Nikah Siri dalam Islam: Pandangan Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Nikah siri, sebuah bentuk pernikahan yang sah menurut ajaran Islam, namun tidak memiliki catatan resmi di bawah hukum negara. Walaupun di mata agama pernikahan semacam ini diakui, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap praktik nikah siri?

Pakar perbandingan mazhab fikih, Huzaemah T. Yanggo, dalam karyanya yang berjudul “Problematika Fikih Kontemporer,” mengungkapkan bahwa di Indonesia, yang menjalankan kompilasi Hukum Islam, ada suatu tuntutan yang jelas untuk mencatat pernikahan guna menjaga ketertiban dan mencegah terjadinya sengketa tanpa solusi.

Dengan dasar ini, Majelis Ulama Indonesia mendorong agar pernikahan dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Prinsip serupa berlaku di negara-negara mayoritas Muslim seperti Mesir, Pakistan, Tunisia, dan lainnya. Pencatatan ini memiliki tujuan utama dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak, mencegah potensi pelecehan, serta memastikan hak-hak mereka tetap terjamin.

Menurut Huzaemah, pencatatan pernikahan juga berperan dalam memperkuat kesaksian dan memberikan publikasi resmi terhadap ikatan pernikahan, yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:

اعلنوا هذا النكاح واجعلوه في المساجد واضربوا عليه الدفوف

“Umumkanlah perkawinan ini, lakukanlah akad nikah di masjid, dan pukullah rebana.” (HR. al-Tirmizi)

Pentingnya pengumuman pernikahan adalah untuk menjadikan banyak orang sebagai saksi sah ikatan pernikahan, sehingga isu negatif bisa dicegah. Rasulullah Saw menginstruksikan umatnya untuk merayakan dan mengundang banyak orang dalam pernikahan. Hal ini juga tercermin dalam hadis berikut:

اولم ولو بشاۃ

“Adakanlah pesta pernikahan, bahkan dengan menyembelih seekor kambing.” (HR. al-Bukhari & Muslim)

Pada masa Rasulullah, tindakan ini sudah cukup untuk mengakui ikatan pernikahan dalam konteks waris, nasab, dan sejenisnya. Namun, dalam realitas zaman sekarang, praktik nikah siri justru bisa membuka pintu untuk masalah, terutama bagi istri dan anak-anak. Oleh karena itu, pencatatan resmi pernikahan di Kantor Urusan Agama menjadi sangat penting, terutama untuk mencatat hak nafkah, hak waris, nasab, dan lainnya.

Dalam era saat ini, persaksian pernikahan harus melibatkan penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mencatatnya. Meskipun praktik nikah di bawah tangan mungkin terlihat serupa dengan pernikahan yang dicatat, sebenarnya hal tersebut tidak sejalan dengan standar yang ditetapkan oleh ajaran agama dan hukum negara.

Mengingat risiko masalah yang mungkin muncul dari praktik pernikahan di bawah tangan, penting bagi pernikahan ini untuk dicatat oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Pemerintah, yaitu Kantor Urusan Agama. Dengan demikian, pernikahan tidak hanya diakui oleh agama, tetapi juga oleh hukum negara, memberikan perlindungan lebih untuk pasangan suami-istri dan anak-anak, serta mencegah masalah di masa depan.

BINCANG MUSLIMAH

Hukum Istri Nikah Siri Tapi Belum Dicerai Suami Pertama

Pernikahan merupakan akad yang sakral dalam agama Islam. Berbicara soal pernikahan, terdapat istilah yang populer di kalangan masyarakat yakni nikah siri. Nikah siri merupakan sebuah pernikahan yang dilangsungkan tanpa dicatatkan di Kantor Urusan Keagamaan (KUA). Kita ketahui bahwa syariat tetap menghukumi sah sebuah pernikahan yang penting telah memenuhi syarat dan rukun-rukunnya. Lalu ada sebuah pertanyaan, bagaimana hukum istri nikah siri tapi belum dicerai suami pertama?

Perlu diketahui bahwa rukun-rukun dalam nikah ada lima. Di antaranya adalah shighat (ijab dan kabul), suami, istri, wali dan dua orang saksi.

