Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (4)

Fatwa-fatwa tentang keharaman perilaku seks sesama pria (gay)

1) Fatwa Islamweb.net nomor 22549 tentang definisi liwath dalam syari’at

Definsi liwath (besar) di dalam syari’at adalah memasukkan kepala penis kedalam dubur laki-laki. Definisi ini disebutkan oleh penulis dalam kitab Al-Fawakih Al-Dawani dan selainnya. Kepala penis adalah bagian yang peka pada kemaluan laki-laki, dengannya dapat dicapai kelezatan (dalam berhubungan seks) dan letaknya di bagian depan penis.

Berdasarkan definisi liwath (besar) yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa meraba dubur dari luar, meraba sekitar dubur, memasukkan sedikit dari ujung penis ataupun memasukkannya di antara kedua buah zakar tidaklah termasuk kedalam definsi liwath (besar) didalam syari’at. Namun bukan berarti perilaku-perilaku seks tersebut hukumnya halal, bahkan itu termasuk keharaman yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7)[1. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=22549].

2) Fatwa Islamweb.net nomor 166929 tentang tingkatan perilaku hina ‘liwath'[2. Kata liwath yang dimaksud disini adalah liwath dengan definisi umum yang sinonim dengan istilah gay, mencakup perilaku seks sesama pria, baik dengan sodomi dan non sodomi. Karena terdapat kata liwath dengan definisi khusus (liwath besar) yang dikenal dengan sodomi sesama pria, yang telah disebutkan dalam fatwa pertama. Liwath besar inilah yang dikenal dalam Syari’at bahwa ancaman bagi pelakunya adalah hukuman mati] (gay) dan pengharaman terhadap seluruh tingkatannya

Asy-Syarbini menjelaskan bahwa melihat dengan syahwat (nafsu) mutlak diharamkan, (tidak peduli) siapapun orang yang dilihat tersebut, baik orang yang memiliki hubungan mahram dengannya maupun selain mahram, asalkan bukan istrinya dan budak wanitanya.”

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa Imam Ahmad menerangkan

dalam sebuah riwayat Al-Atsram tentang seseorang yang memegang anak kecil perempuan, lalu mendudukkannya di pangkuannya dan menciuminya jika hal itu dilakukan dengan syahwat maka tidak boleh.

Ibnul Haaj dalam Al-Madkhal menjelaskan bahwa pelaku liwath itu ada tiga tingkatan :

Golongan Pertama

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat memandang (lelaki lainnya), maka ini (hukumnya) haram, karena memandang kepada amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot) dengan syahwat itu haram, menurut kesepakatan ulama. Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa hukum memandang tersebut tetap haram, walaupun tanpa syahwat (nafsu).

Golongan Kedua

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat saling bercumbu, bermesraan, memeluk dan lainnya, yang tidak sampai melakukan perbuatan keji (fahisyah/liwath) besar (sodomi).

Golongan Ketiga

Dan tingkatan yang ketiga adalah melakukan sodomi (fahisyah kubro/liwath besar)[3. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=166929].

3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

وكذلك مقدمات الفاحشة عند التلذذ بقبلة الأمرد ولمسه، والنظر إليه هو حرام باتفاق المسلمين.

“Demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.

Fatwa-fatwa Ulama dari berbagai madzhab tentang haramnya perilaku seks sesama wanita (lesbi)

1) Fatwa Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan:

لا خلاف بين الفقهاء في أنّ السّحاق حرام لقول النّبيّ صلى الله عليه وسلم: السّحاق زنى النّساء بينهنّ. وقد عدّه ابن حجر من الكبائر.

Tidak ada perselisihan di antara ulama ahli fikih bahwa lesbi itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lesbi adalah perzinahan diantara perempuan[4. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi termasuk salah satu dosa besar[5. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

2) Fatwa Ibnu Qudamah Al-Hanbali rahimahullah

وَإِنْ تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ ; لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ )

Jika ada dua wanita yang saling meraba (bersentuhan lesbi), maka keduanya berzina dan dilaknat. Hal ini berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda apabila ada wanita yang menyetubuhi wanita lain maka keduanya berzina[6. Hadis lemah (dhaif), disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jami’, no: 282] (Al-Mugni: 9/59)[7. dinukil dari https://Islamqa.info/ar/21058].

3) Fatwa Ibnul Hammam AL-Hanafi rahimahullah

إذا أتت امرأة امرأة أخرى فإنهما يعزران لذلك

Jika seorang perempuan menyetubuhi perempuan lainnya, maka keduanya dihukum ta’zir[8. Ta’zir adalah sebuah bentuk hukuman dengan tujuan pemberian pelajaran kepada pelaku maksiat dan penetapan bentuk hukumannya dikembalikan kepada seorang imam/ hakim, sesuai dengan bentuk kriminalnya dan keadaan pelakunya], karenanya (Fathul Qadiir: 5/262).

4) Fatwa Al-Khurasy Al-Maliki rahimahullah

شرار النساء إذا فعل بعضهن ببعض ، وإنما في هذا الفعل الأدب باجتهاد الإمام

Perempuan-perempuan buruk adalah yang saling berhubungan seskx sesama jenis. Hukuman dari perbuatan tersebut adalah sesuai dengan keputusan seorang hakim (Diringkas dari Syarh Mukhtashar Khalil : 8/78).

5) Fatwa Al-Allamah Zakariya Al-Anshari Asy-Syafi’i rahimahullah

إن أتت امرأة امرأة عُزِّرتا

Jika seorang wanita menyetubuhi wanita lain, maka dihukum ta’zir (sesuai dengan keputusan hakim) (Asnal Mathalib: 4/126).

6) Fatwa Ibnu Abdil Barr rahimahullah

على المرأتين اذا ثبت عليهما السحاق : الأدب الموجع والتشريد

Dua orang wanita jika telah terbukti melakukan lesbi, maka dihukum dengan hukuman yang menyakitkan dan diusir (Al-Kaafii fi fiqhi Ahlil Madiinah : 2/1073)

7) Fatwa Ibnu Rusyd rahimahullah

هذا الفعل من الفواحش التي دل القرآن على تحريمها بقوله تعالى : {والذين هم لفروجهم حافظون} إلى قوله { العادون} ، وأجمعت الأمة على تحريمه ، فمن تعـدى أمر الله في ذلك وخالف سلف الأمة فيه كان حقيقا بالضرب الوجيع

Perbuatan (lesbi) ini merupakan salah satu perbuatan keji yang ditunjukan oleh Al-Qur`an berdasarkan firman Allah Ta’ala

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, sampai firman-Nya (7) orang-orang yang melampaui batas.

Para ulama pun berijma’ (sepakat) atas pengharamannya. Maka barang siapa yang melampui batasan apa yang telah Allah perintahkan dan menyelesihi madzhab kaum muslimin dalam hal itu, maka layak untuk mendapatkan pukulan yang menyakitkan (Al-Bayan wat Tahshil: 16/323)[9. Fatwa ke-3 s/d ke-7 https://Islamqa.info/ar/185099].

8) Fatwa Islamweb.net nomor 28379  tentang Dalil-dalil keharaman lesbi”.

Markaz Fatwa Islamweb.net ditanya tentang seorang istri yang melakukan penyimpangan seksual lesbi dengan saudari suaminya.

Si istripun mendebat suaminya dengan beralasan bahwa tidak ada di dalam Al-Qur`an ayat yang menunjukkan keharaman lesbi.

Jawaban dari Markaz Fatwa Islamweb.net adalah sebagai berikut:

Tidak ada perselisihan di antara ulama tentang keharaman lesbi, bahkan banyak ulama menyatakan lesbi merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar, maka tidak halal bagi wanita tersebut melakukan perbuatan lesbi itu. Dan kewajiban suami atau wali wanita tersebut untuk melarangnya dari perbuatan lesbi tersebut, tidak tinggal diam dan tanpa keraguan sedikitpun. Dan tidak pantas digubris ucapan wanita tersebut (yang menyatakan) bahwa tidak disebutkan pengharaman lesbi didalam Al-Qur`an, hal itu dikarenakan dua alasan.

Pertama:

Wanita itu bukanlah seorang yang memiliki kemampuan berijtihad (berfatwa) dalam masalah syari’at Islam sehingga (ia tidak pantas) mengucapkan ucapan tersebut ataupun ucapan yang semisalnya.

Maka (semestinya) orang yang berhak berfatwa hanyalah orang yang memilki keahlian khusus (ulama) dan bukan dari kalangan mereka (orang awam).

Kedua:

(Kenyataannya), terdapat dalil di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menyatakan pengharaman lesbi. Para ulama pun bersepakat atas pengharamannya, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Adapun dalil Al-Qur`an adalah firman Allah Ta’ala

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Dengan demikian, wanita tersebut adalah seorang yang melampui batas, berdasarkan dalil Al-Qur`an. Sedangkan dalil As-Sunnah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Abu Ya’la, serta dihasankan oleh As-Suyuthi, dari Watsilah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

السحاق بين النساء زناً بينهن

Lesbi hakekatnya adalah perzinahan diantara perempuan

Oleh karena itulah, kewajiban suami tersebut adalah melarang istrinya dari perbuatan lesbi dan memberikan pelajaran kepadanya dengan sesuatu yang membuatnya jera untuk melakukan perbuatannya yang buruk. Suami tersebut juga wajib melarang saudarinya dari perbuatan yang keji tersebut (lesbi). Wallahu a’lam[10. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=28379].

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27589-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-4.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (3)

3. Kewajiban menundukkan pandangan terhadap hal-hal yang diharamkan

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ …

(31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…”(QS. An-Nuur: 30-31).

Berkut ini, penjelasan beberapa para ahli tafsir tentang kedua ayat tersebut.

  • Ulama ahli Tafsir, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menahan pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan bagi mereka, maka tidak boleh mereka memandang kecuali kepada pandangan yang dihalalkan bagi mereka.
  • Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas katakanlah kepada mereka, yaitu orang-orang yang memiliki keimanan yang dapat mencegah mereka dari terjatuh kedalam perkara yang merusak keimanan, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dari memandang aurat (yang terlarang untuk dilihat), wanita asing (selain istri dan mahram) dan pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot yang dikhawatirkan timbul fitnah karena melihat mereka”  (Tafsir As-Sa’di).
    Beliau juga menjelaskan ayat yang artimya dan menjaga kemaluan mereka dari aktifitas bersetubuh (penetrasi) yang diharamkan, baik menyetubuhi kemaluan (wanita yang diharamkan) maupun menyetubuhi dubur atau tidak sampai itu (penetrasi). Dan (menjaga kemaluan dari) dipegang dan dilihat (oleh orang lain)” (Tafsir As-Sa’di).
  • Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan keterangan dari Abu Aliyah setiap ayat dalam Al-Qur`an tentang menjaga kemaluan, maksudnya adalah menjaganya dari zina dan sesuatu yang haram. Akan tetapi, pada konteks ayat ini, Allah memaksudkan menjega kemaluan adalah menutupinya, sehingga pandangan orang lain tidak mengarah kepadanya” (Tafsir Al-Baghawi).
  • Imam Mufassirin, Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah “dan menjaga kemaluan mereka” dari dilihat oleh orang yang tidak halal melihatnya, dengan menutupinya dari pandangan manusia”. (Tafsir Ath-Thobari).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa jika tiba-tiba seseorang melihat sesuatu yang haram tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Yunus bin Ubaid, dari ‘Amr bin Sa’id, dari Abu Zur’ah bin ‘Amr bin Jarir, dari kakeknya, Jarir bin Abdullah Al-Bajali radliyallaahu ‘anhu berkata,

سَأَلْتُ النبي صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja). Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku segera memalingkan pandanganku.

Dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كتب على ابن آدم حظه من الزنى، أدرك ذلك لا محالة. فزنى العينين: النظر. وزنى اللسان : النطق . وزنى الأذنين : الاستماع . وزنى اليدين : البطش . وزنى الرجلين: الخطي . والنفس تمنى وتشتهي ، والفرج يصدق ذلك أو يكذبه

“Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya[1. Sesuai dengan takdirnya, karena kesalahannya sendiri] . Zina kedua mata adalah dengan memandang,  zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina kedua tangan adalah dengan memegang, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berangan-angan dan bernafsu, dan kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya”

Banyak dari kalangan ulama menyatakan, sesungguhnya mereka melarang seorang laki-laki dari menajamkan (mengkosentrasikan) pandangannya kepada pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot” (Tafsir Ibnu Katsir).

Ibnu Baththal menjelaskan hadits yang agung tersebut,

سُمِّيَ النَّظَر وَالنُّطْق زِنًا لأَنَّهُ يَدْعُو إِلَى الزِّنَا الْحَقِيقِيّ , وَلِذَلِكَ قَالَ ( وَالْفَرْج يُصَدِّق ذَلِكَ وَيُكَذِّبهُ

“Melihat dan berbicara (dalam perkara yang diharamkan) disebut ‘zina’ karena itu adalah sebab yang menjerumuskan kepada zina yang hakiki. Oleh karena itu beliau (Nabi Muhammad) bersabda (artinya) “Kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya” (Fathul Bari).

Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan QS. An-Nuur: 30 dengan membawakan sebuah hadits yang menjelaskan salah satu bentuk pandangan yang dilarang dalam ayat tersebut. Dari Abdur Rahman bin Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, dari bapaknya, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي ثَوْبِ وَاحِدِ

Janganlah seorang pria melihat aurat pria lain, tidak pula seorang wanita melihat aurat wanita yang lain. Dan janganlah seorang pria berada dalam satu kain (selimut) dengan pria lain, dan tidak pula wanita berada satu kain (selimut) dengan wanita lain”[2. HR. Muslim].

Kesimpulan

Itulah beberapa penafsiran para ahli tafsir yang menunjukkan haramnya perbuatan yang banyak dilakukan oleh LGBT, yaitu berupa kemaksiatan (zina) mata!

Bukankah mayoritas perilaku seks LGBT menggunakan pandangan mata yang diharamkan? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi banyak dilakukan dengan membuka aurat mereka dan merekapun saling melihatnya? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi, kalaupun mereka saling memandang bagian tubuh pasangannya yang bukan aurat, sulit terhindar dari bernafsu dan bersyahwat?

Wahai LGBT, artikel selanjutnya adalah fatwa-fatwa ulama yang membantu anda  memahami dengan benar beberapa ayat yang sudah penyusun sampaikan.

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27567-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-3.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (2)

Ayat Al-Qur`an yang kurang dipahami kaum LGBT

1. Batasan penyaluran hasrat seksual yang halal

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala menjelaskan tentang batasan penyaluran hasrat seksual yang halal dan kapan dinyatakan hal itu melampui batasan syari’at sehingga menjadi haram.

Penyaluran hasrat seksual yang halal

Hal ini dapat diketahui dari QS. Al-Mu’minuun: 5 & 6, yaitu penyaluran hasrat seksual dalam bentuk seorang laki-laki menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri atau budak wanitanya. Lalu apakah yang dimaksud menjaga kemaluan? Ulama ahli Tafsir yang masyhur, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat tersebut. Maknanya adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari yang haram, maka mereka tidak terjatuh kedalam perkara yang dilarang oleh Allah, berupa zina atau liwath serta tidak mendekati selain istri mereka yang Allah halalkan untuk mereka atau budak (wanita) mereka (Tafsir Ibnu Katsir: 4/6).

Dalam tafsir ayat yang lainnya, QS. An-Nuur: 30, beliau rahimahullah juga menjelaskan bahwa menjaga kemaluan bisa dalam bentuk mencegahnya dari zina, sebagaimana Allah berfirman (artinya) dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela (Al-Ma’aarij: 29-30), dan bisa pula dalam bentuk menjaga kemaluan dari pandangan (orang lain) (Tafsir Ibnu Katsir: 4/44).

Ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun: 5 di atas. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari zina. Termasuk bentuk kesempurnaan menjaga kemaluan adalah menjauhi apa yang mendorong kepadanya (zina) seperti memandang, memegang dan yang semisalnya (Tafsir As-Sa’di: 637).

Penyaluran hasrat seksual yang haram

Imam Mufassirin,  Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun ayat tujuh di atas, bahwa barangsiapa yang mencari penyaluran hasrat seksual untuk kemaluannya pada selain istri dan budak (wanita)nya maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Beliau juga menjelaskan bahwa mereka melampaui batasan-batasan Allah, (yaitu) melebihi apa yang Allah halalkan untuk mereka (dengan beralih) kepada perkara yang Allah haramkan atas mereka” (Tafsir Ath-Thabari).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menerangkan ayat di atas, bahwa tidak halal menyalurkan hasrat seksual kemaluan kecuali kepada istri atau budak (wanita)nya dan tidak halal pula onani/masturbasi” (Ahkamul Quran: 1/195).

Abu Hayan Al-Andalusi rahimahullah menerangkan bahwa firman Allah yang artinya di balik itu mengacu pada zina, liwath, mensetubuhi binatang, dan onani/masturbasi. Makna di balik itu adalah di luar batas yang Allah tetapkan berupa (penyaluran hasrat seksual halal) terhadap istri dan budak wanitanya.” (Tafsir Al-Bahr Al-Muhith: 6/391).

Kesimpulan

Dari penjelasan para pakar Tafsir kaum muslimin tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa QS. Al-Mu’minuun: 5-7 itu menunjukkan bahwa:

  1. Menjaga kemaluan itu bukan hanya menjaganya dari penetrasi yang haram (sodomi dan zina) saja, namun juga mencakup menjaga dari seluruh penyaluran hasrat seksual yang haram. Contohnya: memandang, memegang atau yang semisalnya kepada selain istri dan budak wanitanya (Lihat: Tafsir As-Sa’di di atas).
  2. Penyaluran hasrat seksual yang halal adalah jika hasrat seksual pria disalurkan kepada istri dan budak wanitanya, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan (Lihat: Tafsir Al-Bahr Al-Muhith di atas).  Dengan demikian, penyaluran hasrat seksual yang halal bagi seorang wanita hanyalah kepada suami yang sah, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan.
  3. Penyaluran hasrat seksual yang haram adalah
  • Bagi laki-laki, jika disalurkan kepada selain  istri dan budak wanitanya, dengan cara apapun juga.
  • Bagi wanita, jika disalurkan kepada selain suami yang sah, dengan cara apapun juga.

Catatan:

Jika anda masih ragu terhadap kesimpulan ini, wahai LGBT. Silahkan simak fatwa-fatwa ulama yang selaras dengan kandungan QS. Al-Mu’minuun: 5-7, yang akan dikelaskan pada penjelasan-penjelasan kami selanjutnya, insyaallah.

2. Mendekati fawahisy itu haram

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

(151) Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian yaitu: janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka, dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (untuk dibunuh) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepada kalian supaya kalian memahami(nya)” (QS. Al-An’aam:151).

Seorang ulama ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya) katakanlah kepada mereka yang mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan pengharaman yang umum, mencakup setiap orang dan mengandung berbagai macam keharaman.

Dengan demikian, keharaman yang akan disebutkan pada kelanjutan ayat ini adalah berlaku untuk semua orang, termasuk bagi LGBT.

Lebih lanjut, syaikh Abdur Rahman As-Sa`di menjelaskan ayat yang artinya dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, yaitu dosa-dosa besar yang sangat menjijikkan (hina)[1. Dalam KBBI: keji/ke·ji/ a sangat rendah (kotor, tidak sopan, dan sebagainya); hina]. Larangan mendekati perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) itu lebih mengena dari sebatas larangan melakukannya, karena sesungguhnya itu mengandung larangan melakukan pendahuluannya dan sarana-sarananya yang dapat menjerumuskan kedalam perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) tersebut (disamping mengandung larangan terhadap fawahisy itu sendiri, pent.) (Tafsir As-Sa’di, hal. 302)

Seorang ulama senior, anggota komite fatwa dan ulama besar KSA, DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan ayat di atas, perhatikanlah firman Allah (artinya), dan janganlah kalian mendekati maka Allah tidak berfirman,  dan janganlah kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang keji tetapi Allah berfirman, dan janganlah kalian mendekati karena hal itu mengandung larangan melakukan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam maksiat. Jadi, Allah mengharamkan maksiat dan mengharamkan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan tersebut (I’anatul Mustafid : 1/45)

Beliau rahimahullah juga menjelaskan jika sebab-sebab (yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan) saja diharamkan, bagaimana lagi dengan kemaksiatan-kemaksiatan (fawahisy)nya? Tentu lebih diharamkan lagi (I’anatul Mustafid: 1/46)

Sebagaimana diketahui, sodomi yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘alaihis salam disebut dalam Al-Qur`an sebagai fahisyah (perbuatan keji). Allah Ta’ala berfirman,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

“Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang keji itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” (Al-A’raaf: 80).

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh seorang gay, meski tanpa sodomi dan hanya “sekedar” bernafsu ketika memandang sesama jenis, berciuman, saling oral seks, saling meraba atau semisal itu, maka hukumnya haram, karena perilaku seks sesama jenis tersebut kebanyakannya dapat menjerumuskan pelakunya kedalam fahisyah sodomi.

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin[2. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=29622].

Adapun perilaku seks sesama perempuan (lesbi), maka termasuk kedalam fawahisy di dalam ayat di atas, karena tafsir fawahisy pada ayat di atas -sebagaimana telah disebutkan- adalah dosa-dosa besar yang keji.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS.  Al-A’raaf: 33. Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi”, yaitu dosa-dosa besar yang menjijikkan dan buruk, karena (memang sangat) hina dan buruknya dosa-dosa tersebut, seperti zina, liwath dan sebagainya”.

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan bahwa  tidak ada perselisihan di antara ulama Ahli Fikih bahwa lesbi itu (hukumnya) haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa lesbi adalah perzinaan di antara perempuan[3. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi itu termasuk salah satu dari dosa-dosa besar[4. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

Kesimpulan

Ayat yang disebutkan dalam QS. Al-An’aam: 151 ini, cukup menjadi dalil diharamkannya perilaku seks sesama jenis, baik gay maupun lesbi, walaupun bukan sodomi, jika ditafsirkan dan dipahami secara benar[5. Sudah dikenal dalam ilmu Ushul Tafsir, bahwa menafsirkan suatu ayat Al Qur’an, bisa dengan ayat yang lainnya, Al-Hadits maupun selain keduanya dari rujukan-rujukan dalam menafsirkan Al Qur’anul Karim]. Bagaimana lagi jika terdapat ayat yang lainnya yang menjadi dalil? Camkanlah!

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27554-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-2.html

Metode Terapi Penyakit Suka Sesama Jenis

Pendahuluan

Maha Suci Allah Yang telah setiap makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan. Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya.

Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. )

“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Dalam setiap proses pengobatan, langkah pertama yang akan ditempuh oleh dokter atau tenaga medis adalah mengadakan diagnotis. Diagnotis bertujuan mengetahui penyebab penyakit yang sedang diderita. Dalam dunia medis moderen, diagnotis dapat ditempuh dengan berbagai cara, dimulai dari wawancara dengan pasient, hingga dengan test laboratoris dengan menggunakan tekhnologi canggih.

Dan dalam ilmu pengobatan yang diajarkan dalam syari’at, Islam telah memudahkan proses pengobatan dengan cara mengajarkan kepada umatnya hasil diagnotis yang benar-benar aktual. Allah Ta’ala yang menurunkan penyakit, telah mengabarkan kepada kita bahwa di antara penyebab datangnya penyakit adalah perbuatan dosa kita sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri.” (QS. As Syura 30).

Abu Bilaad yang terlahir dalam keadaan buta bertanya kepada Al ‘Alaa’ bin Bader, bagaimana penerapan ayat ini pada dirinya, padahal ia menderita buta mata sejak dalam kandungan ibunya?

Jawaban Al ‘Ala’ bin bader sangat mengejutkan, ia berkata: “Itu adalah akibat dari dosa kedua orang tuamu.”([1])

Singkat kata, penyakit yang menimpa kita, tidak terkecuali penyakit suka sesama jenis sangat dimungkinkan adalah akibat dari perbuatan dosa, baik dosa yang kita lakukan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitar kita.

Diagnosa:

Berikut beberapa perbuatan dosa atau kesalahan yang mungkin pernah dialami oleh orang yang dihinggapi penyakit suka sesama jenis atau juga LGBT :

1. Nama yang tidak menunjukkan akan identitas.

Di antara kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh kedua orang tua ialah memilihkan nama yang bagus untuk anaknya. Bukan sekedar bagus ketika didengar atau diucapkan. Akan tetapi bagus dari segala pertimbangan, dari makna, nilai sejarahnya. Di antara pertimbangan nama yang baik adalah dapat menunjukkan akan identitas, baik identitas agama ataupun jenis kelamin. Oleh karena itu banyak ulama’ yang mencela penggunaan nama-nama yang terkesan lembut bagi anak lelaki.

Ibnu Qayyim berkata, “Ada hubungan keserasian antara nama dan pemiliknya. Sangat jarang terjadi ketidak serasian antara nama dan pemiliknya. Yang demikian itu karena setiap kata adalah pertanda akan makna yang terkandung di dalamnya, dan nama adalah petunjuk akan kepribadian pemiliknya. Bila engkau merenungkan julukan seseorang, niscaya makna dari julukan tersebut ada padanya. Sehingga nama yang buruk adalah pertanda bahwa jiwa pemiliknya adalah buruk. Sebagaimana wajah yang buruk, pertanda bagi buruknya jiwa seseorang.”([2])

Oleh karena itu, bila orang yang ditimpa penyakit suka sesama jenis memiliki nama yang kurang menunjukkan akan jati dirinya, hendaknya segera merubah namanya, sehingga lebih menunjukkan akan jati dirinya sebagai seorang lelaki atau wanita.

2. Peranan pakaian dan perhiasan.

Islam melarang kaum lelaki untuk menyerupai kaum wanita, baik dalam pakaian, perhiasan, perilaku atau lainnya, dan demikian juga sebaliknya.

لَعَنَ النبي e الْمُخَنَّثِينَ من الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ من النِّسَاءِ وقال: (أَخْرِجُوهُمْ من بُيُوتِكُمْ). متفق عليه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknati lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki, dan beliau bersabda: Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” (Muttafaqun’alaih)

Berdasarkanhadits ini, kaum lelaki dilarang untuk mengenakan pakaian dan perhiasan yang merupakan ciri khas kaum wanita, dan demikian juga sebaliknya. Sebagaimana kaum lelaki juga dilarang untuk menyerupai suara, cara berjalan, dan seluruh gerak-gerik kaum wanita, demikian juga sebaliknya.([3])

Oleh karena itu diharamkan atas kaum lelaki untuk mengenakan perhiasan emas dan pakaian yang terbuat dari sutra. Ini semua karena kedua hal itu merupakan perhiasan yang dikhususkan untuk kaum wanita.

(حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي وأحل لأناثهم) رواه الترمذي والنسائي وصححه الألباني

“Diharamkan pakaian sutra dan perhiasan emas atas kaum lelaki dari umatku dan dihalalkan atas kaum wanita mereka” (HR. At Tirmizy, An Nasa’i dan dishohihkan oleh Al Albani)

Para ulama’ menjelaskan hikmah dari larangan ini, bahwa perhiasan emas dan pakaian sutra dapat mempengarui kepribadian lelaki yang mengenakannya. Bahkan Ibnul Qayyim menyatakan bahwa biasanya orang yang mengenakan perhiasan emas atau pakaian sutra memiliki perilaku yang menyerupai perilaku kaum wanita. Kedua hal ini akan terus menerus melunturkan kejantanan lelaki yang mengenakannya, hingga pada akhirnya akan menjadi sirna, dan berubah menjadi kebancian. Oleh karena itu, pendapat yang lebih benar adalah: diharamkan atas orang tua untuk mengenakan kepada anak lelakinya perhiasan emas atau pakaian sutra, agar kejantanan anak tersebut tidak terkikis.([4])

Bukan hanya sebatas dalam penampilan belaka, bahkan ketika sedang sholat pun kaum lelaki dilarang untuk menyerupai wanita.

(يا أَيُّهَا الناس ما لَكُمْ حين نَابَكُمْ شَيْءٌ في الصَّلَاةِ أَخَذْتُمْ في التَّصْفِيقِ إنما التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ من نَابَهُ شَيْءٌ في صَلاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ) متفق عليه

“Wahai sahabatku, mengapa ketika mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat kalian bertepuk tangan. Sesungguhnya tepuk tangan hanya dibolehkan bagi kaum wanita. Barang siapa (dari kaum lelaki) mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat, hendaknya ia mengucapkan : “Subhanallah”.” (Muttafaqun ‘alaih)

Syari’at untuk membedakan diri dari lawan jenis ini juga ditekankan kepada kaum wanita, sehingga mereka dilarang melakukan hal-hal yang menyerupai kaum lelaki dan dianjurkan untuk melakukan hal-hal yang selaras dengan kewanitaannya. Di antara hal yang dapat menunjukkan identitas kewanitaan seseorang ialah dengan cara merubah warna kuku jari jemarinya dengan hinna’.

عن عَائِشَةَ رضي الله عنها قالت: مَدَّتِ امْرَأَةٌ من وَرَاءِ السِّتْرِ بِيَدِهَا كِتَاباً إلى رسول اللَّهِ e، فَقَبَضَ النبي e يَدَهُ، وقال: (ما أَدْرِى أَيَدُ رَجُلٍ أو أيد امْرَأَةٍ) فقالت: بَلِ امْرَأَةٌ . فقال: (لو كُنْتِ امْرَأَةً، غَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ).

Sahabat ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan: ada seorang wanita yang dari balik tabir menyodorkan secarik surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi pun memegang tangannya, dan beliau bersabda: “Aku tidak tahu, apakah ini tangan seorang lelaki atau wanita?” Wanita itu pun berkata: Ini adalah tangan wanita. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai engkau adalah benar-benar wanita, niscaya engkau telah mewarnai kukumu dengan hinna’.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan dihasankan oleh Al Albani)

3. Peranan Makanan Haram.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perangai dan kepribadian setiap manusia terpengaruh dengan jenis makanan yang ia konsumsi. Oleh karena itu, tidak heran bila orang yang memakan daging onta disyari’atkan untuk berwudlu, guna menghilangkan pengaruh buruk daging yang ia makan.

عن جَابِرِ بن سَمُرَةَ t أَنَّ رَجُلا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ e، أَأَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الْغَنَمِ؟ قال: (إن شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فلا تَوَضَّأْ) قال: أَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الإِبِلِ؟ قال: (نعم، فَتَوَضَّأْ من لُحُومِ الإِبِلِ). رواه مسلم

“Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah kita diwajibkan berwudlu karena memakan daging kambing? Beliau menjawab: Engkau boleh berwudlu, dan juga boleh untuk tidak berwudlu”. Lelaki itu kembali bertanya: Apakah kita wajib berwudlu karena memakan daging onta? Beliau menjawab: “Ya, berwudlulah engkau karena memakan daging onta.” Riwayat Muslim.

Ibnu Taimiyyah berkata: “Orang yang berwudlu seusai memakan daging onta akan terhindar dari pengaruh sifat hasad dan berjiwa kaku yang biasa menimpa orang yang hobi memakannya, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang pedalaman. Ia akan terhindar dari perangai hasad dan berjiwa kaku yang disebutkan oleh Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhary dan Muslim:

(إن الغلظة وقسوة القلوب فى الفدادين أصحاب الإبل وإن السكينة فى أهل الغنم)

“Sesungguhnya perangai kasar dan berjiwa kaku biasanya ada pada orang-orang pedalaman , para pemelihara onta, dan lemah-lembut biasanya ada pada para pemelihara kambing.”([5])

Bila demikian adanya, maka tidak diragukan lagi bahwa makanan yang nyata-nyata haram memiliki pengaruh buruk pada diri dan kepribadian pemakannya.

Dan di antara makanan haram yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, sehingga dijangkiti penyakit suka sesama jenis ialah daging babi dan keledai.

Ibnu Sirin berkata, “Tidaklah ada binatang yang melakukan perilaku kaum Nabi Luth selain babi dan keledai.”  ([6])

Bila seseorang membiasakan dirinya dan juga keluarganya memakan daging babi atau keledai, lambat laun, berbagai perangai buruk kedua binatang ini dapat menular kepadanya.

4. Peranan pergaulan & pendidikan.

Setiap kita pasti memiliki pengalaman tersendiri tentang peranan pergaulan dalam pembentukan jati diri dan perangainya. Sedikit banyak, cara pikir dan kesukaan kita terpengaruh oleh keluarga, teman bergaul atau masyarakat sekitar. Oleh karena itu, jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar memilihkan kawan yang baik untuk anak-anak kita, sehingga terpengaruh oleh kebaikan mereka dan terhindar dari pengaruh buruknya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه كان يقول: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه، كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء، هل تحسون فيها من جدعاء) متفق عليه

“Dari sahabat Abu Hurairah rodiallahu’anhu, ia menuturkan: Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: Tidaklah ada seorang yang dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah (muslim) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau nasrani, atau majusi. Perumpamaannya bagaikan seekor binatang yang dilahirkan dalam keadaan utuh anggota badannya, nah apakah kalian mendapatkan padanya hidung yang dipotong?” (Muttafaqun ‘alaih)

Sebagaimana Islam juga mengajarkan kita agar mulai memisahkan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita.

(مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عليها وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في الْمَضَاجِعِ)

“Perintahlah anak-anakmu untuk mendirikan sholat ketika mereka telah berumur tujuk tahun, dan pukullan bila enggan mendirikan sholat ketika telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Al Albany)

Pemisahan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing mereka tentang jati dirinya. Sehingga anak laki-laki mulai menyadari bahwa dirinya berlawanan jenis dengan saudarinya, demikian juga halnya dengan anak wanita. Dan sejalan dengan perjalanan waktu yang  disertai pendidikan yang baik, masing-masing dari mereka akan menjadi manusia yang berkepribadian lurus lagi luhur.

Di antara hal yang dapat memupuk subur jati diri anak-anak kita adalah dengan membedakan jenis permainan mereka. Melalui sarana permainan yang terarah dan mendidik, kita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing anak tentang jati dirinya. Di antara permainan yang dapat memupuk subur kepribadian anak wanita adalah boneka.

(كنت أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ في بَيْتِهِ وَهُنَّ اللُّعَبُ) متفق عليه

“Dahulu aku bermain boneka anak-anak di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama’ menyatakan bahwa izin membuatkan boneka untuk anak-anak wanita yang masih kecil ini merupakan keringanan atau pengecualian dari dalil-dalil umum yang melarang kita dari membuat patung. Melalui sarana permainan ini, diharapkan anak-anak wanita kita mulai memahami jati dirinya dan juga peranan yang harus mereka lakukan, kelak ketika telah dewasa dan berkeluarga([7]) .

Dengan demikian, pergaulan, dan pendidikan memiliki peranan besar dalam pembentukan karakter dan cara pandang anak-anak kita. Sehingga kesalahan dalam pendidikan dan pergaulan dapat mengakibatkan hal-hal yang kurang terpuji di kemudian hari.

Pengobatan:

Bila melalui diagnosa di atas, kita dapat menemukan penyebab datangnya penyakit yang kita derita, maka pengobatan pertama yang harus dilakukan ialah dengan membenahi kesalahan dan bertobat dari kekhilafan.

Langkah kedua: Berdoa kepada Allah.

Saudaraku, ketahuilah bahwa perbuatan dosa dan khilaf dapat terjadi karena kita menuruti bisikan kotor, baik bisikan yang datang dari iblis atau dari jiwa yang tidak suci. Oleh karena itu, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang suci dan dijauhkan dari perilaku yang buruk :

(اللهم آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أنت خَيْرُ من زَكَّاهَا) رواه مسلم

“Ya Allah, limpahkanlah ketaqwaan kepada jiwaku dan sucikanlah. Engkau adalah sebaik-baik Dzat Yang Mensucikan jiwaku.” (HR. Muslim). Dan pada kesempatan lain, beliau berdoa:

(اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ). رواه الترمذي والحاكم والطبراني

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari akhlaq, amalan, dan hawa nafsu yang buruk.” (HR. At Tirmizy, Al Hakim, dan At Thabrani)

Mungkin ini salah satu hikmah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan kesucian batin (hati) untuk seorang pemuda yang datang kepada beliau  guna memohon izin untuk berzina:

“Sahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata: Ya Rasulullah! “Izinkanlah aku berzina.” Spontan seluruh sahabat yang hadir, menoleh dan menghardiknya, sambil berkata kepadanya: Apa-apaan ini! Mendengar ucapan sahabatnya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mendekatlah”. Pemuda itu pun mendekat kepada beliau, lalu ia duduk. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda kepadanya: “Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka…… Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya.” Sejak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). ” (HR. Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany)

Saudaraku, mohonlah kepada Allah agar jiwa anda disucikan, dan perangai anda diluruskan. Yakinlah bahwa bila anda bersungguh-sungguh dalam berdoa, terlebih-lebih ketika sedang sujud dan pada sepertiga akhir malam, pasti Allah akan mengabulkan.

(يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ ما لم يَعْجَل، يقول: دَعَوْتُ فلم يُسْتَجَبْ لي). متفق عليه

“Doa kalian pasti akan dikabulkan, selama ia tidak terburu-buru, yaitu dengan berkata: aku telah berdoa, akan tetapi tidak kunjung dikabulkan.” Muttafaqun ‘alaih

Langkah ketiga: Melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan jenis kelamin kita.

Di antara cara yang dapat kita tempuh untuk memupuk subur jati diri kita ialah dengan melakukan kegiatan yang selaras dengan diri kita. Misalnya dengan mengasuh anak kecil (keponakan, adik, atau lainnya), memasak, berdandan, menjahit, membuat karangan bunga, bagi kaum wanita. Atau mencangkul, olah raga angkat besi, bela diri, bertukang kayu, berenang, bagi kaum lelaki.

Dan hendaknya kita menjauhi segala perbuatan dan perilaku yang biasa dilakukan oleh lawan jenis.

Langkah keempat: Terapi hormon.

Salah satu metode pengobatan yang sekarang dikenal masyarakat  adalah dengan terapi hormon. Oleh karena itu, tidak ada salahnya bila orang yang menderita penyakit suka sesama jenis mencoba pengobatan dengan cara ini.

