Merasakan Manisnya Iman

Menguatkan iman akan meningkatkan ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT.

Iman adalah keyakinan yang diteguhkan dalam hati, diikrarkan dalam lisan, dan dibuktikan dalam tindakan. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Iman memiliki lebih dari 70 cabang. Yang paling tinggi ialah bersyahadat. Adapun yang terendah, menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR Muslim).

Menguatkan iman akan meningkatkan ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT. Sebaliknya, melemahnya iman akan membuat orang tersebut cenderung mengabaikan perintah-Nya dan mudah terjerumus dalam maksiat.

Sering kali, intensitas keimanan tidak stabil. Adakalanya naik. Tidak jarang pula melandai. Karena itu, penting sekali untuk selalu berupaya menjaga kualitas dan kuantitas amalan. Berikut ini adalah beberapa perbuatan yang, insya Allah, membuat seseorang bisa merasakan lezatnya iman.

Cinta yang Utama

Rasulullah SAW pernah mengungkapkan, “Ada tiga perkara yang apabila ada dalam diri seseorang, niscaya ia akan merasakan manisnya iman.” Hal pertama ialah menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada yang lain. Itu selaras dengan firman Allah Ta’ala dalam Alquran surah at-Taubah ayat 24.

Artinya, “Katakanlah, ‘jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

Maka, dalam hidup ini seorang Muslim hendaknya menyadari adanya cinta yang utama. Yakni, mencintai Allah dan Nabi Muhammad SAW.

Alasan Mencinta

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hakikat cinta merupakan gerak jiwa dari sang pencinta menuju yang dicintainya. Dalam pandangan seorang sufi abad ke-10 M, ar-Rudzbari, cinta berarti menanggalkan egoisme pribadi. Katanya, “Selama belum keluar sepenuhnya dari dirimu, engkau belum masuk ke dalam batas cinta.”

Apabila cinta dihubungkan dengan keterangan dari Nabi SAW, maka diperoleh kesimpulan bahwa Allah-lah tujuan cinta yang paling luhur. Karena itu, lezatnya iman akan dirasakan orang yang mencintai hanya karena-Nya. Dalam rumusan Rasulullah SAW, “Mencintai seseorang, dan ia (seorang Muslim) tidaklah mencintai kecuali karena Allah.”photoILUSTRASI Salah satu perkara yang memungkinkan orang merasakan manisnya iman ialah benci tidak berislam. – (DOK EPA Bagus Indahono)

Alasan Membenci

Ada cinta, ada pula kebencian. Perasaan itu bisa timbul dari dalam diri seorang manusia. Islam mengajarkan bahwa rasa benci tidak otomatis salah, asalkan diarahkan secara tepat. Misalnya, benci bermaksiat.

Dalam hadis sahih riwayat Imam Bukhari di atas, Nabi SAW menjelaskan, salah satu perkara yang memungkinkan seseorang merasakan manisnya iman ialah benci tidak berislam. “Benci untuk kembali pada kekufuran, sebagaimana ia (seorang Muslim) enggan dilemparkan ke neraka.”

Dengan demikian, benci dengan alasan itulah yang sebenarnya dianjurkan. Pada akhirnya, seorang Mukmin akan betul-betul bersyukur bahwa dirinya telah meyakini kebenaran Islam.

OLEH HASANUL RIZQA

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengapa Kita Perlu Nikmat dan Manisnya Iman?

Rasulullah SAW bersabda, “Tiga perkara yang barangsiapa terdapat (ketiga-tiga perkara itu) padanya niscaya dia memperoleh kemanisan iman. Yaitu, Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selainnya, dia mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan dia membenci kekufuran (maksiat) sebagaimana dia benci dilemparkan ke dalam api neraka.” (Hadis Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim)

Ketiga kondisi itu harus senantiasa kita tanamkan dalam hati agar kenikmatan dan kemanisan iman bisa benar-benar kita rasakan.

Mengapa kita memerlukan nikmat dan manisnya iman? Dengan merasakan nikmat dan manisnya iman, kita tidak pernah lagi mengeluhkan letih, penat dan kesulitan dalam berdakwah. Dengan kemanisan Iman, kita akan senantiasa rida dan tawakal dengan semua ujian yang Allah berikan. Dengan nikmat dan manisnya iman, kita senantiasa bersiap siaga untuk Islam.

Kadang kala, kita merasakan penat dan lemah dalam berdakwah. Kadang kala kita merasakan dalam klaim kita, kita telah menyumbang cukup banyak untuk Islam, tetapi yang kita peroleh hanyalah keletihan, kesedihan dan sebagainya. Kadang pula para sahabat, ikhwan kita tampaknya tidak menghargai apa yang kita lakukan bersama. Kadang kala pula para sahabat itu seolah tak peduli akan pekerjaan dan bakti kita.

Saat itulah manis dan nikmatnya iman akan menjaga kita untuk senantiasa bersemangat berjuang di jalan Allah. Bersemangat menapaki hidup, yang memang tak lebih dari ujian dari-Nya.

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan” [Alquran: 32:17]. [iluvIslam]

INILAH MOZAIK