Mengapa Nabi Muhammad dan Keluarganya Haram Terima Sedekah?

Nabi Muhammad SAW dan keluarganya tidak boleh menerima sedekah

Siapa pun yang bukan dari keluarga Nabi Muhammad SAW, diperbolehkan menerima sedekah. Adapun orang yang tidak beribadah dan tidak mempercayai Nabi, maka tidak diperkenankan baginya mengambil sedekah. Lantas, apakah Nabi sendiri menerima dan memakan sedekah?

Dilansir di Islamweb, Sabtu (20/2), Nabi bersabda: لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَىَّ ذِرَاعٌ أو كراع لَقَبِلْت

“Law du’itu ila dziraa’in, aw kuraa’in la-ajabtu walaw uhdiya ila dziraa’un aw kuraa’un laqabiltu.”. 

Yang artinya: “Jikalau aku diundang (makan) lengan kambing atau betisnya (kikil), sungguh aku akan menghadirinya. Dan jikalau aku diberi hadiah (kedua hal itu) pasti akan aku terima.” Sedangkan dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, dia berkata:  

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أُتِيَ بطعام سأل عنه: أهديّة أم صدقة؟ “Kaana Rasulullah SAW idza utiya bitha-amin sala anhu: ahadiyatun am shadaqatun?”. Yang artinya: “Rasulullah SAW ketika diberikan makanan akan selalu bertanya: apakah ini hadiah ataukah ini sedekah?”  

 فإن قيل: صدقة قال لأصحابه: كلوا ولم يأكل، وإن قيل: هديّة ضرب بيده صلى الله عليه وسلم فأكل معهم “Fa-in qila shadaqatun, qala li-ashabihi: kuluu wa lam ya’kul. Wa in qila hadiyyatun dharaba biyadihi SAW fa-akala ma’ahum.” 

Yang artinya: “Apabila makanan itu dikatakan sedekah, maka Nabi akan memerintahkan sahabatnya untuk memakan bagi yang belum makan, namun apabila makanan itu dijawab sebagai hadiah, maka Nabi menerimanya dan memakannya secara bersama-sama.” 

Hadits-hadits ini secara umum tidak ada perbedaan antara sedekah yang sifatnya fardhu dan umum. Dan dari beraneka ragam hal yang diharamkan Rasulullah SAW, sebagaimana yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar bahwa kesepakatan tentang itu juga diungkapkan lebih dari satu ulama, termasuk Imam Al-Khattabi.

Dan disebutkan juga oleh sebagian ulama tentang hukum yang karenanya diharamkan sedekah atas Nabi dan keluarga beliau. Di antaranya yakni adanya kehormatan kenabian dan dan tinggi mulianya Nabi  dibandingkan makhluk Allah. 

Oleh karena itu Allah SWT melarang Nabi dan keluarganya dari sedekah umat. Hal ini ntuk menjaga posisi kemuliaan Nabi dari ketinggian seseorang di bawahnya dengan sedekah atau zakat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat As-Syura ayat 23, Allah berfirman: 

قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “Qul laa as-alukum alaihi ajran illalmawaddata fil-qurba.” 

Yang artinya: “Katakanlah: aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” 

Dan menurut pendapat Imam Ibnu Hajar As-Syaukani, jikapun Allah menghalalkan bagi Nabi dan keluarganya sedekah bagi kaum musyrikin yang akan ditentang, maka Allah menutup pintu atas hal itu, Yakni melarang sedekah atas dirinya dan keluarganya.

Dijelaskan juga bahwa zakat dan sedekah berbeda dengan hadiah (pemberian). Sebab zakat dikeluarkan oleh umat Muslim sebagai maksud untuk mensucikan harta, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat At-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها  “Khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahiruhum wa tuzakkihim biha.” Yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” 

Sedangkan hadiah diberikan sebagai reward, penghargaan, atas bentuk kecintaan atau penghormatan seseorang. Sedangkan zakat dikeluarkan sebagai bagian dari kewajiban umat Muslim atas hartanya, dengan membayarkan untuk memenuhi kewajiban syariat. Adapun hadiah tidak diwajibkan bagi seorang Muslim, sebab sifatnya yang sukarela. 

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA