Ketika Orang Beriman Akan Meninggal Dunia

SESUNGGUHNYA bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan Akhirat, ia didatangi oleh segerombol Malaikat dari Langit.

Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari Surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut alaihissalam menghampirinya dan duduk di dekat kepalanya.

Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata, “Wahai jiwa yang baik, bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah.”

Segera ruh orang Mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para Malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkannya sekejap pun berada di tangan Malaikat Maut.

Para Malaikat segera mengambil ruh orang Mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari Surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang belum pernah ada di dunia.

Selanjutnya para Malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke Langit. Tidaklah para Malaikat itu melintasi segerombolan Malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya, “Ruh siapakah ini, begitu harum?”

Malaikat pembawa ruh itupun menjawab, “Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di Dunia ia pernah dipanggil dengannya).” (HR. Imam Ahmad, dan Ibnu Majah) []

INILAH MOZAIK

Hukum Menunda Pemakaman Jenazah

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Bagaimanakah hukum menunda pengurusan jenazah, (menunda) memandikan, memberi kain kafan, dan menshalatinya, atau menunda memakamkannya sampai kerabat si mayit tersebut datang? Apakah kaidah dalam masalah ini?

Jawaban:

Menunda pengurusan jenazah itu perbuatan yang menyelisihi sunnah. Bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا وَإِنْ يَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ

“Segeralah mengurus jenazah. Karena jika jenazah itu adalah orang shalih, berarti kalian telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika jenazah tersebut selain orang shalih, berarti kalian telah meletakkan kejelekan di pundak kalian.” (HR. Bukhari no. 1315 dan Muslim no. 944)

Sehingga tidak selayaknya ditunda-tunda, kecuali jangka waktu yang sebentar saja. Sebagaimana jika ditunggu satu atau dua jam, atau sejenis itu. Adapun menundanya sampai jangka waktu yang lama, maka ini perbuatan yang dzalim terhadap si mayit. Karena jika jenazah tersebut adalah jenazah orang shalih, ketika para pengantar jenazah membawanya, dia akan berkata,

قَدِّمُونِي قَدِّمُونِي

“Segeralah kalian, segeralah kalian (membawa aku).” (HR. Bukhari no. 1380) [1]

Maka jenazah (orang shalih) meminta untuk disegerakan, karena dia telah dijanjikan mendapatkan kebaikan dan pahala yang besar. Wallahu a’lam.

[Selesai]

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55113-hukum-menunda-pemakaman-jenazah.html

Fikih Jenazah (3) : Hal-Hal Yang Disyari’atkan Terhadap Orang Yang Baru Meninggal Dunia

Tatkala seseorang telah benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang hadir di sisinya, yaitu:

1. Memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika mendatangi Abu Salamah yang telah menghembuskan nafas terakhirnya sedangkan kedua matanya terbelalak maka Beliau shalallahu ‘alaihi wa salam memejamkan kedua mata Abu Salamah dan berkata:

إن الروح إذا قبض تبعه البصر

‘’Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka pandangan matanya mengikutinya1.

Imam ash Shan’aniy berkata: “Di dalam perbuatan Nabi ini (memejamkan Abu Salamah) terdapat dalil atas disunnahkannya perbuatan ini dan seluruh ulama’ kaum muslimin telah sepakat atas hal ini”2 .

Imam asy Syaukaniy berkata: “Di dalamnya terdapat penjelasan disyari’atkan memejam kan mata orang yang telah meninggal dunia.Imam an Nawawiy mengatakan: Ulama’ kaum muslimin telah sepakat atas hal tersebut.Mereka mengatakan bahwa hikmaknya adalah agar tidak jelek pemandangan wajahnya” 3.

Ketika memejamkan mata jenazah tidak ada dzikir atau doa tertentu yang berdasarkan dalil yang shahih. Adapun yang diriwayatkan oleh imam Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf dan imam Al-Baihaqiy dalam Sunan Al-Kubra tentang dzikir ketika memejamkan mata jenazah dari Bakr bin Abdillah rahimahullah bahwasanya beliau berkata:

“Jika engkau memejamkan mata jenazah maka katakanlah:

بسم الله و على ملة رسول الله

Dengan menyebut nama Allah dan di atas agama Rasulullah

Adalah semata-mata pendapat beliau tanpa didasari oleh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi tidak ada dzikir atau bacaan doa yang shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dalam masalah ini 4.