فصل فِي أَرْكَان النِّكَاح وَهِي خَمْسَة صِيغَة وَزَوْجَة وَزوج وَولي وهما العاقدان وشاهدان

Fasal tentang rukun-rukun nikah. Rukun-rukun nikah ada lima yakni shighat (ijab dan kabul), istri, suami, wali dan keduanya (suami dan wali) merupakan orang yang melakukan akad dan terakhir adalah dua orang saksi.” (Muhammad bin Khatib as-Syarbini, al-Iqna’ fii Halli Alfaadzi Abii Syujaa’, jus 2 hal 408)

Nah, masing-masing dari rukun-rukun nikah itu memiliki syarat-syarat di dalamnya. Misalnya suami harus mengetahui bahwa wanita yang dia nikahi halal baginya, juga suami harus menentukan siapa wanita (calon istri) yang akan dinikahinya dan lain sebagainya.

Sementara itu, calon mempelai istri juga memiliki beberapa syarat supaya pernikahan yang dilakukan menjadi sah. Syarat-syarat tersebut diantaranya :

Pertama, wanita tersebut (calon istri) haruslah orang yang halal dinikahi oleh suami.

Kedua, wanita tersebut (calon istri) harus menentukan siapa laki-laki yang akan menikah dengannya.

Ketiga, wanita tersebut (calon istri) harus tidak sedang dalam status pernikahan dan juga masa iddah.

Melihat poin-poin di atas, istri yang melakukan nikah siri sementara ia belum dicerai oleh suami yang pertama maka hukum pernikahannya tidak sah. Hal ini dikarenakan si istri tersebut tidak memenuhi syarat pada poin yang ketiga yakni (mempelai wanita) harus tidak sedang dalam status pernikahan.

Keterangan di atas dapat dilihat di bawah ini:

وَشرط فِيهَا حل وَتَعْيِين وخلو من نِكَاح وعدة فَلَا يَصح نِكَاح مُحرمَة للْخَبَر السَّابِق وَلَا إِحْدَى امْرَأتَيْنِ للإبهام وَلَا مَنْكُوحَة وَلَا مُعْتَدَّة من غَيره لتَعلق حق الْغَيْر بهَا

Disyaratkan pada seorang istri harus halal dinikahi, menentukan calon suaminya dan juga kosong atau sepi dari status pernikahan dan juga iddah. Oleh karena itu, tidak sah nikahnya wanita yang haram dinikahi berdasarkan hadis sebelumnya, juga nikahnya salah satu dari dua orang wanita karena tidak jelas (mana yang mau menikah), nikahnya wanita yang sedang dalam status pernikahan dan tidak sah juga nikahnya wanita yang sedang menjalani masa iddah karena masih berkaitan dengan hak orang lain.” (Muhammad bin Khatib as-Syarbini, al-Iqna’ fii Halli Alfaadzi Abii Syujaa’, jus 2 hal 411)

Dilansir dari laman Kumparan, berikut dampak negatif dari nikah siri dan efek tidak diakui oleh negara, di antaranya:

  1. Pihak perempuan tidak bisa menuntut hak-haknya sebagai istri yang telah dilanggar oleh suami karena tidak adanya kekuatan hukum yang tetap terhadap legalitas perkawinan tersebut.
  2. Kepentingan terkait pembuatan KTP, KK, paspor, serta akta kelahiran anak tidak dapat dilayani karena tidak adanya bukti pernikahan berupa akta nikah/buku nikah.
  3. Nikah siri cenderung membuat salah satu pasangan, khususnya suami lebih leluasa untuk meninggalkan kewajibannya.
  4. Banyaknya perlakuan kekerasan terhadap istri.
  5. Dapat memengaruhi psikologis istri dan anak.

Alhasil, hukumnya istri nikah siri tapi belum dicerai suami pertama adalah tidak sah. Hal ini dikarenakan pernikahan tersebut tidak memenuhi salah satu syarat seorang istri yakni harus tidak sedang dalam status pernikahan.

Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Awas, Ada Niat Zalim Suami di Balik Nikah Siri!

Awas, Ada Niat Zalim Suami di Balik Nikah Siri!


JIKA kita berbicara tentang poligami. Poligami ada di dalam Islam, akan tetapi ketahuilah bahwa tidak semua yang bisa dilakukan orang lain bisa dilakukan oleh anda. Bahkan hukum menikah satu istri saja ada yang haram, ada yang wajib.

Begitu juga menikah dengan dua istri. Yang harus anda pikirkan adalah tingkat kebutuhan anda kepada istri yang kedua. Kemudian tanggung jawab anda, pendidikan anda kepada keluarga dan seterusnya. Jadi permasalahannya lebih luas dari sekadar akad nikah yang sah saja. Maka di satu sisi jangan sampai ada di antara kita yang mengingkari poligami. Sebab poligami ada dalam Alquran dan Nabi Muhammad SAW berpoligami.

Akan tetapi di sisi lain ketahuilah bahwa di dalam poligami bukanlah sesuatu yang gampang. Ada tanggung jawab besar di hadapan Allah SWT. Kalau seseorang mempunyai istri satu, tanggung jawabnya adalah satu istri. Kalau mempunyai dua istri, maka ia bertanggung jawab atas dua istri. Dan dituntut untuk bisa berbuat adil dan harus bisa mengayomi mereka, memberikan pendidikan kepada mereka dan anak-anak.

Adapun masalah tidak izin kepada istri yang pertama. Dalam berpoligami untuk menjadi pernikahan yang sah menurut syariah tidak diwajibkan izin dari istri pertama. Adapun masalah nikah siri, ini masalah perlindungan hak. Secara syariah nikah siri adalah sah asal memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi dalam nikah siri dikhawatirkan tersembunyi di balik hati suami adanya niat berbuat zalim kepada istri yang kedua. Mungkin seorang suami tidak berniat zalim, akan tetapi karena tidak ada hitam diatas putih bersama berjalannya waktu yang kadang juga ada permasalahan dalam keluarga ada setan yang menggodanya hingga sangat mudah untuk berbuat zalim.

Dan kami selalu mengimbau bahwasannya: kepada para wanita biarpun menjadi istri yang ke dua hendaknya menikah dengan cara yang resmi dicatat di KUA agar hak-hak istri dan anak terjaga dan terlindungi. Biarpun hal ini tidaklah menjadi rukun dan syarat sahnya pernikahan, akan tetapi yang harus dipahami bahwa segala sesuatu jika itu mengukuhkan makna sebuah jalinan pernikahan maka itu adalah bentuk kemuliaan yang dikukuhkan oleh Islam. Wallahu alam bisshowab. [Ustaz Buya Yahya/Pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon]

Sumber SuaraIslam

Nikah Siri Tanpa Izin Istri Tua Sah Tapi…

JIKA kita berbicara tentang poligami. Poligami ada di dalam Islam, akan tetapi ketahuilah bahwa tidak semua yang bisa dilakukan oleh orang lain bisa dilakukan oleh anda. Bahkan hukum menikah satu istri saja ada yang harom, ada yang wajib.

Begitu juga menikah dengan dua istri. Yang harus anda pikirkan adalah tingkat kebutuhan anda kepada istri yang kedua. Kemudian tanggung jawab anda, pendidikan anda kepada keluarga dan seterusnya. Jadi permasalahannya lebih luas dari sekedar akad nikah yang sah saja. Maka di satu sisi jangan sampai ada di antara kita yang mengingkari poligami. Sebab poligami ada dalam Alquran dan Nabi Muhammad SAW berpoligami.

Akan tetapi di sisi lain ketahuilah bahwa di dalam poligami bukanlah sesuatu yang gampang. Ada tanggung jawab besar di hadapan Allah SWT. Kalau seseorang mempunyai istri satu, tanggung jawabnya adalah satu istri. Kalau mempunyai dua istri maka ia bertanggung jawab atas dua istri. Dan dituntut untuk bisa berbuat adil dan harus bisa mengayomi mereka, memberikan pendidikan kepada mereka dan anak-anak.

Adapun masalah tidak izin kepada istri yang pertama. Dalam berpoligami untuk menjadi pernikahan yang sah menurut syariah tidak diwajibkan izin dari istri pertama. Adapun masalah nikah siri, ini masalah perlindungan hak. Secara syariah nikah sirri adalah sah asal memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi dalam nikah siri dikhawatirkan tersembunyi di balik hati suami adanya niat berbuat dzolim kepada istri yang ke-dua. Mungkin seorang suami tidak berniat dholim, akan tetapi karena tidak ada hitam diatas putih bersama berjalannya waktu yang kadang juga ada permasalahan dalam keluarga ada setan yang menggodanya hingga sangat mudah untuk berbuat dholim.

Dan kami selalu menghimbau bahwasannya : Kepada para wanita biarpun menjadi istri yang ke dua hendaknya menikah dengan cara yang resmi dicatat di KUA agar hak-hak istri dan anak terjaga dan terlindungi. Biarpun hal ini tidaklah menjadi rukun dan syarat sahnya pernikahan, akan tetapi yang harus dipahami bahwa segala sesuatu jika itu mengukuhkan makna sebuah jalinan pernikahan maka itu adalah bentuk kemuliaan yang dikukuhkan oleh Islam. Wallahu alam bisshowab. [Al Ustadz Buya Yahya]

 

 

Sumber SuaraIslam

*Pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372525/nikah-siri-tanpa-izin-istri-tua-sah-tapi#sthash.aYJ2D2KE.dpuf

Nikah Siri Menyimpan Niat Zalim Suami?

JIKA kita berbicara tentang poligami. Poligami ada di dalam Islam, akan tetapi ketahuilah bahwa tidak semua yang bisa dilakukan orang lain bisa dilakukan oleh anda. Bahkan hukum menikah satu istri saja ada yang haram, ada yang wajib.

Begitu juga menikah dengan dua istri. Yang harus anda pikirkan adalah tingkat kebutuhan anda kepada istri yang kedua. Kemudian tanggung jawab anda, pendidikan anda kepada keluarga dan seterusnya. Jadi permasalahannya lebih luas dari sekadar akad nikah yang sah saja. Maka di satu sisi jangan sampai ada di antara kita yang mengingkari poligami. Sebab poligami ada dalam Alquran dan Nabi Muhammad SAW berpoligami.

Akan tetapi di sisi lain ketahuilah bahwa di dalam poligami bukanlah sesuatu yang gampang. Ada tanggung jawab besar di hadapan Allah SWT. Kalau seseorang mempunyai istri satu, tanggung jawabnya adalah satu istri. Kalau mempunyai dua istri, maka ia bertanggung jawab atas dua istri. Dan dituntut untuk bisa berbuat adil dan harus bisa mengayomi mereka, memberikan pendidikan kepada mereka dan anak-anak.

video_syiar_islam

Adapun masalah tidak izin kepada istri yang pertama. Dalam berpoligami untuk menjadi pernikahan yang sah menurut syariah tidak diwajibkan izin dari istri pertama. Adapun masalah nikah siri, ini masalah perlindungan hak. Secara syariah nikah siri adalah sah asal memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi dalam nikah siri dikhawatirkan tersembunyi di balik hati suami adanya niat berbuat zalim kepada istri yang kedua. Mungkin seorang suami tidak berniat zalim, akan tetapi karena tidak ada hitam diatas putih bersama berjalannya waktu yang kadang juga ada permasalahan dalam keluarga ada setan yang menggodanya hingga sangat mudah untuk berbuat zalim.

Dan kami selalu mengimbau bahwasannya: kepada para wanita biarpun menjadi istri yang ke dua hendaknya menikah dengan cara yang resmi dicatat di KUA agar hak-hak istri dan anak terjaga dan terlindungi. Biarpun hal ini tidaklah menjadi rukun dan syarat sahnya pernikahan, akan tetapi yang harus dipahami bahwa segala sesuatu jika itu mengukuhkan makna sebuah jalinan pernikahan maka itu adalah bentuk kemuliaan yang dikukuhkan oleh Islam. Wallahu alam bisshowab. [Ustaz Buya Yahya/Pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon]

Sumber SuaraIslam

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2341543/nikah-siri-menyimpan-niat-zalim-suami#sthash.eZxjlpuu.dpuf

Apa Benar Nikah Siri Asyik?

NIKAH siri bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Nikah siri dalam presepsi masyarakat dipahami dengan dua bentuk pernikahan: Pertama, nikah tanpa wali yang sah dari pihak wanita. Kedua, nikah di bawah tangan, artinya tanpa adanya pencatatan dari lembaga resmi negara (KUA).

Nikah siri dengan pemahaman yang pertama, statusnya tidak sah, sebagaimana yang ditegaskan mayoritas ulama. Karena di antara syarat sah nikah adalah adanya wali dari pihak wanita. Di antara dalil yang menegaskan haramnya nikah tanpa wali adalah:
Pertama, hadis dari Abu Musa Al-Asyari radhiallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada nikah (batal), kecuali dengan wali.” (HR. Abu Daud, turmudzi, Ibn Majah, Ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, thabrani, dsb.)

Kedua, hadis dari Aisyah radhiallahu anha, bahwa nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal.” (HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi)

Dan masih banyak riwayat lainnya yang senada dengan keterangan di atas, sampai Al-Hafidz Ibn Hajar menyebutkan sekitar 30 sahabat yang meriwayatkan hadis semacam ini. (At-Talkhis Al-Habir, 3:156).

Kemudian, termasuk kategori nikah tanpa wali adalah pernikahan dengan menggunakan wali yang sejatinya tidak berhak menjadi wali. Beberapa fenomena yang terjadi, banyak di antara wanita yang menggunakan wali kiai gadungan atau pegawai KUA, bukan atas nama lembaga, tapi murni atas nama pribadi. Sang Kiai dalam waktu hitungan menit, didaulat untuk menjadi wali si wanita, dan dilangsungkanlah pernikahan, sementara pihak wanita masih memiliki wali yang sebenarnya.

Jika nikah siri dipahami sebagaimana di atas, maka pernikahan ini statusnya batal dan wajib dipisahkan. Kemudian, jika keduanya menghendaki untuk kembali berumah tangga, maka harus melalui proses pernikahan normal, dengan memenuhi semua syarat dan rukun yang ditetapkan syariah.

Selanjutnya, jika yang dimaksud nikah siri adalah nikah di bawah tangan, dalam arti tidak dilaporkan dan dicatat di lembaga resmi yang mengatur pernikahan, yaitu KUA maka status hukumnya sah, selama memenuhi syarat dan rukun nikah. Sehingga nikah siri dengan pemahaman ini tetap mempersyaratkan adanya wali yang sah, saksi, ijab-qabul akad nikah, dan seterusnya.

Hanya saja, pernikahan semacam ini sangat tidak dianjurkan, karena beberapa alasan:
Pertama, pemerintah telah menetapkan aturan agar semua bentuk pernikahan dicatat oleh lembaga resmi, KUA. Sementara kita sebagai kaum muslimin, diperintahkan oleh Allah untuk menaati pemerintah selama aturan itu tidak bertentangan dengan syariat. Allah berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan pemimpin kalian.” (QS. An-Nisa: 59). Sementara kita semua paham, pencatatan nikah sama sekali tidak bertentangan dengan aturan Islam atau hukum Allah.

Kedua, adanya pencatatan di KUA akan semakin mengikat kuat kedua belah pihak. Dalam Alquran, Allah menyebut akad nikah dengan perjanjian yang kuat, sebagaimana yang Allah tegaskan di surat An-Nisa: 21.
Nah, surat nikah ditujukan untuk semakin mewujudkan hal ini. Dimana pasangan suami-istri setelah akad nikah akan lebih terikat dengan perjanjian yang bentuknya tertulis. Terlebih kita hidup di zaman yang penuh dengan penipuan dan maraknya kezaliman. Dengan ikatan semacam ini, masing-masing pasangan akan semakin menunjukkan tanggung jawabnya sebagai suami atau sebagai istri.

Ketiga, pencatatan surat nikah memberi jaminan perlindungan kepada pihak wanita.
Dalam aturan nikah, wewenang cerai ada pada pihak suami. Sementara pihak istri hanya bisa melakukan gugat cerai ke suami atau ke pengadilan. Yang menjadi masalah, terkadang beberapa suami menzhalimi istrinya berlebihan, namun di pihak lain dia sama sekali tidak mau menceraikan istrinya. Dia hanya ingin merusak istrinya. Sementara sang istri tidak mungkin mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama, karena secara administrasi tidak memenuhi persyaratan.

Dus, jadilah sang istri terkatung-katung, menunggu belas kasihan dari suami yang tidak bertanggung jawab itu. Beberapa pertanyaan tentang kasus semacam ini telah disampaikan kepada kami. Artinya, itu benar-benar terjadi dan mungkin banyak terjadi.

Anda sebagai wanita atau pihak wali wanita, selayaknya perlu mawas diri. Bisa jadi saat di awal pernikahan Anda sangat menaruh harapan kepada sang suami. Tapi ingat, cinta kasih juga ada batasnya. Sekarang bilang sayang, besok tidak bisa kita pastikan. Karena itu, waspadalah..

Keempat, memudahkan pengurusan administrasi negara yang lain.
Sebagai warga negera yang baik, kita perlu tertib administrasi. Baik KTP, KK, SIM dst. Bagi Anda mungkin semua itu terpenuhi, selama status Anda masih mengikuti orang tua dan bukan KK sendiri. Lalu bagaimana dengan keturunan Anda. Bisa jadi anak Anda akan menjumpai banyak kesulitan, ketika harus mengurus ijazah sekolah, gara-gara tidak memiliki akta kelahiran. Di saat itulah, seolah-olah anak Anda tidak diakui sebagai warga negara yang sempurna. Dan kami sangat yakin, Anda tidak menginginkan hal ini terjadi pada keluarga Anda. Allahu alam. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2311109/apa-benar-nikah-siri-asyik#sthash.PiD64seV.dpuf