Ini Teknologi Terbaru Masjid Nabawi untuk Tambah Kenyamanan Jamaah

Masjid Nabawi terus berinovasi untuk menambah kenyamanan.

Madinah Region Development Authority (MDA) memperkenalkan perangkat pintar yang bekerja secara otomatis untuk menyambut jamaah dan peziarah. Alat ini akan menyebarkan aroma harum ke udara di trotoar dan jalur yang sering digunakan jamaah yang mengunjungi Masjid Nabawi.

Pihak MDA menyebut penyegar udara pintar tersebut juga ditempatkan di area tempat duduk dekat toko di sisi utara menuju masjid tersebut.

Dilansir di Riyadh Daily, Rabu (5/7/2023), sejumlah program telah disiapkan oleh insiatif Humanizing Cities dan proyek-proyek yang dilaksanakan oleh otoritas dalam rangka memberikan pelayanan bagi pengunjung Masjid Nabawi.

Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya otoritas untuk memperbaiki lansekap kota di sekitar area masjid, sekaligus mengubahnya menjadi  lingkungan yang menarik bagi peziarah dan pengunjung.

Dalam pelaksanaan proyek baru di area pusat, sejumlah bahan yang berkontribusi untuk mengurangi suhu tinggi telah digunakan. Otoritas juga menanam pohon di sepanjang jalan, menyiapkan bangku dan area tempat duduk, serta trotoar dan jalur pejalan kaki diaspal dengan marmer yang tidak menyerap panas.

Kendaraan umum yang tidak berkepentingan tidak diperbolehkan memasuki area pusat, untuk menjaga suhu tetap sejuk. Semua rute dan jalur antara hotel di kawasan dan halaman masjid dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki.

Pada saat yang sama, 245 payung dengan kipas angin yang dapat mendinginkan ruang terbuka tersebar di alun-alun utara, selatan, dan barat masjid. Semua upaya ini dilakukan untuk menyediakan lingkungan yang sehat dan aman bagi peziarah dan pengunjung. 

IHRAM

Anjuran Mengunjungi Masjid Nabawi, Haram ,dan Al-Aqsa

Umat Islam dianjurkan untuk melakukan perjalanan mengunjungi tiga tempat, di antaranya Madinah, Makkah dan Palestina. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits riwayat Muslim.

“Tidak ditekankan untuk rihlah, kecuali ketiga masjid, yakni Masjid Nabawi Masjidil Haram dan masjid al-Aqsa.”

Masjid Al Aqsa berada di kota Yerusalem Palestina yang sekarang masih berada di bawah otoritas Yahudi (Israel). Kini, keadaan masjid yang pernah menjadi kiblat Rasulullah SAW ini sangat menyedihkan.

“Penyebabnya kaum Yahudi melarang orang-orang Islam untuk merenovasi Masjid Al Aqsa,” kata KH Asep Zaenal Ausop dalam bukunya ‘Haji: Falsafah, Syariah dan Rihlah Meraih Haji Mambrur yang Cumlaude’

Bahkan, kata KH Asep orang-orang Yahudi menggali terowongan di bawah masjid ini dengan alasan mencari haikal (peninggalan) Nabi Sulaiman. Mereka berkeyakinan bahwa dahulunya masjid ini adalah Temple of Solomon.

“Saya berkeyakinan bahwa apabila umat Islam melakukan rihlah ke Palestina dan masuk ke masjid Al-Aqsa akan bangkit lah semangat jihadnya untuk kemudian berusaha membebaskan masjid ini dengan dari cengkraman Israel,” kata KH Asep.

Sayangnya, kata dia, banyak pemimpin dunia muslim yang ‘memble’ untuk membebaskan al-Aqsa dari cengkraman penjajah Israel. Sebelum atau setelah beribadah haji, jamaah haji bisa mengunjungi tempat-tempat bersejarah, walaupun tempat yang dijiarahinya tidak berhubungan langsung dengan ritual ibadah haji di Makkah.

“Jamaah haji bisa mengunjungi Gua Hiro di Jabal Nur tempat Nabi SAW menerima wahyu pertama kali. Gua Tsur adalah tempat Nabi bersembunyi dari kejaran orang jahiliyah ketika beliau bersama Abu Bakar ra hendak hijrah dari Mekah ke Madinah,” katanya.

Jamaah haji juga bisa mengunjungi masjid Hudaibiyah. Masjid ini adalah sebuah masjid yang dibangun untuk mengingatkan umat Islam tentang perjalanan Hudaybiyah antara Nabi Muhammad dan jahiliyah Quraisy.

Ketika jamaah di Madinah, jamaah haji bisa menjelajahi makam Rasulullah SAW Abu Bakar As Siddiq ra, dan Umar bin Khattab. Dan kaum muslimin pun bisa menziarahi makam Syuhada di Uhud, Masjid Kubah, Masjid Qiblatain dan masjid yang dibangun di atas bekas-bekas benteng Perang Khandaq.

“Selain itu, jamaah haji pun bisa mengunjungi sebuah tempat aneh yang bisa disebut medan magnet,” katanya.

Di daerah itu, apabila mobil dimatikan mesinnya dengan posisi gigi pada nol, berada pada jalan yang menanjak, maka mobil bisa melaju sampai kecepatan 160 km perjam.

“Subhanallah.”

IHRAM

Semula Masjid Nabawi tak Ada Menara, Lantas Siapa yang Buat?

Sebagai bagian dari simbol peradaban, menara dibangun umat Islam lantaran memiliki fungsi yang amat penting, yakni sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan. Sesuai dengan kondisi geografis dan situasi pada zamannya, selain sebagai tempat untuk adzan, beberapa menara yang dibangun juga berfungsi mercusuar atau menara pengintai.

Fungsi tambahan minaret itu biasanya terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau tepi sungai. Menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, juga befungsi sebagai sarana pertahanan, karena amat mirip sebuah markas militer. Di era modern, menara tak dijadikan tempat untuk azan, namun lebih sebagai tempat untuk meletakkan alat pengeras suara.

Lantas sejak kapan sebenarnya umat Islam melengkapi bangunan masjid dengan menara? Menurut sarjana Inggris terkemuka yang mengkaji arsitektur Islam, KAC Creswell, masjid Quba yang dibangun Rasulullah SAW di Madinah tak dilengkapi dengan menara. `’Pada saat Nabi Muhammad belum dikenal menara,” ungkap Creswell.

Pada era kepemimpinan Khulafa’ Ar Rasyiddin pun, papar Creswell, bangunan masjid belum dilengkapi dengan menara. Semasa Rasulullah SAW hidup, agar gema azan bisa terdengar sampai jauh, maka sahabat yang biasa menjadi muadzin naik ke atap rumah Nabi. Creswell memaparkan, jejak menara di dunia Islam pertama kali ditemukan di Damaskus mulai 673 M.

“Menara pertama kali berdiri di samping masjid 41 tahun setelah Nabi Muhammad SAW tutup usia,” tutur Creswell. Meski begitu, beberapa sarjana mengungkapkan, di rumah Abdullah Ibnu Umar berdiri sebuah tiang. Dari atas tiang itu adzan dikumandangkan adzan sehingga bisa terdengar sampai jauh. Konon, tiang itu masih berdiri hingga abad ke-10 Hijriyah.

Sekitar 703 M atau 91 H, Umar ibnu Abdul ِِAziz juga telah membangun empat menara di setiap sudut Masjid Nabi. Setiap menara tingginya mencapai sembilan meter. Melalui menara itu, muadzin bisa mengumandangkan panggilan shalat.

Sementara itu, Ensklopedia Britanicca menyebutkan, menara masjid tertua di dunia terdapat di Kairouan, Tunisia yang dibangun antara tahun 724 M hingga 727 M.

IHRAM

Berziarah ke Masjid Nabawi

Bagi jamaah haji Indonesia, ziarah selama berada di Madinah tidak pernah ketinggalan. Selain meresapi makna spiritual dan beribadah, jamaah haji juga bisa menambah wawasan saat berziarah. 

Aktivitas jamaah haji Indonesia selama di Madinah, antara lain berziarah ke Masjid Nabawi (yang di dalamnya terdapat makam Nabi Muhammad SAW), Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Bukit Uhud, dan sebagainya. Aktivitas lainnya adalah sholat arba’in (shalat wajib 40 waktu secara berturut-turut) di Masjid Nabawi. Masjid Nabawi adalah masjid terbesar kedua di dunia, setelah Masjidil Haram. Jutaan Muslim mengunjungi masjid ini setiap tahun untuk beribadah atau berziarah ke makam Nabi.

Masjid Nabawi adalah institusi pertama yang dibangun Nabi ketika hijrah pada 622 dari Mekkah ke Yatsrib (yang kelak dikenal sebagai Al-Madinah an-Nabi atau Kota Nabi atau Madinah). Masjid ini tak hanya menjadi pusat aktivitas ibadah umat Islam waktu itu, tapi juga menjadi pusat aktivitas politik, ekonomi, dan sosial umat. Dari masjid inilah Rasulullah SAW membangun peradaban Islam.

Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh Nabi dan para sahabatnya di atas tanah seluas 805 meter persegi dengan batu bata dan pelepah daun kurma. Di sisi timur masjid dibangun rumah Rasul. Pada 629 Nabi memperluas masjid menjadi 2.475 meter persegi. Rumah Nabi kini ‘tertutup’ oleh kubah hijau Masjid Nabawi.

Pada 638, Khalifah Umar bin Khattab menambah 1.100 meter persegi, dan pada 650 Khalifah Usman bin Affan menambah lagi 496 meter persegi. Khalifah Walid bin Abdul Malik, pada 706, menambah 2.379 meter persegi. Dan 73 tahun kemudian Khalifah Mahdi Al-Abbasi menambah 2.450 meter persegi.

photo

Masjid Nabawi, Madinah, tampak makin indah dengan sinar lampu yang menyala. Jamaah haji Indonesia yang melaksanakan shalat arbain di Masjid Nabawi makin berkurang karena mayoritas sudah kembali ke Tanah Air. – (Republika/Syahruddin El-Fikri)

Setelah itu, untuk masa tujuh abad lamanya tak ada lagi perluasan masjid sampai Sultan Qaid Bey menambah 120 meter persegi pada 1483. Tiga abad berlalu begitu saja, dan pada 1849 Sultan Abdul Majid menambah 1.293 meter persegi.

Kini, luas masjid 100 kali dari bangunan asli di masa Rasul. Dengan luas hampir 25 hektare, masjid dapat menampung 500 ribu jamaah sekaligus. Tempat parkir tersedia di bawah masjid, dapat menampung 5.000 mobil. Sebagai salah satu masjid terbesar di dunia, Masjid Nabawi memiliki sistem AC yang sangat inovatif.

Bangunan sistem ini terletak tujuh kilometer dari masjid. Dari tempat ini, air panas maupun air dingin dialirkan melalui pipa-pipa bawah tanah menuju basement masjid. Di bangunan itu ada pompa yang mampu menyuplai 17 ribu galon air panas per menit. 

Air panas ini kemudian dialirkan melalui unit-unit penanganan udara yang luar biasa, dan udara dingin disaring melalui pipa penyekat untuk didistribusikan ke dasar setiap tiang demi menciptakan udara nyaman bagi jamaah. Dari tiang-tiang inilah udara nyaman menyapa jamaah. Di seluruh masjid ada 2.017 tiang, termasuk tiang untuk payung elektronis. 

photo
etugas kebersihan sedang menyiramkan air dan membersihkan kotoran yang menempel pada payung Masjid Nabawi. Pembersihan ini rutin dilakukan agar menjaga payung senantiasa bersih dan membuat nyaman bagi jamaah yang beribadah di Masjid Nabawi. – (Republika/Syahruddin El-Fikri)

IHRAM

Kubah di Makam Rasul, Tak Ada di Masa Sahabat

PARA ahli sejarah menegaskan bahwa keberadaan kubah hijau di atas makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam baru ada di abad ke-7 Hijriyah. Yang pertama kali membangunnya adalah Sultan Qalawun. Awalnya tidak dicat, berwarna kayu, kemudian dicat putih, kemudian cat biru dan yang terakhir berwarna hijau hingga sekarang.

Dalam bukunya Fushul Min Tarikh Al-Madinah Al-Munawwarah, Prof. Ali Hafidz mengatakan, “Belum pernah ada kubah di atas rumah makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dahulu di atap masjid yang lurus dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang berdiri untuk membedakan antara ruang makam dengan bagian atap masjid lainnya. Sulton Qalawun As-Shalihi, dialah yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain.”

Lalu beliau melanjutkan, “Kubah tersebut diperbarui pada zaman An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, kemudian papan yang ada tembaganya retak. Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada masa Al-Asyraf Syaban bin Husain bin Muhammad tahun, 765 H. Akan tetapi ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman Sultan Qaytabai tahun 881 H.”

