Nasihat-Nasihat Imam Ghazali untuk Penguasa (3)

Menurut Al Ghazali, Umar bin Abdul Aziz sudah terbebas dari kegelisahan yang diakibatkan sebab-sebab dari luar dan dalam diri. Dia tidak lagi dicengkeram oleh kepedihan dan kesenangan demi mencapai tujuan-tujuan luhur yang lebih unggul.

Al Ghazali menulis, manusia diberi kehendak terbatas. Tergantung apakah ia akan mengenali wujudnya dengan mengutamakan diri dan kepentingannya atau mencampakkan kepentingannya dan mengidentifikasi diri secara khusus dengan Allah di dalam dan di luar dirinya.

Al Ghazali pun berpesan, Tuhan telah mengangkat Syahibul Islam sebagai seorang perdana menteri di Kerajaan Seljuk. Waktunya tiba bagi Syahibul Islam untuk menginginkan tingkatan lebih tinggi dari sekadar menjadi pejabat.

“Jika Anda memperolehnya dan merasa puas dengannya, Anda akan teralihkan dari tahap ini menu ju tahap lain yang lebih tinggi. Anda akan terpalingkan ke arah yang lebih terhormat dan akan diganjar dengan perasaan kecu kupan diri. ”

Untuk itu, Al Ghazali memberi wasiat agar manusia lepas dari ketergantungan ke pada selain Allah. Hawa nafsu ditanggalkan untuk bisa mengatasi yang lain-lain. Jiwa mesti sama sekali tenggelam di dalam uzlah dan menjadi tenggelam sehingga ia kembali ditemukan. Musuh yang sebenarnya ada pada dalam diri kita yang harus diperangi.

Ruh pengabdian sebenar nya menuntut agar kita bersyukur kepada Allah dalam kemakmuran dan bertawakal dalam kesengsaraan. Allah berfirman. “Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah mereka dengan itu bergembira. Karunia Allah dan rahmat- Nya itu adalah lebih baik dari apa yang me reka kumpulkan.” (QS Yunus:58).

Al Ghazali pun menyayangkan akan orang-orang yang menggantungkan kebahagiaan kepada manusia. Padahal, manu sia tempat mereka bergantung tidak luput dari kesalahan dan membuat kerusakan. Allah SWT pun membuat perumpamaan. “Per umpamaan orang-orang yang meng am bil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat ru mah. Dan, sesungguhnya rumah yang pa ling le mah adalah rumah laba-laba jika sa ja mere ka mengetahui.” (QS Al Ankabut: 41).

Menurut Al Ghazali, tidak ada satu pun kekuatan dan kekuasaan selain Allah. Pada zaman ini, manusia dipenuhi berbagai ke su litan dan kehinaan hanya karena ketergantungan mereka kepada dunia. Mereka tidak acuh kepada akhirat dan Hari Per hitungan yang pasti akan tiba. “Jika Anda lebih mempercayai Rabb Anda ketimbang manusia, Anda lebih setia kepada-Nya dan Dia benar-benar Rabb Anda.”

Lebih lanjut, Al Ghazali pun mendoa kan Syahibul Islam agar Allah menjadi kan nya selalu selaras dengan perintah-pe rintah dan keagungan rohani-Nya. Dia ber doa semoga Allah SWT memampukan perdana menteri untuk menyelenggarakan tugas-tugas seorang hamba Allah bagi orang yang tertekan. “Kekuasaan dan ke kuatan terletak di tangan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” (Disarikan dari buku Surat-Surat Al Ghazali kepada Pa ra Penguasa, Pejabat Negara dan Ulama kar ya Abdul Qayyum).

 

REPUBLIKA

Nasihat-Nasihat Imam Ghazali untuk Penguasa (2)

Abu Hamid Muhammad Al Ghazali meneruskan surat-suratnya kepada penguasa. Kali ini, dia menulis surat kepada Yang Mulia Syihabul Islam, seorang perdana menteri dari Kerajaan Seljuk yang hidup sekitar abad ke-11. Imam Al Ghazali menasihati Syihabul Islam agar tidak terjebak kepada penyakit hati.

Al Ghazali menjelaskan, penyakit fisik dan penyakit hati adalah sesuatu yang berbeda. Penyakit yang paling umum terjadi dan berakibat fatal adalah penyakit hati. Menurut Al Ghazali, hanya dengan berzikir dan mengingat Allah penyakit hati itu bisa ditaklukkan.

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) di dalam dada.” (QS Yunus :57).

Dengan mengingat Allah, hati manusia bisa menikmati kedamaian sejati. Menda pat kan kedamaian dalam hidup yang pe nuh keperihan adalah hal terbaik di antara semua. Di sisi lain, orang dengan hati yang telah mati tidak bisa mendatangkan ke akrab an dengan Allah SWT. Peringatan ha nya bisa dirasakan oleh orang-orang ‘ber hati’.

“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.” (QS Qaf:37).

Pada surat lainnya, Al Ghazali mendorong agar sang perdana menteri bisa menanjak ke capaian sejati yang lebih tinggi. Menurut sang imam, ada dua jenis maqamat atau kebijakan capaian. Pertama adalah kebenaran, kedua adalah kesalahan. Seseorang yang mengangkat dirinya menuju Dia akan mendapatkan kebenaran.

Yang menilai objek-objek duniawi lebih daripada-Nya tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali kepalsuan. “Dan orang yang menghalangi pandangannya untuk mengingat Yang Maha Pemurah kami tu run kan kepadanya setan yang akan men jadi temannya.” (QS Az Zukhruf:36).

Al Ghazali lantas menukil kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai sosok moralis praktis. Sebelum berkuasa, ketika sepotong pakaian berharga seribu dinar dibawa kepadanya, Umar berkata: “Aduh, pakaian ini terlalu kasar untuk kupakai.” Namun, setelah berkuasa, jika sepotong pakaian seharga lima rupee dibawa kepadanya, ia akan berkata: “Pakaian ini terlalu baik untuk kupakai.”

Umar, kata Al Ghazali, lantas mengungkapkan, betapa inginnya dia mengenakan pakaian dari karung yang sedemikian kasar. Umar bertamsil, dengan memegangnya saja, kulit tangannya akan tergores di sana-sini.

Sebelum pengangkatannya sebagai khalifah, dia memiliki cita rasa sedemikian halus sehingga tidak bisa berpuasa dengan apa yang diperolehnya. Dia pun selalu berupaya untuk mendapatkan hal yang lebih baik.

“Tetapi, setelah pengangkatan, saya mengikuti suatu disiplin yang keras dan menjalani kehidupan yang begitu sederhana dan prihatin sebagai seorang fakir paling miskin. Saya selalu ingin sedikit saja dan saya selalu mendapatkan yang sedikit dari yang saya ingini itu.”

 

REPUBLIKA

Nasihat-Nasihat Imam Ghazali Untuk Penguasa

Nizamuddin Fakhrul Mulk merupakan seorang perdana menteri dari Kesultanan Seljuk yang mengangkat Abu Hamid Muhammad Al Ghazali sebagai seorang mufti di Baghdad. Tidak hanya itu, Al Ghazali pun diberikan posisi sebagai seorang rektor di Universitas Nizamiah.

Meski demikian, sang imam tidak ragu untuk mengingatkan Nizamuddin agar selalu bertakwa kepada Allah SWT. Kepada Nizamuddin, Al Ghazali mengingatkan untuk menghindari pemakaian gelar-gelar yang sifatnya memuji. Dia pun mengutip salah satu sabda Rasulullah SAW. “Saya sebagaimana juga orang-orang yang rendah hati dan takwa di antara umatku, membenci gelar-gelar dan julukan yang muluk-muluk.”

Imam Al Ghazali mengungkapkan makna sebenarnya dari seorang Amir. Al Ghazali menjelaskan, Amir memiliki arti harfiah di dalam Islam, yakni seseorang yang dapat menguasai nafsu dan syahwatnya secara mutlak. Bagi Al Ghazali, hanya orang dengan keutamaan Amir sejati yang menjadi Amir sesungguhnya meski semua manusia tidak memanggilnya dengan sebutan Amir. Sebaliknya, seorang tanpa kualitas Amir bukanlah Amir sesungguhnya meski dia dipanggil Amir.

Dalam suratnya yang kedua, Imam Al Ghazali mengingatkan kepada Nizamudin tentang bencana besar yang akan terjadi jika dia menunjuk seorang hakim ber akhlak buruk. Mereka pergi ke Tanah Suci di Makkah, tetapi saat berada di Baghdad, mereka menghabiskan hari-harinya de ngan anggur dan objek kesenangan yang haram.

Menurut sang imam, peradilan merupakan lembaga yang diharapkan dapat menyelenggarakan tugas-tugas warisan Nabi SAW. Hakim-hakim pun dituntut untuk mengambil keputusan sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah. Dia mesti mengadili sesuai dengan ajaran Allah tentang keadilan yang diwahyukan dalam Alquran.

“Jika Anda tidak mau luput dari kasih sayang dan penghargaan sejati yang semestinya Anda berikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan berkehendak untuk melayani orang-orang Islam dengan hati yang ikhlas, tentu Anda hanya akan mengangkat seseorang yang sudah dikenal rasa tanggung jawab, ketulusan dan kesalehannya untuk menempati jabatan hakim.”

Imam Al Ghazali pun memberi gambaran bahwa salah satu tugas utama hakim adalah menjaga hak milik anak yatim. Jika seorang hakim tidak melaksanakan tugastugas dengan jujur dan tulus terhadap anak yatim, bagaimana dia bisa diharapkan untuk melaksanakan keadilan secara baik terhadap orang lain. Lain halnya hakimhakim jujur dan saleh. Dengan keputusan mereka yang baik, mereka akan menghibur orang-orang patah hati. Hakim-hakim ini pun akan menaungi orang-orang miskin tertindas yang dicampakkan oleh ketidakadilan dan kejahatan pegawai negara.

Dalam surat lainnya, Imam Al Ghazali menekankan keharusan penguasa untuk memihak kepada rakyat miskin. Di dalam surat ini, secara khusus imam Al Ghazali meminta Nizamuddin untuk bertafakkur selama satu hingga dua jam. Perdana men teri itu diminta untuk bertafakur tentang orang-orang miskin yang darah dan ke ringat nya telah dihisap oleh pegawai-pe gawai pemerintah. Imam berjuluk Hujjatul Islam ini pun merumuskan satu doa untuk dibaca oleh Nizamuddin.

‘Ya Rabbi! Saya berdoa kepada-Mu un tuk melindungi saya dari kejahatan-kejahatan yang Engkau ketahui. Pencipta se gala, Yang Maha Kuasa dan bijaksana, ban tulah saya di dalam zikir kepada-Mu, dan agar menjadi orang yang sungguh ber syukur kepada-Mu atas keadaan saya se karang dan apa yang saya harapkan ter jadi. Penguasa bumi, Yang Mempunyai Kerajaan Yang Kekal dan Yang Kedau lat an-Nya Abadi, kasihanilah raja-raja yang kerajaannya berada di tepi bencana yang paling mengerikan. Bangunkan dia dari tekanan jiwa, dan mampukan dia untuk bekerja dengan jujur dan penuh semangat bagi rakyat banyak, baik secara moral maupun ekonomi. ‘

‘Tahun-tahun saya diliputi dengan kegelisahan tentang masa depan Kerajaan Seljuq. Engkau adalah penolong bagi orang yang menderita dan penawar semua kegetiran. Tawarkanlah kegelisahan-kegelisahan saya. Jika tidak Engkau ulurkan kasih- Mu kepada diri yang ikhlas seperti ini, tidak akan ada lagi bantuan lain bagi suatu jiwa yang patah, dan tidak ada lagi pelipur bagi hati yang terluka.’

Al Ghazali pun berkata, sedikit kemurahan di dalam kerajaan duniawi ini di anugerahkan kepada abdi-abdi-Nya. Rasa syukur terbaik yang bisa disampaikan ada lah dengan menegakkan kebenaran, menghapus kekejaman, dan penindasan. Ber belas kasih kepada orang-orang yang hina dan miskin. Allah SWT pun telah meng isyaratkan ini di dalam Alquran. “Hai Daud! Sesungguhnya Kami jadikan kamu khalifah di muka bumi. Maka, berilah ke putusan di antara manusia dengan adil. Dan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS 38:26).

Dalam surat terakhirnya kepada Niza muddin, Imam Al Ghazali mengungkapkan, penolakannya untuk kembali menerima jabatan sebagai imam besar di Uni versitas Nizamiah di Baghdad. Al Ghazali mengaku, sudah bahagia berada di Thus. Berkumpul dengan murid dan keluarga nya. Jika pergi ke Baghdad, Al Ghazali mengatakan, kepergiannya itu hanya akan didasari satu di antara dua alasan. Perta ma, demi kekayaan dan kemuliaan dunia wi. Kedua, demi menambah prestasi-pres tasi keagamaannya.

Lagi pula, Imam Al Ghazali mengung kapkan, dia telah mengucap janji saat me ngunjungi makam Hadrat Ibrahim AS. Per tama, dia tidak akan mendatangi istana raja. Kedua, tidak akan menerima segala bentuk pembayaran dari pemerintah. Ke tiga, tidak akan menyibukkan diri dalam segala bentuk perselisihan keagamaan. (Disarikan dari buku Surat-Surat Al Gha zali Kepada Para Penguasa, Pejabat Nega ra dan Ulama karya Abdul Qayyum).

 

REPUBLIKA