MUI akan Bentuk Akademi Dakwah

Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menutup kegiatan Halaqah Dakwah Nasional di Jakarta pada Selasa (14/11) malam. Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis mengatakan bahwa dalam halaqah ini telah dirumuskan Program Akademi Dakwah untuk memberikan standarisasi kepada para dai di Indonesia.

“Kita memang tidak membuat rekomendasi khusus, tapi kita membuat Akademi Dakwah. Dan itu sudah disepakati untuk dilaksanakan 2018,” ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Rabu (15/11).

Ia menuturkan, Akademi Dakwah diperlukan untuk membuat para dai di Indonesia bisa mensyiarkan Islam Wasathiyah (tengah), yaitu Islam moderat yang tidak bertentangan dengan NKRI.

“Ciri khas dari Akaedemi Dakwah ini, kan kita sudah ketemu profil Islam Wasathiyah. Di antaranya adalah bagaimana kita bisa mengaplikasikan nilai-nilai budaya dalam konteks beragama,” ucapnya.

Selain itu, menurut dia, para dai lulusan akademi ini nantinya akan menjadi partner pemerintah dalam penyiaran ajaran Islam ala Indonesia, sehingga para dai harus berkomitmen terhadap NKRI. “Kita ini kan sudah membuat peta dakwah, kedua kita sudah bikin pedomannya. Nah sekarang kita mengarah kepada Akademi Dakwah,” katanya.

Ia menjelaskan, nantinya ada sekitar 40 dai yang akan distandardisasi dalam angkatan pertama Akademi Dakwah. Para dai harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan di tingkat nasional, kemudian akan disebar ke provinsi untuk mempraktekkan cara berdakwah yang sesuai dengan Islam Wasathiyah.

Setelah itu, para dai yang dianggap telah mempunyai kompetensi dan mendapatkan sertifikat akan dikirimkan ke luar negeri untuk menjadi dai yang mempunyai standar Internasional. “Tahun depan kita sudah memulai pelatihan dai Internasional. Misalnya, di Mesir nanti seminggu pelatihan, di Oman, Turki. Nanti ada studi komparasi untuk mengenal isu-isu Internasional,” jelasnya.

REPUBLIKA

MUI Kaji Ideologi Aliran Gafatar

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang mengkaji keterkaitan ideologi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan hilangnya sejumlah orang di berbagai daerah. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis mengatakan hingga kini MUI masih melakukan kajian mendalam terkait gerakan dan ideologi Gafatar.

“Masih kita kaji aliran ideologinya,” kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (10/1).

Berkaitan dengan orang hilang, Cholil mengakui memang ada beberapa organisasi dengan ideologi dan aliran tertentu yang menjurus pada penghilangan orang atau kabur dari rumah tinggalnya. “Aliran seperti ini memang sedang tumbuh subur di Indonesia,” katanya.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa hal penyebab. Pertama tingginya semangat keagamaan tapi tidak dibarengi pemahaman agama yang baik. Kedua orang dengan semangat keagamaan yang tinggi tidak terbiasa mencari guru agama yang terbaik.

“Ketiga, fenomena sosial dan kekecewaan terhadap kelompok agama dominan dan keempat minimnya wawasan dan referensi keagamaan,” kata dia.

Namun, Kiai Cholil menyebut, bagaimana pun kasus orang yang hilang dari rumahnya bisa menjadi tindak pidana yang sangat mungin diusut pihak kepolisian.

Saat ini masyarakat sedang diresahkan dengan hilang atau kaburnya beberapa orang dari kediamannya. Sebelumnya dokter asal Lampung, Rica Tri Handayani bersama anaknya dikabarkan hilang di Jogja pada 30 Desember lalu. Selain Rica, Diah Ayu Yulianingsih juga dikabarkan hilang bersama utrinya pada 11 Desember lalu.

Beberapa pihak mengkaitkan kejadian hilang atau kaburnya beberapa orang ini dengan merebaknya organisasi dengan paham aliran agama menyimpang atau jaringan terorisme. Sebagian lain menyebutkan keterlibatan organisasi Gafatar ini terkait kelompok aliran Al-qiyadah Al Islamiyah yang disebarkan Ahmad Musadeq, yang sempat mengakui diri sebagai nabi terakhir atau mesiah.

 

sumber: Republika Online