Beliau melanjutkan, “Rumah dan kubah turut terbakar pada saat terjadi kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Lalu pada zaman Sultan Qaytabai tahun 887 H, kubahnya diperbarui. Dan dibuat pondasi yang kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan meninggikan batanya. Pada tahun 1253 H Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani mengeluarkan perintah untuk mengecat kubah dengan warna hijau. Beliaulah yang pertama kali mengecat kubah dengan warna hijau. Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini. Dinamakan kubah hijau setelah dicat hijau. Dahulu dikenal dengan Kubah Putih, Fayha dan Kubah Biru.” (Fushul min Tarikh Madinah al-Munawarah, hal. 127-128)

Keberadaan kubah ini tidak pernah dikenal di zaman sahabat, tabiin maupun tabi tabiin, juga tidak pernah dikenal di zaman para imam mazhab, para pencatat hadis. Yang menarik, tidak kita jumpai usulan dari mereka untuk membuat kubah itu. Artinya mereka memahami, kubah itu memang tidak ada syariatnya dalam Islam karena itu, aneh ketika ada orang yang menjadikan keberadaan kubah ini sebagai dalil pembenar membuat cungkup di atas kuburan.

Diantaranya as-Shanani penulis kitab Subulus Salam , beliau mengikari keberadaan kubah ini sebagai dalil. Beliau mengatakan, “Jika anda mengatakan, “Itu kuburan Rasul shallallahu alaihi wa sallam dikasih kubah besar, menghabiskan banyak dana.” Jawaban saya, “Ini kebodohan yang berlebihan dengan kondisi yang sejatinya. Kubah ini, tidak dibangun oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tidak juga para sahabat, tabiin, tabi tabiin, maupun para ulama umat ini. Kubah yang dibangun di atas makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam merupakan proyek sebagian raja mesir belakangan, yaitu Qalawun as-Shalihi, yang dikenal dengan Raja al-Manshur, pada tahun 678 H.” (Thathir Itiqad, hlm. 46). Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Fenomena Wakaf Alquran dan Pesan Pengelola Nabawi ke Jemaah RI

Madinah – Banyak jemaah mewakafkan atau menyumbangkan Alquran ke Masjid Nabawi Madinah. Termasuk di antaranya jemaah Indonesia. Pengelola tak bisa menolak, tapi meminta jemaah bijak.

“Lebih baik disumbangkan di sana (negara masing-masing),” kata Direktur Humas Masjid Nabawi Abdul Wahid Al-Hetab saat menemui Tim Media Center Haji di kantornya, Selasa (26/9/2017).

Al-Hetab bicara dalam bahasa Arab. Pernyataannya diterjemahkan Usman Hatim Jogjawi, pria asal Yogyakarta yang bertugas menjadi penerjemah di Masjid Nabawi.

Al-Hetab menjelaskan dana dan fasilitas Masjid Nabawi, termasuk di antaranya Alquran, disokong Kerajaan. Jadi, menurut Al-Hetab, dipastikan kebutuhan Nabawi tercukupi. Maka itu, wakaf Alquran dari jemaah tak terlalu urgen.

“Kebutuhan kami sudah dicukupi Kerajaan,” tegas Al-Hetab.

Alquran untuk Masjid Nabawi dibuat khusus. Ada standar tersendiri, terutama terkait tanda baca. Alquran ini bisa dibeli di sekitar masjid. Biasanya jemaah membeli di tempat tersebut, kemudian disumbangkan ke Nabawi. Alquran ditaruh di dekat tiang dalam masjid dan dimanfaatkan jemaah kapan pun.

Untuk memberikan pelayanan optimal ke jemaah, pengelola Nabawi memperkerjakan 6 ribu orang. Mereka berasal dari berbagai negara muslim dan dikontrak untuk waktu tertentu. Tugas mereka di antaranya membersihkan karpet, lantai, hingga ornamen-ornamen bangunan.

Tiap hari, pekerja juga menyiapkan air zamzam. Air tersebut didatangkan langsung dari Mekah melalui jalan darat. Sebagian didinginkan, sisanya dibiarkan seperti aslinya. Selanjutnya air tersebut disajikan dalam termos atau dispenser di berbagai sudut masjid.

“Tiap hari disediakan 300 ton air zamzam,” kata Al-Hetab.

Masjid Nabawi merupakan pusat aktivitas ibadah di Madinah. Masjid yang dibangun Rasulullah pada tahun 600-an Masehi ini tak sepi. Di luar musim haji, banyak jemaah umrah berkunjung.

DETIK

Jarak Maksimal Hotel Jamaah dengan Masjid Nabawi 600 Meter

PPIH Daker Madinah sudah melakukan persiapan menyambut kedatangan jamaah haji Indonesia gelombang kedua yang akan didorong dari Makkah menuju Madinah lusa, Selasa (12/9).

Pada Selasa (12/9), sebanyak 16 kloter dijadwalkan akan tiba di Madinah yaitu: tiga kloter dari Embarkasi Surabaya (SUB 44 – 46), empat kloter Embarkasi Solo (SOC 48 – 51), empat kloter Embarkasi Jakarta – Bekasi (JKS 48 – 51), masing-masing satu kloter dari Embarkasi Batam (BTH 14), Embarkasi Palembang (PLM 09), Jakarta – Pondok Gede (JKG 30), Embarkasi Padang (PDG 14), dan Embarkasi Lombok (LOP 01).

Kepala PPIH Daker Madinah, Amin Handoyo, mengatakan sebanyak 109 hotel telah disiapkan untuk pemondokan jamaah haji gelombang dua. Kesemua hotel tersebut berada di jarak maksimal 600 meter di Ring Road King Faishal.

“Jamaah gelombang dua sebanyak 56 flight ditempatkan di bawah (jarak) 600 meter,”kata dia ditemui di Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah, Ahad (10/9) seperti dilaporkan wartawanRepublika.co.id, Nashih Nashrullah, dari Jeddah, Arab Saudi.

Dia mengatakan, terkait persiapan layanan transportasi, pihaknya memastikan kualitas bus angkutan dari Makkah ke Madinah sudah ditingkatkan (upgrade). Begitu juga angkutan dari Madinah ke Bandara Internasional Madinah.

Amin menambahkan, PPIH Daker Madinah juga telah menyiagakan layanan kesehatan. Kantor Kesehatan Haji Indonesia Madinah menyiapkan 54 bed lengkap dengan fasilitas medis lainnya. Selain itu di tiap sektor akan didukung dengan dua dokter spesialis, dua dokter umum, ambulans, dan dua perawat.

Menurut Amin, ada tujuh sektor di Madinah. Lima sektor layanan, satu sektor khusus, dan sektor hijrah. Sektor hijrah pada gelombang pertama beroperasi di Terminan Bir Ali. Sedangkan gelombang dua beroperasi di Terminal Hijrah untuk melakukan registrasi.

“Kelima sektor ini memiliki layanan kesehatan,”kata dia. Layanan tersebut bersifat penanganan pertama sehingga bila dinyatakan harus dirujuk lebih lanjut, maka akan direkomendasikan ke KKHI atau ke Rumah Sakit Arab Saudi.

Dia mengimbau jamaah untuk tetap menjaga kesehatan selama berada di Madinah. Kendati kondisi cuaca sudah tidak ekstrem, suhu berkisar antara 32 derajat celsius hingga 43 celsius, tetapi tetap harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan diri. Seandainya memang kondisi tidak mampu mengerjakan arbain hendaknya tidak dipaksakan. “Jangan sampai kejar sunah tetapi wajibnya ketinggalan,” kata dia.

 

REPUBLIKA

Masjid Nabawi Dibangun dengan Ketakwaan

Seperti kita ketahui pahala shalat di Masjid Nabawi adalah 1.000 kali lipat dibandingkan dengan shalat di masjid biasa. Jika kita lihat saat ini Masjid Nabawi sangat megah dan kokoh itu semua berawal dari perjuangan Rasulullah, para sahabat, dan Khalifah.

Rasulullah telah membangun dan membina masjid Nabawi dengan berlandaskan ketakwaan kepada Allah. Ketika Rasulullah keluar dari Quba menuju kota Madinah, banyak sekali pengikut beliau yang saling berebutan untuk menarik tali Unta Rasulullah dan menawarkan tempat untuk Rasulullah tinggal.

Dengan penuh kearifan beliau menjawab permintaan dan tawaran penduduk Madinah dan berkata “Biarkanlah unta ini jalan, karena ia diperintah Allah”.

Setelah sampai di depan rumah Abu Ayub Al-Ansari, unta tersebut berhenti dan Abu Ayub sangat senang dan mempersilahkan Rasulullah untuk tinggal di rumahnya. Setelah beberapa bulan di rumah Abu Ayyub Al-Anshari, Rasulullah mendirikan masjid di atas sebidang tanah wakaf dari As’ad bin Zurrah dan anak yatim Sahal dan Suhail, anak Amir Bin Amarah yang diasuh oleh Muadz bin Atrah.

Saat mulai pembangunan masjid, Rasulullah meletakan batu pertama, diikuti dengan batu kedua, ketiga, dan keempat dibantu oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Kemudian masjid tersebut dibangun bersama-sama dengan kaum Anshar dan kaum Muhajirin hingga selesai.

