Mengapa Nabi Musa Sering Disebut Dalam Alquran?

Kisah Nabi Musa bisa dijadikan pedoman hidup bagi Muslim.

Alquran adalah sumber pedoman bagi seluruh umat manusia tentang bagaimana menjalani kehidupan yang sempurna dan dituntun oleh Tuhan. Salah satu cara menyampaikan panduan ini adalah dengan memberikan contoh orang-orang nyata yang hidup di masa lalu dan merinci kisah hidup mereka yang dapat kita perhatikan dan rencanakan untuk masa depan.

Karena itulah kita akan selalu membaca dalam Alquran petunjuk setelah setiap cerita, bahwa kita harus mengambil nasihat dan mengambil pelajaran. Allah SWT berfirman yang artinya:

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yusuf:111)

Dalam setiap kisah yang disebutkan dalam Alquran, ada banyak pelajaran. Beberapa di antaranya dapat kita temukan sekarang dan beberapa di antaranya belum kita temukan. Semakin kita hidup, semakin banyak yang bisa kita temukan.

Setiap kali kita membaca sebuah cerita, kita dapat melihat sesuatu yang baru terngiang di benak kita seolah-olah baru pertama kali kita membacanya. Ini, tanpa diragukan lagi, adalah sesuatu yang sangat istimewa tentang Alquran karena merupakan kitab Ilahi.

Cerita dan pelajaran

Dari semua kisah bangsa dan nabi sebelumnya, kisah Nabi Musa dan Bani Israel memiliki sejumlah pengalaman. Pengalaman yang sangat kaya ini dapat bermanfaat bagi orang-orang, yakni di tingkat kepemimpinan, di tingkat individu, dan di tingkat komunitas.

Kisah Nabi Musa tidak hanya berhubungan dengan dia sebagai pribadi, namun itu berkaitan dengan seluruh bangsa yang diselamatkan Tuhan dari tirani dan kehinaan. Kisah tersebut menceritakan banyak kejadian tentang bagaimana mereka diselamatkan, bagaimana seorang individu seperti Nabi Musa dapat melawan seorang tiran besar seperti Firaun, dan bagaimana rezim seperti itu mencoba menodai citra Nabi Musa, yang secara simbolis merupakan satu-satunya suara keberatan di negara itu.

Kisah ini juga menceritakan kepada kita bagaimana Musa memenangkan para penyihir ke sisinya ketika mereka menyadari kebenaran, bagaimana Musa memimpin Bani Israel melalui laut ke tempat tinggal yang aman, bagaimana Firaun dan pengawalnya mencoba menodai citra komunitas kecil yang beriman. dan memalsukan kebohongan terhadap mereka, dan bagaimana Allah menjaga Bani Israil di gurun tandus dan mempermalukan musuh mereka dengan tenggelam di laut.

Keluar dari Mesir

Kisah ini juga menceritakan tentang pembangkangan Bani Israel di kemudian hari, dengan menyebutkan ketidaksyukuran mereka ketika mereka meminta Musa untuk makanan Mesir. Mereka menolak memasuki Tanah Suci dan berperang di samping Nabi mereka. Dan mereka meminta Musa menjadikan mereka berhala untuk disembah, dan mereka menyembah anak sapi setelah dia pergi untuk menerima wahyu dari Tuhannya.

Ini juga menceritakan kisah sapi, dimana Bani Israel diperintahkan menyembelih dan menyerang korban pembunuhan dengan ekornya untuk menemukan pembunuhnya, dan bagaimana mereka berdebat dengan Musa tentang warna dan kualitasnya sampai keadaan menjadi sulit bagi mereka.

Persamaan antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad

Kesamaan antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad adalah alasan penting lain yang mengharuskan fokus seperti itu pada kisah Musa. Dari semua nabi sebelumnya, tidak ada nabi selain Musa dan Muhammad yang memimpin umatnya dan memenuhi perannya sebagai nabi dan pemimpin negara yang mengatur masyarakat dan memimpin masyarakat.

Mereka berhasil di tingkat duniawi dan surgawi. Ini tidak berarti bahwa nabi-nabi lain tidak memimpin umat mereka dalam kehidupan ini. Sebaliknya, kita berbicara secara khusus tentang mendirikan negara dan membebaskan rakyat dari tirani.

Dalam kehidupan Nabi Musa, Firaun mewakili tirani sedangkan dalam kehidupan Nabi Muhammad, para pemimpin suku Quraisy mewakili tirani dengan penganiayaan mereka terhadap budak dan orang lemah.

Baik Nabi Musa maupun Muhammad memimpin umat mereka menuju pembebasan dan berhasil mendirikan pemerintahan. Dalam kesamaan tersebut, terdapat banyak pelajaran, yang kesemuanya hanya dapat dirasakan dengan merinci kisah Musa dalam Alquran.

Kisah Sapi

Selain itu, pengalaman hidup Nabi Musa dengan umatnya begitu kaya sehingga kita dapat memberi manfaat bagi orang-orang di berbagai tingkatan. Hal Ini mengajarkan masyarakat serta individu untuk menghindari argumen dan perselisihan yang tidak berarti. Bayangkan jika Bani Israil mematuhi perintah Allah dan menyembelih seekor sapi sejak awal tanpa menanyakan lebih lanjut spesifikasinya. Akan jauh lebih mudah bagi mereka karena sapi mana pun akan cocok.

Pelajaran dalam kisah Musa tidak dapat dihitung, tetapi satu hal yang tersisa: tidak ada yang berulang. Sebaliknya, mereka semua bekerja untuk membentuk gambaran yang sempurna dan lengkap yang hanya dapat dilihat dengan membaca Alquran secara keseluruhan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Allah Memberikan Obat Sakit Gigi pada Nabi Musa

Musa AS adalah salah satu nabi Allah yang wajib diketahui dan di-imani oleh setiap orang mukalaf. Beliau, saudara kandung nabi Harun adalah anak dari bapak Imran dan ibu Yuhanidz.

Seperti dikutip dari kitab Nur az-Zholām karya Syekh Nawawi al-Bantani al-Jāwī, pada suatu ketika, Nabi Musa As. mengalami sakit gigi. Bersamaan dengan itu, beliau mengadu kepada Allah Swt. agar nyeri tersebut segera disembuhkan. Kemudian Allah memberikan obat sakit gigi pada Nabi Musa dengan berfirman, “Ambillah rumput fulaniyah (nama jenis dari rumput) dan letakkan pada gigi yang sakit itu.” Nabi Musa pun melakukan apa yang disarankan-Nya. Ternyata, dengan seketika, obat itu bereaksi dan nyeri sakit gigi menjadi hilang.

Selang beberapa waktu setelah itu, rupanya nyeri sakit gigi kambuh lagi. Beliau tak berpikir lama, langsung saja mengambil rumput yang sebelumnya sudah menjadi obat herbalnya untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut. Kemudian, ia meletakkan pada gigi yang sakit. Dan ternyata, malah bikin tambah nyeri, bahkan berkali lipat dari rasa sakit yang semula.

Kemudian, Nabi Musa As. berujar meminta tolong kepada Allah sembari berkata,

 إلهى ألستَ أَمرتَنى بهذا ودَلَلتَنى عليه

“Wahai Tuhanku, bukankah Engkau memerintahkan berobat menggunakan ini (rumput fulaniyah) sebelunya, dan bukankah Engkau yang memberi petunjuk terhadap obat ini.”

Lalu Allah berfirman kepada Nabi Saw. ,

يا مُوسى أنا الشّافى وأنا المُعافى وأنا الضارّ وأنا النافع قصدتَنى فى المرّة الأولى فأزَلتُ مرَضك والآن قصدتَ الحشيشة وما قصدتَنى

“Wahai Musa, Aku-lah Dzat yang menyembuhkan, yang memberi sehat, yang memberi bahaya dan yang memberi manfaat. Engkau bermaksud kepada-Ku pada saat sakit yang pertama, sehingga Aku menghilangkan rasa sakit itu. Sementara sekarang, engkau bermaksud kepada rumput itu (yang bisa menyembuhkan), bukan Aku.”

Kisah diatas juga dapat ditemukan dalam kitab tafsir al-Futūḥāt al-Ilāhiyyah karya Syekh Sulaiman bin ‘Umar al-‘Ajali as-Syāfi’i atau lebih dikenal dengan nama Sulaiman al-Jamal.

Pelajaran atau hikmah yang bisa diambil adalah, sudah sepantasnya bagi seorang hamba yang sedang diuji dengan suatu penyakit untuk selalu berdoa (meminta bantuan kepada Allah), yang kemudian diikuti dengan usaha (ikhtiar) untuk sembuh yaitu dengan cara mencari obat atau konsultasi kepada dokter. Bahkan, dua anjuran ini seyogyanya juga dilakukan ketika menghadapi segala urusan. Bukan hanya berdiam diri dengan berdalih sedang bertawakal kepada Allah tanpa berusaha, atau disisi lain merasa bahwa satu-satu yang menyebabkan kesembuhan adalah obat itu sendiri yang hakikatnya adalah bagian dari ciptaan Allah Swt. Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Sembilan Mukjizat Musa

JIKA Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan sesuatu secara berulang-ulang dengan ulangan yang begitu banyak, pasti ada pesan yang amat sangat penting yang hendak disampaikanNya. Salah satu yang disebut sangat banyak itu adalah tentang Musa Alaihi Salam – yang penyebutannya di Al-Qur’an sampai sekitar 190-an kali. Ada apa dengan Nabi yang diajak bicara langsung oleh Allah di lembah yang suci Thuwa ini? Ada apa dengan 9 mukjizatnya? Ternyata semuanya amat sangat relevan dengan kehidupan di umat akhir Jaman ini.

Saya pernah menulis tentang Ekonomi Tsamudian – ekonominya bangsa Tsamud– yaitu ekonomi yang hanya dikuasai segelintir kelompok – 9 orang yang berbuat kerusakan di muka bumi (QS 27:48). Bukankah yang mengusai ekonomi kita juga tidak lebih dari 9 orang atau kelompok ini? Bahkan mereka sendiri yang membuat istilah untuk kelompoknya ini?

Bila untuk Kaum Tsamud diturunkan Nabi Saleh, untuk bangsa Mesir yang sudah sangat maju pada jamannya – kita bisa lihat peninggalan-peninggalannya hingga kini, ketika yang memimpin adalah Fir’aun kemajuan itu juga menimbulkan begitu banyak kerusaan dan kedzaliman. Oleh karenanya dibutuhkan Nabi sekelas Musa – yang diajak bicara langsung oleh Allah di lembah suci Thuwa. Dialog ini diabadikan dalam puluhan ayat yang sangat indah di Surat Thaha mulai ayat 11.

Bukan hanya diajak bicara langsung, Musa juga diberi sampai Sembilan Mukjizat untuk menaklukkan Fir’aun dan kaumnya (QS 17: 101). Menurut Ibnu Kathir 9 Mukjizat ini adalah terkait tongkatnya (QS 17 :17-21), tangannya (QS 17:22) , laut (QS 2:50 dan sejumlah ayat lainnya), kemarau yang sangat panjang (QS 7 : 130-132) dan selebihnya terkait lima hal yang disebut di Al-A’raf 133 yaitu angina topan, belalang, kutu, katak dan darah – air minum yang berubah menjadi darah.

Mukjizat nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  – berupa Al-Qur’an – yang didalamnya mengandung seluruh mukjizat Nabi-Nabi sebelumnya. Dan ini tentu diperlukan untuk menghadapi segala urusan kehidupan umat akhir jaman ini yang jauh lebih sophisticatedketimbang jamannya Fir’aun sekalipun.

Tetapi sebesar apapun urusan yang kita hadapi, apakah itu ekonomi, politik, budaya, pemikiran, kemajuan teknologi dlsb. metode untuk menghadapinya tetap merujuk pada petunjuk yang sama – yaitu Al-Qur’an. Dan hanya dengan Al-Qur’an yang tidak hanya dibaca dan dipahami tetapi juga dijadikan petunjuk dan nasihat/pelajaran inilah umat ini akan bisa mengalahkan apapun yang dihadapinya (QS 3:138-139).

Nah coba kita lihat aplikasinya dengan petunjuk yang terkait dengan Musa tersebut di atas. Sebelum diutus untuk menghadapi Fir’aun (QS 20 : 24), Musa dipanggil dahulu untuk menghadap langsung ke Allah di lembah suci Thuwa. Lalu Allah bertanya apa yang dimiliki Musa di tangan kanannya, “Dan apakah yang ada di tangan kananmu wahai Musa ?” (QS 20:17).

Mengapa Allah pakai bertanya, sedangkan  Dia Yang Maha Tahu? Pertanyaan ini tentu bukan untuk Allah sendiri. Ini bahasa Al-Qur’an yang karakternya sebagai huda atau petunjuk, jadi pertanyaan tersebut agar menjadi petunjuk bagi kita yang membacanya. Apa isi petunjukNya itu?

Ini bisa ditadaburi dari ayat-ayat sesudahnya. Ketika Musa mulai menjelaskan apa yang dia milikinya – yaitu tongkat biasa, yang dengan itu dia bersandar, merontokkan daun untuk memberi makan kambingnya dan perbagai keperluan lainnya (QS 20:18), maka berangkat dari yang sudah dimiliki Musa inilah – Allah angkat kepemilikannya menjadi tongkat serbaguna yang kelak dibutuhkan dalam perjalanan menghadapi Fir’aun.

Tongkatnya bisa menaklukkan sihir ular para penyihir Fir’aun, bisa digunakan untuk membelah laut menyelamatkan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Dan bagi kaumnya sendiri, tongkat Musa juga bisa untuk memukul batu  dan menghadirkan 12 mata air bagi dua belas suku pengikutnya (QS 2:60).

Intinya adalah apapaun kekuatan di luar sana, ekonomi, politik, teknologi, pemikiran dlsb. insyaAllah akan bisa kita hadapi, tetapi untuk menghadapinya kita tidak bisa hanya dengan mengandalkan apa yang kita punya – apalagi kalau kita tidak memiliki apa-apa, setelah kita punya sesuatupun untuk mulai (sesuatu ini sebut saja Tongkat Musa) – kita tentu juga butuh agar Dia juga hadir dalam apapun perjuangan kita.

Sebagaimana Musa yang tidak mungkin menghadapi Fir’aun bila hanya dengan tongkatnya yang semula dia miliki saja, demikian pula perjuangan kita di bidang apapun – kita tidak akan pernah unggul bila hanya dengan mengandalkan apa yang kita miliki, kita butuh pertolonganNya untuk meng-upgrade  yang sudah kita miliki tersebut.

Bila Musa diupgrade Allah dengan dipanggil langsung dan berbicara denganNya, kita sudah dipanggil berulang-ulang olehNya untuk mendekat. Kita disuruhNya Sholat untuk mengingatNya ( QS 20:14), kita diberi petunjuk untuk minta pertolonganNya dengan sabar dan sholat (QS 2:45 dan 2:153).

Selain membangun kekuatan mulai dari apa yang kita miliki di bidang kita masing-masing, mohon pertolonganNya untuk meng-ugrade terus menerus kekuatan itu, kita juga diajari oleh Allah melalui Musa untuk berdakwah yang penuh kelembutan – terhadap Fir’aun sekalipun.

ٱذۡهَبۡ أَنتَ وَأَخُوكَ بِـَٔايَـٰتِى وَلَا تَنِيَا فِى ذِكۡرِى (٤٢) ٱذۡهَبَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُ ۥ طَغَىٰ (٤٣) فَقُولَا لَهُ ۥ قَوۡلاً۬ لَّيِّنً۬ا لَّعَلَّهُ ۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ (٤٤)

Pergilah engkau beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayatKu (tanda-tanda kekuasaanKu), dan janganlah kamu berdua lalai terhadapKu. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah benar-benar melampaui batas. Dan berbicaralah kamu kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar dan takut” (QS Toha [20]: 42-44).

Maka dari rangkian ayat-ayat mukjizat Musa tersebut di atas, kita bisa langsung introspeksi bila perjuangan kita di bidang apapun – belum bisa mengalahkan kekuatan jaman ini. Apa intropeksinya? Minimal di lima hal berikut  yang harus ada di check list kita.

  • Apakah kita sudah memulainya dari apa yang kita miliki atau ‘Tongkat Musa’ kita sendiri?
  • Apakah kita sudah menghadirkan pertolonganNya sehingga kita bisa bener-benar unggul diapa yang kita miliki tersebut?
  • Apakah kita sudah terus menerus mengingatNya?
  • Apakah kita sudah membentuk team yang kuat untuk mendampingi perjuangan kita?
  • Apakah kita sudah berlemah lembut dalam mengkomunikasikan apapun yang hendak kita sampaikan?

Kalau semuanya sudah, barulah kita insyaAllah siap untuk idzhab ila Fir’auna innahu thoghoo– di bidang kita masing-masing!

 

Oleh: Muhaimin Iqbal, Penulis adalah Direktur Gerai Dinar

HIDAYATULAH

Umat Nabi Musa dan Kisah Sapi Betina

Oleh Afriza Hanifa

Semakin mereka bertanya, makin sulit mendapatkan sapi yang dimaksud.

Kisah ini merupakan satu dari beragam kisah Israiliyat. Namun, penyebutannya dalam Alquran membuat kisah ini benar adanya. Jika Anda membaca al-Baqarah, inilah kisah di balik surah kedua kitabullah tersebut.

Pada zaman dahulu kala di zaman Bani Israil hidup sorang hartawan yang kekayaannya luar biasa berlimpah. Namun, ia tak satu pun memiliki anak yang akan mewarisi harta tersebut. Alhasil, banyak kerabat yang menginginkan dan menanti warisan.

Hal yang ditunggu mereka pun terjadi, sang hartawan ditemukan tewas di depan sebuah rumah penduduk. Kerabat sang hartawanlah yang kali pertama menemukan mayatnya pada pagi hari. Maka, gemparlah seluruh desa atas kematian sang hartawan. Masing-masing dari mereka bertanya-tanya, siapa gerangan yang membunuhnya?

Asumsi-asumsi pun bermunculan. Ada yang bilang, sang kerabat yang menemukanlah yang membunuhnya. Yang lain mengatakan, si pemilik rumah yang didepannya ditemukan jasad si hartawanlah pelakunya.

Di tengah keributan tersebut, datang seorang salih yang cerdas. Ia pun menengahi warga. “Mengapa kalian berkelahi? Bukankah di antara kita ada Musa, sang rasul Allah? Mari kita tanyakan perihal ini kepada beliau,” ujarnya. Maka, mereka pun segera berbondong-bondong menemui Musa.

Mendengar kisah dari penduduk desa, Nabi Musa segera memanjatkan doa. Ia memohon wahyu dari Allah agar menunjukkan rahasia di balik kematian sang hartawan. Maka, Allah pun memerintahkan Musa agar menyuruh umatnya menyembelih seekor sapi.

“Hai Musa, apakah kau ingin menjadikan kami bahan ejekan?” ujar mereka.

 

Nabi Musa pun dengan sabar menjawab, “Aku berlindung dari Allah agar aku tak termasuk orang-orang yang bodoh. Aku berlindung kepada Allah untuk tidak mengatakan sesuatu yang bukan firman-Nya,” ujar Musa. Namun, tetap saja Bani Israil enggan menaati perintah Musa. Mereka bermalas-malasan menyembelih seekor sapi. Pasalnya, sapi merupakan binatang yang dihormati oleh mereka.

Saat Musa menanyakan perihal sapi tersebut, mereka pun terlihat amat malas. Mereka justru mencari-cari pertanyaan yang dapat menunda mereka menyembelih sapi. “Beri kami spesifikasi, berapa usia sapi itu?” ujar mereka. Nabi Musa pun menjawab, “Tidak muda, tidak pula tua, melainkan pertengahan saja. Kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepada kalian,” perintah Musa.

Lagi-lagi, mereka tak juga menjalankan perintah itu. Setiap kali Musa menanyakannya, mereka menanyakan spesifikasi sapi yang akan disembelih. “Apa warna sapi itu?” tanya mereka. Dengan sabar, Musa pun menjawab, “Warnanya kuning tua, setiap kali orang memandangnya maka akan senang melihatnya,” jawab nabiyullah.

Bukan mencari, keesokan hari justru mereka bertanya kembali. “Beri tahu kami bagaimana kondisi sapi itu sehingga kami dapat mencarinya,” kata mereka. Kesabaran Musa begitu diuji, beliau pun menjawab dengan rincian yang banyak. “Sapi itu tak pernah digunakan untuk membajak sawah atau memberi air bagi tanaman. Sapi itu pun sangat bersih, tidak memiliki cacat,” ujar Musa.

Semakin banyak bertanya, mereka justru semakin sulit mendapatkan sapi itu. Andai mereka menurut saat perintah pertama, mereka bebas memilih sapi manapun.

 

Namun, sifat membangkang justru membuat mereka semakin sulit. Setelah banyak pertanyaan, mereka justru harus mendapatkan sapi yang sempurna. Rupanya mereka menyadari kebodohan mereka itu. Akhirnya, mereka pun mencukupkan pertanyaan dan mulai mencari jenis sapi yang elok itu. “Sekarang kamu menerangkan sapi itu dengan lengkap,” kata mereka.

Setelah kesulitan yang sangat mencari sapi tersebut, akhirnya mereka pun mendapatkannya. Hampir saja mereka menyerah karena nyaris tak ada sapi yang sesempurna itu. Sapi itu pun didapatkan dengan harga yang sangat mahal. Sapi tersebut merupakan milik seorang yatim yang usianya masih belia. Sapi tersebut merupakan satu-satunya warisan sang ayah. Atas wasiat sang ayah, sapi itu tak diizinkan bekerja dan hanya dirawat sedemikian rupa. Kulitnya juga berwarna kuning tua yang sangat elok. Seluruh kriteria yang Nabi Musa sebutkan ada pada sapi tersebut.

Sapi itu pun didatangkan ke hadapan Nabi Musa. Setelah disembelih, nabiyullah Musa mengambil sebagian anggota tubuh sapi, kemudian memukulkannya pada jenazah tersebut. Dengan izin Allah, mayat si hartawan hidup kembali. Nabi Musa pun segera bertanya kepada si mayat hidup. “Siapakah yang telah membunuhmu?” Sang hartawan pun menunjuk salah serang kerabatnya. “Dia!” ujarnya. Setelah itu, si hartawan kembali menjadi mayat dengan izin Allah.

Ternyata, sang pembunuh merupakan kerabat yang selalu menginginkan warisan sang hartawan. Dia pula yang berpura-pura menemukan mayat sang hartawan yang dia bunuh dan diletakkan di depan salah satu rumah penduduk desa. Namun, meski telah terang fakta, si kerabat tetap saja menyangkal bahwa ia yang membunuhnya. “Demi Allah, bukan aku yang membunuhnya,” ujarnya tanpa takut menyebut asma Allah sebagai penjamin kesaksiannya. Itulah memang watak Bani Israil.

Kisah tentang sapi betina ini dapat dibaca dalam surah al-Baqarah ayat 67-73. Dalam kisah tersebut terdapat banyak hikmah yang dapat dipetik. Satu hal yang terang, yakni menaati perintah Allah sesegera mungkin.

 

 

sumber: Republika Online