Nabi Muhammad Memohonkan Syafaat untuk Seluruh Umat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Saya adalah pemimpin semua orang pada hari kiamat. Tahukah kalian sebabnya apa? Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang akhir di suatu dataran tinggi. Mereka dapat dilihat oleh orang yang melihat dan dapat mendengar orang yang memanggil. Matahari dekat sekali dari mereka. Semua orang mengalami kesusahan dan penderitaan yang mereka tidak mampu memikulnya. Lantas orang-orang berkata, ‘Apakah kalian tidak tahu sampai sejauh mana yang kalian alami ini? Apakah kalian tidak memikirkan siapa yang dapat memohonkan syafaat kepada Rabb untuk kalian?’ Lantas sebagian orang berkata kepada sebagian lain, ‘Ayah kalian semua, Nabi Adam‘alaihissalam’.

Mereka pun mendatangi beliau, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nabi Adam! Engkau adalah ayah semua manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakanmu dengan kekuasaan-Nya dan meniupkan ruh-Nya ke dalam tubuhmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud, sehingga mereka pun bersujud kepadamu. Di samping itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tempat tinggal kepadamu di surga. Sudilah kiranya engkau memohonkan syafaat kepada Rabbmu untuk kami? Bukankah engkau tahu apa yang kami alami dan sampai sejauh apa menimpa kami?’ Nabi Adam‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, Dia melarangku akan suatu pohon, tetapi saya berbuat maksiat. Diriku, diriku, diriku. Pergilah ke selain aku. Pergilah kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam’.

Lantas mereka mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalam, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nuh! Engkaulah Rasul pertama di muka bumi ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebut dirimu hamba yang banyak bersyukur. Bukankah engkau mengetahui apa yang sedang kita alami sekarang? Sudilah kiranya engkau memohonkan syafaat kepada Rabbmu untuk kami?’ Nabi Nuh ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, saya mempunyai suatu dosa mustajab yang telah saya gunakan untuk mendoakan kebinasaan pada kaumku. Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam’.

Kemudian mereka pun mendatangi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, lalu mereka bertanya, ‘Wahai Ibrahim! Engkau adalah Nabi Allah dan kekasih Allah di antara penduduk bumi. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kami. Bukankah engkau telah mengetahui keadaan yang sedang kami alami?’ Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sesungguhnya saya pernah berdusta sebanyak tiga kali. Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Musa‘alaihissalam’.

Selanjutnya mereka mendatangi Nabi Musa ‘alaihissalam, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nabi Musa! Engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi keutamaan kepadamu dengan kerasulan dan kalam-Nya yang melebihi orang lain. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kita. Bukankah engkau mengetahui keadaan yang sedang kita alami?’ Lantas Nabi Musa‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, saya pernah membunuh seorang manusia padahal saya tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Isa ‘alaihissalam’.

Setalah itu, mereka pun mendatangi Nabi Isa ‘alaihissalam, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nabi Isa! Engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diciptakan dengan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya. Engkau dapat berbicara dengan orang-orang ketika masih dalam buaian. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kita. Bukankah engkau mengetahui keadaan yang sedang kita alami?’ Lantas Nabi Isa ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya.’ Nabi Isa tidak menyebutkan dosa yang diperbuatnya. ‘Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam’.

Lalu mereka mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya mereka berkata, ‘Wahai Muhammad! Engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan penutup para nabi. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang akan datang. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kita. Bukankah engkau mengetahui keadaan yang sedang kita alami?’ Lantas saya berangkat hingga saya sampai di bawah Arsy. Kemudian saya bersujud kepada Rabbku. Lantas AllahSubhanahu wa Ta’ala ajarkan padaku pujian-pujian kepada-Nya serta keindahan sanjungan terhadap-Nya yang belum pernah Dia ajarkan kepada selain diriku. Lalu dikatakan, ‘Wahai Muhammad! Angkatlah kepadamu. Ajukanlah permohonan, niscaya permohonanmu dikabulkan. Mohonlah syafaat, pastilah akan diterima syafaatmu.’ Selanjutnya aku mengangkat kepalaku, lalu saya berkata, ‘Ummatku, wahai Rabbku, umatku wahai Rabbku, ummatku wahai Rabbku!’ Lantas dikatakan, ‘Wahai Muhammad! Masukkanlah umatmu yang tidak peru dihisab dari pintu surga ke sebelah kanan. Mereka juga sama dengan orang-orang lain di selain pintu tersebut.’ Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Demi Dzat yang mengauasai diriku, sesungguhnya jarak anara dua daun pintu dari beberapa daun pintu surga sama dengan jarak antara Mekah dan Hajar atau antara Mekah dan Bushra’.”

(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Artikel www.KisahMuslim.com

Lima Fase Hidup Nabi yang Perlu Kita Teladani [1]

Al-Quran hanya bisa tumbuh dengan subur pada hati yang bersih dan suci. Tidak dapat menyentuh Al-Quran kecuali orang-orang yang suci

 

IBARAT menanam tumbuhan, lahannya harus dipersiapkan terlebih dahulu. Tumbuhan akan tumbuh dengan baik apabila lahannya baik. Sebaliknya, tumbuhan akan kerdil bila tanahnya kering, bahkan tidak mustahil akan mati.

Al-Quran hanya bisa tumbuh dengan subur pada hati yang bersih dan suci. Tidak dapat menyentuh Al-Quran kecuali orang-orang yang suci. Pada hati yang suci Al-Quran akan hidup dengan kokoh dan membuahkan akhlak yang agung. Karena itu di dalam menerima nilai-nilai wahyu dibutuhkan proses, persiapan-persiapan ruhaniyah (mujahadah dan riyadhah). Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dapat menerima Al-Quran secara paripurna karena jiwa beliau sudah terantar sedemikian rupa, sehingga klop  (connect) dengan nilai Al-Quran. Beliau telah diberi kemampun mengaktualisasikan secara pribadi maupun sosial.

Ada syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat berquran dengan baik, antara lain ; menjauhi sifat sombong (thagha’), tidak cinta dunia, menahan hawa nafsu dan takut kepadaTuhan. Thagha akan menolak kebenaran yang datang karena merasa paling benar, cinta dunia akan mengalahkan imannya, hawa nafsu akan menghalangi hati dari petunjuk, dan orang yang tidak takut kepada  Allah Subhanahu Wata’ala.

Sifat-sifat mulia yang dimiliki Rosul tidak lepas dari perjalanan hidupnya sebelum menerima wahyu. Ada proses manusiawi di samping proses Ilahiah, sehingga beliau mampu tertempa menjadi manusia yang siap mengemban Al-Quran. Beliau memiliki sifat-sifat yang sangat kondusif terhadap masuknya nilai-nilai Al-Quran. Seperti yang kita ketahui, yaitu shiddiq(jujur), amanah (bertanggung jawab), tabligh (menyampaikan wahyu), dan fathanah (cerdas), serta sifat-sifat terpuji lainnya.

Periode kehidupan yang mengantarkan Muhammad ke jenjang kenabian ini selayaknya dicermati untuk diambil hikmahnya, mengingat tetap berlakunya sunnatulloh berupa hukum sebab-akibat dari proses kehidupan tersebut terhadap hasil berikutnya. Output (hasil), tidak dapat dilepaskan dari rangkaian proses dan input.

Hasil dari proses pendidikan sejak lahir tersebut menjadi salah satu prasyarat kelayakan dan kepatutan Muhammad untuk menerima wahyu dan mengemban amanah   Allah Subhanahu Wata’ala di muka bumi ini. Bila disimpulkan, episode panjang selama 40 tahun itu telah mencakup segala aspek yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin. Diawali pada penekanan aspek spiritual,  psikologis, ketrampilan berkomunikasi, aspek sosial, ekonomi, hukum dan diakhiri dengan pendalaman aspek falsafi. Kelima bidang ini tepat dengan pembagian secara garis besar fase-fase kehidupan Muhammad yang terbagi dalam lima tahap, yaitu; fase yatim, fase mengembala, fase berdagang, fase berkeluarga dan fase ber-gua Hira.

Berikut diantara hikmah-hikmah dari proses pra-wahyu :

Fase Yatim

Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 570 Masehi di Makkah.

Ayah beliau Abdullah dan ibu beliau Aminah. Sebelum beliau lahir, ayah beliau telah meninggal dunia dan dimakamkan di Madinah. Kemudian beliau diasuh oleh kakek beliau,Abdul Muthalib, seorang pembesar Quraisy, yang sangat mencintai Muhammad. Ia pernah berkata: “Putraku Muhammad memiliki masa depan yang cemerlang.”

Menginjak usia enam tahun, ibu beliau meninggal dunia. Pada usia sembilan tahun, kakek beliau pun meninggal dunia. Sebelum wafat,  Abdul Muthalib menitipkan cucunya ini (saw) kepada putranya, Abu Thalib agar menjaga dan merawatnya.

Sejak lahir, Muhammad tidak dikenalkan secara akrab dengan ayah, ibu dan kakeknya. Padahal orang tua merupakan orang terdekat yang membentuk pola pikir dan kepribadian anak. Hal ini menjadikan kepribadian Muhammad tidak terwarnai dan tetap fitrah dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat jahiliah pada saat itu. Fakta ini didukung dengan peristiwa pengasuhan Muhammad kecil di pegunungan Bani Sa’diyah, sebuah dusun yang jauh dari keramaian kota. Hal ini juga pembebasan dari pengaruh idiologi orang-orang kuat di sekitarnya yang akan menjadi jaminan akan kemurnian risalah kelak. Sebab, bagaimanapun, kakek beliau, Abdul Muthalib merupakan orang berpengaruh di tengah kaumnya. Tumbuhnya Muhammad sebagai anak yatim ini juga menjaganya dari tangan-tangan yang memanjakannya, baik harta maupun kemudahan lain. Otomatis hal ini mencetak kepribadiannya untuk tidak tergatung terhadap keduniaan dan kedudukan. Fase ini juga mendidik Muhammad untuk tidak memiliki sifat sombong, merasa benar ( ‘ujub) dan mau menang sendiri (ananiyah).

Al Quran telah mengisyaratkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam adalah seorang anak yatim:

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيماً فَآوَى

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.” (QS: Ad Dhuha : 6).

Fase Menggembala

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam masih remaja beliau mengembala kambing untuk penduduk Makkah dengan mengambil beberapa upah dari kerjanya tersebut.

Diceritakan oleh Imam Malik, bahwasanya di sampaikan kepadanya bahwasanya Rasulullah telah bersabda: “Bahwa tidak seorangpun dari seorang nabi kecuali ia telah mengembala kambing, kemudian beliau (Nabi) ditanya: dan Anda bagaimana wahai Rasulullah? beliau saw. menjawab: saya juga.” (Muwattha’ oleh Imam Malik).

Mengembala kambing, sesuai denga situasi saat itu, memaksa seseorang untuk menjauh dari hiruk-pikuk keduniawian. Menjadi pengembala juga memaksa seseorang untuk peduli secara detail terhadap sesuatu, utamanya terhadap yang di gembalakannya (tanggungjawab dan kepekaan).

Pendekatan semacam ini mutlak penting bagi siapapun yang yang hendak menempatkan diri sebagai pemimpin. Jiwa sosial Muhammad tertempa dengan aktivitas seperti ini. Hal ini juga memberikan penekanan bahwa sebaik-baik harta adalah yang didapat dari hasil usaha sendiri. Untuk hidup mulia, seorang harus sanggup memeras keringat dan membanting tulang secara wajar dan bermartabat. Mengembala juga bukan pekerjaan terhormat, sehingga lagi-lagi Muhammad tertempa menjadi manusia rendah hati. Selain itu, aktivitas ini menyatu dengan alam, cinta alam, alam tidak pernah berdusta, sehingga akan membantu mempertajam sifat shiddiq.* (BERSAMBUNG)

 

Oleh: Shalih Hasyim

Penulis tinggal di Kudus, Jawa Tengah

Tidurnya Nabi Muhammad

Diriwayatkan oleh Ubay bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

Apabila salah seorang di antara kamu hendak masuk ke dalam kamar tidurnya atau hendak tidur, hendaklah mengambil ujung selimut dan menyempurnakannya untuk melingkupi seluruh tubuhnya. Dan hendaklah dia menyebut nama Allah karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi sesudah itu dalam tidurnya. Dan apabila dia hendak memiringkan tubuhnya, hendaklah dia memiringkannya pada sisi kanan dan hendaklah berkata, ‘Mahasuci Engkau ya Allah Tuhanku, karena Engkau aku meletakkan sisi tubuhku dan karena Engkau aku mengangkatnya. Jika Engkau merenggut jiwaku maka ampunilah jiwaku, dan jika Engkau melepaskannya, jagalah sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (H.R. Muslim)

Sebagian dari petunjuk beliau kepada umat Muslim,

Bila kamu hendak tidur berwudhulah kamu sebagaimana kamu berwudhu untuk shalat dan miringkanlah tubuhmu pada sisi sebelah kanan.” (Muttafaq ‘alaih)

Dan diriwayatkan oleh Aisyah,

Rasulullah apabila naik ke tempat pembaringan setiap malam, (beliau) menyandingkan kedua belah tangannya serta meniupnya dan membaca di antaranya surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Naas, kemudian beliau mengusap seluruh tubuhnya dengan kedua belah tangannya mulai dari kepala, wajah, dan anggota lain yang bisa diusap. Rasulullah mengulanginya sebanyak tiga kali.” (H.R. Bukhari)

Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ketika menjelang tidur beliau berdo’a,

Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum dan menjaga kita serta mencukupi segala kebutuhan kita. Betapa banyak orang yang tidak tercukupi kebutuhannya dan tidak punya tempat tinggal.” (H.R. Muslim)

Dan diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa,

Bila Rasulullah pulang dari bepergian di tengah malam, beliau tidur miring pada sisi kanan. Dan apabila beliau pulang dari bepergian sebelum mendekati waktu Shubuh, beliau tidak tidur. Beliau hanya memiringkan tubuhnya dan menegakkan lengannya sambil meletakkan kepalanya di atas telapak tangan.” (H.R. Muslim)
Sambil mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, marilah kita renungkan bagaimana sebenarnya tempat tidur Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, seorang rasul yang mulia, dan sebaik-baik manusia yang pernah menginjakkan kakinya di muka bumi. Diriwayatkan dari Aisyah radiyallahu ‘anha,

Tempat dimana Rasulullah tidur di atasnya hanyalah sebuah tikar sederhana yang terbuat dari kulit yang diisi dengan sabut.” (H.R. Imam Ahmad)

Suatu ketika datang sejumlah sahabat kepada Rasulullah kemudian mereka pun duduk. Lalu datanglah Umar. Ketika Rasulullah beranjak dari tempat itu, Umar melihat ada bekas anyaman tikar kasar pada sisi kanan perut Rasulullah. Kemudian Umar pun menangis. Nabi Muhammad bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, wahai Umar?” Umar menjawab, “Demi Allah, saya tahu bahwa engkau makhluk yang paling mulia, lebih mulia di mata Allah daripada Kisra (raja Persia) dan kaisar (Romawi). Mereka berdua bermain-main dengan dunia dan hidup dalam kemewahan, sedangkan engkau wahai Rasulullah, tidur di tempat seperti ini?” Rasulullah pun menjawab, “Bukankah engkau rela mereka memperoleh dunia sedangkan kita memperoleh akhirat?” Umar pun menjawab, “Ya.” “Itulah yang sedang terjadi”, kata Rasulullah. (H.R. Imam Ahmad)

 

sumber: Lampu Islam

Sifat Mulia Rasulullah

Bayangkan kita mendekati rumah Nabi Muhammad dan mengetuk pintunya,kemudian ita khayalkan seakan-akan kita mendengar langsung dari orang yang pernah bertemu dengan beliau, bertatap muka, atau hidup bersama beliau. Biarkan orang itu menggambarkan kepada kita sifat dan fisik Nabi Muhammad seakan-akan kita melihatnya secara langsung, agar kita melihat pancaran sinar matanya yang agung dan senyumnya yang menawan. Diriwayatkan oleh al-Barra’ bin Azib radiyallahu ‘anhu,

Setahuku, Rasulullah itu adalah orang yang paling tampan wajahnya, paling baik akhlaqnya. Tidak tinggi sekali dan juga tidak pendek (tubuhnya).” (H.R. Bukhari)

“Rasulullah adalah orang yang sedang (tingginya), jarak antara kedua bahunya menandakan beliau lelaki yang gagah, rambutnya panjang menyentuh ujung telinganya, aku melihat (wajahnya) kemerah-merahan. Belum pernah aku melihat sesuatu yang lebih bagus dan indah daripada Rasulullah.” [1]

Di antara sifat-sifat beliau adalah malu. Malu dalam hal yang pantas untuk malu, tetapi tegas dalam hal yang menyangkut akhlaq dan kebenaran. Sampai-sampai Sahabat Abu Said al-Khudri mengatakan,

Rasulullah lebih pemalu dari seorang perawan dalam pingitan. Bila beliau melihat sesuatu yang tidak disukainya, kami tahu dari raut wajahnya.” (H.R. Bukhari)

Cara Nabi Muhammad Berbicara

Sekarang, mari kita lihat bagaimana Rasulullah berbicara. Sebelumnya, dengarlah apa yang dikatakan Aisyah radiyallahu ‘anha,

Rasulullah tidak pernah berbicara penuh sebagaimana bicaramu ini (cerewet), tetapi beliau berbicara dengan perkataan yang pas, jelas, padat, sehingga bisa dihafal oleh orang yang ada di sekitarnya.” (H.R. Abu Daud)

Rasulullah selalu berbicara dengan mudah dan sopan serta lemah-lembut, karena beliau ingin agar orang lain mengerti arah pembicaraannya. Beliau sangat menjaga perbedaan-perbedaan di antara umatnya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Beliau sangat peka bahwa pemahaman dan cara berpikir umatnya berbeda-beda. Oleh karena itu, beliau memilih untuk bersikap halim (menerima perbedaan walaupun tidak sesuai dengan isi hati) dan sabar, sehingga menyenangkan lawan bicaranya. Diriwayatkan dari Aisyah,

Rasulullah selalu berbicara dengan perkataan yang jelas yang bisa dipahami orang yang mendengar.”

Renungkanlah bagaimana Rasulullah yang berakhlaq mulia sangat lembut dan bersahabat, lapang dada, serta terbuka. Beliau rela mengulangi perkataannya agar dimengerti oleh orang lain. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik,

Rasulullah sering mengulang perkataannya sampai tiga kali supaya dimengerti dan dipahami.” (H.R. Bukhari)

Rasulullah juga suka bercanda dengan para Sahabat untuk mengurangi rasa takut karena sebagian di antara mereka ada yang takut kepada yang lain.

Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah pernah didatangi oleh seorang laki-laki yang sangat ketakutan hingga gemetar seluruh tubuhnya. Laki-laki itu lalu ditenangkan oleh Rasulullah sambil berkata,

Tenanglah karena aku bukanlah seorang raja. Aku adalah anak seorang wanita yang memakan daging kering (dendeng).” (H.R. Ibnu Majah)

Mencintai Nabi Muhammad Sepenuh Hati

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar. Kesejahteraan dan keselamatan semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam yang merupakan imam bagi para nabi, yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.

Sebagian besar manusia di masa sekarang ini terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu yang ekstrim dan yang apatis. Kelompok yang ekstrim adalah mereka yang sampai mengkultuskan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, bahkan ada yang sampai memuja beliau shalallahu ‘alaihi wassalam sampai mengantarkannya pada tingkat kemusyrikan, dengan jalan berdo’a dan memohon pertolongan kepada beliau (memposisikan beliau sebagai Tuhan). Sedangkan golongan yang apatis adalah golongan orang-orang yang lupa dan tidak mengacuhkan, bahkan mencampakkan tradisi agung Nabi Muhammad berupa akhlaqnya yang mulia. Kelompok ini tidak menjadikan beliau sebagai panutan, pelita, sekaligus petunjuk jalan hidup.

