Nasihati Pemimpin? Perhatikan Saran Imam Ghazali Berikut

Imam Ghazali memberikan saran agar sukses menasihati pemimpin.

Mencegah kemungkaran mempunyai sejumlah tahapan. Aktivitas ini tidak boleh dilakukan secara serampangan begitu saja. 

Imam Al-Ghazali dalam Ikhtisar Ihya Ulumiddin mengatakan, mencegah kemungkaran memiliki empat tahapan. Mulai dari menegur, menasehati dengan lembut,  melayangkan perkataan keras dan melarang secara paksa. 

Namun, dari empat tahapan itu, tahapan ketiganya tidak boleh dilakukan kepada orang yang memiliki kekuasaan atau seorang pemimpin. Alasannya agar tidak timbul fitnah dan masalah pelik kepada orang yang menasihatinya alias kita yang menasihatinya jangan difitnah melakukan makar.  

Maka dari itu sampaikan, saran atas kemungkaran penguasa dengan lemah lembut. Sebagaimana Allah  SWT pernah memerintahkan Nabi Musa mendatangi Firaun dengan cara lemah lembut bukan dengan mengasarinya.

Perintah Allah kepada Nabi Musa untuk berdakwah kepada Firaun dengan lemah lembut ini diabadikan dalam surah Taha ayat 43-44;

اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut.”

Imam Al-Ghazali menyarankan, mencegah kemungkaran kepada pemimpin atau penguasa, menegur, dan menasihatinya harus dengan lembut.

Karena memperingati mereka dengan cara keras dan kasar dan melarang paksa justru dapat menyulut api fitnah. “Dan menimbulkan masalah pelik yang lebih buruk dari kemungkaran yang mereka perbuat,” katanya. 

Memang benar, kata-kata kasar akan memiliki sedikit efek jera. Jika tidak menimbulkan sesuatu yang berbahaya maka tidak ada masalah apabila dilakukan.  

Jangan sampai kita masuk kepada golongan dari sebagian orang yang tidak mempedulikan bagaimana menasihati pemimpin.  Mereka berpijak pada sabda hadist Rasulullah. 

“Sebaik-baiknya syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib lalu orang yang datang kepada seorang pemimpin, kemudian dia memerintah dan melarangnya karena Allah lalu dibunuh olehnya atas dasar larangan atau perintahnya itu.”

أفضلُ الجهادِ كلمةُ عدلٍ عند سُلطانٍ جائرٍ Nabi SAW juga bersabda “Jihad yang paling utama adalah berkata benar di dekat penguasa lalim. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Menasihati Pemimpin

Siapa pun boleh memberikan kritik dan nasihat terhadap penguasa, terutama seorang alim yang takut terhadap Tuhannya atau orang yang mengerti agama–ulama. Orang alim atau ulama wajib memberikan nasihat dan mengingatkan penguasa agar dirinya tidak melakukan kezaliman kepada rakyatnya atau keluar dari jalan kebenaran Tuhannya.

Jika diibaratkan sebagai obor, ulama dan orang-orang alim bagaikan obor penerang umat–terkhusus bagi penguasa agar tidak lalim akan amanah yang diemban di pundaknya. Amanah, kekuasaan, dan tanggung jawab yang begitu besar yang dipikul seorang pemimpin cukup rentan disalahgunakan. Nasihat kebaikan harus disampaikan kepada penguasa dengan cara-cara yang makruf.

Nasihat yang baik adalah yang disampaikan dengan bahasa lembut, baik, sopan, tegas, dan tidak dibumbui niat ingin mempermalukan si penguasa. Jika nasihat disampaikan menggunakan bahasa kasar, pilihan diksi provokatif, dan semata-mata ingin menjatuhkan wibawa sang penguasa, itu nasihat yang kurang baik.

Di dalam buku Akhlak Ulama Salaf dalam Bergaul buah karya Syekh Abu Abdurrahman Ridha terdapat perkataan Imam an-Nawawi, Adapun menasihati pemimpin kaum Muslimin adalah membantu mereka berjalan di atas kebenaran, menaatinya, memperingati, dan mengoreksi dengan cara lemah lembut, memberitahukan letak-letak kesalahannya, tidak keluar dari perintahnya, serta mendorong manusia untuk menaati mereka.

Suatu hari Atha bin Rabah masuk menemui Khalifah Abdul Malik yang sedang duduk di atas kursi empuk sambil dikelilingi para pembesarnya. Hal itu terjadi di Makkah ketika musim haji pada masa kekhalifahannya.

Ketika melihatnya, Abdul Malik pun memberi salam, lalu berdiri menyambutnya seraya mendudukkannya di atas kursi mewah. Wahai Abu Muhammad, ada perlu apakah? tanya sang Khalifah.

Wahai Amirul Mukminin, bertakwalah kepada Allah ketika berada di tanah yang disucikan Allah dan rasul-Nya, makmurkanlah ia. Bertakwalah kepada Allah pada anak- anak kaum Anshar dan Muhajirin sebab engkau berada di majelis mereka. Bertakwalah kepada Allah di tempat amannya kaum Muslimin sebab itu adalah perisai mereka.

Kontrollah untuk melihat kaum Muslimin sebab engkau akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Bertakwalah kepada Allah terhadap siapa yang berada dihadapan pintumu, janganlah engkau menutup diri dari mereka.

Setelah selesai, Atha pun bangkit dan hendak beranjak. Namun, Atha ditahan oleh Abdul Malik seraya ia berkata, Wahai Abu Muhammad, sungguh engkau telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain, lalu apakah kebutuhanmu?Aku tidak punya kebutuhan apa pun kepada makhluk Allah, jawab Atha dengan tegas. Atha pun beranjak keluar. Engkau dan ayahmu orang yang mulia. Engkau dan ayahmu orang yang terhormat, kata Abdul Malik.

Orang-orang alim harus selalu terlibat aktif memberikan nasihat kebaikan. Memberikan kritik dan nasihat kepada pemimpin itu wajib dilakukan. Sebab, jika seorang pemimpin sudah keluar dari jalur semestinya dan tidak amanah, lalu orang-orang saleh membiarkannya, rusaklah semua sendi kehidupan kita.

Sang penguasa bisa tetap konsisten di jalan kebenaran selama orang-orang alim tidak bosan untuk selalu memberikan nasihat kebaikan kepadanya. Jika penguasa suatu negeri sudah baik, otomatis akan memberikan dampak yang baik pula kepada rakyatnya. Wallau a’lam.

OLEH FERI ANUGRAH

REPUBLIKA