Akan tetapi sebelum ia mencoba terapi ini, seyogyanya ia terlebih dahulu berkonsultasi kepada tenaga medis yang berkompeten dalam hal ini, guna mengetahui sejauh mana kegunaannya dan juga meyakinkan bahwa pada seluruh prosesnya  tidak terdapat hal-hal yang diharamkan atau melanggar syari’at.

Langkah Kelima:  Besarkan Harapan dan kobarkan semangat.

Sebagaimana telah diisyaratkan di atas, bahwa masing-masing kita terlahir ke dunia dalam keadaan normal dan berjiwa suci, hanya karena pengaruh dunia luarlah kita mengalami perubahan.

(وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عن دِينِهِمْ) رواه مسلم

“Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi: Sesungguhnya Aku telah menciptakan seluruh hamba-Ku dalam keadaan lurus lagi suci, kemudian mereka didatangi oleh syetan dan kemudian syetanlah yang menyesatkan mereka dari agamanya.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa membesarkan harapan dan optimis bahwa segala penyakit yang kita derita dapat disembuhkan. Yakinlah bahwa penyakit yang kita derita adalah salah satu akibat dari ulah dan godaan syetan. Syetanlah yang telah menodai kesucian jiwa kita. Oleh karena itu, besarkan harapan, bulatkanlah tekad dan kobarkanlah semangat untuk merebut kembali kesucian jiwa kita dari belenggu syetan.

Saudaraku, ketahuilah, bahwa membaca Al Qur’an dengan khusyu’ dan penuh penghayatan adalah senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan perangkap syetan.

Dan di antara metode untuk menghindari perangkap syetan ialah dengan senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu, dan berusaha untuk senantiasa berada bersama-sama dengan sahabat yang baik.

(إن الشيطان مع الواحد ، و هو من الاثنين أبعد) رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

“Sesungguhnya syetan itu bersama orang yang menyendiri, sedangkan ia akan menjauh dari dua orang.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)

Semoga pemaparan singkat ini, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti kepada kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Wallahu a’alam bisshowab.

Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, MA

Sumber: https://muslim.or.id/3076-metode-terapi-penyakit-suka-sesama-jenis.html

Membenarkan LGBT Karena Alasan Takdir?

Fatwa Islamweb.net nomor 252112

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah pada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du

Allah memiliki hikmah yang sangat agung dalam tiap syariat Islam dan dalam setiap takdirNya karena itu semua berasal dari ilmu dan hikmah yang kadang kita ketahui dan kadang tidak kita ketauhi. Dan seorang muslim tidak memiliki kewajiban apa-apa selain ridha dan pasrah. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.

Jika seorang muslim telah ridha dan pasrah (pada ketetapan Allah) maka tidak masalah jika dia mencari hikmah (di balik takdir dan syariat Allah) supaya iman dan keyakinannya bertambah sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, ‘Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.’ Allah berfirman, ‘Belum percayakah engkau?’ Ibrahim berkata, ‘Aku percaya, tetapi agar hatiku mantap.’” (QS. Al-Baqarah: 260)

Kehidupan ini adalah negeri ujian, di sinilah Allah menguji para hambaNya dengan kebaikan dan keburukan. Allah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan”(QS. Al-Anbiya’: 35)

Sebagaimana Dia menciptakan kebaikan, Dia pulalah yang menciptakan keburukan. Segala sesuatu yang berada di dalam kerajaanNya tidak akan terjadi kecuali dengan izinNya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah tabaraka wa ta’ala:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan sesuai takdirnya.” (QS. Al-Qamar: 49)

Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab Shahih beliau sebuah riwayat dari Thawus bahwasanya beliau mengatakan:

Aku menjumpai sekelompok sahabat Rasulullah dan mereka mengatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi berdasarkan takdir. Aku pula mendengar Abdullah bin Amr mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Segala sesuatu itu terjadi berdasarkan takdir hingga orang yang lemah dan orang yang cerdas’.”

Hal ini tidak serta merta bermakna bahwa Allah mencintai keburukan-keburukan yang diciptakanNya, bahkan Allah benci pada keburukan. Oleh karena itu Allah melarang dan mengharamkan melakukan perbuatan keji baik lahir maupun batin. Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS. Al A’raf: 33).

Allah juga berfirman:

وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya’. Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji’. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS. Al A’raf: 28).

Allah ta’ala telah menciptakan manusia dan melengkapkannya dengan berbagai perangkat kepahaman seperti pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah berfirman:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl: 78).

Berdasarkan hal ini, manusia memiliki pilihan antara mengerjakan kebaikan atau kejahatan. Allah berfirman:

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al Insan: 3)

FirmanNya yang lain:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.” (QS. At Takwir: 28)

Umumnya, musibah-musibah ini dengan mudah menimpa seseorang manakala dia banyak berbuat keji dan mencondongkan hatinya kepada hal-hal tersebut sehingga hatinya menjadi rusak, fitrahnya menjadi merosot, dan selalu menginginkan perbuatan keji. Dengan begitu, dia telah membuka pintu kejahatan bagi dirinya sendiri. Allah berfirman:

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash Shaff: 5)

Allah juga berfirman:

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Di dalam hati mereka ada penyakit lalu Allah tambah penyakit mereka.” (QS. Al Baqarah: 10)

Jadi, orang-orang yang terjerumus dalam perilaku homoseks atau pun dalam maksiat apa saja sebenarnya sedang berada dalam musibah. Maka daripada menjadikan dirinya tawanan masa lalu dan berlarut-larut memikirkan takdir (padahal dia tidak berhak beralasan dengan takdir), lebih baik dia menatap masa depannya, melakukan berbagai upaya memperbaiki diri, memperbanyak merendahkan diri dan merasa hina di hadapan Allah agar Dia membantunya lepas dari maksiat ini. Dan Allah adalah Dzat yang Maha Mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan dan Maha Mengangkat bala. Sebagaimana Allah firmankan:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)

Tidak layak bagi dirinya untuk berputus asa atau bahkan sekedar mendengarkan omongan para penggembos semangat. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan semuanya mudah bagi Allah. Allah berfirman:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail: 5-7)

Dia juga berfirman:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut: 69)

Jika pada diri orang tersebut semata terdapat niat kecenderungan penyimpangan seksual (LGBT) maka tidak ragu lagi bahwa dia tidak sama dengan pelaku hubungan seks yang menyimpang atau korbannya. Kami tidak yakin ada seorang ulama pun yang menyamakan antara dua hal ini (orang yang semata berniat dengan yang benar-benar melakukan –pent.). Hadits-hadits mengenai hukuman sangat jelas dalam hal ini. Selain itu, amalan hati tidak diberi hukuman pidana. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

إن الله تجاوز لأمتي ما حدثت به أنفسها ما لم يتكلموا أو يعملوا به

Sesungguhnya Allah memaafkan umatku atas apa yang diniatkan oleh diri mereka selama mereka tidak mengucapkan atau melakukan apa yang mereka niatkan itu”

Akan tetapi, wajib untuk menghadang datangnya pikiran-pikiran yang kotor serta meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk karena terkadang setan itulah yang mendatangkan pikiran-pikiran kotor itu melalui bisikan-bisikannya. Akibat bisikan-bisikan setan, hati menjadi terbiasa akan pikiran-pikiran kotor sehingga orang tadi akhirnya melakukan perbuatan keji ini. Terjadilah hal yang menimbulkan penyesalan, padahal tidak ada waktu untuk menyesal.

Para ulama telah menjelaskan bahwa pidana untuk perbuatan zina dan sodomi tidak teranggap sampai adanya empat orang saksi.

Semisal syarat-syarat ini tidak harus disebutkan dalam setiap fatwa karena sudah merupakan hal yang dimaklumi bersama. Pun, hukuman pidana hanya berhak ditegakkan oleh penguasa dan tidak boleh ditegakkan atas seseorang kecuali jika telah pasti dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dia telah melakukan zina. Juga tidak wajib bagi siapa saja yang telah melakukan zina untuk mengangkat perkaranya kepada hakim agar dia diberi pidana. Namun, yang lebih utama baginya adalah bertobat dan tidak membuka aibnya.

Kita meminta kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada seluruh kaum muslimin dari segala bala. Betapa bagusnya apa yang diajarkan Rasulullah kepada kita dalam zikir pagi dan sore. Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah tidak pernah meninggalkan doa berikut ketika sore dan ketika pagi:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَ وْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ

Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fid dunyaa wal aakhiroh. Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fii diinii wa dun-yaya wa ahlii wa maalii. Allahumas-tur ‘awrootii wa aamin row’aatii. Allahummahfazh-nii mim bayni yadayya wa min kholfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii wa a’udzu bi ‘azhomatik an ughtala min tahtii.

Ya Allah, aku memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan amankanlah aku rasa takut, jagalah aku dari arah depan arah belakangku, dari arah kanan dan kiriku, dan dari atasku. Aku berlindung dengan kebesaranMu agar aku tidak dibinasakan dari arah bawahku.’”

Waki’ mengatakan, “Maksudnya (dibinasakan dari arah bawah) adalah ditenggelamkan ke bumi”.

Perlu diperhatikan bahwa dengan tidak membuka diri sebagai orang yang memiliki kecenderungan homoseks, ini akan menjaga pelakunya dari banyak kejelekan dan menghilangkan dosa yang besar dari dirinya. Sehingga terdapat kebaikan dunia dan akhirat dengan tidak mengumbar aib homoseks. Dan barangsiapa yang mengumbar aibnya sendiri, maka jangan salahkan siapa-siapa selain dirinya sendiri. Imam al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkah sebuah hadits dari Salim bin Abdullah bahwa beliau mengatakan telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang mengumbar aib dosanya. Sungguh termasuk sikap mengumbar aib semisal seseorang mengerjakan suatu perbuatan jelek di malam hari lalu di pagi harinya, dalam keadaan Allah telah menutupi perbuatan jeleknya itu, dia berkata pada temannya, ‘Wahai fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu’ Padahal Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi dia singkap tutup yang Allah telah berikan itu di pagi hari.”

Demikian karena sikap mengumbar aib sendiri merupakan tanda tidak peduli dan sikap acuh tak acuh terhadap dosa baik dengan ucapan atau perbuatan. Oleh karena itu, dosanya pun menjadi bertambah besar.

Wallahu a’lam

***

Penerjemah: Miftah Hadi Al Maidani

Sumber: https://muslim.or.id/27509-membenarkan-lgbt-karena-alasan-takdir.html

Kaum Gay, Inilah Wahyu Allah Ta’ala Tentang Anda

Bismillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Gay adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki [1. Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan].

Salah satu aktifitas utama kaum gay dalam menyalurkan hasrat seksual mereka adalah sodomi (liwath), yang secara istilah Syar’i definisinya adalah memasukkan kepala dzakar /penis kedalam dubur pria lainnya [2. fatwa.islamweb.net]. Nah, perbuatan kaum gay jenis inilah yang menjadi pembahasan utama artikel kali ini.

Perbuatan sodomi (liwath) tersebut adalah perbuatan yang diharamkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Al-Ijma’.

Allah Ta’ala telah mengharamkan perbuatan sodomi ini di dalam Al Qur’an dan As-Sunnah, oleh karena itulah, para ulama bersepakat (Al-Ijma’) atas keharaman sodomi ini, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah :

أجمع أهل العلم على تحريم اللواط ، وقد ذمه الله تعالى في كتابه ، وعاب من فعله ، وذمه رسول الله صلى الله عليه وسلم

Ulama bersepakat atas keharaman sodomi (liwath). Allah Ta’ala telah mencelanya dalam Kitab-Nya dan mencela pelakunya, demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mencelanya”[3. Al-Mughni 9/59].

Adapun dalil dari wahyu Allah, baik dalam Al Qur’an maupun As-Sunnah tentang perbuatan sodomi yang dilakukan oleh kaum gay tersebut, maka penyusun sebutkan di tengah-tengah penjelasan di bawah ini.

Inilah dalil dari Wahyu Allah tentang status pelaku sodomi yang dilakukan oleh kaum gay!

1. Perbuatan yang sangat hina dan menjijikkan!

Dalil tentang gay yang pertama adalah Firman Allah dibawah ini.

Allah Ta’alaberfirman :

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].

Dalam ayat yang agung ini, Allah Ta’ala menyebutkan bahwa perbuatan sodomi antar sesama pria, yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘alaihis salam, merupakan perbuatan fahisyah.

Sedangkan fahisyah adalah suatu perbuatan yang sangat hina dan mencakup berbagai macam kehinaan serta kerendahan.

Hal ini sebagaimana penafsiran ahli tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah, ketika beliau menjelaskan fahisyah dalam ayat ini,

الخصلة التي بلغت – في العظم والشناعة – إلى أن استغرقت أنواع الفحش

Perbuatan yang sampai pada tingkatanmencakup berbagai macam kehinaan, jika ditinjau dari sisi besarnya dosa dan kehinaannya!”. [Tafsir As-Sa’di]

Dan firman Allah Ta’ala :

{مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}

…yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].

Maksudnya : bahwa perbuatan sodomi yang telah dilakukan kaum Nabi Luth ‘alaihis salam tersebut, belumlah pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum mereka.

Hal ini disebabkan sodomi itu adalah perbuatan menyelisihi fitroh yang sangat menjijikkan, karena seorang laki-laki mensetubuhi dubur laki-laki lain, sedangkan di dalam dubur itu adalah tempat kotoran besar yang bau, kotor, jorok lagi menjijikkan! Sehingga pantaslah fitrah yang lurus pastilah menolaknya!

2. Perbuatan yang melampui batas!

Dalil tentang gay yang kedua adalah sebagai berikut.

Allah Ta’ala berfirman :

{إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ}

Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas. [Al-A’raaf: 81].

Pakar ilmu tafsir, Al-Baghawi rahimahullah, menjelaskan makna “musyrifiin (melampui batas) dalam ayat ini,

مجاوزون الحلال إلى الحرام

Melampui batasan yang halal (beralih) kepada perkara yang haram[Tafsir Al-Baghawi].

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

متجاوزون لما حده اللّه متجرئون على محارمه

Melampui batasan yang telah Allah tetapkan lagi berani melanggar larangan-Nya yang haram dikerjakan”. [Tafsir As-Sa’di].

3. Pelaku kriminal!

Allah Ta’ala berfirman :

{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا ۖ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ}

Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kriminal itu. [Al-A’raaf: 80].

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala sebut kaum Nabi Luth ‘alaihis salam yang melakukan perbuatan sodomi tersebut dengan sebutan “para pelaku kriminal”!

Dengan demikian, mereka ini sesungguhnya layak untuk disebut “penjahat seksual”, karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka ditempat yang terlarang.

4. Kaum perusak dan orang yang zhalim

Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-‘Ankabuut:

{قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ}

(30) (Nabi) Luth berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”.

{وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَىٰ قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ ۖ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ}

(31) Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim“.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

فأيس منهم نبيهم، وعلم استحقاقهم العذاب، وجزع من شدة تكذيبهم له، فدعا عليهم و { قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ } فاستجاب اللّه دعاءه.

Maka Nabi mereka (Luth) putus asa terhadap (taubatnya) mereka, sedangkan beliaupun mengetahui bahwa kaumnya memang layak mendapatkan adzab dan beliau mengeluh (kepada Rabbnya) akan sikap mereka yang mendustakan diri beliau. Lalu beliaupun “Berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”, maka Allahpun mengabulkan do’a beliau

5. Pelaku sodomi itu dilaknat

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2915) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

( لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، ثَلاثًا )

Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali ”. [Dihasankan Syaikh Syu’aib Al-Arna`uth].

Seseorang yang dilaknat oleh Allah, berarti dimurkai oleh-Nya, dan dijauhkan dari rahmat-Nya.

6. Pelaku sodomi dan pasangannya itu dihukum mati

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

( مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ )

Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya” [HR Tirmidzi dan yang lainnya, dishahihkan Syaikh Al-Albani]

7. Bertaubatlah! Janganlah Anda tenggelam dalam kemabukan cinta yang menjijikkan

Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-Hijr: 72, tentang demikian mabuknya kaum Nabi Luth ‘alaihis salam dalam kecintaan terhadap sodomi,

{لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ}

(72) (Allah berfirman): “Demi hidupmu (Nabi Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (dalam kecintaan terhadap sodomi)”.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

وهذه السكرة هي سكرة محبة الفاحشة التي لا يبالون معها بعذل ولا لوم

Kemabukan ini adalah kemabukan cinta terhadap perbuatan yang sangat hina itu, yang seiiring dengan tidak menggubris (tidak malu) terhadap cercaan dan celaan”.

Sangat pantas kaum gay di zaman Nabi Luth ‘alaihis salam tidak mempan peringatan, karena mereka sudah ‘tebal muka’ dan sirna rasa malu dari melakukan perbuatan yang menjijikkan tersebut, sehingga tidak tersisa bagi mereka kecuali datangnya siksa yang keras! Apakah siksa untuk mereka itu?

8. Allah pernah menyiksa pelaku sodomi dengan siksaan yang sangat mengerikan

Dalam QS. Al-Hijr: 73-76, Allah Ta’ala mengkabarkan tentang adzab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth ‘alaihis salam , yaitu berupa siksaan yang sangat mengerikan,

{فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ}

(73) Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.

{فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ}

(74) Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.

{إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ }

(75) Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.

Kaum gay ! Itulah akibat yang dirasakan oleh kaum yang tidak menaati Nabi mereka, telah sampai kepada mereka peringatan darinya, namun mereka enggan bertaubat dari kemaksiatan mereka tersebut.

Janganlah Anda -wahai kaum gay- mengikuti jejak kaum Nabi Luth ‘alaihis salam tersebut!

Kesimpulan

Sodomi (liwath) adalah salah satu bentuk kriminal yang paling berat dan termasuk dosa yang paling menjijikkan serta salah satu dosa besar, sehingga Allah pun menyiksa pelakunya dengan siksaan yang tidak ditimpakan kepada umat manapun!

Sodomi (liwath) merupakan penyakit yang menyimpang dari fitroh yang lurus, menunjukkan ketidakberesan akal pelakunya, lemahnya keimanannya dan dimurkai oleh Rabbul ‘alamin!

Semoga dalil tentang gay ini bisa menjadi peringatan untuk kita semua.

Nas`alullahas salamah wal ‘afiyah… Amiin.

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27432-kaum-gay-inilah-wahyu-allah-taala-tentang-anda.html

Ketua MUI: LGBT Perilaku Terlarang, Harus Diobati

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis Cholil Nafis menegaskan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) prilaku terlarang, tak bisa dibenarkan dan pelakunya harus diobati. Hal ini disampaikan menanggapi kontroversi podcast Deddy Corbuzier yang banyak menuai kecaman.

“Saya masih menganggap LGBT itu ketidaknormalan yang harus diobati bukan dibiarkan dengan dalih toleransi,” ujar Cholil melalui akun Twitter-nya @cholilnafis, segaimana dilihat oleh hidayatullah.com.

Cholil menegaskan bahwa kodrat manusia adalah berpasangan laki-laki dengan perempuan. “Meskipun itu bawaan lahir bukan itu kadratnya. Manusia itu yang normal adalah laki berpasangan dengan perempuan begitu juga sebaliknya . Janganlah kita ikut menyiarkan pasangan LGBT itu,” tegasnya.

Selain Ketua MUI, Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md juga ikut menanggapi kontroversi terkait Deddy Corbuzier yang mengundang pasangan homo ke podcast-nya. Tindakan Deddy Corbuzier tersebut dianggap mempromosikan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan mendapat banyak kecaman.

Terkait kontroversi ini, Mahfud justru mengomentari soal kebebasan berekspresi, baik ekspresi Deddy maupun ekspresi pengkritik Deddy.  “Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan LGBT di podcast miliknya. Rakyat pun berhak mengkritik Deddy seperti halnya Deddy berhak menampilkan video wawancara dengan LGBT tersebut,” kata Mahfud, Selasa (10/5/2022), dilansir Detikcom.

Mahfud mengatakan pilahan pilihan untuk ‘men-take down’ video juga sepenuhnya menjadi hak Deddy. “Akhirnya, jika tak mau terlalu ribet menjawab kritik, Deddy juga berhak untuk menghapus videonya. Belum ada masalah hukum dalam kasus ini. Ini masalah persepsi dan pandangan serta pilihan untuk sama-sama berekspresi,” kata Mahfud.

Deddy Corbuzier sebelumnya menjadi perhatian publik usai mengundang Tiktoker Ragil Mahardika dan pasangan homonya, pria Jerman bernama Frederick Vollert, di acara podcast di akun YouTube-nya. Video dengan durasi 1 jam 49 detik tersebut ia beri judul “TUTORIAL JADI G4Y DI INDO!! – Kami happy loh..”, dengan thumbnail “Pasangan G4y Viral. Konten Sensitif”.

Hal tersebut kemudian menjadi sorotan warganet dengan hashtag #UnsubscribePodcastCorbuzier yang sempat menjadi trending 1 di jejaring sosial Twitter. Tak sedikit yang beranggapan bahwa Deddy Corbuzier memberi panggung bagi para pelaku LGBT.*

HIDAYATULLAH

Sanksi Bagi Pelaku Sodomi

Perilaku sodomi jelas menyimpang dari ajaran agama, norma Indonesia pun juga menolak untuk menormalisasi orientasi seksual yang menyimpang ini. Lalu dalam Islam, bagaimana sanksi yang diterima oleh para pelaku sodomi ini?

Dalam Al-Qur’an para kaum sodomi langsung disiksa, dengan dihujani batu yang terbuat dari api neraka. Memandang mereka adalah kaum terdahulu, adapun dalam konteks umatnya Nabi Muhammad SAW, siksa semacam ini ditunda dulu. Hanya saja Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الفَاعِلَ وَالمَفْعُولَ بِهِ» وَفِي البَابِ عَنْ جَابِرٍ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ. وَإِنَّمَا يُعْرَفُ هَذَا الحَدِيثُ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ هَذَا الوَجْهِ وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ هَذَا الحَدِيثَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، فَقَالَ: «مَلْعُونٌ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ»، وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ القَتْلَ، وَذَكَرَ فِيهِ «مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى بَهِيمَةً»

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwasanya rasulullah saw bersabda “sesiapa dari kalian yang mendapati orang yang melakukan perbuatannya kaum Nabi Luth As, yakni sodomi, maka bunuhlah ia”. Dalam riwayat lain dijelaskan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “orang yang melakukan sodomi itu akan dilaknat” (HR Sunan Al-Tirmidzi No. 1456)

Dalam kitab syarah hadis dijelaskan:

فِي شَرْحِ السُّنَّةِ فِي حَدِّ اللُّوطِيِّ، فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ فِي أَظْهَرِ قَوْلَيْهِ، وَأَبُو يُوسُفَ، وَمُحَمَّدٌ إِلَى أَنَّ حَدَّ الْفَاعِلِ حَدُّ الزِّنَا أَيْ إِنْ كَانَ مُحْصَنًا يُرْجَمُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُحْصَنًا يُجْلَدُ مِائَةً وَعَلَى الْمَفْعُولِ بِهِ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ عَلَى هَذَا الْقَوْلِ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ رَجُلًا كَانَ أَوِ امْرَأَةً مُحْصَنًا أَوْ غَيْرَ مُحْصَنٍ ; لِأَنَّ التَّمْكِينَ فِي الدُّبُرِ لَا يُحْصِنُهَا فَلَا يَلْزَمُهَا حَدُّ الْمُحْصَنَاتِ، وَذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى أَنَّ اللُّوطِيَّ يُرْجَمُ مُحْصَنًا كَانَ أَوْ غَيْرَ مُحْصَنٍ وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ، وَالْقَوْلُ الْآخَرُ لِلشَّافِعِيِّ أَنَّهُ يُقْتَلُ الْفَاعِلُ وَالْمَفْعُولُ بِهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرُ الْحَدِيثِ، وَقَدْ قِيلَ فِي كَيْفِيَّةِ قَتْلِهِمَا هَدْمُ بِنَاءٍ عَلَيْهِمَا، وَقِيلَ: رَمْيُهُمَا مِنْ شَاهِقٍ كَمَا فُعِلَ بِقَوْمِ لُوطٍ وَعِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ يُعَزَّرُ وَلَا يُحَدُّ. اه وَقِيلَ: يُقْتَلُ بِالضَّرْبِ وَقِيلَ: الْحَدِيثُ مَحْمُولٌ عَلَى مُجَرَّدِ التَّهْدِيدِ مِنْ غَيْرِ قَصْدِ إِيقَاعِ الْقَتْلِ ; لِأَنَّ الضَّرْبَ الْأَلِيمَ قَدْ يُسَمَّى قَتْلًا، وَنَقَلَ كَمَالُ بَاشَا عَنْ شَرْحِ الْجَامِعِ الصَّغِيرِ أَنَّ الرَّأْيَ فِيهِ إِلَى الْإِمَامِ إِنْ شَاءَ قَتَلَهُ إِنِ اعْتَادَهُ، وَإِنْ شَاءَ ضَرَبَهُ، وَحَبَسَهُ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ) .

“dalam syarah sunnah dijelaskan mengenai sanksi sodomi, menurut Imam Al-Syafii dalam saah satu qaul adzharnya, Abu Yusuf (dari Madzhab Hanafi), dan Muhammad, bahwa pelau sodomi itu persis seperti zina, maka sanksinya juga sama. Yakni jika muhsan, dirajam, jika belum, maka dicambuk 100 kali. 

Adapun korbannya, baik perempuan maupun laki-laki, maka ia dicambuk sejumlah 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal, pelaku sodomi baik muhsan atau tidak, dijatuhi hukuman rajam. Adapun pendapatnya Imam Syafi’I yang lain itu mengatakan bahwa sanksinya adalah dibunuh, sesuai literal hadis. 

Mengenai prosedur pembunuhannya, berbeda-beda. Ada yang mengatakan jika ia disuruh masuk ke ruangan, sehingga nanti gedungnya akan dirobohkan, yang kemudian mengenainya. Ada juga yang mengatakan dengan dilempari batu, seperti yang dialami kaumnya Nabi Luth As. Ada juga yang mengatakan dibunuhnya itu dengan dipenggal. 

Hanya saja ada ulama yang mengatakan bahwasanya hadis ini hanya sebatas tahdid (menakut-nakuti) saja, dengan tanpa adanya tujuan membunuh. Kamal Basya menuqil dari Syarah Jami’ Al-Shagir, bahwa pelaku sodomi jika sudah candu, maka ia dibunuh, dipukul atau dipenjara oleh imam (raja). ” (Mulla Ali Al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarah Misykat al-Mashabih, VI/2347)

Dalam literatur tafsir (exegesis), beberapa ulama ketika membahas ayat sodomi, beliau-beliau juga menyertakan pendapat ulama’ madzhab mengenai sanksi bagi pelaku sodomi. dijelaskan:

وفي تسمية هذا الفعل بالفاحشة دليل على أنه يجري مجرى الزنا يرجم من أحصن، ويجلد من لم يحصن، وفعله عبد الله بن الزبير: أتى بسبعة منهم، فرجم أربعة أحصنوا، وجلد ثلاثة، وعنده ابن عمر وابن عباس، ولم ينكروا به، وبه قال الشافعي. وقال مالك: يرجم أحصن أو لم يحصن، وكذا المفعول به إن كان محتلما، وعنده يرجم المحصن ويؤدب، ويحبس غير المحصن؛ وهو مذهب عطية وابن المسيب والنخعي وغيرهم. وعن مالك أيضا: يعزر أحصن أو لم يحصن؛ وهو مذهب أبي حنيفة. وحرّق خالد بن الوليد رضي الله عنه رجلا يقال له الفجاء عمل ذلك العمل، وذلك برأي أبي بكر وعلي، وإن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أجمع رأيهم عليه، وفيهم علي بن أبي طالب ذكره أبو حيان.

Perilaku sodom ini tak ubahnya seperti zina, maka orang yang belum berkeluarga (ghoiru muhsan) dijatuhi hukuman cambuk. Sanksi ini dipraktekkan oleh Abdullah bin Zubair, beliau menghakimi 7 perilaku sodom. Yang 4 dirajam sebab mereka sudah berkeluarga (muhsan), dan yang 3 dicambuk. 

Kejadian ini disaksikan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, keduanya tidak mengingkari hal ini. Imam Al-Syafii mengikuti pendapat ini. Adapun menurut imam Malik, pelaku sodomi, baik muhsan atau tidak, ia disanksi rajam. Sebegitu juga korbannya, jika ia sudah ihtilam (mimpi basah).

 Menurut pendapatnya Ibnu Athiyyah, Ibnu Al-Musayyib, Al-Nakha’i dan lainnya, bahwa pelaku sodom jika muhson itu maka dijatuhi sanksi rajam dan direhabilitasi, adapun jika ia bukan muhsan, maka ia dipenjara. 

Dalam salah satu pendapatnya Imam Malik, pelaku sodomi baik muhsan atau tidak itu dihukum takzir (diasingkan dari desanya, diusir), Abu Hanifah juga berpendapat seperti ini. Adapun Khalid bin Walid itu membakar seorang sodomi yang bernama Fuja’, yang demikian atas pendapatnya Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. 

