Mengucap dan Menjawab Salam

Interaksi sosial di dalam masyarakat membuat laki-laki dan perempuan bertemu. Bagi seorang Muslim, saat bertemu tentu mengucapkan salam satu sama lain. Bagi perempuan, adakah ketentuan mengenai mengucapkan salam ini? Bolehkah mereka mengucapkan dan menjawab salam kepada laki-laki dan sebaliknya?

Ada pandangan berbeda mengenai hal ini. Suatu ketika, Shaleh Ahmad Asy-Syaami mengatakan, saat para sahabat Nabi Muhammad kembali dari shalat Jumat, mereka bertemu seorang perempuan tua di tengah perjalanan. Lalu, mereka mengucapkan salam kepada perempuan tersebut.

Setelah itu, si perempuan memberi mereka makanan yang terbuat dari akar bit dan gandum. Keterangan ini berasal dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari. Menurut Shaleh dalam bukunya, Berakhlak dan Beradab Mulia, inilah langkah yang benar dalam mengucapkan salam kepada perempuan.

Artinya, hanya mengucapkan salam kepada perempuan yang sudah tua dan perempuan yang mempunyai ikatan muhrim. Ia juga mengutip kitab Jami karya Imam Tirmidzi yang menceritakan bahwa pernah Rasulullah lewat dekat sekelompok perempuan, beliau memberikan isyarat dengan tangan sambil mengucapkan salam.

Cerita yang sama tercantum dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Asma binti Yazid. Shaleh mengungkapkan, dari dua hadis itu intinya sama, yaitu Rasulullah mengucapkan salam kepada sekelompok perempuan dan memberikan isyarat tangan kepada mereka.

Sementara itu, Yusuf al-Qaradhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer menjelaskan, jika memperhatikan keterangan yang menyuruh menyebarkan salam, itu tak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Rasulullah, melalui hadis yang diriwayatkan Muslim, memerintahkan untuk menyebarkan salam di antara umat Islam.

Jika saling menyebarkan salam ini dilakukan umat Islam, di antara mereka akan saling mencintai. “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan lebih baik atau balaslah dengan yang serupa,” demikian bunyi Surah An-Nisa ayat 86.

Al-Qaradhawi mengatakan, pada dasarnya perintah dalam surah itu ditujukan bagi laki-laki dan perempuan secara keseluruhan. Maka itu, ujar dia, jika ada seorang laki-laki memberikan penghormatan (mengucapkan salam) kepada seorang perempuan, perempuan itu harus menjawabnya dengan lebih baik atau serupa.

Sebaliknya, jika seorang perempuan mengucapkan salam kepada laki-laki, laki-laki tersebut harus menjawabnya. Baik dengan jawaban salam lebih panjang atau serupa dengan salam yang diucapkan si perempuan. Lebih jauh, ada riwayat lain mengenai perempuan yang mengucapkan salam kepada laki-laki.

Dalam Sahih Bukhari, diriwayatkan bahwa Ummu Hani binti Abu Thalib, saat penaklukan Kota Makkah pergi menemui Rasulullah. Sesampai di tempat tujuan, ternyata Rasulullah sedang mandi dan Fatimah, putri Rasul, sedang menutup tempat mandi beliau dengan tabir. Rasul bertanya, “Siapakah itu?”

Ummu Hani menyampaikan kepada Rasul bahwa dialah yang datang. Kemudian, Rasulullah berkata, “Selamat datang Ummu Hani.” Al-Qaradhawi mengungkapkan, hal ini juga diriwayatkan oleh Muslim. Ia menambahkan, Imam Bukhari membuat bab tersendiri dalam kitab sahihnya, Bab Taslimir-Rijal alan Nisa wan Nisa alar-Rijal.

Dalam pandangan al-Hafizh Ibnu Hajar, dengan judul bab semacam itu Imam Bukhari menyampaikan isyarat, dia menolak riwayat Abdur Razaq dari Ma’mur dari Yahya bin Katsir, yang menyatakan telah sampai kabar kepadanya bahwa Rasulullah tidak menyukai laki-laki memberi salam kepada perempuan dan sebaliknya.

Menurut al-Qaradhawi, ada periwayatan dari sebagian sahabat, yakni laki-laki boleh memberi salam kepada perempuan sedangkan perempuan tak boleh memberi salam kepada laki-laki. Namun, pandangan ini ditolak oleh hadis Ummi Hani di atas yang menjelaskan ia mengucapkan salam kepada Rasul saat tahun penaklukan Kota Makkah.

Padahal, Ummu Hani dan Rasulullah bukanlah muhrim. Karena Ummu Hani adalah putri pamannya, berarti mereka berdua adalah saudara sepupu. Dan, pada suatu hari, jelas al-Qaradhawi, Rasul pernah akan menikahi Ummu Hani.

KHAZANAH REPUBLIKA

Tata Cara Menjawab Salam Bagi yang Mendapat Titipan Salam

“Hai, Mas mendapatkan titipan salam dari Pak Ahmad!”

Anda pasti pernah mendapatkan salam yang dititipkan orang lain untuk Anda. Lalu apa yang harus dilakukan ketika mendapat titipan salam?

Dalam kitab Fath Al-Bari, Ibnu Hajar mengungkapkan, “Dia disunnahkan untuk menjawab salam kepada pembawa salam.”

Dalam kitab Zad Al-Ma’ad, Ibnul Qayyim mengatakan, “Di antara petunjuk Nabi SAW adalah: Bila seseorang mendapatkan kiriman salam dari orang lain yang dititipkan kepada seseorang, maka dia harus membalas salam kepada pengirim dan pembawa salam tersebut.”

Sebagaimana juga bab hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan An-Nasa’i dalam kitab Al-Kubra dalam bab Ma Yaqulu Idza Qila Lahu: Inna Fulanan Yaqra’u Alaika As-Salam (Bab: Jawaban yang diucapkan apabila seseorang mendapat kiriman pesan bahwa Fulan memberinya salam).

Juga hadits riwayat seorang perawi dari Bani Numair — dalam Shahih Bukhari disebutkan: Perawi dari Bani Tamim-, dari ayahnya dari kakeknya yang mendatangi Nabi, lalu ia berkata, “Ayahku mengirimkan salam untukmu,” Lalu Nabi SAW menjawab, “Alaika wa ala Abika As-Salam (Semoga keselamatan juga atasmu dan ayahmu).”
Dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang tidak diketahui, namun Al-Albani menganggap hadits ini hasan.

Hal seperti ini juga terjadi pada dua istri Rasulullah, Khadijah dan Aisyah yang mendapat titipan salam dari Allah melalui Jibril.

1. Diriwayatkan dari Anas bahwasanya Malaikat Jibril mendatangi Nabi dengan Khadijah di samping beliau, lalu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya Allah memberi salam kepadamu, wahai Khadijah,” kemudian Khadijah menjawab, “Innallaha huwa as-salam wa ‘ala Jibril as-Salam, wa’ alaika as-salam wa rahmatullah(Sesungguhnya Allah adalah Dzat Keselamatan, semoga keselamatan atas Jibril dan semoga keselamatan serta rahmat Allah atas dirimu)” (HR. Al-Hakim: An-Nasa’i; Al-Bazzar; Ath-Thabarani).

Dalam Fath Al-Bari, Ibnu Hajar mengungkapkan, “Dari hadits ini bisa dipetik faedah, bahwa menjawab salam kepada orang yang menitipkan salam dan pembawa titipan tersebut adalah hal yang harus dilakukan oleh orang mendapat titipan salam.”

2. Diriwayatkan dari Aisyah bahwasanya Nabi Muhammad SAW berkata, “Wahai Aisyah, Jibril mengirimkan salam untukmu.” Lalu dia menjawab, “Wa alaihi as-salam wa rahmatullah wa barakatuh (Dan semoga keselamatan, rahmat, serta barokah Allah atas Jibril) dan engkau melihat sesuatu yang tidak kau lihat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam Musnad Ahmad terdapat tambahan, ‘Alaika wa alaihi as-salam wa rahmatullah wa barakatuh (semoga keselamatan atasmu dan semoga keselamatan, rahmat dan barokah atas Jibril).’ ” Imam Al-Albani dalam Hasyiyat Shahih Al-Adab Al-Mufrad mengatakan, ” Isnad hadits ini berstatus shahih. Dan tambahan ini juga penting dari hadits yang ada.” Wallahu a’lam.

 

[Paramuda/BersamaDakwah]

Menjawab Salam dari Orang Non Islam

DARI ‘Aisyah radhiallahu anha berkata, “Sekelompok orang-orang Yahudi minta izin untuk bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka mengucapkan: Assaamu’alaikum (kematian bagimu).” ‘Aisyah menjawab; ‘Bal ‘alaikumus saam wal la’nah.’ (Justru bagi kalian kematian dan laknat)”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai, kelemahlembutan dalam segala urusan.’ Lalu ‘Aisyah berkata, ‘Tidakkah Anda mendengar ucapan mereka?’ Jawab beliau: ‘Ya, aku mendengarnya, dan aku telah menjawab; wa’alaikum.’ (HR. Muslim, hadits no 4027)

 

Hikmah Hadits:

1. Kedengkian orang-orang kafir, khususnya orang-orang Yahudi terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dalam mengucapkan salam kepada beliau pun mereka “memplesetkannya” dari ucapan “assalamualaikum” (semoga Allah memberikan keselamatan bagimu) menjadi “assaamualaikum” (kematian bagimu). Ungkapan ini adalah bentuk kebencian mereka terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menginginkan keburukan menimpa beliau.

2. Bahwa tidak selalu setiap keburukan harus dibalas dengan keburukan juga. Terbukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ‘menegur’ Aisyah yang marah dengan ucapan salam orang Yahudi kepada beliau. Lalu Aisyah membalasnya dengan “bal alaikumussaamu wal la’nah” (justru bagi kalian kematian dan laknat). Dan kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menasihatinya, ‘Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu mencintai kelemahlembutan dalam segala urusan.’ Artinya bahwa seyogianya kita juga tetap berusaha berlaku baik dan bijak, meskipun terhadap orang yang berlaku buruk sekalipun terhadap kita.

3. Dalam hal ada orang kafir yang kemudian mengucapkan salam kepada kita, maka anjurannya adalah tetap dijawab salamnya, namun dengan jawaban “waalaikum” (saja). Hal ini sebagaimana hadits di atas dan juga hadits lainnya sebagai berikut, dari Anas bahwa Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada beliau, ‘Sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab memberi salam kepada kami, bagaimana kami menjawabnya? ‘ Jawab beliau, jawablah dengan Wa’alaikum’ (saja).’ (HR. Muslim, hadits no 4025).

4. Bahwa salam adalah doa, cita-cita dan harapan, agar Allah Ta’ala memberikan keselamatan, rahmat dan keberkahan tethadap orang yang kita tujukan salam kepadanya. Karena doa adalah termasuk bagian dari aqidah dan ibadah. Maka oleh karenanya hanya boleh ditujukan dan atau dijawab antara saudara sesama muslim saja. Bahkan dalam riwayat lainnya, ternyata salam adalah jalan untuk mempererat ukhuwah, memperkokoh iman dan mengantarkan menuju jannah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukan kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi? (Yaitu) Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim, hadits no 81).

Wallahu A’lam. [Rikza Maulan, Lc., M.Ag]

 

MOZAIK