Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (5)

Bisakah kaum homoseks[1. Homoseks adalah aktifitas seksual seseorang yang dilakukan terhadap seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. (Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan).] bertaubat dan masuk Surga?

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni seluruh dosa, dengan syarat apabila hamba tersebut bertaubat dengan benar kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ

Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya?” (QS. At Taubah: 104).

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 110).

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم

Katakanlah:”Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar:53).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah , didalam kitab tafsirnya, menafsirkan ayat QS. Az-Zumar :53 tersebut :

هذه الآية الكريمة دعوة لجميع العصاة من الكفرة وغيرهم إلى التوبة والإنابة ، وإخبار بأن الله يغفر الذنوب جميعا لمن تاب منها ورجع عنها ، وإن كانت مهما كانت وإن كثرت وكانت مثل زبد البحر .

“Ayat yang mulia ini merupakan seruan kepada orang-orang yang bermaksiat -baik orang-orang kafir ataupun selainnya- untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah).

(Ayat yang mulia ini) juga mengandung kabar bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi orang-orang yang bertaubat darinya dan meninggalkannya, dosa apapun juga (akan diampuni), walaupun dosanya sebanyak buih lautan”.

Ibnul Al-Qayyim menjelaskan tentang taubatnya seseorang yang semenjak dari kecil melakukan perbuatan liwath :

“Jika pelaku liwath bertaubat (dengan sebenarnya) dan kembali (kepada Allah) dan mendapatkan anugerah taubat yang nasuha dan bisa beramal sholeh, sedangkan keaadaannya pada saat ia berusia dewasa/tuanya lebih baik dari masa kecilnya.

Iapun mengganti kejelekan-kejelekannya dengan kebaikan, membersihkan dosanya dengan berbagai ketaatan dan taqarrub kepada Allah, menjaga pandangan dan kemaluannya dari perkara yang haram serta ia juga tulus dalam amal ibadahnya, maka dosanya diampuni dan termasuk Ahli Surga, karena Allah mengampuni semua jenis dosa.

Apabila taubat itu dapat menghapus dosa syirik, kufur, membunuh para nabi dan wali-Nya, sihir serta kekafiran serta dosa yang lainnya, maka tentunya taubat pelaku liwath pun dapat menghapuskan dosanya” (Ad-Da’ wad Dawaa’: 236-237).

Demikian pula Allah menerima taubat dari pelaku dosa lesbi dan yang lainnya, asalkan terpenuhi syarat taubat, yaitu : Ikhlas, menyesal, berhenti dari dosanya, bertekad kuat tidak mengulangi lagi dan taubat dilakukan sebelum nyawa sampai kerongkongan (sakaratul maut) serta sebelum matahari terbit dari barat.

Pelaku homoseks tidak perlu mengaku, jika sudah bertaubat

Jika seorang pelaku homoseks, baik lesbi maupun gay, bertaubat dengan sebenarnya, maka ia tidak perlu membuka aibnya dan mengakui dosanya di hadapan orang lain, bahkan ia tertuntut untuk menutupi aibnya. Sebagaimana ia tidak wajib melaporkan dosanya kepada hakim atau polisi untuk dilaksanakan hukuman kepadanya dan sesungguhnya dilaksanakan hukuman itu bukanlah syarat taubat dari maksiat itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya masalah taubatnya pelaku maksiat yang ancamannya hukuman hadd[2. Hadd adalah jenis hukuman atas tindakan pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh Nash. (Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan)], lalu beliau menjawab :

( إذا تاب إلى الله توبة صحيحة تاب الله عليه من غير حاجة إلى أن يقر بذنبه حتى يقام عليه الحد )

“Jika ia bertaubat kepada Allah dengan benar, maka Allah akan menerima taubatnya, tanpa perlu ia mengakui dosanya untuk ditegakkan hukuman hadd kepada dirinya”. (Majmu’ Al-Fatawa: 34/180) [3. Lihat https://Islamqa.info/ar/5177].

Pelaku homoseks jika sudah bertaubat tidak ada larangan untuk menikah

Berkata Syaikh Muhammad Sholeh Al-Munajjid hafizhahullah ketika menjelaskan tentang solusi menikah bagi mantan pelaku liwath yang telah bertaubat:

“Maka jika ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang benar , maka tidak ada larangan (baginya) untuk menikah, bahkan terkadang menikah itu hukumnya wajib baginya, sebagai benteng bagi dirinya dan dalam rangka mengambil sesuatu yang halal baginya”[4. Lihat: Https://Islamqa.info/ar/5177].

LGBT! Marilah kembali kepada jalan yang lurus sesuai dengan ajaran Syari’at Islam dan kembali hidup normal sesuai dengan tabi’at asli manusia. Wallahu a’lam. (selesai).

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27590-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-5.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (4)

Fatwa-fatwa tentang keharaman perilaku seks sesama pria (gay)

1) Fatwa Islamweb.net nomor 22549 tentang definisi liwath dalam syari’at

Definsi liwath (besar) di dalam syari’at adalah memasukkan kepala penis kedalam dubur laki-laki. Definisi ini disebutkan oleh penulis dalam kitab Al-Fawakih Al-Dawani dan selainnya. Kepala penis adalah bagian yang peka pada kemaluan laki-laki, dengannya dapat dicapai kelezatan (dalam berhubungan seks) dan letaknya di bagian depan penis.

Berdasarkan definisi liwath (besar) yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa meraba dubur dari luar, meraba sekitar dubur, memasukkan sedikit dari ujung penis ataupun memasukkannya di antara kedua buah zakar tidaklah termasuk kedalam definsi liwath (besar) didalam syari’at. Namun bukan berarti perilaku-perilaku seks tersebut hukumnya halal, bahkan itu termasuk keharaman yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7)[1. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=22549].

2) Fatwa Islamweb.net nomor 166929 tentang tingkatan perilaku hina ‘liwath'[2. Kata liwath yang dimaksud disini adalah liwath dengan definisi umum yang sinonim dengan istilah gay, mencakup perilaku seks sesama pria, baik dengan sodomi dan non sodomi. Karena terdapat kata liwath dengan definisi khusus (liwath besar) yang dikenal dengan sodomi sesama pria, yang telah disebutkan dalam fatwa pertama. Liwath besar inilah yang dikenal dalam Syari’at bahwa ancaman bagi pelakunya adalah hukuman mati] (gay) dan pengharaman terhadap seluruh tingkatannya

Asy-Syarbini menjelaskan bahwa melihat dengan syahwat (nafsu) mutlak diharamkan, (tidak peduli) siapapun orang yang dilihat tersebut, baik orang yang memiliki hubungan mahram dengannya maupun selain mahram, asalkan bukan istrinya dan budak wanitanya.”

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa Imam Ahmad menerangkan

dalam sebuah riwayat Al-Atsram tentang seseorang yang memegang anak kecil perempuan, lalu mendudukkannya di pangkuannya dan menciuminya jika hal itu dilakukan dengan syahwat maka tidak boleh.

Ibnul Haaj dalam Al-Madkhal menjelaskan bahwa pelaku liwath itu ada tiga tingkatan :

Golongan Pertama

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat memandang (lelaki lainnya), maka ini (hukumnya) haram, karena memandang kepada amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot) dengan syahwat itu haram, menurut kesepakatan ulama. Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa hukum memandang tersebut tetap haram, walaupun tanpa syahwat (nafsu).

Golongan Kedua

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat saling bercumbu, bermesraan, memeluk dan lainnya, yang tidak sampai melakukan perbuatan keji (fahisyah/liwath) besar (sodomi).

Golongan Ketiga

Dan tingkatan yang ketiga adalah melakukan sodomi (fahisyah kubro/liwath besar)[3. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=166929].

3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

وكذلك مقدمات الفاحشة عند التلذذ بقبلة الأمرد ولمسه، والنظر إليه هو حرام باتفاق المسلمين.

“Demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.

Fatwa-fatwa Ulama dari berbagai madzhab tentang haramnya perilaku seks sesama wanita (lesbi)

1) Fatwa Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan:

لا خلاف بين الفقهاء في أنّ السّحاق حرام لقول النّبيّ صلى الله عليه وسلم: السّحاق زنى النّساء بينهنّ. وقد عدّه ابن حجر من الكبائر.

Tidak ada perselisihan di antara ulama ahli fikih bahwa lesbi itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lesbi adalah perzinahan diantara perempuan[4. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi termasuk salah satu dosa besar[5. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

2) Fatwa Ibnu Qudamah Al-Hanbali rahimahullah

وَإِنْ تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ ; لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ )

Jika ada dua wanita yang saling meraba (bersentuhan lesbi), maka keduanya berzina dan dilaknat. Hal ini berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda apabila ada wanita yang menyetubuhi wanita lain maka keduanya berzina[6. Hadis lemah (dhaif), disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jami’, no: 282] (Al-Mugni: 9/59)[7. dinukil dari https://Islamqa.info/ar/21058].

3) Fatwa Ibnul Hammam AL-Hanafi rahimahullah

إذا أتت امرأة امرأة أخرى فإنهما يعزران لذلك

Jika seorang perempuan menyetubuhi perempuan lainnya, maka keduanya dihukum ta’zir[8. Ta’zir adalah sebuah bentuk hukuman dengan tujuan pemberian pelajaran kepada pelaku maksiat dan penetapan bentuk hukumannya dikembalikan kepada seorang imam/ hakim, sesuai dengan bentuk kriminalnya dan keadaan pelakunya], karenanya (Fathul Qadiir: 5/262).

4) Fatwa Al-Khurasy Al-Maliki rahimahullah

شرار النساء إذا فعل بعضهن ببعض ، وإنما في هذا الفعل الأدب باجتهاد الإمام

Perempuan-perempuan buruk adalah yang saling berhubungan seskx sesama jenis. Hukuman dari perbuatan tersebut adalah sesuai dengan keputusan seorang hakim (Diringkas dari Syarh Mukhtashar Khalil : 8/78).

5) Fatwa Al-Allamah Zakariya Al-Anshari Asy-Syafi’i rahimahullah

إن أتت امرأة امرأة عُزِّرتا

Jika seorang wanita menyetubuhi wanita lain, maka dihukum ta’zir (sesuai dengan keputusan hakim) (Asnal Mathalib: 4/126).

6) Fatwa Ibnu Abdil Barr rahimahullah

على المرأتين اذا ثبت عليهما السحاق : الأدب الموجع والتشريد

Dua orang wanita jika telah terbukti melakukan lesbi, maka dihukum dengan hukuman yang menyakitkan dan diusir (Al-Kaafii fi fiqhi Ahlil Madiinah : 2/1073)

7) Fatwa Ibnu Rusyd rahimahullah

هذا الفعل من الفواحش التي دل القرآن على تحريمها بقوله تعالى : {والذين هم لفروجهم حافظون} إلى قوله { العادون} ، وأجمعت الأمة على تحريمه ، فمن تعـدى أمر الله في ذلك وخالف سلف الأمة فيه كان حقيقا بالضرب الوجيع

Perbuatan (lesbi) ini merupakan salah satu perbuatan keji yang ditunjukan oleh Al-Qur`an berdasarkan firman Allah Ta’ala

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, sampai firman-Nya (7) orang-orang yang melampaui batas.

Para ulama pun berijma’ (sepakat) atas pengharamannya. Maka barang siapa yang melampui batasan apa yang telah Allah perintahkan dan menyelesihi madzhab kaum muslimin dalam hal itu, maka layak untuk mendapatkan pukulan yang menyakitkan (Al-Bayan wat Tahshil: 16/323)[9. Fatwa ke-3 s/d ke-7 https://Islamqa.info/ar/185099].

8) Fatwa Islamweb.net nomor 28379  tentang Dalil-dalil keharaman lesbi”.

Markaz Fatwa Islamweb.net ditanya tentang seorang istri yang melakukan penyimpangan seksual lesbi dengan saudari suaminya.

Si istripun mendebat suaminya dengan beralasan bahwa tidak ada di dalam Al-Qur`an ayat yang menunjukkan keharaman lesbi.

Jawaban dari Markaz Fatwa Islamweb.net adalah sebagai berikut:

Tidak ada perselisihan di antara ulama tentang keharaman lesbi, bahkan banyak ulama menyatakan lesbi merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar, maka tidak halal bagi wanita tersebut melakukan perbuatan lesbi itu. Dan kewajiban suami atau wali wanita tersebut untuk melarangnya dari perbuatan lesbi tersebut, tidak tinggal diam dan tanpa keraguan sedikitpun. Dan tidak pantas digubris ucapan wanita tersebut (yang menyatakan) bahwa tidak disebutkan pengharaman lesbi didalam Al-Qur`an, hal itu dikarenakan dua alasan.

Pertama:

Wanita itu bukanlah seorang yang memiliki kemampuan berijtihad (berfatwa) dalam masalah syari’at Islam sehingga (ia tidak pantas) mengucapkan ucapan tersebut ataupun ucapan yang semisalnya.

Maka (semestinya) orang yang berhak berfatwa hanyalah orang yang memilki keahlian khusus (ulama) dan bukan dari kalangan mereka (orang awam).

Kedua:

(Kenyataannya), terdapat dalil di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menyatakan pengharaman lesbi. Para ulama pun bersepakat atas pengharamannya, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Adapun dalil Al-Qur`an adalah firman Allah Ta’ala

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Dengan demikian, wanita tersebut adalah seorang yang melampui batas, berdasarkan dalil Al-Qur`an. Sedangkan dalil As-Sunnah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Abu Ya’la, serta dihasankan oleh As-Suyuthi, dari Watsilah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

السحاق بين النساء زناً بينهن

Lesbi hakekatnya adalah perzinahan diantara perempuan

Oleh karena itulah, kewajiban suami tersebut adalah melarang istrinya dari perbuatan lesbi dan memberikan pelajaran kepadanya dengan sesuatu yang membuatnya jera untuk melakukan perbuatannya yang buruk. Suami tersebut juga wajib melarang saudarinya dari perbuatan yang keji tersebut (lesbi). Wallahu a’lam[10. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=28379].

