Fatwa Ulama: Bolehkah Pelemparan Jumrah Diwakilkan?

Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin

Soal:

Selama melempar jumrah dalam haji dalam kondisi yang sangat padat dan adanya bau yang tidak sedap. Saya tidak sanggup tinggal di tempat tersebut. Karena saya mengidap penyakit asma dan jika kumat sangat mengganggu saya. Apakah boleh bagi saya untuk mewakilkan kepada orang lain untuk melempar jumrah atas nama saya namun haji saya tetap sah? Sedangkan saya bukan orang yang lemah dan bukan pula orang tua renta? Dan apakah boleh saya mewakili ibu saya dalam melempar jumrah yang ia memberikan wakil kepadaku untuk melakukannya. Berikan saya fatwa, karena saya pernah mengerjakan yang seperti itu. Dan adakah cara untuk mengkoreksi apa yang telah terjadi?

Jawab:

Boleh dalam hal ini mewakilkan melempar jumrah jika yang memberikan mandat badannya lemah, cacat, atau sakit seperti yang disebutkan. Dan keadaan ketika itu padat dan terdapat bau yang bisa menyebutkan sakitnya kumat.

Jika masih sanggup sampai ke jamarat (tempat melempar jumrah) maka ia wajib berangkat ke jamarat. Dan jika setelah di sana ia melihat adanya kesulitan dikarenakan kepadatan orang, maka wakilkanlah pelemparannya dan anda tetap berada di sana (jamarat). Demikian juga, jika seseorang mewakili ibunya, tidak mengapa dalam keadaan ini. Wallahu a’lam.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/68739

***

Penerjemah: Andi Ihsan

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/26632-fatwa-ulama-bolehkah-pelemparan-jumrah-diwakilkan.html

Jangan Paksakan Lempar Jumrah Waktu Afdhaliyah

Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Daarul Ulum Bogor, KH Anwar Hidayat mengungkapkan terjadinya insiden Mina yang menewaskan cukup banyak jamaah haji, terjadi di pagi hari waktu Arab Saudi. Waktu tersebut, kata dia, biasanya disebut dengan waktu afdhal atauafdhaliyah (utama).

Alhamdulillah, saya dan jamaah rombongan melempar jumrah mencari waktu yang sah-sah saja, alias waktu yang jawaz (boleh) dan tidak memaksakan untuk mencari waktu yang afdhaliyah,” ungkap kiai Anwar kepada Republika melalui jaringan telpon internasional, Kamis (24/9).

Menurut Buya Anwar, begitu ia akrab disapa, jadual melempar jumrah bagi jamaah haji Indonesia sehabis shalat Maghrib. ”Jadi, tidak ada jamaah haji Indonesia yang melempar jumrah pagi hari, kecuali yang memaksakan diri mengejar afdhaliyah,” ujarnya menjelaskan.

Lebih lanjut Buya Anwar mengungkapkan, sehabis melaksanakan ibadah wukuf di Padang Arafah, Rabu (23/9), bersama rombongan, ia berangkat ke Muzdalifah untuk mengambil batu dan terus melanjutkan perjalanan menuju Mina untuk melempar jumrah.

Alhamdulillah, saya dan rombongan melempar jumrah pukul 03.00 waktu Saudi, jalan kaki dari Muzdalifah. Sedangkan, sebagian jamaah yang sepuh melempar jumrah pukul 05.00 waktu Saudi. Alhamdulillahaman,” ungkap Buya Anwar penuh syukur.

Sehabis melempar jumrah Aqobah, sambung Buya Anwar, ia bersama rombongan, menuju hotel di Makkah. ”Jarak dari hotel menuju jumrah hanya satu kilometer, sedangkan jarak dari tenda menuju jumrah 3,7 kilomter. Jadi, lebih dekat dari hotel,” ujar Buya Anwar menerangkan.

Ketika peristiwa Mina yang menewaskan ratusan jamaah haji terjadi tadi pagi, menurut Buya, ia bersama rombongan sedang berada di hotel di Makkah.

”Jadi, Buya nggak tahu kejadian tersebut. Ntar, menjelang Maghrib, Buya dan rombongan baru menuju Mina dan ifadhah, mohon doanya,” tutur Buya Anwar menambahkan.

Asumsi yang Salah Saat lempar Jumrah

Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin mencermati bahwa  jamaah haji memiliki kecenderungan melempar jumrah harus pada waktu yang afdol. Kalau tidak pada waktu yang dinilai afdol mereka merasa tak puas.

“Jamaah haji dari negara manapun selalu mengejar waktu afdol untuk melempar jumrah. Yakni pada pukul 12.00 siang, mereka memburu itu,” katanya,  Sabtu (26/9).

Selain itu, terang dia, kalau jamaah melempar jumrah tapi tidak kena tembok yang dilempar mereka juga merasa tak puas. Padahal walaupun tak kena tembok, lemparan mereka sudah sah.

Makanya, ujar Ade, para jamaah haji harus memahami kondisi lapangan. “Untuk apa mengejar waktu afdol kalau akhirnya hanya terinjak-injak disana.”

Lebih baik, kata dia, mencari waktu yang aman untuk melempar jumrah. Hindari waktu yang padat dan taati jadwal yang dibuat Pemerintah Arab Saudi untuk melempar jumrah.

 

 

sumber: Republika Online

Lempar Jumrah tidak Harus Dilakukan Siang Hari

Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin mengatakan, jamaah haji harus diterangkan kalau melempar jumrah itu sebenarnya ibadah yang bersifat simbolis.

“Artinya mau melempar jumrah pada jam  07.00 pagi,  10.00 pagi, maupun 02.00 dini hari tak masalah. Tidak harus pada jam 12.00 siang. Hal terpenting adalah maknanya, bukan waktu afdolnya,”  katanya, Sabtu (26/9).

Makna melempar jumrah itu, terang Ade, membuang penyakit hewani yang berasal dari setan di  dalam tubuh. Ini yang harus dipahami maknanya, bukan hanya mengikuti euforia melempar jumrah saja.

Makanya, lanjutnya, pemahaman manasik haji setiap jamaah yang akan berangkat ke Tanah Suci harus ditingkatkan. Supaya mereka lebih memahami makna di balik ibadah-ibadah tersebut. Bukan sekadar mengejar waktu-waktu yang utama untuk lempar jumrah.

 

sumber: Republika Online