Menangis Karena Kaya

Ada yang menangis karena kaya, yaitu ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Cuma karena kekayaannya yang dimiliki, ia menangis. Kenapa bisa?

 

Menangis Karena Kaya

Dari Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia bercerita,

أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ – رضى الله عنه – أُتِىَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، كُفِّنَ فِى بُرْدَةٍ ، إِنْ غُطِّىَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلاَهُ ، وَإِنْ غُطِّىَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ – وَأُرَاهُ قَالَ – وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ – أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا – وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ، ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِى حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ

“Suatu saat pernah dihidangkan makanan kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Tetapi waktu itu ia sedang berpuasa. ‘Abdurrahman ketika itu berkata, “Mush’ab bin ‘Umair adalah orang yang lebih baik dariku. Ia meninggal dunia dalam keadaan mengenakan selimut yang terbuat dari bulu. Apabila kepalanya ditutup, maka terbukalah kakinya. Jika kakinya ditutup lebih baik dariku. Ketika ia terbunuh di dalam peperangan, kain yang mengafaninya hanyalah sepotong, maka tampaklah kepalanya. Begitu pula Hamzah demikian adanya, ia pun lebih baik dariku. Sedangkan kami diberi kekayaan dunia yang banyak.” Atau ia berkata, “Kami telah diberi kekayaan dunia yang sebanyak-banyaknya. Kami khawatir, jikalau kebaikan kami telas dibalas dengan kekayaan ini.” Kemudian ia terus menangis dan meninggalkan makanan itu.” (HR. Bukhari, no. 1275)

Hadits di atas disebutkan dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 454 pada judul Bab “Keutamaan Menangis Karena Takut pada Allah Ta’ala dan Rindu pada-Nya”.

 

Kisah ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan Kekayaannya

‘Abdurrahman bin ‘Auf adalah di antara sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga. Beliau juga termasuk di antara enam sahabat yang dijadikan oleh Umar untuk khilafah. ‘Abdurrahman juga adalah di antara sahabat yang mengikuti perang Badar yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ، فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

Lakukanlah apa yang kalian mau, Allah benar-benar telah mengampuni kalian.” (HR. Bukhari, no. 3007 dan Muslim, no. 2494)

‘Abdurrahman juga termasuk sahabat yang mengikuti Baiatur Ridwan yang disebutkan oleh Allah,

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18)

Beberapa peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula diikuti oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf.

‘Abdurrahman termasuk orang yang kaya yang rajin bersyukur. Kekayaannya begitu banyak sampai ia tinggalkan ketika meninggal dunia adalah 1000 unta, 3000 kambing, dan 100 kuda. Semuanya digembalangkan di Baqi’, daerah pekuburan saat ini dekat Masjid Nabawi. Beliau memiliki lahan pertanian di Al-Jurf dan ada 20 hewan yang menyiramkan air di lahan tersebut. Artinya, begitu luasnya lahan pertanian yang dimiliki oleh ‘Abdurrahman.

 

Pelajaran dari Tangisan ‘Abdurrahman bin ‘Auf

Apa yang disebutkan dalam hadits menunjukkan bahwa hendaknya kita menghiasi diri kita dengan sifat tawadhu’. ‘Abdurrahman bin ‘Auf menganggap lainnya lebih baik darinya. Ia menganggap Mush’ab bin ‘Umair dan Hamzah itu lebih baik. Itu tanda bahwa beliau adalah orang yang tawadhu’ atau rendah hati.

Keadaan dua orang sahabat tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang tidak rakus dan begitu zuhud pada dunia. Lihat saja keadaan ketika mereka meninggal dunia, kain kafan pun kurang. Tidak seperti kita-kita yang begitu rakus dan tak pernah letih mengejar dunia. Padahal kekayaan tidak dibawa mati. Yang menemani kita saat di alam kubur justru adalah amalan kita.

Lalu apa yang disedihkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf?

Ia sedih jika saja balasan untuk amalan shalihnya disegerakan di dunia dengan kekayaan yang ia peroleh saat itu. Itulah yang beliau takutkan.

Sedangkan kita saat ini, begitu sombong dengan dunia yang kita miliki dan senang untuk memamerkan. Kita malah tak mungkin menangis seperti ‘Abdurrahman bin ‘Auf karena kekayaan yang kita peroleh.

Ibnu Hajar menyatakan, “Hadits ini mengandung pelajaran tentang keutamaan hidup zuhud. Juga ada anjuran bahwa orang yang bagus agamanya hendaknya tidak berlomba-lomba dalam memperbanyak harta karena hal itu akan membuat kebaikannya berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa beliau khawatir karena kekayaan melimpah yang ia miliki, itulah yang menyebabkan Allah segerakan baginya kebaikan di dunia (sedang di akhirat tidak mendapat apa-apa, pen.).” (Fath Al-Bari, 7: 410)

Ada nasihat dari Ibnu Hubairah, “Jika Allah memberikan karunia limpahan harta pada seorang mukmin, dianjurkan baginya untuk mengingat susahnya hidup orang-orang mukmin sebelum dia.” (Al-Ifshah ‘an Ma’ani Ash-Shahah, 1: 301, dinukil dari Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 7: 180).

 

Referensi:

Kunuz Ar-Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais Al-Fariq Al-‘Ilmi: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.

Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, Jumat pagi, 1 Safar 1437 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com