Para sahabat juga konsensus atas pendapat ini, yang demikian dituturkan oleh Abu Hayyan. (Muhammad Al-Amin bin Abdullah Al-Alawi, Tafsir hada’iq al-ruh wa al-raikhan fi Rawabi Ulum Al-Qur’an  IX/423)

Demikianlah penjelasan mengenai sanksi bagi pelaku sodomi, semoga dengan mengetahuinya, kita dijaga oleh Allah SWT dari perilaku keji ini. Wa Al-Iyadz Billah.

BINCANG SYARIAH

Balasan Berat Pelaku Seks Sejenis di Akhirat Menurut Islam

Pelaku seks sesama jenis akan mendapatkan hukuman berat di akhirat

Homoseksual atau penyuka sesama jenis termasuk perbuatan yang tercela di mata semua agama, termasuk Islam. Bahkan, para ulama mengkategorikan pelaku seks sesama jenis sebagai orang yang celaka yang pada Hari Kiamat.  

Salah satu ulama besar Nusantara asal Banten, Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitabnya yang berjudul Nashaih Al-‘Ibad juga memberikan pandangannya terhadap para pelaku homoseks berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW. Menurut Syekh Nawawi, Rasulullah SAW pernah bersabda:

سبعة لا ينظر إليهم الخالق يوم القيامة ولا يزكيهم ويدخلهم النار: الفاعل، والمفعولبه، والناكح بيده، وناكح البهيمة، وناكح المرأة من دبرها، والجامع بين المرأة وبنتها، والزاني بحليلة جاره، والمؤذي جاره حتى يلعنه

“Ada tujuh golongan yang pada Hari Kiamat kelak tidak akan dipandang Allah (dengan pandangan rahmat) dan mereka tidak akan disucikan (tidak akan dinisbatkan kebaikan kepadanya), tetapi dimasukkan ke dalam api neraka,” kata Syekh Nawawi dikutip dari buku Bekal Menjadi Kekasih Allah terbitan Mueeza, 2019.

Menurut Syekh Nawawi, golongan pertama  yang dikategorikan nabi tersebut adalah pelaku homoseks. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:   

“Jika seorang lelaki menggauli sesama lelaki, mereka berdua berzina. Begitu juga jika seorang perempuan menggauli sesama perempuan, keduanya juga berzina.” (HR Al Baihaqi)

Kemudian Syekh Nawawi menyebutkan lima golongan lainnya, yaitu pelaku onani, orang yang menyetubuhi binatang, orang yang menyetubuhi istri pada duburnya, orang yang menikahi perempuan sekaligus anak perempuannya, dan orang yang berzina dengan istri tetangganya.

Sedangkan golongan yang ketujuh adalah orang yang menyakiti tetangannya dengan ucapan maupun perbuatan, sehingga tetangganya tersebut melaknatnya, yaitu dengan mencelanya dan berdoa kepada Allah untuk menjauhkannya dari rahmat Allah SWT.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bagaimana Cara Ibadah Orang yang Mengubah Jenis Kelaminnya?

Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus –hafizhahullah

Pertanyaan :

Ada seorang anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki, ia mempunyai orang tua yang kafir. Ketika telah dewasa, ia mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan dengan operasi (transgender). Sedangkan umurnya sekarang mendekati tiga puluh tahun. Penampilannya sekarang seperti penampilan perempuan dan berinteraksi seperti halnya perempuan, hingga cara bicaranya juga demikian. Ketika ia masuk Islam, ia menginginkan jenis kelaminnya kembali menjadi yang dahulu kala seperti aslinya yakni laki-laki. Akan tetapi hal tersebut membutuhkan dana yang besar yang tidak ia mampui sekarang. Sedangkan kini ia ingin untuk pergi ke masjid untuk menunaikan shalat. Muncul kebingungan dalam dirinya apakah ia menempatkan dirinya di bagian laki-laki ataukah di bagian perempuan? Kami mohon faidah dan penjelasannya, jazaakumullahu khairan.

Jawab :

الحمد لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلام على مَنْ أرسله الله رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمَّا  بعد

Syariat mengharamkan prosedur pengubahan jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Tanpa keraguan lagi, ini bukan termasuk dalam pengobatan medis. Sesungguhnya ini termasuk mengubah ciptaan Allah yang diawali dari godaan setan kepada manusia untuk berbuat durhaka. Dan setan juga mendiktekan manusia untuk mengikuti hawa nafsunya sehingga berkeinginan untuk merubah fisiknya untuk memperindah dan mempercantik dirinya, tanpa alasan yang darurat atau kebutuhan yang mendesak. 

Allah ta’ala berfirman menukil perkataan iblis la’anahullah :

وَلَأٓمُرَنَّهُمۡ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلۡقَ ٱللَّهِ

“dan akan aku (iblis) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya” (QS. An-Nisa’ : 119). 

Konteks ayat menunjukkan celaan dan menjelaskan suatu perkara yang haram. Diantaranya perkara tersebyut adalah mengubah ciptaan Allah. Dan pelaku perbuatan ini juga mendapat laknat. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ»

“Allah melaknat perempuan yang menato dan yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu di wajahnya dan yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah” (HR. Bukhari no. 5931, Muslim no.2125).

Demikian, jika keinginan itu tumbuh pada laki-laki itu sebelum keislamannya, kemudian Allah menganugerahinya dengan nikmat islam dan istiqamah dalam beragama, maka sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:

الْإِسْلَامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ

“Islamnya seseorang telah menghapus dosa-dosa yang sebelumnya” (HR. Ahmad no. 17777, dari sahabat Amr bin Al Ash radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, no. 1280).

Yakni memutus dan menghapus semua perbuatan kekafiran, kemaksiatan, dosa, yang pernah dilakukan sebelumnya. 

Maka apabila ia sanggup untuk mengembalikan kelaminnya seperti semula tanpa mengakibatkan bahaya dan kerusakan karena luka-luka (yang sama atau lebih besar dari sebelumnya) maka itulah yang semestinya ia lakukan. Dan mengembalikan kelamin seperti semula ini tidak termasuk dalam larangan yang terdapat dalam hadits, dan hal itu juga tidak termasuk mengubah ciptaan Allah. Akan tetapi ini dilakuakn dengan syarat dapat mengembalikan organ-organ tubuhnya kelaki-lakiannya. Tidak boleh baginya menanam organ kelaki-lakian milik orang lain, berdasarkan salah satu pendapat ahli ilmu. Karena ini terkait dengan penjagaan keturunan dan memelihara dari tercampurnya pertalian nasab. Jika tidak mampu untuk mengembalikan pada bentuk aslinya maka sesungguhnya hukum syariat berlaku sesuai kapasitas dan kemampuan. Kaidah mengatakan: “tidak ada pembebanan kecuali sesuai dengan kemampuan”. Dan seseorang tidak diberi pilihan kecuali dalam opsi-opsi yang dimampui. Berdasarkan firman-Nya subhanahu wa ta’ala

لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَا

“Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah : 233). 

Dan firman-Nya, 

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghabun 16). 

Dan juga firman-Nya, 

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا

“Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Thalaq: 7).

Dan sabda Nabi ﷺ :

فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Jika aku melarang sesuatu terhadap kalian, jauhilah. Dan jika aku memerintahkan suatu perkara kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no.7288, Muslim no.1337).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Ulama sepakat bahwa ibadah-ibadah itu tidak diwajibkan kecuali pada orang yang mampu melakukannya. Dan orang mampu tetap dianggap mampu walaupun ia melanggar ibadah tersebut atau meninggalkannya. Sebagaimana orang mampu melaksanakan perintah agama seperti shalat, zakat, puasa, haji, namun ia tidak melakukannya. Maka dia tetap dianggap orang yang mampu, dengan kesepakatan salaful immah dan para imam. Dan ia berhak mendapat dosa karena meninggalkan perintah padahal ia mampu dan tidak melakukannya. Bukan karena meninggalkan yang tidak mampu ia lakukan” (Majmu’ Al Fatawa, 8/479).

Adapun soal ibadah dan muamalahnya, yang tepat, dihukumi sebagai perempuan. Dan hukum-hukum syar’i berlaku sesuai jenis kelaminnya saat ini, bukan jenis kelamin aslinya. Berdasarkan kaidah umum yang berlaku pada kasus seperti ini atau yang semisal: 

العِبْرَةَ بِالحَالِ لَا بِالمَآلِ

“yang dianggap adalah keadaan yang sekarang, bukan keadaan sebelumnya”. 

Dan juga berlaku kaidah:

مَا قَارَبَ الشَّيْءَ أَوْ أَشْرَفَ عَلَيْهِ يُعْطَى حُكْمَهُ

“Semua yang mirip dengan sesuatu atau menyamainya, maka ia sama hukumnya”

Dan tidak samar lagi bahwasanya dia sekarang menempel pada dirinya sifat-sifat perempuan dan memiliki tanda-tanda kewanitaan. Semisal adanya kelamin perempuan, kencing dari alat kelamin perempuannya tersebut, keluar haid dari tempat tersebut, memiliki payudara, dan yang lainnya. Dengan demikian dia dihukumi sesuai jenis kelaminnya yang nampak secara lahiriyah sekarang, bukan kelamin aslinya. Karena telah hilang tanda-tanda kelaki-lakian pada dirinya. Maka ia dihukumi sebagai perempuan, selama belum kembali kepada kelamin aslinya dan bentuk tubuhnya yang terdahulu.

والعلم عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا. 

***

Sumber: http://ferkous.com/home/?q=fatwa-1220

Penerjemah: Rafif Zulfarihsan

Pemuraja’ah: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id