Abu Dawud)

Dan beliau bersabda juga di dalam hadis lainnya,

وجُعِلت قرَّة عيني في الصلاة

Allah telah menjadikan penyejuk mataku berada pada salat.(HR. Ahmad dan Nasa’i)

Syekh Abdurrazaq hafidhzahullah mengakhiri pembahasan sebab keempat ini dengan menyebutkan perkataan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah yang menjelaskan keseharian ibadah seorang muslim yang bertakwa, “Saat seorang yang bertakwa itu terbangun dari tidurnya yang terbesit  pertama kali adalah berwudu dan bergegas untuk melaksanakan salat sebagaimana yang Allah perintahkan, lalu setelah ia melaksanakan salat pada waktunya ia menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an dan berzikir hingga terbitnya matahari, lalu ia melaksanakan salat Duha.

Kemudian ia pergi untuk mencari rezeki, lalu ketika datang waktu salat Zuhur, ia bersegera untuk bersuci dan bergegas untuk mendapatkan saf pertama di masjid. Lalu ia melaksanakan salat Zuhur sebagaimana yang diperintahkan, baik dengan menyempurnakan syarat-syaratnya serta rukun-rukunnya maupun sunah-sunahnya dan hak-hak batinnya; dari rasa khusyuk serta merasa diawasi dan juga menghadirkan diri seolah-olah ia berada di depan Rabbnya. Lalu, ia menyelesaikan salat, dan di hati, badan, serta keadaannya terdapat bekas dan pengaruh yang nampak jelas pada lisannya serta anggota tubuhnya. Lalu, ia juga mendapatkan hasilnya (buahnya) di hatinya; dari rasa condong ke alam keabadian serta mencukupkan diri dari dunia yang menipu ini dan juga mengurangi berlelah-lelah dan terlalu bersemangat untuk dunia serta masa depannya.

Dan salatnya itu mencegah dari melakukan perbuatan yang tercela serta perbuatan mungkar, membuahkan keinginan untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala, serta membuatnya lari dari semua hal yang dapat memisahkan dirinya dari Allah subhaanahu wata’ala.

Sebab Kelima: Konsisten di dalam Mengingat (Berzikir) Kepada Allah

Berzikir dan mengingat Allah Ta’ala adalah amalan agung yang sangat berkaitan erat dengan kehidupan seorang muslim. Mudah dilakukan, namun ganjarannya sangat besar di sisi Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat di timbangan, dan disukai Ar-Rahman, yaitu “Subhanallah wabi hamdih, subhanallahil ‘azhim.” (Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung.)” (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)

Dua kalimat yang disebutkan di dalam hadis merupakan contoh dari berzikir kepada Allah Ta’ala, yang mana walaupun keduanya sangatlah mudah diucapkan oleh lisan, namun di mata Allah memiliki ganjaran yang sangat besar.

Konsistennya seorang hamba di dalam mengingat Allah merupakan salah satu sebab terbesar untuk meraih ketenangan hati, lapangnya jiwa, dan hilangnya rasa sedih serta galau. Bahkan, cobaan serta musibah tidak akan diangkat oleh Allah subhanahu wata’ala, kecuali dengan mengingat-Nya, serta bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sebenar-benarnya. Allah Ta’ala berfirman,

ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَتَطۡمَىِٕنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَىِٕنُّ ٱلۡقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Sudah sepantasnya bagi seorang hamba yang sangat perhatian terhadap dirinya sendiri untuk memperbanyak berzikir mengingat Allah di semua keadaan sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱذۡكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكۡرࣰا كَثِیرࣰا ۝  وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةࣰ وَأَصِیلًا

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41 – 43)

Lawan dari mengingat/berzikir adalah lalai, yaitu kegelapan yang berada di dalam hati dan keburukan yang berada di dalam dada serta kemurungan di dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

مَثلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ

Perumpamaan orang yang mengingat Allah dan orang yang tidak mengingatnya adalah seperti orang yang hidup dan mati.

Maka, berzikir atau mengingat Allah adalah penyejuk mata bagi orang yang melakukannya, mengistirahatkan pikirannya, serta diganjar dengan pahala yang banyak dan berlipat yang akan ia peroleh pada hari kiamat kelak. Dan di dalamnya terdapat timbal balik yang sangat terpuji serta manfaat yang sangat banyak yang akan kembali kepada seorang hamba di kehidupan dunia dan akhiratnya. Adapun lalai dari berzikir, maka akan berimbas buruk pada dada kita serta akan menimbulkan kesedihan dan kegalauan.