Saat itu, pagar Masjid Nabawi terbuat dari batu tanah dengan tinggi 2 meter. Tiang-tiangnya dari batang kurma, atapnya dari pelepah daun kurma, dan halaman ditutup dengan batu-batuan kecil. Saat itu, kiblat pun menghadap ke Baitul Maqdis karena pada waktu itu belum turun perintah Allah untuk menghadap ke ka’bah. Masjid Nabawi terus dibangun dan diperluas oleh para khalifah dan tabi’in.

Pada masa Umar bin Khattab tahun 17 H (638 M) bangunan direnovasi dan diperluas pada bagian Selatan, Barat, dan Utara seluas 1100 meter persegi . Di masa Khalifah Utsman bin Affan tahun 29 H (649 M) bangunan Masjid dibangun dengan batu dan beliau memperluas masjid di sisi bagian Selatan, Barat dan Utara sebesar 470 meter persegi.

Pada tahun 88 H (706 M) khalifah dari Bani Umayah Al-Walid bin Abdul Malik merenovasi bangunan dan melakukan perluasan masjid di sisi bagian Barat, Selatan, dan Timur. Hujrah Syarifah dimasukan dalam kawasan bangunan masjid dengan tetap menjaga Hujrah Umul Mukminin Aisyah yang merupakan tempat pemakaman Rasulullah dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Ummar bin Khathab.

Tahun 161 H (777 M) Khalifah Al-Mahdi Al-Abbasi memerintahkan agar masjid diperluas lagi, maka jadilah luas bangunan secara keseluruhan 8890 meter persegi  dan dibangun kembali tanpa perluasan karena terjadi kebakaran hebat pada tahun 645 H (1226 M).

Pada tahun 879 H (1474 M) dibangun kembali beberapa bagian masjid atas perintah Sultan Al-Mamluki Al-Asyraf Al-Qaytbai. Ketika itu halilintar menyambar menara utama hingga timbul kebakaran besar pada tahun 886 H (1481 M), lalu Al-Asyraf memerintahkan agar bangunan Masjid dibangun kembali dan diperluas sisi bagian timur seluas 120 meter persegi dan dibangun menara baru di babur rahmah.

Dari masa ke masa, nama-nama yang berperngaruh pada pembangunan masjid Nabawi diantaranya ; Sultan Abdul Majid al-Utsmani, Raja Abdul Aziz Ali Saud, Raja Fahd yang bergelar “Pelayan Dua Tanah Suci” pada masa inilah perluasan masjid yang signifikan  dan termegah sepanjang sejarah, secara keseluruhan Masjid Nabawi diperluas 400.327 meter persegi.

 

 

sumber: Ihram.co.id

Inilah Shalat Arbain Yang Dianjurkan Nabi

Shalat Arba’in cukup dikenal oleh masyarakat haji Indonesia, yaitu shalat berjamaah sebanyak 40 kali berturu-turu di masjid Nabawi Madinah dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram. Menurut versi haditsnya yang lemah, keutamaannnya sangat banyak. Haditsnya yaitu,

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً، لاَ يَفُوتُهُ صَلاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ

“Barang siapa shalat di masjidku empatpuluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia bebas dari kemunafikan.”

Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Al-Albany dalam Silsilah Adh-Dhaifah, no. 364, dalam kitab lainnya sedangkan dalam kitab  “Dhaif At-Targhib”, no. 755, beliau mengatakan, “Munkar”.

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz (Mufti utama Arab Saudi di masa silam) rahimahullah menjelaskan,

Adapun yang banyak beredar di tengah masyarakat bahwa orang yang berziarah (ke Madinah) dan menetap di sana selama 8 hari agar dapat melakukan shalat arbain (40 waktu). Meskipun ada sejumlah hadits yang diriwayatkan, bahwa siapa yang shalat empat puluh waktu, akan dicatat baginya kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifaq, hanya saja haditsnya dhaif menurut para ulama peneliti hadits. Tidak dapat dijadikan hujjah dan landasan. Berziarah ke Masjid Nabawi tidak ada batasannya, apakah berziarah sejam atau dua jam, sehari atau dua hari atau lebih dari itu, tidaklah mengapa.”1

Hadits arbain yang boleh dan ada dasarnya

Terdapat hadits lain mengenai shalat Arbain yang shahih, akan tetapi berbeda dengan sebelumnya. Hadits tersebut:

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ.

