Muslim Cina Puji Pengelolaan Zakat di Indonesia

Komisi Etnis dan Agama RRC dan Asosiasi Islam Cina mengapresiasi manajemen pengelolaan zakat di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Wakil Presiden China Islamic Association, Wang Wenjie menilai Baznas mampu menggiring isu positif-konstruktif tentang zakat ke pentas dunia.

“Pengelolaan zakat di Indonesia mengalami kemajuan pesat. Saya jadi memahami, dengan kreativitas dan inovasi program pendistribusian dan pendayagunaan menjadi pemacu dan pemicu kegiatan penghimpunan zakat dari umat, pengusaha dan rencana pemotongan gaji pegawai negeri,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (28/9).

Turut hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Wakil Presiden The Guangdong Islamic Association, Chen Yanhua; Deputi Sekjen The Guangdong Islamic Association, Tuxunguli; Deputi Sekjen The Guangdong Islamic Association, Wang Yuxia; serta pejabat The Guangdong Provincial Ethnic and Religious Commision, Zhang Quanhui dan Zhang Chaofa. Perwakilan Baznas antara lain Wakil Ketua Baznas, Zainulbahar Noor, anggota Baznas Irsyadul Halim dan KH Masdar F Masudi, direksi, manajemen, amil dan amilat Baznas serta pejabat Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama.

Wang Wenjie pun menyambut baik keinginan Baznas untuk menjalin kerja sama bidang pendidikan dan pengembangan kapasitas dai dalam penguasaan budaya dan bahasa Mandarin. Secara khusus, delegasi China Islamic Association memuji digitalisasi pelayanan zakat yang diterapkan Baznas, termasuk kerja sama dengan lembaga internasional seperti UNDP yang merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

“Zakat listrik untuk mustahik bekerja sama dengan non-Muslim seperti lembaga PBB ini sangat menarik. Mungkin ini hanya ada di Indonesia dan merupakan yang pertama di dunia,” kata Wang.

Baznas menjajaki kerja sama dengan Komisi Etnis dan Agama dan Asosiasi Islam Cina. Baznas sekaligus bekerja sama dalam mengembangkan kemampuan berbahasa Mandarin para dai dan pelajar mustahik.

“Kita mengupayakan menjalin kerja sama pendalaman Bahasa Mandarin untuk para dai dan para mustahik mahasiswa dan pelajar,” ujar Zainul.

Zainul berharap Baznas terus menjalin komunikasi dengan China Islamic Association dan menyiapkan kunjungan balasan untuk merealisasikan kerja sama di bidang pendidikan, dakwah dan pendalaman budaya Cina dan bahasa Mandarin. “Untuk tahap awal kita kirim sepuluh pelajar dan 10 dai untuk belajar budaya dan bahasa Mandarin sehingga kelak mereka bisa mahir berdakwah dengan menggunakan bahasa Mandarin,” ucapnya.

Guangzhou Perluas Makam Paman Nabi Muhammad

Pemerintah Kota Guangzhou membantu perluasan kompleks makam Sa’ad bin Abi Waqqash RA, sahabat sekaligus paman Rasulullah SAW, di kota terbesar ketiga di Cina itu.

“Kami membantu perluasan kompleks makam itu, termasuk pembangunan masjid yang bisa menampung hingga 5.000 orang,” kata Wakil Kepala Kantor Kebudayaan, Radio, dan Televisi Pemkot Guangzhou, Ou Caiqun, Ahad (9/7).

Selain itu, pemerintah daerah setempat juga telah memberikan status benda cagar budaya sehingga mendapatkan perlindungan khusus terhadap situs bersejarah tersebut. “Hal ini merupakan bentuk perhatian pemerintah lokal terhadap umat Islam,” kata perempuan tersebut.

Menurut dia, situs permakaman yang beralamatkan di Jalan Jiefangbei No. 901 itu tidak hanya menjadi tempat ibadah umat Islam, melainkan juga banyak dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

“Bahkan saya lihat ada beberapa warga Indonesia yang menziarahi makam itu karena memang yang saya tahu penduduk Indonesia mayoritas Muslim,” ucapnya.

Makam yang berada di Ibu Kota Provinsi Guangdong yang berjarak sekitar 2.151 kilometer sebelah selatan Ibu Kota Cina di Beijing tersebut, tidak pernah sepi dari penziarah yang memang mayoritas umat Islam Cina beretnis Hui.

“Saya baru pertama kali ke sini, tapi teman-teman saya itu sudah ada yang dua sampai tiga kali,” kata Ma Gui Li asal Provinsi Gansu, saat ditemui seusai shalat tahiyyah di Masjid Xianxian yang masih satu kompleks dengan makam.

Makam Sa’ad berada di dalam ruang khusus berarsitektur Cina pada era Dinasti Tang. Bangunan itu beratapkan genting warna abu-abu, sedangkan dindingnya bercat hijau. Ruangan tersebut dapat menampung sekitar 20 orang dan hanya ada satu pintu kecil sehingga para penziarah harus menundukkan kepala jika memasuki ruangan tersebut.

Di luar bangunan utama terdapat beberapa makam lain yang diduga para imam atau pengikut Sa’ad, baik warga Cina pribumi maupun dari bangsa lain. Sekitar 2,5 kilometer dari lokasi makam tersebut terdapat Masjid Huaisheng di Jalan Guangta No. 56.

Masjid yang dilengkapi dengan menara (guangta) itu dibangun Sa’ad pada 627 Masehi atau sekitar tujuh tahun setelah datang ke Cina untuk melakukan misi pertamanya. Makam Sa’ad dan Masjid Huaisheng tersebut menjadi salah satu saksi sejarah Jalur Sutra Maritim. Masjid Huaisheng atau Guangta tersebut konon merupakan masjid pertama yang dibangun di luar jazirah Arab pada masa itu.