Seharusnya kita sebagai umat Muslim harus merealisasikan rasa cinta dan kasih sayang kita kepada beliau serta meneladani sisi-sisi kehidupan beliau sebagai manusia utusan Allah, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun kemasyarakatan. Dan juga tidak bisa kita pungkiri bahwa kehidupan Nabi Muhammad adalah cerminan dakwah dan kehidupan umat yang sejati. Allah sendiri memuji beliau, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlaq yang agung.”

Kita sebagai umat Muslim menempatkan Nabi Muhammad dalam posisi yang seharusnya, sebagaimana Allah memposisikan beliau dalam posisi yang tertinggi (maqaaman mahmuuda). Nabi Muhammad adalah seorang hamba Allah dan rasul-Nya. Tidak lebih dan tidak kurang, tidak dikultuskan seperti Tuhan dan tidak menyanjung-nyanjung beliau secara berlebihan. Sikap kita jelas, tidak merayakan maulid (hari kelahiran Rasulullah) sebagai ibadah, melainkan sekadar memperingati karena kecintaan kita terhadap beliau. Al-Bushiri dalam syair Burdahnya, dengan indah melukiskan kedudukan Rasulullah,

Muara segala pengetahuan kita

Tentang beliau sebagai manusia

dan sebaik-baik makhluk Allah

Cahaya putih penutup segala nabi

Bersinar melambai penuh saksi

Sandingan namanya

dengan nama Tuhan

Tak cukupkah itu sebagai bukti?

Kesaksian lima waktu

shalat dan adzan

Separuh nama penuh cinta

separuh lagi terpatri di atas ‘Arasy

Yang terpuji dan dialah Ahmad”

Walaupun kita tidak bisa melihat Nabi Muhammad secara langsung karena jarak historis, kita masih berharap mempunyai kesempatan menjadi saudara beliau. Sebagaimana sabda beliau, “Aku ingin sekali seandainya aku melihat saudara-saudaraku.” Para Sahabat bertanya, “Bukankah kami ini saudara-saudaramu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kalian adalah para sahabatku, sedangkan yang datang (generasi) setelah kalian adalah saudara-saudaraku.” Para sahabat kian bingung, “Bagaimana engkau bisa tahu tentang orang yang datang setelah kita, dari umatmu ya Rasulullah?” Nabi Muhammad berkata, “Kalau ada kuda yang bertanda putih cemerlang di mukanya dan berada di antara kuda-kuda hitam, tidakkah pemilik kuda itu akan mengenalinya? Begitu juga dengan umatu. Mereka akan datang dengan wajah cerah karena wudhu’. Dan aku akan berada di tengah-tengah mereka di telaga (surga) nanti.” (H.R. Muslim)

Mari kita berdo’a semoga Allah berkenan menjadikan kita sebagai orang yang mengikuti dan “menyisir” jejak langkah serta menjalankan Sunnah beliau. Dan, semoga kita bisa berkumpul bersama beliau di surga nanti. Semoga Allah membalas dengan sempurna apa yang telah beliau perjuangkan. Shalawat dan salam bagimu ya Rasulullah, bagi sahabatmu, dan seluruh keluargamu.

 

sumber: Lampu Islam

Masya Allah, Nabi Muhammad Dijelaskan Kitab Suci Hindu

Kitab suci umat Hindu terbagi menjadi tiga, yaitu Vedas, Upanishads, and Puranas. Ketiganya dibedakan berdasarkan umurnya, beberapa menyebutkan kitab tersebut berasal dari sekitar 4.000 tahun yang lalu. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa Nabi Muhammad SAW disebutkan dalam kitab-kitab tersebut.

Dilansir Onislam.net, salah satu bukti yang mengejutkan adalah jazirah Maharshi Vyasa yang merupakan tempat suci umat Hindu, merupakan tanah Arab yang dirusak setan. Kemungkinan hal itu berasal dari pra-Islam pagan.

Selanjutnya, disebutkan Mahamad, yang diperkirakan maksudnya adalah Muhammad, dimana dalam kitab tersebut digambarkan sebagai orang yang akan menuntun orang-orang yang sesat.

Dalam kitab itu, disebutkan dia akan disunat, berjenggot, fasih, dia akan membuat revolusi besar, dia akan mengumumkan panggilan untuk beribadah, dia akan makan daging hewan halal yang bukan dari babi, dan dia akan melawan bangsa yang tidak beragama. Kesemua itu mengarah pada ciri-ciri Rasulullah Muhammad SAW.

Bhavishya Purana yang merupakan salah satu Puranas terpenting, memberikan bukti lain. Disebutkan bahwa di negeri asing akan ada seorang guru spiritual yang bernama Muhammad. Dimana dia akan menjadi penghuni Arabia, dia akan mengumpulkan kekuatan besar untuk melawan atau membunuh iblis dan Allah akan melindunginya dari lawan-lawannya.

Kitab Upanishad, yang merupakan kitab tinggi dari Vedas, dan banyak digunakan sebagai literatur pelajar Hindu menyebutkan nama nabi Muhammad. Karena dalam kitab tersebut terdapat pengetahuan yang bersifat ketuhanan yang mengajarkan bagaimana mendekatkan diri kepada sang Khaliq.

Selain itu juga, terdapat bukti penting yang disebutkan “tidak ada tuhan kecuali Allah”, dan itu disebutkan lebih dari sekali. Disebutkan pula deskripsi untuk Allah, yaitu nama dewa adalah Allah, Dia adalah salah satu, Raja seluruh dunia, Dia adalah yang Terbesar dari semua, Terbaik, Paling Sempurna, paling suci dari semua, Memelihara dari seluruh dunia, yang merupakan pengejawantahan bumi dan ruang, dan Tuhan dari semua ciptaan.

Dia menciptakan matahari, bulan, bintang-bintang, dan langit. Dia Memelihara dari semua burung, binatang, hewan yang hidup di laut dan mereka yang tidak terlihat oleh mata. Dia adalah Penghapus segala kejahatan dan bencana, dan Muhammad adalah Rasul Allah.

Dalam Atharva Veda disebutkan ‘yang patut dipuji’ yang setiap orang harus memujinya, dan disebutkan namanya Muhammad. Disebutkan pula Muhammad adalah sosok penunggang unta. Menariknya, hal itu kontras karena nabi Indian dilarang untuk menunggang unta. Dan nabi Isa disebutkan mengendarai keledai bukan unta. Sehingga jelaslah yang dimaksud sang pengendara unta adalah Muhammad.

Pada mantra ketujuh menyebutkan ada orang yang akan menuntun semua manusia, dan Muhammad selalu menegaskan tidak ada pengkhususan yang dituntun, bukan hanya bangsa Israel ataupun bangsa Arab saja, melainkan seluruh umat.

Kemudian pada Mantra keenam berbicara tentang beberapa orang pemberani yang kalah tanpa pertempuran dan jumlah lawan mereka adalah 10 ribu. Hal itu bisa menjadi acuan untuk pertempuran sekutu atau parit yang berlangsung pada masa Nabi Muhammad.

Jumlah orang-orang yang melakukan pengepungan di sekitar Madinah memang 10 ribu, dan mereka kalah tanpa pertempuran karena Allah mengirimkan badai yang akhirnya setelah pengepungan panjang, memaksa mereka untuk meninggalkan lokasi.

Selanjutnya, dalam Rig Veda, yang berbicara tentang seseorang yang digambarkan sebagai jujur ​​dan dapat dipercaya, kuat dan murah hati yang akan menjadi terkenal dengan 10 ribu. Semua ini adalah karakteristik dari Nabi Muhammad, dan jumlah 10 ribu mungkin dimaksudkan untuk jumlah para sahabat Nabi Muhammad yang masuk dalam pemenangan Makkah.

 

sumber: Republika Online

Menengok Rumah Kelahiran Rasulullah SAW

Mengutip pendapatnya Caussin de Percevel dalam Essay sur l’Histoire des Arabes, Husein Haykal menyatakan, Nabi Muhammad dilahirkan di Kota Makkah pada bulan Agustus tahun 570 M. Kalangan Muslim di seluruh dunia, umumnya mengambil pandangan Ibnu Hasyim, Ibnu Ishaq, Ibnu Abbas, dan Caussin tersebut.

Seluruh umat Islam juga percaya bahwa Rasulullah SAW dilahirkan di rumah kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Rumah itu kini dipercaya telah dijadikan perpustakaan (Maktabah) Makkah al-Mukarramah. Hal yang sama juga diakui oleh Muhammad Husein Haykal.

Sejumlah pihak mengemukakan alasan dijadikannya rumah Abdul Muthalib tersebut sebagai perpustakaan. Intinya adalah untuk menghindari pemujaan oleh sebagian umat Islam terhadap tempat tersebut. Bahkan, kalangan Wahabi sebenarnya bermaksud menghancurkan tempat tersebut. Tujuannya agar tempat tersebut tidak dijadikan sebagai berhala-berhala baru atau tempat pemujaan.

Mereka tidak ingin ada situs-situs Islam yang menjadi sesembahan umat Islam. Demikian halnya dengan pemerintah Arab Saudi, mereka juga pernah merencanakan untuk menghancurkan bangunan tersebut dengan maksud untuk memperluas Masjid al-Haram. Namun, akhirnya dibatalkan.

Kini, rumah itu telah dijadikan sebagai perpustakaan. Disana-sini dilakukan renovasi untuk menjaga bangunan tersebut agar tetap terjaga dan terpelihara. Hanya saja, lokasi tersebut sengaja disembunyikan dari perhatian khalayak umum agar tidak ada pemujaan terhadap tempat tersebut. Didalamnya berisi berbagai buku-buku dan literatur sebagai bacaan umat Islam untuk menggali beragam ilmu pengetahuan.

Menurut Sirah an-Nabawiyah, tempat kelahiran Nabi Muhammad itu dulunya dikenal dengan lembah Abu Thalib. Ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, rumah itu ditempati oleh Aqil bin Abi Thalib, yang kemudian diikuti oleh anak keturunannya. Selanjutnya, rumah itu dibeli oleh Khizran.

Dalam perkembangannya, di lokasi tersebut sempat dibangun sebuah masjid oleh Al-Khaizuran, ibu dari Khalifah Harun al-Rasyid, khalifah kelima Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Namun, bangunan itu kemudian dihancurkan dan dijadikan perpustakaan oleh Syekh Abbas Ottoman (1370 H/1950 M).

Kini, kaum Muslimin dengan mudah mengenali tempat itu karena diatasnya tertulis Maktabah Makkah al-Mukarramah yang berarti perpustakaan Makkah al-Mukarramah.

Konon, bangunan yang berdiri sekarang ini tetap berdiri karena desakan Wali Kota Makkah, Syekh Abbas Qaththan, yang meminta agar Raja Saudi Arabia, King Abdul Aziz, mengizinkannya untuk membangun perpustakaan di tempat tersebut. Akhirnya terwujudlah bangunan itu.

Bangunan yang ada sekarang ini ukurannya sekitar 10×18 meter. Dibandingkan dengan bangunan lainnya, bangunan ini sangat sederhana sekali. Bahkan, oleh pemerintah Arab Saudi, bangunan itu terkadang dibiarkan terkunci diakibatkan adanya kekhawatiran akan terjadi pemujaan terhadap tempat itu.

Selain buku-buku, di bagian sebelah kiri bangunan itu digunakan sebagai gudang untuk menyimpan barang-barang yang tak terpakai. Sementara pada bagian kanan, langsung berhadapan dengan tempat pengambilan air Zamzam. Bagian belakangnya berbatasan dengan jalanan yang biasa dilalui baik oleh masyarakat maupun jamaah haji (dan umrah) yang ingin melaksanakan ibadah ke Masjid al-Haram.

Sungguh sangat memperihatinkan bila melihat kondisi bangunan itu. Dibandingkan dengan sejumlah bangunan yang ada di Makkah lainnya, tempat yang dipercaya sebagai rumah kelahiran nabi akhir zaman itu, sangat sederhana di negeri yang kaya dengan minyak itu.

Sumber: Pusat Data Republika/Syaruddin el-Fikri