2. Mendo’akan kebaikan

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah memejamkan mata Abu Salamah berdo’a:

اللهم اغفر لأبي سلمة وارفع درجته في المهديين واخلفه في عقبه في الغابرين واغفر لنا وله يا رب العالمين وافسح له في قبره ونور له فيه

Ya Allah ampunilah Abu Salamah,angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang mendapatkan petunujuk dan gantilah dalam anak keturunannya yang ada setelahnya dan ampunilah kami dan dia wahai Tuhan semesta alam dan luaskanlah kuburnya5.

3. Mengikat dagunya

Dalil masalah ini adalah dalil nzhar (akal) yang shahih, yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah, yaitu agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain.

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Setahu saya tidak ada dalil atsar dalam masalah ini namun yang ada hanya dalil akal yaitu: agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain”6.

Adapun tata caranya adalah mengikatnya dengan kain yang lebar dan panjang lagi mencakup seluruh dagunya dan diikatkan dengan bagian atas kepalanya agar mulutnya tidak terbuka.

4. Melemaskan persendian

Dalil masalah ini adalah nazhar (akal) yang shahih, yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah dan orang yang mengurusnya.

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Setahu saya tidak ada dalil atsar dalam masalah ini namun yang ada hanya dalil akal yaitu: di dalamnya terdapat kemaslahatan. Dan hendaknya dilakukan dengan lemah lembut”7 .

Proses pelemasan ini dilakukan ketika jenazah baru meninggal dunia ketika tubuhnya masih dalam keadaan hangat adapun jika sudah lama atau tubuhnya sudah dingin maka tidak perlu dilemaskan karena tubuhnya sudah kaku.Apabila kita lemaskan dalam kondisi jenazah sudah kaku maka akan menyakiti jenazah dan hal ini tidak diperbolehkan karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam keadaan hidup” 8.

Berkata penulis kitab Aunul Ma’bud ketika mengomentari hadits ini: “Berkata Ath Thibiy: Di dalamnya terdapat isyarat bahwasanya orang yang meninggal dunia tidak boleh dihinakan sebagaimana ketika masih hidup.Berkata Ibnu Malik: Dan bahwasanya orang yang meninggal dunia merasa tersakiti .Berkata Ibnu Hajar: Kelazimannya menunjukkan bahwa ia merasakan kelezatan sebagaimana orang yang masih hidup.Dan Ibnu Abi Syaibah telah mengeluarkan atsar dari Ibnu Mas’ud ia berkata:

أَذَى الْمُؤْمِن فِي مَوْته كَأَذَاهُ فِي حَيَاته

Menyakiti seorang mukmin ketika telah meninggal dunia seperti menyakitinya ketika di masa hidupnya9 .

Adapun caranya adalah sebagai berikut:

  • Dilipat lengannya ke pangkal lengannya kemudian dijulurkan lagi
  • Dilipat betisnya ke pahanya dan pahanya ke perutnya kemudian dikembalikan lagi
  • Jari-jemarinya dilemaskan juga dengan ditekuk dengan lembut10 .

5. Melepas pakaian yang melekat di badannya

Seluruh pakaian yang melekat pada jasad jenazah hendaknya dilepas sehingga tidak ada satu helai kainpun yang melekat pada jasadnya kemudian diganti dengan kain yang menutupi selurut jasadnya.

Dalil amalan ini adalah :

A. Para sahabat mengatakan ketika akan memandikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:

لَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ثِيَابه كَمَا تجرد مَوْتَانَا

Kami tidak tahu, apakah kami melepas pakaian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sebagaimana kami melepas pakaian orang yang meninggal dunia di antara kami ataukah tidak “11.

Hadits ini menunujukkan bahwa adat dan kebiasaan yang berlaku di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika akan memandikan jenazah melepas pakaian yang melekat pada jasadnya

B. Agar badannya tidak cepat rusak karena pakaian yang melekat padanya akan memanaskan tubuhnya.

Jenazah apabila terkena hawa panas maka akan cepat rusak. Kadang-kadang keluar kotoran yang akan mengotorinya sehingga akan tampak menjijikkan dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

6. Menutup seluruh jasad jenazah dengan kain

Setelah seluruh pakaian yang melekat pada badannya ketika meninggal dunia dilepas lalu ditutupi dengan kain yang menutupi seluruh jasadnya. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma berkata:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم حين توفي سجي ببرد حبرة

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika meninggal dunia jasad beliau ditutup dengan pakaian bergaris ala Yaman”12.

Para ulama’ menjelaskan bahwa hikmah dari ditutupnya seluruh jasad jenazah adalah agar tidak tersingkap tubuh dan auratnya yang telah berubah setelah meninggal dunia.

Namun orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء وسدر، وكفنوه في ثوبين -وفي رواية: في ثوبيه- ولا تحنطوه -وفي رواية: ولا تطيبوه- ، ولا تخمروا رأسه ولا وجهه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيا

Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arafah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu hewan tunggangannya menginjak lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah dengan air yang dicampur daun bidara lalu kafanilah dengan dua potong kain – dan dalam riwayat yang lain: “ dua potong kainnya “- dan jangan diberi wewangian. Jangan ditutupi kepala dan wajahnya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiyamat nanti dalam keadaan bertalbiyah.”13

7. Menyegerakan pemakaman

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ, فَإِنْ تَكُنْ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُوْنَهَا عَلَيْهِ, وَإِنْ تكُنْ غَيْرَذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكمْ

Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah menyajikan kebaikan kepadanya. Dan jika ia bukan termasuk orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah melepaskan kejelekan dari pundak-pundak kalian.” 14

Berkata pengarang kitab Tharhu at Tastrib syarh at Taqrib: “Perintah menyegerakan di sini menurut jumhur ulama’ salaf dan mutaakhirin adalah sunnah. Ibnu Qudamah mengatakan: Tidak ada perselisihan di antara imam-imam ahli ilmu dalam masalah kesunnahannya” 15

Syaikh Utsaimin mengatakan: “Berdasarkan penjelasan ini maka kita mengetahui kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang mereka mengakhirkan pemakaman jenazah sehingga datang kerabatnya… Mereka menunggu selama satu atau sehari semalam agar kerabatnya datang. Pada hakekatnya apa yang mereka lakukan ini adalah merupakan tindakan kejahatan terhadap jenazah karena jenazah apabila termasuk orang yang baik ia menginginkan untuk segera dikuburkan karena ia mendapatkan berita gembira tentang surga ketika meninggal dunia. Dan apabila dikeluarkan dari rumahnya maka jiwanya akan mengatakan:

قدموني

Percepatlah untukku

Yakni mendorong para pengusungnya agar mempercepat sampainya ke kuburnya”16 .

8. Segera melunasi hutang-hutangnya

Yakni hutang yang berkaitan dengan hak Allah seperti: zakat, kafarah, nazar dan lain-lainnya ataupun hutang yang berkaitan dengan hak anak turun bani Adam semisal hutang dari proses pinjam meminjam, jual beli, upah pekerja dan lain-lainnya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ

Jiwa seorang mukmin bergantung dengan utangnya sehingga ditunaikan “17

Imam asy Syaukaniy berkata: “Di dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk menunaikan hutang orang yang meninggal dunia dan pemberitaan bahwa jiwanya bergantung dengan hutangnya sehingga ditunaikan.Dan ini terbatasi dengan orang yang memiliki harta yang dapat dipergunakan untuk menunaikan hutangnya.Adapun orang yang tidak memiliki harta untuk menunaikan hutangnya maka sungguh telah datang hadits-hadits yang menunjukkan bahwasanya Allah akan menunaikan hutangnya bahkan ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa apabila seseorang memiliki kecintaan untuk membayar hutangnya ketika meninggal dunia maka Allah akan menanggung penunaian hutangnya walaupun ia memiliki ahli waris yang tidak mau menunaikan hutangnya” 18

Orang yang tidak mau menunaikan hutangnya akan disiksa di kuburnya sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang shahih dari jalur sahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata:

توفي رجل فغسلناه وحنطناه ، ثم أتينا رسول الله [ صلى الله عليه وسلم ] ليصلي عليه ، فخطا خطى . ثم قال : ‘ هل عليه دين ؟ ‘ قلنا : نعم ( ديناران ) قال : ‘ صلوا على صاحبكم ‘ فقال أبو قتادة : يا رسول الله ! ديناران علي . فقال رسول الله [ صلى الله عليه وسلم ] : ‘ هما عليك حق الغريم وبرىء الميت ‘ قال : نعم فصلى عليه ثم لقيه من الغد فقال : ‘ ما فعل الديناران ؟ ‘ قال : فقال : يا رسول الله ! إنما مات أمس . ثم لقيه من الغد ، فقال : ‘ ما فعل الديناران ؟ ‘ فقال : يا رسول الله ! قد قضيتهما . فقال : ‘ الآن بردت عليه جلده ‘

Seseorang telah meninggal, lalu kami segera memandikan, mengkafani, dan memberinya wewangian, kemudian kami mendatangi Rasulullah agar menshalatinya . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melangkah mendekatinya lalu bersabda, ‘Barangkali Sahabat kalian ini masih mempunyai hutang?’ Orang-orang yang hadir menjawab, ‘Ya ada, sebanyak dua dinar.’Maka Beliau bersabda: “shalatilah saudara kalian. Abu Qatadah berkata, ‘Ya Rasululla shalallahu ‘alaihi wa salam , hutangnya menjadi tanggunganku.’Maka beliau bersabda, ‘Dua dinar hutangnya menjadi tanggunganmu dan murni dibayar dari hartamu, sedangkan mayit ini terbebas dari hutang itu?’Abu Qatadah berkata, ‘Ya, benar.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian menshalatinya.Pada esok harinya ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bertemu dengan abu Qatadah bertanya : “ apa yang dilakukan oleh dua dinar ? Abu Qatadah mengatakan: Ya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dia baru meninggal kemarin.Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pada esok harinya kembali bertemu dengannya dan mengatakan , apa yang diperbuat oleh dua dinar ?’ Akhirnya ia menjawab, ‘Aku telah melunasinya, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.’ Kemudian Beliau shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Sekarang barulah kulitnya merasa dingin19.

9. Segera menunaikan wasiatnya

Syaikh al Utsaimin dalam Asy Syarh Al Mumti’ mengatakan, para ahli ilmu berkata: “seyogyanya wasiat ditunaikan sebelum jenazah dikuburkan….”.

Lalu beliau mengatakan: “Wasiat dengan sesuatu yang wajib hukumnya wajib segera ditunaikan dan sesuatu yang sunnah hukumnya sunnah tetapi mempercepat penunaiannya sebelum dishalati dan dikubur adalah sesuatu yang dituntut baik yang wajib maupun yang sunnah “20

***
Catatan kaki

[1] H.R. Muslim: 920, Sunan Abi Dawud: 3102

[2] Subulus Salam:1/467 Cet:Dar Ibnu Jauziy

[3] Nailul Authar:4/29 Cet:Dar al Wafa’

[4] Lihat Jami’ul adillah:84.

[5] H.R.Muslim dan Al Baihaqiy.

[6] Syarh Mumti’:5/253, Cet: Dar Ibnu Jauziy

[7] Syarh Mumti’:5/253, , Cet: Dar Ibnu Jauziy

[8] H.R.Ibnu Majah:1616

[9] Lihat Aunul Ma’bud syarh sunan Abu Dawud:7/195, Syamsyul Abadiy, Cet: Dar al Hadits

[10] Lihat Syarh Mumti’:5/254, , Cet: Dar Ibnu Jauziy

[11] H.R.Ahmad:6/267 dan Abu Dawud:3141

[12] HR. Bukhari : 1241dan Muslim:942

[13] H.R.Bukhari :1265 dan Muslim:1206

[14] H.R.Bukhari:1315

[15] Tharhu at Tastrib syarh at Taqrib :3/289 At Tabriziy, maktabah syamilah

[16] Syarh Mumti’:5/259, , Cet: Dar Ibnu Jauziy

[17] Dishahihkan oleh syaikh al Baniy dalam Misykatul Mashabih:2915, maktabah syamilah

[18] Nailul Authar:4/30, cet:Dar al Wafa’

[19] Dishahihkan oleh syaikh AlBaniy dalam Ahkamul Janaiz:16, maktabah syamilah

[20] Syarh Mumti’:5/261, , Cet: Dar Ibnu Jauziy

Penulis: Ust. Zaenuddin Abu Qushaiy

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/25051-fikih-jenazah-3-hal-hal-yang-disyariatkan-terhadap-orang-yang-baru-meninggal-dunia.html

Fikih Jenazah (2) : Mendoakan Kebaikan Pada Orang Yang Akan Meninggal

Selain mentalqinkan kalimat laa ilaaha illa Allah ada hal lain yang dianjurkan untuk dilakukan oleh orang yang menghadiri saudaranya yang akan meninggal dunia, yaitu:

1. Mendo’akan kebaikan kepadanya dan tidaklah mengucapkan sesuatu di sisinya melainkan kebaikan

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إذا حضرتم المريض أو الميت، فقولوا خيرا، فإن الملائكة يؤمنون على ما تقولون

Jika kalian menghadiri orang sakit atau akan meninggal dunia maka hendaklah mengatakan kebaikan. Sebab sesungguhnya malaikat akan mengaminkan apa yang kalian katakan1 .

Imam An Nawawiy mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mengucapkan ucapan yang baik seperti do’a , istighfar,meminta kelembutan dan rahmat Allah untuknya dan yang semisalnya”2.

Pengarang kitab al Mufhim Lima Asykala ‘alaihi min Shahihi Muslim mengatakan:

ومن هذا استحب علماؤنا أن يحضر الميت الصالحون وأهلُ الخير حالة موته ليذكِّروه ، ويدعوا له ولمن يخلفه ، ويقولوا خيرًا ؛ فيجتمع دعاؤهم وتأمين الملائكة ، فينتفع بذلك الْمَيّت ومن يُصاب به ، ومن يخلفه

“Dari sini para ulama’ mensunahkan agar orang-orang shalih dan orang yang baik untuk menghadiri orang yang akan meninggal dunia dalam rangka mengingatkan serta mendo’akan kebaikan terhadap orang yang akan meninggal dan orang yang ditinggalkan sehingga terkumpul di dalamnya do’a mereka (orang yang shalih dan berbuat baik) dan ucapan aminnya malaikat sehingga dengannya orang yang akan meninggal dunia dan yang terkena musibah serta yang ditinggalkan akan mendapatkan manfaat 3“ .

Disebutkan dalam Mausu’ah al Fiqhi: “Disunnahkan bagi orang shalih yang hadir di sisi orang yang akan meninggal dunia untuk menyebut nama Allah dan memperbanyak do’a agar urusan orang yang akan meninggal dunia dimudahkan oleh Allah.Dan juga mendo’akan kebaikan kepada orang-orang yang hadir disekitarnya karena ia merupakan tempat yang mustajab [dikabulkannya do’a]. Malaikat akan mengamin kan ucapan mereka sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:

إذا حضرتم المريض أو الميت، فقولوا خيرا، فإن الملائكة يؤمنون على ما تقولون

Jika kalian menghadiri orang sakit atau akan meninggal dunia, maka hendaklah mengatakan kebaikan. Sebab sesungguhnya malaikat akan mengaminkan apa yang kalian katakan4

2. Memberikan rasa tenang kepada orang yang akan meninggal dunia

Yaitu mengabarkan tentang dekatnya rahmat Allah serta menganjurkannya untuk husnuzhan (berbaik sangka) terhadap Tuhannya dengan menyebutkan dalil-dalil tentang pengharapan rahmat Allah serta memotivasi orang yang akan meninggal dunia untuk mendapatkannya. Imam An Nawawiy mengatakan:

وَيُسْتَحَبُّ لِلْحَاضِرِ عِنْدَ الْمُحْتَضَرِ أَنْ يُطْمِعَهُ فِي رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَيَحُثَّهُ عَلَى تَحْسِينِ ظَنِّهِ بِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَأَنْ يَذْكُرَ لَهُ الْآيَاتِ وَالْأَحَادِيثَ فِي الرَّجَاءِ وَيُنَشِّطَهُ لِذَلِكَ وَدَلَائِلُ مَا ذَكَرْته كَثِيرَةٌ فِي الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ وَقَدْ ذَكَرْت مِنْهَا جُمْلَةً فِي كِتَابِ الْجَنَائِزِ مِنْ كِتَابِ الْأَذْكَارِ وَفَعَلَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ عِنْدَ احْتِضَارِهِ وَبِعَائِشَةَ أَيْضًا وَفَعَلَهُ ابْنُ عَمْرِو بْنِ العاص بابيه وكله في الصحيح

“Disunnahkan bagi yang hadir di sisi orang yang akan meninggal dunia untuk memberikan motivasi agar sangat mengharapkan rahmat Allah serta menganjur kannya untuk berbaik sangka terhadap Tuhannya. Dan juga menyebut kan dalil-dalil tentang pengharapan rahmat Allah serta memotivasi orang yang akan meninggal dunia untuk mendapatkannya.

