Hukum Potong Kuku dan Rambut Saat Junub (2-habis)

Oleh: Hafidz Muftisany

Imam Ahmad saat ditanya hukum orang yang junub lantas berbekam, mencukur rambut, memotong kuku, dan mewarnai rambutnya, beliau menjawab, “Tidak mengapa.”

Ibnu Taimiyah menegaskan, tidak ada satu pun dalil yang memakruhkan orang yang junub memotong rambut dan kukunya. Malah, dalam beberapa riwayat, Nabi SAW menyuruh orang yang baru masuk Islam untuk memotong rambut dan berkhitan tanpa mandi.

“Buanglah darimu rambut yang tumbuh (selama kamu kafir), kemudian berkhitanlah.” (HR Imam Ahmad dan Abu Daud).

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW hanya menyuruh orang yang baru memeluk Islam untuk berkhitan dan memotong rambutnya. Tidak ada penjelasan Nabi meminta orang itu mandi sebelum atau sesudah memotong rambut dan berkhitan. Hal ini menunjukkan memo tong rambut dan berkhitan tidak terkait lang sung dengan mandi untuk kesucian.

Dalam kitab Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, az- Zuhaili menulis, “Tidak makruh dalam pandangan mazhab Hambali bagi seseorang yang junub atau dalam keadaan haid atau nifas menggunting rambutnya, kukunya sebelum mandi.”

Dalam Fikih Ala al-Mazahib al-Arba’ah disebutkan, secara umum, bagi wanita yang dalam ke adaan junub yang dilarang untuk dikerjakan adalah amalan yang membutuhkan wudhu sebagai prasyarat. Seperti, shalat wajib dan shalat sunah. Saat memotong kuku dan rambut, ia tidak diharuskan berwudhu terlebih dahulu. Sehingga, diperbolehkan melakukannya bagi orang yang junub.

Pengertian jika seorang junub maka seluruh tubuhnya adalah najis juga dikritisi para ulama. Tidak ada anjuran untuk segera mandi jinabah bagi mereka yang junub. Yang ada adalah anjuran untuk mandi jinabah jika hendak mengerjakan shalat atau membaca Alquran.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah bah wa sanya Nabi SAW pernah berdiri untuk memimpin shalat jamaah. Tiba-tiba, beliau SAW teringat bahwa beliau junub dan belum mandi. Kemudian, segera pergi mandi dan melaksanakan shalat. (HR Enam Perawi Hadis Utama kecuali Imam Tirmidzi).

 

sumber: Republika Online

Bersiaplah untuk Armina

Makkah (Pinmas) —- Jamaah haji asal Indonesia yang sudah berada di Makkah, Arab Saudi, harus mulai bersiap untuk rangkaian ibadah haji d Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armina) dua pekan mendatang. Jamaah diimbau menjaga kesehatan dengan tidak memaksakan diri ke Masjidil Haram atau melakukan umrah berkali-kali.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan dr Fidiansjah mengingatkan jamaah untuk menjaga kesehatan dengan memilih ibadah-ibadah yang termasuk rukun dan wajib haji. “Jangan terforsir dengan ibadah-ibadah sunnah yang akan meletihkan jamaah itu sendiri,” katanya, di Pemondokan Nomor 201, Sektor 2, Mahbas Jin, Makkah, Selasa (08/09).

Rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan dalam berhaji. Rukun haji tersebut, yaitu, ihram, wukuf di Arafah, tawaf ifadah, sa’i, mencukur rambut, dan tertib. Rukun haji harus dilakukan secara berurutan dan menyeluruh. Jika salah satu ditinggalkan maka hajinya tidak sah.

Sedangkan wajib haji, yaitu memulai ihram dari miqat, yaitu batas waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Lalu, melontar jumrah, mabit atau menginap di Mudzdalifah, dan mabit di Mina, dan tawaf wada’ atau tawaf perpisahan. Jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda).

Kepala Seksi Bimbingan Ibadah dan Pengawasan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Tawwabuddin mengatakan, jamaah dapat mempersiapkan diri menjelang Arafah dengan berbagai cara. Pertama, jamaah jangan memaksakan diri melakukan umrah berkali-kali karena dapat membuat tubuh letih. Kedua, jamaah dapat melaksanakan shalat di mushala yang ada di hotel. “Karena fisik kita harus dipersiapkan untuk Arafah,” ujar dia.

Pelaksana Bimbingan Ibadah Daker Makkah Profesor Aswadi mengatakan, jamaah perlu mengingat bahwa mereka berada di Makkah yang merupakan tanah haram. Selama di tanah suci, menunaikan shalat di mushala hotel tidak mengurangi kemuliaan atau fadilah beribadah. “Walaupun di tempat masjid dan hotel dan sebagainya ini masih bersinergi dengan masjidil haram. Karena, ini di tanah haram,” ujar dia.

Tanah Suci memang memberikan kesempatan bagi jamaah untuk memaksimalkan perilaku dan nilai ibadah. Namun, Aswadi mengatakan, upaya mengoptimalkan ibadah harus dibarengi dengan usaha menjaga kesehatan. Dia pun mengingatkan jamaah memiliki kewajiban memelihara jiwa sekaligus menyehatkan akal dan fisik sehingga ruh ibadah bisa tercapai.

Dia juga mengajak jamaah untuk memanfaatkan waktu di tanah suci untuk membesarkan kuasa Allah Swt lewat dzikir, tasbih, dan takbir. “Di mana pun, kapan pun, kita hanya melihat kebesaran dan keagungan Allah Swt,” ujar Guru Besar Ilmu Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel, Surabaya, ini. (ratna/mch/mkd)

 

sumber: Portal Kemenag