Barang siapa yang shalat karena Allah empat puluh hari secara berjamaah tanpa ketinggalan takbir yang pertama, dicatatkan baginya dua kebebasan; kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan. 2

Perbedaan dengan sebelumnya adalah dilakukan selama 40 hari (bukan delapan hari) dantidak mesti harus di Masjid Nabawi, bisa di masjid mana saja. Insya Allah orang yang rutin shalat berjamaah di masjid tepat waktu akan mudah mendapatkan keutamaan ini. Semoga kita dimudahkan oleh Allah melaksanakannya.

Beberapa catatan mengenai shalat arbain

Shalat Arbain juga memberikan beberapa konsekuensi karena harus berturut-turut dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram bersama imam.

  1. Terkadang kita ketiduran, kurang fit atau terlalu capek akhirnya kita agak terlambat, kemudian pasti akan terburu-buru bahkan berlari kencang untuk mengejar takbiratur ihram bersama imam. Padahal tubuh sedang tidak fit atau sedang sakit. Ini juga menyalahi sunnah agar datang ke masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, adapun yang tertinggal bisa di sempurnakan setelahnya. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallambersabda,

    إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالوَقَارِ، وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

    Jika kalian mendengar iqamat, berjalanlah untuk shalat dengan tenang dan wibawa, jangan terburu-buru, shalatlah bersama imam sedapatnya, dan sempurnakan sendiri bagian yang tertinggal.”3

  2. Ketika tertinggal takbiratul ihram shalat Arba’in atau ketiduran maka jamaah akan merasa sangat sedih sekali. Padahal mayoritas jamaah haji dan umrah umumnya pernah tertinggal takbiratur ihram, baik karena sakit, kecapekan, ketiduran atau mengurus keluarga yang sakit. Mereka sangat sedih tidak mendapatkan keutamaan shalat Arba’in. Akibatnya mereka murung, tidak semangat dan bisa jatuh sakit karena memang tujuan utama mereka di Madinah adalah shalat Arbain.
  3. Beberapa jamaah yang tidak diprogram tinggal di Madinah selama 8 hari, memaksakan diri dan terkadang bekal tidak cukup, rela ditinggal rombongan karena benar-benar ingin mengejar 40 shalat Arba’in.
  4. Terlalu fokus ibadah di Madinah dan memaksakan diri, padahal lebih diutamakan shalat dan ibadah di Masjdil Haram Makkah karena memang lebih banyak keutamaannya.
  5. Jamaah haji wanita juga terkadang kecewa, ketika sedang semangat Shalat Arbain atau sedang akan sempurna, tiba-tiba datang haid. Bisa jadi uring-uringan dan tidak semangat lagi. Bagi jamaah wanita lebih baik merenungi hadits bahwa shalat di rumah atau penginapan lebih baik bagi mereka daripada shalat di Masjid Nabawi karena seorang sahabat wanita dinasehatkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam agar shalat di rumahnya karena lebih baik dari shalat di masjid nabawi. Akan tetapi tidak masalah juga shalat di masjid nabawi dengan keutamaannya, lebih-lebih kesempatan ini sangat jarang bagi jamaah Indonesia.

Berikut haditsnya:

عَنْ أُمِّ حُمَيْدٍ امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ، أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ، قَالَ: «قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي»

Dari Ummu Humaid –istri Abu Humaid as-Sa’idi-bahwa ia telah datang kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- dan berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh saya senang shalat bersamamu.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata, “Aku sudah tahu itu, dan shalatmu di bagian dalam rumahmu  lebih baik bagimu dari shalat di kamar depan. Shalatmu di kamar depan lebih baik bagimu dari shalat di kediaman keluarga besarmu. Shalatmu di kediaman keluarga besarmu lebih baik bagimu dari shalat di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalat di masjid Nabawi.4

Demikian semoga bermanfaat.

 

@Pogung Dalangan, Yogyakarta

***

Catatan kaki

1 Fatawa Ibnu Baz, 17/406

2 HR Ar-Tirmidzi no. 241, dihukumi hasan oleh Al-Albani dalam Targhib wat Tarhib 1/98 no. 409 dan Al-‘Iraqi mengatakan: para rawinya tsiqah Shahih

3 HR. al-Bukhari no.636 dan Muslim no. 154, dan ini adalah lafazh al-Bukhari

4 HR. Ahmad no. 27090, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Inilah Makna Shalat Arbain di Masjid Nabawi

Ustaz, selama 9 hari jamaah haji Indonesia melakukan arbain di Madinah. Apa sebenarnya makna arbain itu? Apakah masuk dalam rukun atau wajib haji? Amalan apa yang harus dilakukan selama arbain?

