Periode Ke Dua Turunnya Alquran di Madinah

MASA turunnya Alquran selama 22 tahun lebih tersebut terbagi dalam dua periode, sebagai berikut:

2. Periode kedua adalah periode Madinah.

Yaitu, wahyu Ilahi yang turun sesudah hijrah disebut surat/ayat Madaniyyah dan merupakan 11/30 dari Al-Quran. Selama 9 tahun 9 bulan lebih 9 hari, yang terdiri dari 24 surah yang meliputi 1463 ayat.

Surat dan ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya panjang lebar dan lebih jelas (Ithnab), karena sasarannya bukan hanya orang-orang arab asli, melainkan juga non arab dari berbagai bangsa yang telah mulai masuk Islam dan sudah tentu mereka belum menguasai bahasa arab.

Mengenai isi surat/ayat Madaniyyah pada umumnya berupa norma-norma hukum untuk pembentukan dan pembinaan suatu masyarakat / umat islam dan Negara yang adil dan makmur yang diridhai Allah Ta’ala.

 

INILAH MOZAIK

Periode Pertama Turunnya Alquran di Mekkah

MASA turunnya Alquran selama 22 tahun lebih tersebut terbagi dalam dua periode, sebagai berikut:

1. Periode pertama adalah Makkah.

Yaitu, wahyu Ilahi yang diturunkan sebelum hijrah tersebut di sebut surat/ ayat makkiyah merupakan 19/30 dari Alquran, yang menurut Ahli Tahkiq selama 12 tahun 5 bulan dan lebih 13 hari.

Dan terdiri dari 90 surah yang mencakup 4.773 ayat. Surat dan ayatnya pendek-pendek dan gaya bahasanya singkat-padat (Ijaz), karena sasaran pertama dan utama pada periode ini adalah orang-orang arab asli (Suku Quraisy) yang sudah tentu paham benar akan bahasa Arab.

Mengenai isi surat/ayat Makkiyah pada umumnya berupa ajakan untuk bertauhid yang murni atau ketuhanan yang Maha Esa secara murni dan juga tentang pembinaan mental dan akhlaq.

 

INILAH MOZAIK

Nuzulul Quran Bukan Tanggal 17 Ramadan?

PADA bulan Ramadan banyak umat Islam yang menggelar acara peringatan Nuzulul Quran. Untuk itu perlu kiranya kali ini menyoroti masalah Nuzulul Quran, hukum memperingatinya dan fungsi utama diturunkannya Alquran.

Syekh Shofiyur Rohman Al-Mubarakfuriy (penulis sirah nabawiyah) menyatakan bahwa para ahli sejarah banyak berbeda pendapat tentang kapan waktu pertama kali diturunkannya Al-Qur’an, pada bulan apa dan tanggal berapa, paling tidak ada tiga pendapat:

Pertama : Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Quran itu ada pada bulan Rabiul Awwal,
Kedua : Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Quran itu pada bulan Rajab,
Ketiga : Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Quran itu pada bulan Ramadan.

Yang berpendapat pada bulan Rabiul Awwal pecah menjadi tiga, ada yang mengatakan awal Rabiul Awwal, ada yang mengatakan tanggal 8 Rabiul Awwal dan ada pula yang mengatakan tanggal 18 Rabiul Awwal (yang terakhir ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallaahu anhu).

Kemudian yang berpendapat pada bulan Rajab terpecah menjadi dua. Ada yang mengatakan tanggal 17 dan ada yang mengatakan tanggal 27 Rajab (hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu-lihat Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdy, hal. 75-).

Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam Fathul Bari berkata bahwa: Imam Al-Baihaqi telah mengisahkan bahwa masa wahyu mimpi adalah 6 (enam) bulan.

Maka berdasarkan kisah ini permulaan kenabian dimulai dengan mimpi shalihah (yang benar) yang terjadi pada bulan kelahirannya yaitu bulan Rabiul Awwal ketika usia beliau genap 40 tahun. Kemudian permulaan wahyu yaqzhah (dalam keadaan terjaga) dimulai pada bulan Ramadhan.