Dalil-dalil dari As Sunnah terhadap apa yang saya sebutkan ini sangatlah banyak dan saya telah sebutkan sebagian besarnya dalam kitab al janaiz dan al adzkar.Perbuatan ini telah dilakukan oleh Ibnu Abbas terhadap Umar bin al Khathab ketika menjelang kematiannya5 dan terhadap ‘Aisyah6 dan juga dilakukan oleh Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash terhadap bapaknya7 dan semuanya di sebutkan dalam riwayat yang shahih”8.

Wallahu a’lam bis shawab

***

Catatan kaki

1. HR. Muslim:919
2. Syarh Muslim:6/222
3. Al Mufhim:8/48, Maktabah Syamilah
4. Lihat Mausu’ah al Fiqhi Min Wizaratul Auqaf fi al Kuwait:2/79, Maktabah syamilah
5. Dari Miswar bin Makhramah bahwasanya tatkala Umar ditusuk (oleh Abu Lu’lu’ al Majusiy) Beliau menampakkan rasa sakitnya dengan merintih dan berkeluh kesah.Melihat hal itu maka Ibnu Abbas berkata kepada beliau (dan seolah-olah Ibnu Abbas menisbatkan adanya keluh kesah dari Umar bin al Khathab dan ia berusaha menghibur Umar bin al Khathab dan memotivasinya untuk mendapatkan rahmat Allah dengan menyebutkan beberapa keutamaanya) : “Wahai amirul mukminin janganlah engkau terlalu berkeluh kesah, sungguh engkau telah menjadi sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan membagusi persahabatanmu dengan Beliau dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam meninggalkanmu sedangkan Beliau ridha terhadapmu dan engkau menjadi sahabat Abu Bakar dan engkau membagusi persahabatanmu dengannya dan Abu Bakar meninggalkanmu sedangkan Beliau ridha terhadapmu.Kemudian engkau memimpin kaum muslimin dan membaguskan kepemimpinanmu terhadap mereka (dengan menampakkan keadilan dan menata urusan mereka dengan baik) dan jikalau engkau meninggalkan mereka sungguh mereka ridha terhadapmu” (HR. Bukhari: 2963).
6. Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam shahihnya dari jalur Ibnu Mulaikah, “bahwasanya Ibnu Abbas meminta izin untuk masuk menemui Aisyah sebelum meninggal dunia sedangkan ia dalam keadaan menjelang kematian. Aisyah mengatakan: Saya takut bahwa ia akan menyanjungku.Dikatakan kepadanya bahwa yang meminta izin untuk menemui beliau adalah Ibnu Abbas, anak paman Rasulullah dan di antara orang yang mulia dari kaum muslimin. Aisyah mengatakan: Izinkanlah untuk masuk menemuiku.Lalu Ibnu Abbas mengatakan: Bagaimana keadaan anda ? Aisyah menjawab: Dalam kebaikan jika aku bertaqwa kepada Allah. Ibnu Abbas menimpali: Anda dalam kebaikan insya Allah.Anda adalah istri Rasulullah yang tidak pernah Beliau menikah dengan seorang gadis kecuali dengan anda dan dan telah turun udzur tentang anda dari langit” (HR. Bukhari:3574)
7. Telah meriwayatkan imam Muslim dalam shahihnya dari jalur Ibnu Syumasyah ia mengatakan, “kami hadir di sisi ‘Amr bin al Ash ketika menjelang kematiannya. Amr bin al Ash menangis dengan tangisan yang lama dan membalikkan wajahnya ke tembok.Lalu putranya [ Abdullah bin Amr bin al Ash] mengatakan kepadanya: Bukankah Rasulullah telah memberikan kabar gembira demikian kepada anda ? Bukankah Rasulullah telah memberikan kabar gembira yang demikian kepada anda ?” (H.R. Muslim:173).
8. Al Majmu’ Syarh al Muhadzab: 5/109, Imam an Nawawiy – Maktabah syamilah

Penulis: Ust. Zaenuddin Abu Qushoiy

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24880-fikih-jenazah-2-mendoakan-kebaikan-pada-orang-yang-akan-meninggal.html

Fikih Jenazah (1) : Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal

Mentalqin adalah menuntun seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat syahadat Laa Ilaaha Illa Allah. Mentalqin seseorang yang akan meninggal dunia disunnahkan bagi orang yang ada di sisi orang yang akan meninggal dunia, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:

لقنوا موتا كم لا إله إلا الله

Tuntunlah seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat: ‘Laa ilaaha illa Allah’” 1

Dalam riwayat yang lain:

من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة

Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah “Laa ilaaha illa Allah” maka akan masuk surga2

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam masalah mentalqin diantaranya:

Apakah Faedah Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal Dunia ?

Imam Al Qurthubiy berkata: “Para ulama’ kami mengatakan bahwasanya mentalqin orang yang akan meninggal dunia adalah merupakan sunnah dari para pendahulu ummat ini, yang kemudian diamalkan oleh kaum muslimin hingga saat ini. Tujuannya adalah agar akhir ucapan yang keluar dari orang yang akan meninggal dunia adalah “Laa ilaaha illa Allah”. Sehingga dia menjadi orang yang berbahagia karena termasuk dalam golongan orang yang dikatakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam :

من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة

Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah “Laa ilaaha illa Allah” maka akan masuk surga3

Selain itu untuk mengingatkan orang yang akan meninggal dunia terhadap sesuatu yang dapat menolak gangguan setan karena setan akan mendatangi orang yang akan meninggal dunia dalam rangka untuk merusak akidahnya”4.

Batasan Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal Dunia

Mentalqin orang yang akan meninggal dunia cukup sekali saja, tidak perlu diulang-ulang kecuali apabila setelah di-talqin dia mengucapkan kalimat yang lain maka hendaknya diulang sekali lagi agar akhir ucapannya adalah kalimat syahadat.

Imam Al Qurthubiy berkata: “Apabila seorang yang akan meninggal dunia telah membaca ‘Laa Iaaha Illa Allah’ satu kali maka tidak perlu diulang lagi”.

Ibnu Al Mubarak berkata: ”Talqinlah orang yang akan meninggal dunia dengan kalimat ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ dan jika telah mengucapakannya maka jangan diulangi lagi”5.

Mengapa Tidak Disyari’atkan Mengulang-ulang Talqin?

Imam al Qurthubiy berkata: “ Telah mengatakan Abu Muhammad Abdul al Haq, hal tersebut adalah dikarenakan jika orang yang akan meninggal dunia di-talqin secara berulang-ulang ditakutkan ia merasa terusik dan bosan sehingga setan akan membuatnya berat mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illa Allah‘ dan kemudian akan menjadi sebab jeleknya akhir hayatnya”.

Al Hasan bin Isa mengatakan: “Ibnu al Mubarak telah berkata kepadaku: Talqinlah dengan kalimat syahadat dan janganlah kamu mengulangnya kecuali jika ia mengucapkan kalimat yang lain.Tujuan talqin adalah agar seseorang meninggal dunia sedangkan di hatinya tidaklah ada kecuali Allah,karena pusara hal ini adalah hati. Amalan hati yang akan dilihat dan amalan hati yang merupakan sebab keselamatan. Adapun amalan lisan yang bukan merupakan terjemah apa yang ada di dalam hati maka tidaklah berfaedah”.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Syubrumah ia mengatakan, “Aku bersama Amir bin asy Sya’biy mendatangi seorang laki-laki yang sakit dan kami menjumpainya akan meninggal dunia dan seorang laki-laki mentalqinkan kalimat syahadat kepadanya. Laki-laki yang mentalqin tadi mengatakan, ucapkanlah ‘laa ilaaha illa Allah‘ dan terus-menerus mengulanginya.Melihat hal itu maka asy Sya’biy mengatakan: “Bersikap lembutlah kepada saudaramu”. Orang yang sakit tadi lantas berbicara: ‘Baik engkau mentalqinkanku atau tidak, aku tidaklah akan meninggalkannya’. Lalu ia membaca firman Allah ta’ala:

وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا

Dan Allah mewajibkan mereka kalimat taqwa dan mereka berhak terhadap kalimat tersebut dan patut memilikinya”6.

Asy Sya’biy mengatakan: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan sahabat kami ini’“7 .