Ridwan
Bandung, Jawa Barat

Waalaikumussalam Wr Wb

Baik gelombang pertama maupun gelombang kedua, jamaah haji Indonesia akan melewati fase 8 atau 9 hari di Madinah. Baik sebelum maupun setelah ibadah haji. Sering dimotivasi agar melaksanakan shalat arbain di Masjid Nabawi. Makna “arba’in” atau “arba’un” adalah melaksanakan shalat empat puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi.

Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan meyakini hajinya tidak afdhal bahkan tidak sah. Sebenarnya arbain itu sama sekali tidak termasuk “wajib haji” apalagi menjadi “rukun haji” karena semua kegiatan haji itu adanya di Makkah bukan di Madinah.

Kalaupun jamaah tidak sampai berziarah ke Madinah maka tidaklah ia melanggar kewajiban haji dan membayar dam. Begitu juga hal itu tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya haji.

Selama di Madinah inti ibadah adalah memperbanyak shalat di Masjid Nabawi sesuai dengan sabda Nabi “Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi SAW bersabda: ”satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram” (HR Bukhori Muslim). Hadis muttafaq ‘alaih yang tidak diragukan keshahihannya ini sebenarnya sudah cukup untuk menyemangati kita agar selalu berupaya memaksimalkan ibadah di Masjid Nabawi.

Adapun pelaksanaan arbain didasarkan pada hadis dari Anas bin Malik Ra “Barangsiapa shalat di masjidku empat puluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia  bebas dari kemunafikan” (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits ini tentu sangat mendorong untuk beribadah di Masjid Nabawi, akan tetapi Hadits ini ternyata banyak dikritisi oleh ulama. Sebagiannya menyatakan hadits ini dhoif  (lemah). Titik lemahnya adalah dimasukkannya Nubaith sebagai rawi yang memang tidak dikenal (majhul).

Syekh MuqbilAl Wadi’iy ulama hadis dari Yaman menilai bahwa hadit ini tidak shahih dari Rasulullah SAW. Syekh Nashiruddin Al Bany menilai hadits ini munkar ia menyatakan “sanad hadits ini dho’if. Ada seorang perawi yang bernama Nubaith yang tidak dikenal statusnya”. Syekh  Su’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini lemah karena status Nubaith bin Umar yang tidak diketahui.

Berbeda dengan pendapat Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawa’id yang mengatakan bahwa periwayat hadits di atas itu //tsiqoh// (terpercaya). Akan tetapi Syekh Nashiruddin Al Bany mengomentari “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari Kitab Shahih, bahkan dia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya”.

Hadis dari Anas Bin Malik Ra yang justru disepakati keshahihannya adalah hadits “arbain” lain, yaitu shalat berjamaah “empat puluh hari” yang membebaskan dari neraka dan bebas dari kemunafikan. Sabda Nabi SAW “Barangsiapa shalat empat puluh hari dengan berjamaah dan mendapati takbiratul ihramnya imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua perkara, yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan” (HR Turmudzi).

Adapun amalan yang dikerjakan oleh jamaah selama  8 atau 9 hari di Madinah yaitu memperbanyak ibadah di Masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah, menghayati kehidupan Nabi dan para shahabat dahulu, mengambil ibrah dari tempat tempat bersejarah, serta kegiatan amal-amal saleh lain seperti banyak membaca Alquran, bersedekah, shalawat dan salam kepada Nabi, menyerap ilmu dari taushiyah yang diadakan di Masjid Nabawi atau masjid lainnya.

Bagi jamaah yang akan berhaji dari Madinah, maka arbain adalah momentum untuk lebih memahami syari’ah, meluruskan aqidah, dan membina akhlakul karimah agar saat melaksanakan haji ia benar-benar tercelup “sibghah”  keteladanan Rosulullah SAW.

Sedangkan bagi yang telah melaksanakan haji, Madinah adalah tempat yang sangat mulia dan berguna bagi pemantapan perjalanan ibadah haji yang baru dilaluinya. Madinah adalah tempat untuk mewisuda kemabruran haji. Rasulullah SAW adalah “syahidan” (saksi) dan “mubasyiran” (pemberi kegembiraan) bagi jihad jamaah dalam beribadah kepada Allah SWT.

 

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

 

sumber: Republika Online