Sesungguhnya kita menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an ada pada bulan Ramadhan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an” (QS Al-Baqarah: 185).

Dan Allah berfirman, artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan” (QS Al-Qadr: 1).

Seperti yang telah kita maklumi bahwa Lailatul Qadr itu ada pada bulan Ramadan yaitu malam yang dimaksudkan dalam firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (QS Ad-Dukhaan: 3).

Dan karena menyepinya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam di gua Hira’ adalah pada bulan Ramadan, dan kejadian turunnya Jibril adalah di dalam gua Hira’.

Jadi Nuzulul Quran ada pada bulan Ramadan, pada hari Senin, sebab semua ahli sejarah atau sebagian besar mereka sepakat bahwa diutusnya beliau menjadi Nabi adalah pada hari Senin.

Hal ini sangat kuat karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya tentang puasa Senin beliau menjawab: “Di dalamya aku dilahirkan dan di dalamnya diturunkan (wahyu) atasku” (HR. Muslim).

Dalam sebuah lafadz dikatakan: “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku diutus atau diturunkan (wahyu) atasku” (HR. Muslim, Ahmad, Baihaqi dan Al-Hakim).

Akan tetapi pendapat ketiga inipun pecah menjadi lima, ada yang mengatakan tanggal 7 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 14 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 17 (hari Kamis), ada yang mengatakan tanggal 21 (hari Senin) dan ada yang mengtakan tanggal 24 (hari Kamis).

Pendapat “17 Ramadhan” diriwayatkan dari sahabat Al-Bara’ bin Azib dan dipilih oleh Ibnu Ishaq, kemudian oleh Ustadz Muhammad Huzhari Bik. Pendapat “21 Ramadhan” dipilih oleh Syekh Al-Mubarakfuriy, karena Lailatul Qadr ada pada malam ganjil, sedangkan hari Senin pada tahun itu adalah tanggal 7, 14, 21 dan 28.

Sedangkan pendapat “24 Ramadhan” diriwayatkan dari Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo’, dan dipilih oleh Ibnu Hajar Al-Haitamiy, ia mengatakan: “Ini sangat kuat dari segi riwayat”.

Karena itu memperingati peristiwa turunnya Alquran pertama kali tidaklah penting, sebab di samping hal itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan para tabi’in, Alquran diturunkan tidaklah untuk diperingati tetapi untuk memperingatkan kita.

Peristiwa Nuzulul Qur’an bukanlah diharapkan agar dijadikan sebagai hari raya oleh umat ini, yang dirayakan setiap tahun, karena Islam bukanlah agama perayaan sebagaimana halnya agama-agama lain.”

Islam tidak memerlukan polesan, tidak perlu dibungkus dengan perayaan-perayaan yang membuat orang-orang tertarik kepadanya. Karena itu pesta hari raya tahunan di dalam Islam hanya ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Jadi turunnya Alquran bukan untuk diperingati setiap tahunnya, melainkan untuk memperingatkan kita setiap saat. Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan, artinya:

“Alif Lam Mim Shaad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir) dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman” (QS Al-A’raaf: 1-2).

[Abu Hamzah As-Sanuwi]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304734/nuzulul-quran-bukan-tanggal-17-ramadan#sthash.eb25qQFO.dpuf

3 Tahapan Sejarah Nuzulul Quran

MENURUT Jumhur Ulama arti Nuzulul Quran itu secara hakiki tidak cocok untuk Alquran sebagai kalam Allah yang berada pada dzat-Nya. Sebab, dengan memakai ungkapan “diturunkan” menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang riil yang harus diturunkan.

Karena itu harus menggunakan arti majazi, yaitu menetapkan / memantapkan / memberitahukan /menyampaikan Alquran, baik di sampaikan Alquran itu ke Lauhil Mahfudz atau ke Baitul Izzah di langit dunia, maupun kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.

Yang dimaksud dengan “tahap-tahap turunnya Alquran” ialah tertib dari fase-fase disampaikan kitab suci Alquran, mulai dari sisi Allah hingga langsung kepada Rasulullah, kitab suci ini tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya. Sebab kitab suci ini diturunkan secara bertahap, sehingga betul-betul menunjukkan kemukjizatannya.

Allah Ta’ala telah memberikan penghormatan kepada Alquran dengan membuat turunnya tiga tahap;

1. Tahap Pertama Turun Di Lauh Mahfudz

“Bahkan yang di dustakan itu ialah Alquran yang mulia, yang tersimpan di Lauhul Mahfudz.” (QS Al-Buruj 21)

Wujudnya Alquran di Lauhu Mahfudz adalah dalam suatu cara dan tempat yang tidak bisa diketahui kecuali oleh Allah sendiri. Dalam Lauhul Mahfudz Alquran berupa kumpulan lengkap tidak terpisah-pisah.

Hikmah dari Tanazul tahap pertama ini adalah seperti hikmah dari eksistensi Lauhul Mahfudz itu sendiri dan fungsinya sebagai tempat catatan umum dari segala hal yang ditentukan dan diputuskan Allah dari segala makhluq alam dan semua kejadian. Dan membuktikan kebesaran kekuasaan Allah dan keluasaan ilmunya serta kekuatan kehendak dan kebijaksanaa-Nya

2. Tahap Kedua Di Baitul Izzah

Yaitu tempat mulia di langit yaitu langit pertama, atau langit yang terdekat dengan bumi. Berdasarkan firman Allah:

“Sesungguhanya kami menurunkannya (alquran) pada suatu malam yang diberkahi.” (QS Ad-Dukhan: 3)

Ayat tersebut menunjukkan turunnya Alquran tahap kedua ini dan cara turunnya, yaitu secara sekaligus turun seluruh isi alquran dari lauhul mahfudz ke baitul izzah, sebelum di sampaikan ke Rasulullah.

3. Tahap Ketiga

Alquran turun dari dari Baitul Izzah di langit dunia langsung kepada Rasulullah. Artinya, AlQuran disampaikan langsung kepada Rasulullah, baik melalui perantara Malaikat Jibril ataupun secara langsung ke dalam hati sanubari Rasulullah, maupun dari balik tabir.

Dalilnya ayat Alquran antara lain:

“Dan sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (QS Al-Baqarah: 99)

“Ia (alquran) dibawa turun oleh Ar-Ruhul Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS Asy-Syuara: 193-194)

[tongkronganislami]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303539/3-tahapan-sejarah-nuzulul-quran#sthash.v5r3W5l3.dpuf

Asbabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al Quran

Perhatian ulama akan ilmu Asbabun Nuzul sangatlah besar diantaranya, guru Imam Bukhari ( Ali bin Madani ), Al Wahidi . Al Jabari ( meringkas bukunya Al Wahidi).

Pedoman mengetahui asbabunnuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Muhammad sirin mengatakan : “Ketika kutanyakan kepada Ubaidah mengenai satu ayat Quran, dijawabnya: Bertakwalah kepada Allah dan berkata benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Quran itu diturunkan telah meninggal”. Menandakan kehati-hatian beliau dalam mengambil riwayat yang shahih, Asbabu Nuzul dari ucapan para shahabat yang bentuknya seperti musnad yang pasti menununjukkan Asbabun Nuzul. Imam syuyuthi menyatakan bahwa boleh ucapan Tabiin yang menunjukan Asbabun Nuzul diterima bila ucapan itu jelas. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabiin itu benar dan dari seorang Mufassir yang mengambil dari para shahabat, serta didukung oleh hadist mursal lainnya. (Baca:Ulumul Quran dan Sejarah Perkembangannya)

Definisi Asbabun Nuzul adalah berkisar pada dua hal yaitu:

1. Bila terjadi pada suatu peristiwa maka turunlah ayat Quran mengenai peristiwa itu hal seperti ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa ketika turun ayat 214: Rasulullah pergi naik ke bukit shafa lalu berseru.

2. Bila Rasulullah ditanya sesuatu hal maka turunlah ayat Quran menerangkan hukum menerangkan hukumnya. Sebagaimana Khaulah binti Tsa’labah dikenakan Zihar oleh suaminya, Aus bin Shamit.

Diantara ayat Al Quran yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab mengenai akidah iman, kewajiban islam, dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al Ja’bari berkata : “Quran diturunkan dalam dua katagori: turun tanpa sebab dan turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan”.

Definisi Asbabun Nuzul: Sesuatu hal yang karenanya Qur’an diturunkan pada kejadian itu, baik berupa peristiwa ataupun pertanyaan.

Manfaat mengetahui Asbabun Nuzul adalah:

1. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa karena sayangnya kepada umat.

2. Mengkhususkan dan membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.

3. Apabila yang diturunkan itu lafazd umum dan terdapat dalil atas penghususannya maka pengetahuan mengenai Asbabun Nuzul itu membatasi penghususan hanya terhadap yang selain bentuk sebab. (Baca : Bagaimana Al-Quran Diturunkan?)

4. Cara terbaik untuk memahami makna Al Qur’an dan mengungkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak ditafsiri tanpa mengetahui Asbabun Nuzul.

5. Dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisian.

Lafadz umum menjadi pegangan, bukan sebab khusus.

Apabila ayat yang diturnkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesiau dengan sebab secara khusus maka yang umum diterapkan pad akeumuman dan yang khusus pada ke khususannya.

Contoh : QS. Al Baqarah: 222, anas berkata:” Bila istri-istri orang Yahudi haid, mereka keluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum dan didalam rumah tidak boleh bersama. Lalu Rasulullah ditanya tentang hal itu maka Allah menurunkan: mereka bertanya kepadamu tentang haid.

Contoh kedua: Al Lail: 17-21, diturunkan mengenai Abu Bakar. Kata Atqa adalah dari ismun tafdil artinya superlatif, maka bila tafdil itu disertai Al ‘Adiyah ( kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasuki itu telah diketahui maksudnya), sehingga ini dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat ini diturunkan. Kata sandang “Al” menunjukan umum bila ia berfungsi sebagai kata sambung (maushul) atau ma’rifatkan kata jamak. Sedangkan Al Atqa pada bukan kata ganti penghubung / kata jamak, melainkan tunggal. Sehingga menurut Al Wahidi: Al Atqa adalah Abu Bakar menurut pendapat para ahli tafsir.

Abu Bakar memerdekan budak sebanyak 7: Bilal, Amir bin Fuhairah, Nahdiyah dan anak perempuannya, Ummu ‘isa, dan budak perempuan Bani Mau’il.

Jika sebab itu khusus, sedangkan ayat yang diturunkan berbentuk umum maka para ahli usul berselisis pendapat: antara yang dijadikan pegangan itu lafdz yang umum atau sebab yang khusus?

1. Jumhur ulama ( pendapat yang paling shahih ) berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah adalah lafadz umum bukan sebab khusus. Misalnya ayat lian yang diturnkan kepada mengenai tudukan Hilal bin Umayyah kepda Istrinya, yag harus mendatangkan bukti walaupun terhadap istrinya sehingga datang Jibril dan menurunkan ayat An Nur: 6-9.

Hukum yang diambil dari lafadz umum ini ( dan orang orang yang menuduh istrinya) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain.

2. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab khusus alasannya lafadz umum menunjukkan bentuk sebab yang khusus.

Redaksi Asbabun Nuzul.

• Terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab, jika perawi mengatakan: “Sebab Nuzul ayat ini adalah begini”, mengunakan fa’ ta’qibiyah ( kira-kira “maka”. Yang menujukkan urutan peristiwa yang dirangkai dengan kata “turunlah ayat”. Seperti sabda Rasulullah: “Rasulullah ditanya tentang hal begini maka turunlah ayat ini “.سئل رسول الله عن كذا قنزلت الاية

• Terkadang berupa pernyataan tegas.

• Terkadang berupa pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya.

Sumber: Diringkas oleh tim alislamu.com dari Manna’ Al-Qaththan, Mabaahits fie ‘Uluumil Qur’aan, atauPengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 92 – 123.

 

sumber: Muslim Daily