Nasihat Ustad Somad untuk Memuliakan Ibu

Ustaz Abdul Somad mengimbau umat Islam untuk selalu memuliakan ibu. Ganjaran dari Allah SWT bagi orang yang memuliakan ibunya adalah surga. Sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW. Surga berada di bawah telapak kaki ibu.

“Perempuan adalah makhluk mulia. Perempuan adalah ibu kita. Muliakan ibumu maka sorga bagimu,” kata Ustaz Somad, saat memberikan tausiah di Masjid Al Musannif, Kota Medan, Sabtu (10/3).

Dosen UIN Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru itu mengatakan sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk tunduk pada ibu. Setiap anak harus menyenangkan hati ibunya. Menahan diri tak tak pernah melawan kepada ibu.

Sebab ibu adalah orang yang telah berjuang bersimbah keringat dan darah, sampai hampir meregang nyawa untuk melahirkan anak-anaknya.

Penderitaan seorang ibu tak hanya sampai di situ, ia juga kerap terhenti beribadah ketika sedang hamil. Ibu tak bisa berpuasa ketika hamil, tak bisa puasa ketika menyusui. Ibu tak jadi solat Dhuha atau ingin membaca Alquran karena harus mendiamkan anaknya yang menangis.

Ustaz Somad menyebut umat Islam yang tak mampu untuk menunaikan ibadah haji atau umroh ke Mekkah untuk mengejar sorga tak perlu bersedih. Karena sejatinya sorga itu tak jauh, yaitu ada di telapak kaki ibu.

“Senangkan hati ibumu. Kalau ibumu suka marah, cerewet, kuncinya hanya satu, diam. Jangan melawan. Karena kalau kau lawan, murka Allah untukmu,” ujar Ustaz Somad.

 

REPUBLIKA

Memuliakan Ibu

Orang beriman mesti memuliakan kedua orang tua, khususnya ibu. Dalam hadis disebutkan, Abu Hurairah bercerita: Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya pergauli dengan sebaik-baiknya?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapakah?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu sekali lagi bertanya, “Kemudian siapakah?” Beliau menjawab lagi, “Ibumu.” Orang tadi bertanya pula, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan, andai kata sang ibu adalah orang yang berbeda agama (non-Muslim) dan keyakinan, kita tetap harus memuliakan mereka dan tidak boleh memutus hubungan dengannya.

Dalam hadis disebutkan, Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq bercerita:Ibuku datang ke tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah SAW, yaitu di saat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara beliau dan kaum musyrikin. Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah, “Ibuku datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi ibuku itu, padahal ia musyrik?” Beliau bersabda, “Ya, hubungilah ibumu” (HR Bukhari dan Muslim).

Para sahabat Nabi SAW disebutkan sangat memuliakan ibunya. Abu Hurairah, misalnya, setiap akan pergi keluar rumah dan pulang ke rumah, selalu menemui ibunya dan mendoakannya. Dalam kitabAdab Al-Mufrad karya Al-Bukhari disebutkan, Abu Hurairah menempati sebuah rumah, sedangkan ibunya menempati rumah yang lain.

Apabila Abu Hurairah ingin keluar rumah, ia berdiri terlebih dahulu di depan pintu rumah ibunya seraya berkata, “Semoga keselamatan untukmu, wahai ibuku, juga rahmat Allah serta berkah-Nya.” Ibunya menjawab, “Semoga untukmu juga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya, wahai anakku.

Abu Hurairah kemudian berkata, “Semoga Allah menyayangimu karena engkau telah mendidikku semasa aku kecil.” Ibunya pun menjawab, “Semoga Allah juga merahmatimu karena engkau telah berbakti kepadaku saat aku berusia lanjut.

Sahabat lainnya, Ibnu Mas’ud, acap kali disuruh ibunya untuk mengambilkan air minum, dan ia selalu melaksanakannya. Suatu ketika, saat membawa air minum yang diminta ibunya, ia mendapati ibunya tertidur pulas. Karena memuliakan sang ibu, Ibnu Mas’ud tidak berani membangunkannya.

Dalam kitab Birrul Walidain karya Ibnul Jauzi disebutkan, Anas bin Nadzr Al-Asyja’i bercerita, suatu malam ibu Ibnu Mas’ud meminta air minum kepadanya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata sang Ibu sudah ketiduran. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi hari.”

Sahabat lainnya lagi, Usamah bin Zaid, disebutkan tidak pernah menolak permintaan ibunya. Dalam kitab Shifah Ash-Shafwah karya Ibnul Jauzi disebutkan, Muhammad bin Sirin mengatakan, pada masa pemerintahan Usman bin Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong dan mengambil jamar-nya (bagian batang kurma yang berwarna putih yang berada di jantung pohon kurma).

Jamar tersebut lantas ia suguhkan kepada ibunya. Melihat tindakan Usamah, banyak orang bertanya-tanya, “Mengapa engkau berbuat demikian, padahal engkau mengetahui harga satu pohon kurma itu seribu dirham.” Usamah menjawab, “Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa kuberikan pasti kuberikan.

Ibu memang sosok yang harus dimuliakan. Kita lahir ke dunia melalui dirinya. Sehebat atau sesukses apa pun seseorang dalam hidupnya, pasti dilahirkan dari rahim seorang ibu. Selain itu, sebelum kita lahir, ibu mengandung kita di dalam perutnya selama lebih kurang sembilan bulan, waktu yang tidak sebentar. Saat melahirkan, ibu juga yang merasakan sakit tak terkira. Jadi, tidak ada alasan apa pun untuk mendurhakai ibu atau memutus hubungan dengannya, apa pun keadaannya. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Fajar Kurnianto

sumber:Republika Online