Dosa Yang Lebih Besar Dari Dosa Syirik

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dosa syirik adalah dosa yang paling besar dan larangan yang paling besar dalam agama. sebagaimana hadits yang mengurutkan dosa yang paling besar yaitu dosa kesyirikan sebagai urutan yang paling pertama.

Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَوْ قَوْلُ الزُّورِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Suatu ketika kami berada di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?”-beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali-. “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan bersaksi palsu atau berkata dusta.” Saat itu beliau bersandar kemudian beliau duduk. Beliau masih saja mengulang-ulang sabdanya sampai-sampai kami berkata kalau seandainya beliau diam. (HR. Muslim, no 126)

Syaikh Muhammad At-Tamimi berkata,

وأعظم ما أمر الله به: التوحيد، وهو إفراد الله بالعبادة وأعظم ما نهى عنه: الشرك وهو دعوة غيره معه. والدليل قوله تعالى: {وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً}

“Perintah Allah yang besar adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah, dan larangan Allah yang terbesar adalah syirik, yaitu beribadah kepada selain Allah dan menyamakannya dengan beribadah kepada-Nya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: ‘Dan beribadah hanya kepada Allah, dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun (An-Nisa: 36).” [Tsalatsatul Ushul, hal. 8]

Dalam AL-Quran disebutkan juga bahwa kesyirikan merupakan kedzaliman yang paling besar. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Sebagian ulama menjelaskan bahwa ada dosa yang lebih besar dari dosa kesyirikan yaitu berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala ,

قُلْ إنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan

[1] Perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan

[2] Perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)

[3] Mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan(mengharamkan)

[4] Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu).“ (Al A’raf: 33)”

Mengapa dosanya di atas dosa kesyirikan? Karena dosa syirik sumbernya adalah berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu.

Ibnul Qayyim rahimahullah  berkata menjelaskan ayat ini,

فرتب المحرمات أربع مراتب، وبدأ بأسهلها وهو الفواحش، ثم ثنى بما هو أشد تحريما منه وهو الإثم والظلم، ثم ثلث بما هو أعظم تحريما منهما وهو الشرك به سبحانه، ثم ربع بما هو أشد تحريما من ذلك كله وهو القول عليه بلا علم، وهذا يعم القول عليه سبحانه بلا علم في أسمائه وصفاته وأفعاله وفي دينه وشرعه

“Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi yaitu berbuat syirik kepada Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari’at-Nya.”[I’lamul muwaqqi’in hal. 31, Dar Kutubil ‘Ilmiyah]

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan bahwa bahaya dosa berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu bisa mengubah agama Allah dan bahkan menempatkan dirinya sejajar dengan Pembuat syariat –wal’iyadzu billah-. Beliau berkata menafsirkan ayat,

في أسمائه وصفاته وأفعاله وشرعه، فكل هذه قد حرمها اللّه، ونهى العباد عن تعاطيها، لما فيها من المفاسد الخاصة والعامة، ولما فيها من الظلم والتجري على اللّه، والاستطالة على عباد اللّه، وتغيير دين اللّه وشرعه

“(Berkata-kata atas nama Allah) pada asma’ dan sifat-Nya, pada perbuatan dan syariat-Nya. Semua hal ini telah Allah haramkan dan Allah larang hamba-Nya untuk melakukannya, karena menimbulkan mafsadat umum dan khusus, merupaan kedzaliman dan kelancangan kepada Allah, melampui batas dan mengubah agama dan syariat Allah.” (Tafsir As-Sa’diy)

Mengubah agama Allah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal kemudian mengatakan ini adalah agama dan syariat Allah. Perbuatan ini memposisikan dan menjadikan orang tersebut sebagai Rabb. Sebagaimana firman Allah.

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (At Taubah : 31)

Maksud ayat ini adalah mereka mentaati rahib dan pendeta secara taqlid buta padahal mereka telah mengubah agama dan berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Perhatikan hadits yang menafsirkan ayat tersebut.

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةَ ((اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ)) قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ

Dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata, “Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan pada leherku ada (kalung) salib yang terbuat dari emas. Maka beliau bersabda, ‘Hai ‘Adi, buanglah berhala itu darimu!” Dan aku mendengar beliau membaca (ayat al-Qur’an) dalam surat Bara’ah (at-Taubah, yang artinya), “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah”, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka itu (para pengikut) tidaklah beribadah kepada mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka). Akan tetapi jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) menghalalkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap halal. Jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap haram”. (HR. Tirmidzi, no: 3095; dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Semoga kita dijauhkan dari berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu dan dijauhkan dari berbagai jenis kesyirikan dan maksiat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/41186-dosa-yang-lebih-besar-dari-dosa-syirik.html

Orang-orang yang Celaka dalam Alquran

ADA beberapa kelompok yang disebut celaka dalam Alquran. Beberapa kali Allah menggunakan kata “Celaka !” bagi tipe-tipe manusia tersebut.

Siapa saja mereka?

1.Yahudi

“Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, “Ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.”(Al-Baqarah 79)

2.Musyrik

“Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.”(Fussilat 6-7)

3.Kafir

“Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka celakalah orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang agung!”(Maryam 37)

4.Pembohong

“Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.”(Al-Jatsiyah 7)

5.Pendusta Agama

“Maka celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”(At-Thur 11)

“Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran).”(Al-Mursalat 15, 19,24,28,34,37,40,45,47,49)

*Kata “Celaka bagi mereka yang mendustakan (kebenaran)” disebut 10x dalam surat Al-Mursalat

6.Berhati Keras

“Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”(Az-Zumar 22)

7.Pengumpat

“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.”(Al-Humazah 1)

8.Lalai Terhadap Waktu Salat

“Maka celakalah orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap (waktu) salatnya”(Al-Maun 4)

9.Mengurangi Timbangan

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!”(Al-Muthoffifin 1). [khazanahalquran]

 

MOZAIK

Parahnya Praktek Syirik Di Masa Kini

Dahulu orang-orang musyrik jahiliyyah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perbuatan syirik ketika dalam kondisi lapang saja

 

Kesibukan dunia, menjadikan sebagian besar manusia tidak peduli lagi dengan urusan agamanya. Banyak perintah Allah tidak dilaksanakan dan berbagai macam perbuatan kemaksiatan dilakukan. Perbuatan kemaksiatan dengan segala macam bentuknya menjadi hal yang biasa dan lumrah untuk dilakukan. Termasuk juga perbuatan maksiat yang paling bahaya, dosa besar yang paling besar, dan kezaliman yang paling zalim, yaitu perbuatan syirik.

Sudah menjadi sunnatullah, bahwa kesyirikan akan terus ada pada setiap zaman. Termasuk di zaman kita hidup sekarang ini, berbagai bentuk ritual kesyirikan terjadi dimana-mana. Bahkan kesyirikan hasil tipu daya iblis yang terjadi di masa kini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi di masa jahiliyyah saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Kenapa bisa demikian ? Simak uraian singkat dalam artikel berikut.

Kini, Syirik Terjadi Dalam Uluhiyyah dan Rububiyyah

Orang musyrikin zaman jahiliyyah hanya melakukan kesyirikan dalam masalah uluhiyyah(peribadatan). Mereka tetap mengakui tentang rububiyyah Allah, bahwa hanya Allah saja yang mencipta, memberi rezeki, dan mengatur segala urusan mereka. Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ

Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah ‘Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?’.” (Yunus: 31).

Meskipun kaum musyrikin jahiliyyah menyekutukan Allah dalam ibadah, mereka tetap meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka dan memberi rezeki serta mengatur urusan mereka.

Lalu bagaimana keadaan musyrikin di zaman sekarang ini? Di antara mereka ada yang berkeyakinan bahwa yang memberikan jatah ikan bagi nelayan, yang mengatur ombak laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Ada pula yang meyakini bahwa ada Jin sebagai penguasa Gunung Merapi. Ada pula yang meyakini bahwa yang mengatur urusan hasil panen mereka adalah Dewi Sri. Padahal tidak ada seorang pun yang dapat mengatur alam semesta kecuali Allah Ta’ala. Ini adalah hak khusus Allah dalam rububiyyah-Nya.

Dahulu kaum musyrikin masih mending, mereka hanya melakukan kesyirkan dalam uluhiyyah, namun tetap mengakui rububiyyah. Adapun kesyirikan zaman ini, terjadi dalam masalahrububiyyah dan uluhiyyah. Sungguh, betapa keterlaluan dan lancangnya terhadap Allah, Sang Pencipta alam semesta !

Kini, Syirik Terjadi Di Waktu Senang dan Susah

Dahulu orang-orang musyrik jahiliyyah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perbuatan syirik ketika dalam kondisi lapang saja. Tatkala merkeka dalam kesempitan dan kesusahan, mereka meninggalkan perbuatan syirik dan hanya mentauhidkan Allah. Mereka tinggalkan sesembahan mereka dan hanya berdoa meminta kepada Allah saja. Allah kisahkan tentang kodisi mereka :

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Namun tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)” (Al Ankabut : 65).

وَإِذَا مَسَّكُمُ الْضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلاَّ إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإِنْسَانُ كَفُوراً

Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al Isra’:67)

Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu. Mereka melakukan kesyrikan tatkala kondisi lapang. Namun tatkala dalam kondisi kesulitan dan kesempitan, mereka hanya berdoa kepada Allah saja.

Bandingkan dengan kodisi musyrikin di masa kini. Perbuatan syirik terjadi setiap saat, baik kondisi senang maupun susah. Ketika kondisi senang, misalnya ada acara pernikahan, hendak membangun rumah, sehabis panen hasil pertanian, mereka melakkan perbuatan syirik dengan memberi sesaji kepada selain Allah. Demikian pula dalam kondisi kesulitan. Tatkala ada musibah bencana, memberikan sesaji kepada selain Allah sebagai tolak bala. Tatkala ada barang yang hilang, meminta bantuan ke paranormal. Tatkala menderita sakit, datang berobat kepada dukun. Demikianlah kondisi musyrikin zaman ini, kesyirikan terjadi saat kondisi senang maupun susah.

Kini, Ahli Maksiat Dijadikan Sesembahan

Objek sesembahan kaum muyirkin zaman dahulu lebih mending daripada kaum musyrikin zaman ini. Kaum musyrikin zaman dulu menyembah Nabi, malaikat dan orang-orang shalih. Sebagian dari mereka ada juga yang menjadikan benda-benda mati sebagai sesembahan seperti matahari, bulan. batu, pohon, dan berhala. Benda-benda tersebut adalah benda mati, yang notabene tidak pernah bermaksiat kepada Allah.

Bagaimana dengan sesembahan musyrikin zaman ini? Adapun musyrikin zaman ini, banyak di antara mereka menjadikan kuburan orang-orang ahli maksiat sebagai sesembahan. Banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Dikisahkan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berzina, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul jika melakukan perbuatan zina seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat mendapatkan keberkahan diharuskan berzina terkebih dulu.

Lihatlah, betapa orang-orang musyrik zaman dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekarang ini. Sesembahan mereka adalah makhluk yang mulia, atau minimal benda-benda mati yang tidak pernah berbuat maksiat kepada Allah. Adapun musyrikin zaman ini, orang-orang yang sudah jelas ahli maksiat di masa hidupnya, kuburannya dijadikan sesembahan selain Allah. Allahul musta’an.

Bentengi Diri Dengan Tauhid

Pembaca yang dirahmati Allah, sungguh fenomena kesyirikan telah merebak di sekitar kita. Dari kesyirikan yang tersembunyi sampai bentuk yang paling dhohir, baik itu syirik besar maupun syirik kecil. Di kota hingga pelosok desa marak dengan kegiatan syirik. Kesyirikan di zaman ini tidak mengenal waktu, baik siang maupun malam, baik dalam kondisi susah maupun senang. Media yang beredar juga tak ketinggalan menawarkan berbagai bentuk kesyirikan. Bahkan para cendekiawan muslim yang dianggap tokoh agama pun ikut andil dalam mendakwahkan kesyirikan.

Wahai saudaraku, hati ini sangat lemah.  Sungguh, dengan fenomena tersebut, hati kita memiliki kecenderungan untuk jatuh ke dalam perbuatan syirik. Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali membentengi diri kita dengan ilmu tauhid yang benar dan berusaha untuk mempelajari kesyirikan agar kita dapat menjauhinya. Usaha doa pun harus senatiasa kita lakukan. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan kita di atas jalan tauhid sampai ajal menjemput kita.

Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.

***

Sumber bacaan : Syarh Al Qawaidul Arba’ karya Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah

Penulis : dr. Adika Mianoki

Artikel Muslim.or.id