Hukum Mobil Plat Merah untuk Kepentingan Pribadi

ALLAH melarang kita untuk menggunakan harta milik orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta orang lain diantara kalian dengan cara batil, kecuali melalui perdagangan yang saling ridha diantara kalian.” (QS. an-Nisa: 29)

Ayat ini menjelaskan larangan mengambil hak orang lain, tanpa alasan yang benar. Dan Allah sebut sebagai makan harta orang lain secara batil. Termasuk mengambil hak orang lain adalah memanfaatkan barang milik orang lain tanpa seizinnya. Jika barang itu milik satu orang, maka jika ada kawannya yang hendak menggunakannya, dia harus izin ke pemilik ini.

Lalu bagaimana jika barang itu milik banyak orang? Dia harus izin ke semua pemiliknya. Dan itu tidak mungkin bisa dia lakukan. Barang milik negara, haknya ada di tangan negara. Sehingga dia harus digunakan sesuai peruntukannya, yaitu untuk kepentingan negara dan rakyat. Karena ketika pengadaan barang ini, semua masyarakat memahami, ini untuk kepentingan bersama. Dalam islam, menguasai hak milik umum untuk kepentingan pribadi, baik penguasaan sementara atau selamanya (seperti korupsi), disebut dengan ghulul (hart khianat).

Syaikh Sulaiman al-Bujairami ulama Syafiiyah menyatakan, “Ghulul secara makna bahasa artinya khianat. Namun istilah ini lebih dikenal untuk menyebut orang yang mengambil harta ghanimah sebelum dibagi.” (Hasyiyah al-Bujairami, 4/394).

Karena itulah, para ulama melarang menggunakan barang milik negara untuk kepentingan pribadi. Diantaranya Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah . Beliau pernah ditanya, “Apa hukum menggunakan mobil milik negara untuk kepentingan pribadi?”

Jawaban beliau, “Mobil milik negara atau fasilitas lainnya milik negara, seperti mesin fotocopi atau lainnya, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi seseorang. Karena barang ini dipergunakan untuk kemaslahatan umum. Jika seseorang menggunakannya untuk kebutuhan khusus, ini termasuk pelanggaran terhadap hak masyarakat umum, dan dia menguasai sendiri sementara orang lain tidak mendapatkan manfaatnya.”

Beliau melanjutkan, “Sesuatu yang menjadi milik umum kaum muslimin, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi. Dalilnya adalah bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan ghulul yaitu orang mengambil ghanimah untuk kepentingan pribadi, padahal itu milik bersama.”

Lalu beliau ditanya, “Bagaimana jika atasan mengizinkan penggunakan fasilitas itu, apakah masih bermasalah?” Jawab beliau, “Tetap masalah, meskipun atasan mengizinkan penggunaan fasilitas ini. Karena fasilitas ini bukan milik atasan, bagaimana mungkin dia bisa memberikan izin untuk orang lain.”(Liqaat Bab al-Maftuh, masalah no. 238).

Demikian. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK