Ini Cara Mualaf Liana Hadapi Mualaf Palsu

Setelah menjadi mualaf dan menikah, Liana Yasmin (26) tinggal di Yogyakarta. Dia bersama suaminya kini aktif di Mualaf Center Indonesia cabang Yogyakarta sebagai pendamping mualaf.

“Setelah 2014 pindah ke Yogya, saya nggak terpikir kehidupan yang sama seperti dulu, sebagai wanita bekerja,” ujar Liana saat berbincang dengan detikcom di sebuah restoran di kawasan Condongcatur, Sleman, Sabtu (27/6/2015).

Hingga suatu saat dia bertemu dengan Sekjen Mualaf Center Indonesia Hanny Kristianto. Di pertemuannya tahun lalu itu, Liana memperoleh tasbih yang menjadi tasbih pertamanya.

“Saya memang belum punya tasbih sendiri, saya simpan sampai sekarang. Warnanya hijau. Lalu saya ditunjuk untuk menjadi pendamping mualaf,” kata Liana.

Namun Liana tak langsung mengiyakan. Dia merasa masih belum memiliki banyak ilmu. Sedangkan sang suami, Amrullya, mengiyakannya.

“Dari situ, saya sama suami berdua mendampingi mualaf di Yogyakarta,” kata Liana.

“Puluhan, mungkin lebih, karena pendampingan itu kan bukan hanya sesudah. Kami mendampingi sebelum syahadat juga,” imbuh perempuan yang menjadi mualaf 2 tahun lalu ini.

Banyak pengalaman yang dialami keduanya selama mendampingi para mualaf dan calon mualaf. Didatangi calon mualaf palsu misalnya.

Sang suami, Amrullya, mengatakan bahwa beberapa kali dia dan teman-temannya berhadapan dengan orang yang hanya mencari keuntungan dengan bermodus ingin masuk Islam.

Namun karena jaringan antar para pembina, pengurus, dan pendamping mualaf begitu kuat, maka upaya penipuan masih bisa dihindari.

“Kita punya grup, sekali foto disebar di grup akan ketahuan semua kan. Tapi kita nggak bisa langsung usir mereka, kita beri pengertian bahwa bukan seperti ini caranya, dan sebisa mungkin kita bantu kalau memang butuh uang,” ujar Amru.

Pihaknya bekerjasama dengan Departemen Agama dan MUI di Yogyakarta. Tak hanya itu, mereka juga bersinergi dengan ormas-ormas Islam.

Liana menjelaskan, Mualaf Center Indonesia di Yogyakarta hingga saat ini belum memiliki sumber dana yang tetap. Semuanya berasal dari donatur.
Dana menjadi penting karena mualaf seperti bayi yang baru lahir. Tak jarang mereka harus melepaskan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan sebelumnya termasuk materi.

“Kita membina dan mendampingi. Bukan dalam hal pendanaan. Tapi bagaimanapun, keberadaan dana memang penting. Kita pernah harus mencari tempat tinggal dan membiayai kebutuhan seorang mualaf dan anak-anaknya,” cerita Liana.

 

sumber: Detik.com