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27589-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-4.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (3)

3. Kewajiban menundukkan pandangan terhadap hal-hal yang diharamkan

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ …

(31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…”(QS. An-Nuur: 30-31).

Berkut ini, penjelasan beberapa para ahli tafsir tentang kedua ayat tersebut.

  • Ulama ahli Tafsir, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menahan pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan bagi mereka, maka tidak boleh mereka memandang kecuali kepada pandangan yang dihalalkan bagi mereka.
  • Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas katakanlah kepada mereka, yaitu orang-orang yang memiliki keimanan yang dapat mencegah mereka dari terjatuh kedalam perkara yang merusak keimanan, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dari memandang aurat (yang terlarang untuk dilihat), wanita asing (selain istri dan mahram) dan pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot yang dikhawatirkan timbul fitnah karena melihat mereka”  (Tafsir As-Sa’di).
    Beliau juga menjelaskan ayat yang artimya dan menjaga kemaluan mereka dari aktifitas bersetubuh (penetrasi) yang diharamkan, baik menyetubuhi kemaluan (wanita yang diharamkan) maupun menyetubuhi dubur atau tidak sampai itu (penetrasi). Dan (menjaga kemaluan dari) dipegang dan dilihat (oleh orang lain)” (Tafsir As-Sa’di).
  • Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan keterangan dari Abu Aliyah setiap ayat dalam Al-Qur`an tentang menjaga kemaluan, maksudnya adalah menjaganya dari zina dan sesuatu yang haram. Akan tetapi, pada konteks ayat ini, Allah memaksudkan menjega kemaluan adalah menutupinya, sehingga pandangan orang lain tidak mengarah kepadanya” (Tafsir Al-Baghawi).
  • Imam Mufassirin, Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah “dan menjaga kemaluan mereka” dari dilihat oleh orang yang tidak halal melihatnya, dengan menutupinya dari pandangan manusia”. (Tafsir Ath-Thobari).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa jika tiba-tiba seseorang melihat sesuatu yang haram tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Yunus bin Ubaid, dari ‘Amr bin Sa’id, dari Abu Zur’ah bin ‘Amr bin Jarir, dari kakeknya, Jarir bin Abdullah Al-Bajali radliyallaahu ‘anhu berkata,

سَأَلْتُ النبي صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja). Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku segera memalingkan pandanganku.

Dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كتب على ابن آدم حظه من الزنى، أدرك ذلك لا محالة. فزنى العينين: النظر. وزنى اللسان : النطق . وزنى الأذنين : الاستماع . وزنى اليدين : البطش . وزنى الرجلين: الخطي . والنفس تمنى وتشتهي ، والفرج يصدق ذلك أو يكذبه

“Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya[1. Sesuai dengan takdirnya, karena kesalahannya sendiri] . Zina kedua mata adalah dengan memandang,  zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina kedua tangan adalah dengan memegang, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berangan-angan dan bernafsu, dan kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya”

Banyak dari kalangan ulama menyatakan, sesungguhnya mereka melarang seorang laki-laki dari menajamkan (mengkosentrasikan) pandangannya kepada pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot” (Tafsir Ibnu Katsir).

Ibnu Baththal menjelaskan hadits yang agung tersebut,

سُمِّيَ النَّظَر وَالنُّطْق زِنًا لأَنَّهُ يَدْعُو إِلَى الزِّنَا الْحَقِيقِيّ , وَلِذَلِكَ قَالَ ( وَالْفَرْج يُصَدِّق ذَلِكَ وَيُكَذِّبهُ

“Melihat dan berbicara (dalam perkara yang diharamkan) disebut ‘zina’ karena itu adalah sebab yang menjerumuskan kepada zina yang hakiki. Oleh karena itu beliau (Nabi Muhammad) bersabda (artinya) “Kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya” (Fathul Bari).

Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan QS. An-Nuur: 30 dengan membawakan sebuah hadits yang menjelaskan salah satu bentuk pandangan yang dilarang dalam ayat tersebut. Dari Abdur Rahman bin Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, dari bapaknya, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي ثَوْبِ وَاحِدِ

Janganlah seorang pria melihat aurat pria lain, tidak pula seorang wanita melihat aurat wanita yang lain. Dan janganlah seorang pria berada dalam satu kain (selimut) dengan pria lain, dan tidak pula wanita berada satu kain (selimut) dengan wanita lain”[2. HR. Muslim].

Kesimpulan

Itulah beberapa penafsiran para ahli tafsir yang menunjukkan haramnya perbuatan yang banyak dilakukan oleh LGBT, yaitu berupa kemaksiatan (zina) mata!

Bukankah mayoritas perilaku seks LGBT menggunakan pandangan mata yang diharamkan? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi banyak dilakukan dengan membuka aurat mereka dan merekapun saling melihatnya? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi, kalaupun mereka saling memandang bagian tubuh pasangannya yang bukan aurat, sulit terhindar dari bernafsu dan bersyahwat?

Wahai LGBT, artikel selanjutnya adalah fatwa-fatwa ulama yang membantu anda  memahami dengan benar beberapa ayat yang sudah penyusun sampaikan.

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27567-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-3.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (2)

Ayat Al-Qur`an yang kurang dipahami kaum LGBT

1. Batasan penyaluran hasrat seksual yang halal

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala menjelaskan tentang batasan penyaluran hasrat seksual yang halal dan kapan dinyatakan hal itu melampui batasan syari’at sehingga menjadi haram.

Penyaluran hasrat seksual yang halal

Hal ini dapat diketahui dari QS. Al-Mu’minuun: 5 & 6, yaitu penyaluran hasrat seksual dalam bentuk seorang laki-laki menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri atau budak wanitanya. Lalu apakah yang dimaksud menjaga kemaluan? Ulama ahli Tafsir yang masyhur, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat tersebut. Maknanya adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari yang haram, maka mereka tidak terjatuh kedalam perkara yang dilarang oleh Allah, berupa zina atau liwath serta tidak mendekati selain istri mereka yang Allah halalkan untuk mereka atau budak (wanita) mereka (Tafsir Ibnu Katsir: 4/6).

Dalam tafsir ayat yang lainnya, QS. An-Nuur: 30, beliau rahimahullah juga menjelaskan bahwa menjaga kemaluan bisa dalam bentuk mencegahnya dari zina, sebagaimana Allah berfirman (artinya) dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela (Al-Ma’aarij: 29-30), dan bisa pula dalam bentuk menjaga kemaluan dari pandangan (orang lain) (Tafsir Ibnu Katsir: 4/44).

Ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun: 5 di atas. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari zina. Termasuk bentuk kesempurnaan menjaga kemaluan adalah menjauhi apa yang mendorong kepadanya (zina) seperti memandang, memegang dan yang semisalnya (Tafsir As-Sa’di: 637).

Penyaluran hasrat seksual yang haram

Imam Mufassirin,  Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun ayat tujuh di atas, bahwa barangsiapa yang mencari penyaluran hasrat seksual untuk kemaluannya pada selain istri dan budak (wanita)nya maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Beliau juga menjelaskan bahwa mereka melampaui batasan-batasan Allah, (yaitu) melebihi apa yang Allah halalkan untuk mereka (dengan beralih) kepada perkara yang Allah haramkan atas mereka” (Tafsir Ath-Thabari).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menerangkan ayat di atas, bahwa tidak halal menyalurkan hasrat seksual kemaluan kecuali kepada istri atau budak (wanita)nya dan tidak halal pula onani/masturbasi” (Ahkamul Quran: 1/195).

Abu Hayan Al-Andalusi rahimahullah menerangkan bahwa firman Allah yang artinya di balik itu mengacu pada zina, liwath, mensetubuhi binatang, dan onani/masturbasi. Makna di balik itu adalah di luar batas yang Allah tetapkan berupa (penyaluran hasrat seksual halal) terhadap istri dan budak wanitanya.” (Tafsir Al-Bahr Al-Muhith: 6/391).

Kesimpulan

Dari penjelasan para pakar Tafsir kaum muslimin tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa QS. Al-Mu’minuun: 5-7 itu menunjukkan bahwa:

  1. Menjaga kemaluan itu bukan hanya menjaganya dari penetrasi yang haram (sodomi dan zina) saja, namun juga mencakup menjaga dari seluruh penyaluran hasrat seksual yang haram. Contohnya: memandang, memegang atau yang semisalnya kepada selain istri dan budak wanitanya (Lihat: Tafsir As-Sa’di di atas).
  2. Penyaluran hasrat seksual yang halal adalah jika hasrat seksual pria disalurkan kepada istri dan budak wanitanya, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan (Lihat: Tafsir Al-Bahr Al-Muhith di atas).  Dengan demikian, penyaluran hasrat seksual yang halal bagi seorang wanita hanyalah kepada suami yang sah, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan.
  3. Penyaluran hasrat seksual yang haram adalah
  • Bagi laki-laki, jika disalurkan kepada selain  istri dan budak wanitanya, dengan cara apapun juga.
  • Bagi wanita, jika disalurkan kepada selain suami yang sah, dengan cara apapun juga.

Catatan:

Jika anda masih ragu terhadap kesimpulan ini, wahai LGBT. Silahkan simak fatwa-fatwa ulama yang selaras dengan kandungan QS. Al-Mu’minuun: 5-7, yang akan dikelaskan pada penjelasan-penjelasan kami selanjutnya, insyaallah.

2. Mendekati fawahisy itu haram

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

(151) Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian yaitu: janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka, dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (untuk dibunuh) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepada kalian supaya kalian memahami(nya)” (QS. Al-An’aam:151).

Seorang ulama ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya) katakanlah kepada mereka yang mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan pengharaman yang umum, mencakup setiap orang dan mengandung berbagai macam keharaman.

Dengan demikian, keharaman yang akan disebutkan pada kelanjutan ayat ini adalah berlaku untuk semua orang, termasuk bagi LGBT.

Lebih lanjut, syaikh Abdur Rahman As-Sa`di menjelaskan ayat yang artinya dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, yaitu dosa-dosa besar yang sangat menjijikkan (hina)[1. Dalam KBBI: keji/ke·ji/ a sangat rendah (kotor, tidak sopan, dan sebagainya); hina]. Larangan mendekati perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) itu lebih mengena dari sebatas larangan melakukannya, karena sesungguhnya itu mengandung larangan melakukan pendahuluannya dan sarana-sarananya yang dapat menjerumuskan kedalam perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) tersebut (disamping mengandung larangan terhadap fawahisy itu sendiri, pent.) (Tafsir As-Sa’di, hal. 302)

Seorang ulama senior, anggota komite fatwa dan ulama besar KSA, DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan ayat di atas, perhatikanlah firman Allah (artinya), dan janganlah kalian mendekati maka Allah tidak berfirman,  dan janganlah kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang keji tetapi Allah berfirman, dan janganlah kalian mendekati karena hal itu mengandung larangan melakukan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam maksiat. Jadi, Allah mengharamkan maksiat dan mengharamkan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan tersebut (I’anatul Mustafid : 1/45)

Beliau rahimahullah juga menjelaskan jika sebab-sebab (yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan) saja diharamkan, bagaimana lagi dengan kemaksiatan-kemaksiatan (fawahisy)nya? Tentu lebih diharamkan lagi (I’anatul Mustafid: 1/46)

Sebagaimana diketahui, sodomi yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘alaihis salam disebut dalam Al-Qur`an sebagai fahisyah (perbuatan keji). Allah Ta’ala berfirman,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

“Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang keji itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” (Al-A’raaf: 80).

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh seorang gay, meski tanpa sodomi dan hanya “sekedar” bernafsu ketika memandang sesama jenis, berciuman, saling oral seks, saling meraba atau semisal itu, maka hukumnya haram, karena perilaku seks sesama jenis tersebut kebanyakannya dapat menjerumuskan pelakunya kedalam fahisyah sodomi.

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin[2. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=29622].

Adapun perilaku seks sesama perempuan (lesbi), maka termasuk kedalam fawahisy di dalam ayat di atas, karena tafsir fawahisy pada ayat di atas -sebagaimana telah disebutkan- adalah dosa-dosa besar yang keji.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS.  Al-A’raaf: 33. Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi”, yaitu dosa-dosa besar yang menjijikkan dan buruk, karena (memang sangat) hina dan buruknya dosa-dosa tersebut, seperti zina, liwath dan sebagainya”.

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan bahwa  tidak ada perselisihan di antara ulama Ahli Fikih bahwa lesbi itu (hukumnya) haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa lesbi adalah perzinaan di antara perempuan[3. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi itu termasuk salah satu dari dosa-dosa besar[4. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

Kesimpulan

Ayat yang disebutkan dalam QS. Al-An’aam: 151 ini, cukup menjadi dalil diharamkannya perilaku seks sesama jenis, baik gay maupun lesbi, walaupun bukan sodomi, jika ditafsirkan dan dipahami secara benar[5. Sudah dikenal dalam ilmu Ushul Tafsir, bahwa menafsirkan suatu ayat Al Qur’an, bisa dengan ayat yang lainnya, Al-Hadits maupun selain keduanya dari rujukan-rujukan dalam menafsirkan Al Qur’anul Karim]. Bagaimana lagi jika terdapat ayat yang lainnya yang menjadi dalil? Camkanlah!

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27554-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-2.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (1)

Setan dari kalangan jin dan manusia

Sobat! Meniti As-Shiraath Al-Mustaqiim memang tidak kosong dari ujian dan cobaan, halangan dan rintangan. Ketahuilah, setan -baik dari kalangan jin dan manusia-  tidaklah tinggal diam. Mereka terus berusaha memalingkan hamba-hamba Allah yang beriman dari jalan-Nya yang lurus. Berbagai jurus penyesatan mereka gunakan, mereka menampakan kebenaran sebagai kebatilan dan sebaliknya, pun mereka menghiasi kekufuran dan kemaksiatan agar nampak indah di pandangan kaum muslimin.

Para Nabi ‘alaihimush shalatu was salamu pun memiliki musuh, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Dan demikianlah, Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)” (QS. Al-An’aam: 112).

Iblis, pentolan para setan itu, sesungguhnya telah bertekad untuk menyesatkan manusia, Allah Ta’ala berfirman mengisahkan hal tersebut,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ

(16) Iblis menjawab “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,

ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

(17) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat) (QS. Al-A’raaf: 16-17).

Ketahulah, bahwa musuh-musuh dakwah yang haq dan penebar syubhat batil itu merasa bangga dengan ilmu yang mereka miliki. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

(83) Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan yang jelas, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu (QS. Ghaafir: 83)

Mereka sangka bahwa diri mereka memiliki ilmu yang patut dibanggakan dan mereka anggap alasan mereka itu ilmiah. Namun, sesungguhnya Allah telah menjelaskan bahwa setiap syubhat (kebatilan yang samar) dan alasan yang mereka gunakan untuk membantah kebenaran, semua itu tertolak dan sia-sia. Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌµ

“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka alasan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras” (QS. Asy-Syuuraa: 16).

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa setiap orang yang membantah agama Allah dengan batil, dengan menebarkan syubhat kepada kaum muslimin, memang ia dikatakan memiliki hujah (alasan) bagi syubhat yang ditebarkan tersebut, namun hujahnya itu batil dan tertolak.

Kendatipun, alasan mereka itu jelas-jelas batil, tertolak dan sia-sia, namun kenyataannya, banyak orang yang masih tertipu dengan syubhat mereka. Tidak setiap orang memilih petunjuk Allah dan surga-Nya, bahkan banyak orang yang memilih kesesatan dan neraka-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَµ

(8) Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (QS. Faathir: 8).

Namun jangan bersedih hati, wahai sobat. Ketahuilah, bahwa tidak ada satupun syubhat dan alasan batil yang mereka sebarkan, melainkan di dalam Al-Qur`an Al-Karim pastilah ada jawabannya. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut ini:

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Tidaklah orang-orang musyrik itu datang kepadamu (membawa) hujjah (alasan), melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (QS. Al-Furqaan: 33).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut,

{ ولا يأتونك بمثل } أي : بحجة وشبهة { إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا } أي : ولا يقولون قولا يعارضون به الحق ، إلا أجبناهم بما هو الحق في نفس الأمر ، وأبين وأوضح وأفصح من مقالتهم .

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) hujjah (alasan)” , maksudnya adalah hujjah dan syubhat “melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”, maksudnya adalah tidaklah mereka mengatakan suatu ucapan yang dengan ucapan itu mereka menentang kebenaran, melainkan Kami membantah mereka dengan kebenaran dalam masalah itu dan dengan sesuatu yang lebih jelas, lebih terang serta lebih fasih dari ucapan mereka tersebut! (Tafsir Ibnu Katsir).

Syubhat kaum pendukung LGBT

Akhir-akhir ini, tersebar keyakinan batil dan pikiran sesat yang dibungkus retorika ilmiyah sehingga dikhawatirkan membingungkan kebanyakan kaum muslimin yang awam, karena samarnya hal itu bagi mereka. Inilah yang dikenal dengan istilah syubhat.

Isi syubhat yang dilancarkan pendukung LGBT tersebut adalah pernyataan bahwa tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkan LGBT. Alasannya, karena ayat-ayat yang selama ini digunakan sebagai rujukan pengharaman LGBT adalah ayat-ayat Al-Qur`an yang bercerita tentang azab Allah terhadap umat Nabi Luth ‘alaihis salam yang melakukan sodomi.

Jadi, pendukung LGBT tersebut menyangka bahwa bukan perilaku seks sesama jenis (selain sodomi) yang dilarang, namun yang dilarang adalah praktek sodominya saja. Ringkas kata, konsekuensi pemahaman mereka adalah jika hanya sekedar praktek seks sesama jenis (gay maupun lesbi[1. Gay adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki. Sedangkan lesbi adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara perempuan dengan perempuan. (Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan)]) dalam bentuk -maaf- misalnya : sekedar bernafsu seks terhadap sesama jenis, berciuman, saling oral seks, saling meraba atau semisal itu, asalkan tanpa sodomi, maka itu boleh dan sah-sah saja, karena tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkannya. Itulah syubhat mereka yang batil.

“Pertanyaan” yang layak dipertanyakan!

Jika di antara mereka melontarkan pertanyaan, mana ayat Al-Qur`an yang mengharamkan perilaku seks sesama jenis non sodomi (LGBT)[2. Istilah LGBT didefinisikan sebatas perilaku seks sesama jenis non sodomi, hal ini sesungguhnya hanya menurut sangkaan sebagian mereka saja! Mereka hendak mengeluarkan sodomi dari istilah LGBT! Padahal, bukankah kenyataannya sodomi itu sendiri sulit dipisahkan dari dunia hitam LGBT?!]”, maka, jika maksud pertanyaan tersebut adalah

sangkaan apabila tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkan LGBT, maka menurut sangkaan mereka LGBT itu halal. Pertanyaan tersebut tidak benar. Mengapa? Karena, sumber hukum Fikih dalam Islam untuk menyatakan sesuatu itu halal atau haram, bukan hanya Al-Qur`an. Bukankah Wahyu Allah itu Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah (Hadits)?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَ لاَ إِ نٌي أٌوتيتُ الْكِتَا بَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ

Ingatlah, sesungguhnya aku diberi Al-kitab (Al-Qur`an) dan (diberi) yang semisal (yaitu As-Sunnah) bersamanya” (H.R. Abu Daud dan selainnya. Dishahihkan oleh Syekh Al-Albani).

Hal ini pun sesungguhnya telah dikenal di kalangan para ulama dalam pembahasan ilmu Ushul Fikih, bahwa sumber hukum Syari’at Islam ada empat, Al-Qur`an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.

Jadi, jika terdapat satu hadits shahih saja yang menunjukkan haramnya LGBT, sebenarnya itu sudah cukup menjadi dasar penetapan hukum dalam Islam, seandainya pun tidak terdapat dalil yang langsung menunjukkan keharamannya di dalam Al-Qur`an -dalil tersebut sebenarnya ada.

Adapun tentang haramnnya perilaku seks sesama pria dengan sodomi (liwath besar), maka dalam artikel ini tidak diulas, karena sudah penyusun tulis di : https://muslim.or.id/27432-kaum-gay-inilah-wahyu-Allah-Taala-tentang-anda.html, dan pendukung penebar syubhat tersebutpun -alhamdulillah- telah mengakui haramnya perbuatan sodomi tersebut!

Perlu bukti ilmiah bahwa kaum Nabi Luth ‘alaihis salam tidak pernah melakukan pemanasan dalam berhubungan sesama jenis[3. Yaitu: perilaku seks sesama pria (gay) yang non sodomi, yang biasanya dilakukan sebagai pendahuluan untuk melakukan sodomi]

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa mereka menyatakan tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengharamkan LGBT, karena ayat-ayat yang selama ini digunakan sebagai rujukan pengharaman LGBT adalah ayat-ayat Al-Qur`an yang bercerita tentang azab Allah terhadap umat Nabi Luth ‘alaihis salam  yang melakukan sodomi (langsung masuk tanpa pemanasan).

Tanggapan:

Memang benar kaum Nabi Luth ‘alaihis salam yang dikisahkan itu melakukan praktek sodomi. Namun, untuk bisa memastikan bahwa mereka tidak pernah melakukan perilaku seks sesama jenis selain sodomi, walau hanya satu kalipun, maka klaim seperti ini perlu bukti ilmiah.

Karena memang suatu hal yang sulit ditemui di dunia nyata, bahwa sebuah kaum yang sedemikian maniaknya melakukan sodomi, tidak pernah mendahului, mengiringi ataupun menyudahi perilaku seks antar mereka dengan selain sodomi.

Sekali lagi, perlu bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa semua kaum Nabi Luth ‘alaihis salam hanya melakukan sodomi saja, sehingga mereka dimurkai oleh Allah hanya karena sodomi semata, tanpa diiringi melakukan perilaku seks selain sodomi (berciuman, meraba, bernafsu dengan sesama jenis, dan lain sebagainya) sama sekali. Seandainya terbukti secara ilmiah bahwa mereka hanya melakukan sodomi saja, masih tersisa pertanyaan bukankah anda mengakui keharaman sodomi, wahai kaum pendukung LGBT?

Lalu bukankah jika Allah mengharamkan suatu kemaksiatan, Allah juga mengharamkan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kepadanya? Ingatlah, bahwa Allah Ta’ala mengharamkan sodomi, dengan demikian Allah pun mengharamkan seluruh sebab yang dapat menjerumuskan seseorang kedalam sodomi tersebut.

Dan masalah keharaman suatu sarana yang menjerumuskan kepada perkara yang haram ini, telah ma’ruf di kalangan para ulama, ketika mereka rahimahumullah membahas suatu kaedah Fiqhiyyah yang mulia,

الوسائل لها أحكام المقاصد

“Sarana itu memiliki hukum sebagaimana hukum tujuan”.

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27545-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-1.html