Kekeliruan Dalam Mentalqin

Bukanlah yang dinamakan mentalqin dengan menyebut-nyebut kalimat syahadat di depan orang orang akan meninggal dunia dan memperdengarkannya, akan tetapi dengan memerintahkan seseorang yang akan meninggal dunia agar mengucapkannya. Dalilnya adalah Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk salah seorang sahabat dari kalangan Anshar lalu mengatakan:

يا خال! قل: لا إله إلا الله، فقال: أخال أم عم؟ فقال: بل خال، فقال: فخير لي أن أقول: لا إله إلا الله؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم: نعم

Wahai paman, ucapkanlah: “Laa ilaaha illa Allah.” Beliau bertanya: “Apakah paman dari pihak ibu atau bapak? Jawabnya: “Dari pihak ibu”. Maka ia berkata: “Apakah lebih baik bagi diriku untuk mengucapkan: “Laa ilaaha illa Allah?” . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya8.

Mentalqin dengan mengingatkan hadits tentang talqin

Imam al Qurthubiy mengatakan: “Dan kadang kala talqin dilakukan dengan menyebutkan hadits tentang talqin di sisi seorang yang alim sebagaimana disebutkan oleh Abu Nu’aim bahwasanya Abu Zur’ah sedang dalam keadaan akan meninggal dunia dan di sisinya ada Abu Hatim, Muhammad bin Salamah, Mundzir bin Syaadzaan dan sekelompok ulama’ yang lainnya. Lalu mereka menyebutkan hadits talqin namun merasa malu terhadap Abu Zur’ah. Lantas mereka mengatakan, wahai sahabat- sahabat kami marilah kita mengingat-ingat kembali hadits tentang talqin. Abu Maslamah berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Adh Dhahak bin Makhlad,telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, ia berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi Gharib…. dan Abu Masalamah tidak melanjutkan sementara yang lain diam. Berkata Abu Zur’ah sedangkan beliau dalam keadaan akan meninggal dunia: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi Gharib dari Katsir bin Murrah al Hadhramiy dari Mu’ad bin Jabal berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة

Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah ‘Laa ilaaha illa Allah’ maka akan masuk surga”.

Dan dalam riwayat lain:

حرمه الله على النار

Allah mengharamkannya dari api neraka

Dan akhirnya beliau rahimahullah meninggal dunia” 9.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.

***

Catatan kaki

1 H.R.Muslim:9162 HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albaniy dalam Irwa’ul Ghalil, no. 679, Maktabah Syamilah.3 HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albaniy dalam Irwa’ul Ghalil, no. 679, Maktabah Syamilah.4Tadzkirah fi ahwalil mautaa wa umuril akhirah: 30, Imam Al Qurthubiy, cet:Daarul ‘Aqidah5Tadzkirah fi ahwalil mautaa wa umuril akhirah: 30,imam Al Qurthubiy, cet:Daarul ‘Aqidah6 Q.S. Al Fath: 26.7 Lihat At Tadzkirah: 30-31, Imam Al Qurthubiy, cet: Darul Aqidah8 HR. Ahmad, Syaikh Al-Albaniy mengatakan: “Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim”, Ahkamul Janaiz, hal. 20 sebagaimana disebutkan dalam al Mausu’ah al Fiqhiyah al Muyasarah:4/38, Cet: Dar Ibnu Hazm9 Lihat At Tadzkirah: 31, Imam Al Qurthubiy, cet: Darul Aqidah—Penulis: Ustadz Abu Qushaiy Zaenuddin

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24706-fikih-jenazah-1-mentalqin-orang-yang-akan-meninggal.html

Wafat Sesuai Rencana Allah

MANUSIA lahir dalam keadaan yang berurutan, tetapi manusia wafat sesuai dengan rencana Allah SWT. Tidak ada yang bisa membuat kita meninggal, kecuali memang sudah waktunya.

Termasuk para korban kecelakaan jatuhnya pesawat JT610 yang takdirnya sudah dipanggil oleh Allah SWT. Mereka meninggal, karena memang sudah waktunya untuk meninggal.

Dan yang memang belum takdirnya, pasti ada rahasia Allah SWT untuk bisa menghentikan seseorang dari kecelakaan tersebut. Bisa tertinggal pesawat dan dibuat terlambat. Atau bisa juga diberikan kegiatan lain, yang membuat orang tersebut tidak jadi ikut menaiki pesawat ini.

Oleh karena itu, dengan kejadian ini jangan sampai membuat kita hanya ingat kepada kematian, tapi malah melupakan Allah SWT yang bisa memerintahkan malaikat maut untuk mencabut nyawanya. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK