Merasa Diawasi Allah

Salah satu nilai takwa yang dihasilkan dari ibadah puasa adalah muraqabatullah, yakni merasa diawasi oleh Allah SWT. Betapa tidak, pada siang hari ketika kita sedang melaksanakan puasa, kita bisa saja makan dan minum di tempat yang tersembunyi.

Namun, hal itu tidak dilakukan karena kita meyakini, walaupun dapat bersembunyi dari penglihatan dan pengawasan manusia, kita tidak akan mampu bersembunyi dari penglihatan dan pengawasan Allah.

Kita bisa saja berpura-pura menjalankan ibadah puasa di hadapan manusia, tetapi kita tidak dapat menyembunyikan hal itu dari pengawasan Allah. Inilah bentuk dari muraqabatullah.

Tegasnya, muraqabarullah itu adalah mengondisikan diri merasa diawasi oleh Allah di setiap waktu kehidupan hingga akhir kehidupan. Allah melihat, mengetahui rahasia-rahasia, memperhatikan semua amal perbuatan, dan juga mengamati apa saja yang dikerjakan semua jiwa.

Allah berfirman, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata.” (QS Yunus (10): 61)

Dalam ajaran Islam, muraqabatullah merupakan suatu kedudukan yang tinggi. Hadis menyebutkan bahwa muraqabatullah sejajar dengan tingkatan ihsan, yakni beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya dan jika kita tak mampu melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihat kita. (Muttafaq alaih)

Sebagai seorang mukmin hendaknya kita berusaha menggapai kedudukan muraqabatullah ini. Ketika kita sudah mencapai kedudukan muraqabatullah, serangkaian kebaikan dan keutamaan akan kita dapatkan.

Di antaranya, kita akan merasakan keagungan Allah Ta’ala dan kesempurnaan-Nya, tenteram ketika ingat nama-Nya, merasakan ketenteraman ketika taat kepada-Nya, ingin bertetanggaan dengan-Nya, datang menghadap kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya.

Akhirnya, mari kita merenungi sebuah kisah yang dituturkan oleh Abdullah bin Dinar sebagai motivasi bagi kita untuk menjadi orang yang merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.

Abdullah bin Dinar berkata, “Pada suatu hari, aku pergi ke Makkah bersama Umar bin Khaththab. Di salah satu jalan, kami berhenti untuk istirahat, tiba-tiba salah seorang penggembala turun kepada kami dari gunung. Umar bin Khaththab bertanya kepada penggembala tersebut, ‘Hai penggembala, juallah seekor kambingmu kepada kami’.”

Penggembala tersebut berkata, “Kambing-kambing ini bukan milikku, tapi milik majikanku.’’ Umar bin Khaththab berkata, “Katakan saja kepada majikanmu bahwa kambingnya dimakan serigala.’’

Namun, penggembala yang budak tersebut berkata, “Kalau begitu, di mana Allah?” Umar bin Khaththab menangis, kemudian ia pergi kemajikan penggembala tersebut, lalu membeli budak tersebut dan memerdekakannya.” Wallahu’alam.

 

sumber: Republika Online