Imam Ibnul Qayyim pernah memperinci di dalam pendahuluan kitabnya Al-Waabil Assoyyib perihal manfaat-manfaat mengingat/berzikir kepada Allah Ta’ala. Beliau menyebutkan bahwasannya berzikir memiliki 100 faedah atau keutamaan. Lalu, memperinci 70 faedah darinya.

Berzikir kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baik kesibukan untuk mengisi kekosongan, mengerahkan nafas, serta menghabiskan waktu. Dan dengannya hati seorang mukmin menjadi tenang, jiwa menjadi damai, menguatkan keyakinan, serta menambah keimanan.

Dan ia merupakan tanda kebahagiaan serta jalan kesuksesan seorang hamba di dunia dan di akhirat. Bahkan, semua kebaikan, kebahagiaan, kenyamanan, dan ketenangan di dunia maupun di akhirat itu tolak ukurnya adalah menjalankan zikir kepada Allah subhanahu wata’ala.

Berzikir merupakan ruh hati dan sumber kehidupannya serta merupakan sebab tumbuh dan menguatnya hati, di mana Allah akan mengganjar orang-orang yang senantiasa mengingat dan berzikir kepada-Nya dengan pahala yang sangat besar, serta kebaikan-kebaikan yang akan ia peroleh di dunia dan akhirat yang mana tidak dapat dihitung jumlahnya, kecuali oleh Allah subhanahu wata’ala.

Oleh karenanya, Allah subhanahu wata’ala berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam,

وَلَقَدۡ نَعۡلَمُ أَنَّكَ یَضِیقُ صَدۡرُكَ بِمَا یَقُولُونَ ۝  فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ ٱلسَّـٰجِدِینَ

Dan sungguh, Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud (salat).” (QS. Al-Hijr: 97-98)

Syekh As-Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya, “Perbanyaklah berzikir kepada Allah dan bertasbih kepada-Nya, serta memuji-Nya dan laksanakanlah salat. Maka, semua hal itu akan meluaskan dada dan melapangkannya dan akan membantumu untuk menjalankan semua pekerjaanmu.”

[Bersambung]

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel: www.muslim.or.id

Sumber:

Asyaratu Asbabin Linsyirahi As-sadr (10 Sebab Memperoleh Rasa Lapang Dada) Karya Syekh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidzhahullah dengan beberapa perubahan.

Sumber: https://muslim.or.id/70960-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-5.html

10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 2)

Sebab Pertama: Tauhid, Kunci Utama Lapangnya Dada

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Di antara makhluk-makhluk di langit dan di bumi yang Allah Ta’ala ciptakan, manusia telah dikaruniai begitu banyak keistimewaan. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4)

Al-Baghawi Rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya,

وذلك أنه خلق كل حيوان منكباً على وجهه إلا الإنسان خلقه مديد القامة، يتناول مأكوله بيده، مزيناً بالعقل والتمييز.

“Dan itu karena Allah Ta’ala menciptakan semua hewan melata dengan postur tubuh yang membungkuk (sehingga karena kondisi tersebut ia tidak bisa melihat jalan dengan baik). Berbeda dengan manusia, dimana Allah menciptakan mereka dengan postur tubuh yang tegap (sehingga ia bisa melihat jalan dengan lebih baik). Dan (manusia) itu memakan makanannya dengan tangannya, lalu Allah telah hiasi manusia dengan akal sehat sehingga bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.”

Dari tafsir ini bisa kita ketahui, bahwa selain postur tubuh dan panca indera yang sempurna, manusia juga diberi akal sehat sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Manusia juga diberi hati untuk menimbang dan mengambil keputusan serta diberi petunjuk sebagai panduan hidup yaitu Al-Qur’an. Oleh karena itu, manusia juga-lah yang Allah Ta’ala berikan tanggungan serta kewajiban di dunia ini, dimana Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Dengan segala keistimewaan tersebut, pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa Allah Ta’ala menciptakan kita dengan bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya? Apa sebenarnya tujuan manusia diciptakan?

Tauhid: Tujuan Utama Diciptakannya Manusia

Mengesakan Allah Ta’ala dan memasrahkan agama ini hanya kepada-Nya merupakan tujuan diciptakannya manusia, dan sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat manusia untuk merealisasikan hal ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah-Ku(QS. Az-Zariat: 56).

Sungguh Allah Ta’ala telah menciptakan para makhluk untuk mentauhidkan-Nya dan memasrahkan agama ini hanya kepada-Nya dengan penuh rasa tunduk, taat dan menjalankan perintah-perintah-Nya serta mengesakan Allah di dalam seluruh amal ibadah. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu hanyalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apapun di dalamnya selain Allah(QS. Al-Jin: 18).

Qatadah Rahimahullah berkata mengenai ayat ini, “Dahulu kala orang-orang Yahudi dan Nasrani, jika mereka memasuki gereja-gereja dan sinagog-sinagog mereka, mereka menyekutukan Allah. Maka Allah memerintahkan Nabi-Nya agar mentauhidkan (mengesakan Allah) satu-satunya” (Tafsir Ath-Thabari, 12: 271)

Sehingga bisa kita ketahui bersama, bahwa menjadikan seseorang atau sebuah benda sebagai sekutu di dalam menyembah Allah Ta’ala adalah bentuk nyata tasyabbuh (menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani). Padahal, hal tersebut Allah Ta’ala haramkan dan Allah Ta’ala ancam pelakunya dengan ancaman yang berat. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ

“Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lobang biawak gurun tentu kalian akan mengikutinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Ta’ala juga berfiman,

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus(QS. Al-Bayyinah: 5).

Bukti lain yang menunjukkan bahwa tauhid adalah tujuan diciptakannya manusia adalah firman Allah Ta’ala,

وَما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku (QS. Al-Bayyinah: 5).

Mengapa bisa begitu? Ayat ini menjelaskan bahwasannya tauhid adalah poros atau pokok dakwah seluruh Nabi dan Rasul. Sedangkan manusia pertama Nabi Adam Alaihissalam jugalah seorang nabi! Sehingga perintah untuk mengesakan Allah di dalam beribadah sudah ada semenjak diciptakannya manusia pertama kali.

Kunci Utama Lapangnya Dada

Setelah mengetahui esensi serta urgensi tauhid di dalam kehidupan kita, tentu kita harus mengetahui juga keutamaan-keutamaannya sehingga diri kita ini terus termotivasi untuk meningkatkan kualitas tauhid kita, serta semakin kuat hati kita di dalam menjalankannya.

Saat seorang hamba benar-benar merealisasikan tauhid, menjaganya serta perhatian dengan hak-hak dan kewajibannya, lalu menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan makna tauhid maupun mengurangi kualitasnya; maka ia akan memperoleh kelapangan dada dan ketenangan jiwa yang sempurna serta kebahagiaan di dunia dan akhirat, sesuai dengan kualitas keimanan dan tauhidnya.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,

فأعظم أسباب شرح الصدر: التوحيد، وعلى حسب كماله وقوته وزيادته يكون انشراح صدر صاحبه

Sebab terbesar untuk mendapatkan kelapangan dada adalah tauhid. Sebagaimana kesempurnaan serta kekuatan dan besarnya tauhid seorang hamba, maka seperti itulah kelapangan dada yang akan ia peroleh”.

Allah Ta’ala berfirman,

اَفَمَنْ شَرَحَ اللّٰهُ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِ فَهُوَ عَلٰى نُوْرٍ مِّنْ رَّبِّهٖ ۗ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)?” (QS. Az-Zumar: 22).

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ

Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya hidayah, maka Allah akan lapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan barangsiapa yang Allah kehendaki kesesatan baginya, Allah akan jadikan dadanya sempit dan sesak seakan-akan dia sedang mendaki ke langit(QS. Al-An’am: 125).

Syaikh Abdur Razzaaq Hafidzahullah di akhir bab ini menuliskan, “(Kesimpulan yang bisa kita ambil setelah pemaparan ayat-ayat serta hadits-hadits di atas adalah) bahwa tauhid dan hidayah merupakan sebab terbesar untuk mendapatkan kelapangan dada. Sedangkan kesyirikan dan kesesatan merupakan sebab utama yang dapat menyempitkan dada kita. Dan sesungguhnya hati yang berada di dada manusia ini diciptakan hanya untuk mentauhidkan Allah Ta’ala. Sehingga jika keluar dari tujuan penciptaannya, hati ini akan bergoncang, rasa sedih, cemas, dan hal-hal yang dapat mengotorinya pun akan masuk ke dalamnya dan merusaknya, tergantung jauhnya hati ini dari tauhid.”

[Bersambung]

*** 

Penulis: Muhammad Idris

Sumber: https://muslim.or.id/70494-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-2.html

10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 1)

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Rasa lapang dada adalah sebuah tujuan yang sangat besar dan mulia, yang mana setiap hamba pasti ingin memilikinya. Bagaimana tidak? Rasa lapang dada adalah salah satu sebab paling utama agar kita selalu mensyukuri semua yang telah Allah Ta’ala berikan kepada kita. Rasa lapang juga merupakan kunci utama agar selalu bersabar. Dimana sabar merupakan pintu kesuksesan kita di kehidupan dunia ini.

Jika Allah Ta’ala telah mengaruniakan rasa lapang dada ini kepada salah satu hamba-Nya, maka itu pertanda bahwasannya Allah Ta’ala telah memudahkan urusannya. Sehingga akan mudah baginya untuk melaksanakan ibadah dan ketaatan, serta dimungkinkan baginya untuk selalu konsisten di dalam melakukan kebaikan.

Adapun jika Allah Ta’ala menyempitkan hati seorang hamba, maka urusan hamba tersebut akan menjadi kacau balau. Sehingga ia tidak bisa fokus di dalam menjalankan pekerjaannya, dan aktivitas kesehariannya tidak akan mengarah kepada kebaikan, bahkan ia akan selalu merasa khawatir dan sedih.

Makna lapang dada

Syekh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzhohullah menyebutkan di dalam karangannya,

“Maksud dari lapang dada adalah rasa puas, rasa tenang, hilangnya rasa tidak nyaman, dan masalah dari hati, serta terus menerus merasa bahagia di kehidupan yang mulia dan baik.”

Maka bisa diambil kesimpulan bahwasannya lapang dada adalah sebab terbesar yang dapat menolong seorang hamba didalam mencapai tujuannya dan meraih semua keinginannya. Maka ketika Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya Musa Alaihissalam untuk pergi menemui Fir’aun, dalam rangka mendakwahinya dan memberi peringatan kepadanya akan konsekuensi dari kecongkakannya, Nabi Musa Alahissalam mengangkat wajahnya ke langit seraya berdoa,

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي

Wahai Rabb-ku lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah semua urusanku” (QS. Thaha: 25).

Dan Allah Ta’ala juga berfirman,

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

“Bukankah kami telah melapangkan dadamu (wahai Muhammad)?” (QS. As-Syarh: 1).

Dari kedua ayat ini bisa kita ketahui bahwa hakikat lapang dada yang sebenarnya adalah yang bersumber dari Allah Ta’ala semata. Itu merupakan karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-Nya yang ia kehendaki. Oleh karena itu, orang yang memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya berpeluang besar mendapatkan hidayah.

Sedangkan orang yang menyia-nyiakan nikmat lapang dada yang Allah berikan, maka akan mudah baginya terjerumus ke dalam kesesatan. Sebagaimana lapangnya dada adalah seutamanya kenikmatan, maka menyia-nyiakannya adalah seberat-beratnya ujian.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk meraih rasa lapang dada

Syekh Abdurrazzaq Hafidzhohullah menjelaskan, “Tidaklah mungkin kita memperoleh kedudukan yang agung ini, kecuali dengan memperhatikan agama kita dengan sebenar-benarnya, serta menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Setiap kali seorang hamba bersemangat istikamah menjalankan agama ini, serta berkomitmen dengan apa yang datang dengannya, maka ia layak mendapatkan kelapangan dada sesuai dengan apa yang dia perbuat.”

Oleh karena itu, seluruh sebab yang akan mengarahkan kita untuk mendapatkan kelapangan dada bermuara pada dua hal yang saling berkaitan, sebagai berikut:

Pertama, lapang dada tidak akan bisa kita raih kecuali dengan taufik atau petunjuk dari Allah Ta’ala, dan pertolongan dari-Nya.

Kedua, pemberian dari Allah ini tidaklah datang kepada seorang hamba, kecuali dengan cara mentaatinya dan konsisten di dalam menjalankan syariatnya.

Maka kedua hal ini merupakan intisari dari pembahasan lapang dada. Sejatinya karena hati kita berada di tangan Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Dimana Allah dapat membolak-balikkan hati sesuai kehendak-Nya. Apa yang Allah kehendaki akan terjadi, dan apa yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهْدِيَهُۥ يَشْرَحْ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَٰمِ  ۖ  وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُۥ يَجْعَلْ صَدْرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى ٱلسَّمَآءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya hidayah maka Allah akan lapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan barangsiapa yang Allah kehendaki kesesatan baginya,  Allah akan jadikan dadanya sempit dan sesak seakan-akan dia sedang mendaki ke langit ” (QS Al-An’am 125).

Satu-satunya meraih kelapangan dada adalah dengan taufik dari Allah Ta’ala. Sudah sepantasnya kita hanya meminta kepada-Nya dengan cara yang sesuai syariat dan wahyu dari-Nya. Hal yang bisa dilakukan seorang mukmin untuk meraih kelapangan dada adalah dengan berdoa kepada Allah Ta’ala dan menyandarkan semua urusan hanya kepada-Nya. Kemudian diikuti dengan menjalankan sebab-sebab yang bisa mengantarkannya untuk meraih tujuan mulia ini. Ibnul Qayyim Rahimahullah pernah menyebutkan,

أن حال العبد في القبر كحال القلب في الصدر نعيما وعذابا، وسجنا وانطلاقا

“Keadaan seorang hamba di alam kubur itu sebagaimana keadaan hati didalam dada, baik itu merasakan kenikmatan atau kesengsaraan, rasa terkekang maupun kebebasan.”

Barangsiapa yang dadanya terasa sempit dan sesak karena menjalankan agama ini, begitu pula-lah keadaan kuburannya; akan sempit dan sesak pula. Barangsiapa yang dadanya lapang serta menerima agama ini, maka Allah Ta’ala akan lapangkan kuburnya.

Ciri-ciri hamba yang Allah lapangkan dadanya

Kelapangan dada itu tanda-tandanya sangat jelas, serta nampak pada seorang mukmin dan itu terangkum pada tiga hal.

1. Menerima dan meyakini akan adanya akhirat atau alam keabadian.

2. Menjauhkan diri atau mencukupkan diri dari hal-hal yang berkaitan dengan dunia yang fana ini.

3. Menyiapkan diri dari kematian dan kehidupan setelahnya.

Sehingga bila terwujud tiga hal ini dihati seorang hamba, sungguh itu adalah tanda bahwa Allah melapangkan dadanya dan menenangkan hatinya.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,

… كما في الأثر المشهور: إذا دخل النور القلب انفسح وانشرح، قيل : ومت علامة ذلك ؟ قال: التجافي عن دار الغرور، والإنابة إلى دار الخلود، والإستعداد للموت قبل نزوله

“Disebutkan didalam sebuah atsar yang terkenal, bilamana cahaya masuk kedalam hati, maka hati tersebut akan merasa lapang dan menerima. Dikatakan kepadanya, ‘Apa tandanya?’ Dijawab, ‘(1) Mencukupkan diri dari dunia yang penuh tipuan; (2) condong kepada kehidupan abadi (akhirat); dan (3) menyiapkan diri menghadapi kematian sebelum kematian itu mendatanganinya.’”

Sepuluh sebab yang dianjurkan syariat untuk meraih lapang dada

1. Mengesakan Allah Ta’ala dan mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya.

2. Cahaya yang Allah Ta’ala karuniakan ke dalam hati hamba-Nya.

3. Menuntut ilmu yang bermanfaat.

4. Kembali kepada Allah Ta’ala dan menghadap kepadanya dengan sebaik-baik kondisi.

5. Konsisten di dalam berzikir (mengingat Allah).

6. Berbuat baik kepada hamba-hamba Allah Ta’ala.

7. Keberanian dan kuatnya hati.

8. Menjauhkan diri dari penyakit-penyakit hati dan racun-racunnya.

9. Meninggalkan berlebih-lebihan di dalam semua aspek kehidupan.

10. Mengikuti petunjuk Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dengan sebaik-baiknya.

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris

Artikel: Muslim.or.id

Daftar Pustaka:

Bersumber dari Asyartu Asbabin Linsyirahi As-sadr (10 Sebab Memperoleh Rasa Lapang Dada) karya Syekh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzhohullah dengan beberapa perubahan.

Sumber: https://muslim.or.id/70391-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-1.html