Tak Boleh Gantungkan Bahagia kepada Selain Allah

DUNIA ini berputar, semua bisa berubah. Sebagaimana angin bisa berubah arah, langkah kaki bisa berubah haluan. Tak ada yang tetap dalam hidup ini kecuali sesuatu yang sudah menjadi hukum alam. Perubahan adalah bagian dari hukum alam.

Sejarah hidup manusia mengajarkan kita bahwa semua yang hidup pasti mati, pada saatnya nafas akan terhenti. Sebagaimana kekasih pada waktunya akan berpisah dan pergi, sahabat terdekatpun akan menjauh dan menepi.

Dari anak-anak menjadi tua, ada banyak peristiwa yang menyadarkan bahwa hidup adalah perjalanan dari lemah menjadi kuat dan dari kuat menjadi lemah kembali. Sebagaimana sehat bisa menjadi sakit, sakitpun bisa menjadi sehat kembali. Semua bisa berubah dan berputar tanpa kita tahu kapan dan mengapa. Akhirnya, semua akan musnah dan menjadi tiada.

Pantaskan kita menggantungkan bahagia pada hal-hal yang berubah? Kalau ini yang menjadi pilihan, jangan salahkan siapa jika bahagia dalam hidup tak menjadi abadi dan selalu berganti dengan penderitaan. Gantungkanlah bahagia kita hanya kepada Dzat Yang Selalu Hidup tak pernah mati, Dzat yang tak pernah berubah dalam segala sifatnya, yakni Allah. BersamaNya adalah kebahagiaan puncak yang abadi.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

 

INILAH MOZAIK

Menata Masa Depan

SAYA tuliskan di status saya yang merupakan sari pati nasehat beberapa ulama yang memiliki kesamaan makna: “Memandang pada tanah di depan kita yang akan diinjak kaki kita jauh lebih penting dan lebih utama ketimbang melihat pada tanah bekas diinjak kaki kita.”

Kalimat indah di atas memiliki makna dalam sekali. Di antaranya adalah bahwa kita harus hati-hati dalam berbuat, pikirkan sebelum berbuat, teliti sebelum membeli. Kandungan lainnya adalah bahwa kita jangan terlalu fokus pada masa lalu. Banyak sekali orang gagal menata masa depan hanya karena selalu bicara masa lalu. Tidak bisa lakukan “move on” sehingga akhirnya hanya lari di tempat sambil menangis dan bersedih.

Ada motivator, Brian Tracy, yang berkata: “Spend 80% of your time focusing on the opportunities of tomorrow rather than the problems of yesterday.” Kalau ingin sukses, gunakan 80 persen waktu untuk fokus pada peluang atau kesempatan esok hari, ketimbang fokus pada masalah hari kemaren.

Sebagai orang beragama, ada pertanyaan penting yang perlu dijawab: “Bagaimanakah cara islami fokus pada masa depan? Apa saja yang harus dilakukan dan apa saja yang tak boleh dilakukan?” Sungguh itu pertanyaan yang jawaban pastinya ditunggu banyak orang yang ingin jalan masa depannya tak tertutup pintu masa lalu, tak terhalang hal yang penting dan tak terintangi hambatan yang perlu. Anda termasuk yang menunggu jawabannya?

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK