Doa untuk Orang Sakit

Doa untuk orang sakit harus dihafalkan, karena setiap muslim dianjurkan untuk mendoakan muslim lainnya.

Tidak akan ada ruginya ketika Anda mendoakan muslim lain dengan kebaikan, karena doa tersebut sejatinya akan kembali kepada diri Anda.  

Lafal Doa untuk Orang Sakit

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan lafal doa untuk orang sakit dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Berikut ini beberapa riwayat lafal doa tersebut:

  • Lafal pertama

لَا بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ

Laa ba’sa thohuurun insyaaAllah.

Artinya:

“Tidak apa-apa, penghapus dosa, InsyaAllah.” (HR. Bukhari).

  • Lafal kedua

أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ

As-alullaahal ‘adhim robbal ‘arsyil ‘adhim an-yasyfiyak.

Artinya:

“Aku meminta kepada Allah yang Maha Mulia, Rabb pemilik ‘Arsy yang Agung agar Dia menyembuhkanmu.” (HR. Tirmidzi)

Doa ini disunnahkan untuk dibaca sebanyak tujuh kali.

  • Lafal ketiga

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا

Allahumma robbannaasi mudzhibal baasiisyfi antasy-syaafii laa syaafiya illaa anta syifaa’an laa yughoodiru saqoman.

Artinya:

“Wahai Allah Tuhannya manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembuhkanlah ia. Hanya Engkau yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan selain kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhari)

  • Lafal keempat

الَّلهُمَّ اشْفِ فُلاَنًا

Allahummasyfi fulaanaan.

Artinya:

“Wahai Allah sembuhkanlah fulan.”

Perlu diketahui, fulan harus diganti dengan nama orang. Sebagai contoh, Apabila yang sakit itu bernama Abdullah, maka lafal doanya menjadi ‘Allahummasyfi Abdullah’. 

Dalam riwayat Imam Muslim, doa ini pernah dipanjatkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebanyak dua kali untuk mendoakan sahabat Sa’ad bin Abi Waqash.

اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا ,اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا

Allahummasyfi Sa’ad, Allahummasyfi Sa’ad.

Artinya:

“Wahai Allah sembuhkanlah Sa’ad, wahai Allah sembuhkanlah Sa’ad.”

Doa ini boleh dipanjatkan sebanyak dua kali, tiga kali, bahkan lebih.

Doa untuk Orang Sakit Dibaca oleh Siapa?

Doa untuk orang sakit dibaca oleh setiap muslim yang menjenguk orang lain, baik itu dari anggota keluarga, teman, hingga tetangga.

Perlu diketahui, doa tersebut tidak terbatas untuk orang-orang yang beragama Islam saja, karena orang-orang kafir juga boleh didoakan sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Dalil bolehnya seorang muslim mendoakan orang kafir agar sembuh dari sakitnya disampaikan oleh sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu.

“Ada sekelompok sahabat yang melakukan safar, dan tibalah mereka di sebuah kampung. Para sahabat meminta izin untuk menginap di kampung tersebut, namun mereka tidak diizinkan hingga akhirnya mendirikan tenda di luar kampung untuk bermalam.

Tiba-tiba kepala kampung disengat binatang, dan mereka berusaha untuk mengobatinya, namun tidak ada satu pun yang berhasil hingga ada yang mengusulkan untuk memanggil para sahabat, barangkali mereka mempunyai obat untuk menyembuhkannya. Utusan mereka kemudian mendatangi para sahabat, dan menyampaikan kondisi kepala suku.

Salah satu sahabat bersedia mengobati dengan sebuah syarat, apabila berhasil, penduduk kampung tersebut harus memberikan upah beberapa ekor kambing.

Lalu sahabat tersebut membacakan surat al-Fatihah sembari meniupkannya kepada kepala suku. Atas izin Allah Ta’ala, kepala suku sembuh dan sehat kembali.

Setelah itu para sahabat membawa kambing hasil upah kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan beliau mengizinkan perbuatan para sahabat tersebut.” (HR. Bukhari 2276)

Kisah yang disampaikan oleh Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu merupakan dalil yang kuat dibolehkannya seorang muslim mendoakan orang kafir, karena ruqyah merupakan bagian doa kepada Allah Azza wa Jalla. 

Perlu diketahui, orang yang sakit juga dianjurkan untuk membaca doa kesembuhan untuk dirinya sendiri. 

Berikut ini lafal doanya:

بِاسْمِ اللَّهِ (3x)

أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ (7x)

Bismillah. (3x)

A’udzu billahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. (7x)

Artinya:

“Dengan menyebut nama Allah.” 

“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari kejahatan sesuatu yang aku jumpai dan yang aku takuti.” (HR. Muslim)

Doa tersebut dibaca dengan meletakkan tangan di atas bagian tubuh yang sakit sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada sahabat ‘Utsman bin Abu Al-Asy’ash Ats-Tsaqafi.

Adab-adab Menjenguk Orang Sakit

Setelah mengetahui doa yang harus dibaca ketika menjenguk orang sakit, hal penting lain yang harus diketahui adalah adab-adab ketika menjenguk orang sakit.

Mengetahui adab menjenguk orang sakit ini penting sekali, karena di dalamnya juga terdapat ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala. 

Berikut ini adab-adab ketika menjenguk orang sakit:

  • Ikhlas

Di dalam ajaran agama Islam menjenguk orang sakit termasuk ibadah yang agung, bahkan Allah Ta’ala mengganjarnya dengan pahala yang sangat besar, yaitu surga.

“Siapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka akan ada yang menyeru kepadanya, ‘Engkau telah berbuat mulia dan mulia pula langkahmu, serta akan kau tempati rumah di Surga’.” (HR. Ibnu Majah no. 1433)

Mengingat ganjaran yang Allah Ta’ala berikan adalah surga, menjenguk orang sakit harus benar-benar diniatkan hanya untuk mencari ridho Allah Ta’ala.

  • Melihat sikon

Memperhatikan situasi dan kondisi merupakan hal penting yang harus diperhatikan ketika hendak menjenguk orang sakit.

Pastikan orang yang hendak dijenguk benar-benar dalam keadaan longgar, sehingga tidak mengganggu waktunya untuk beristirahat.

Selain itu, pastikan waktu menjenguk tidak terlalu lama, karena bisa jadi yang dijenguk merasa terganggu.

  • Mendoakan

Orang yang sakit pasti ingin segera sembuh. Oleh karena itu, setiap penjenguk harus memanjatkan doa kepada Allah Azza wa Jalla agar sakit tersebut segera diangkat.

Mendoakan saudara muslim yang sakit dianjurkan dalam Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

“Apabila beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam mengunjungi orang yang sakit, beliau mengucapkan, Laa ba’sa thohuurun insyaaAllah.” (HR. Bukhari no. 5656)

  • Memberikan nasihat

Ketika diuji oleh Allah Ta’ala dengan sakit, tidak semua orang bisa menerimanya dengan baik. 

Oleh karena itu, penjenguk harus memberikan beberapa nasihat agar orang yang sakit tersebut tidak berkeluh kesah, karena keluh kesah hanya akan mendatangkan dosa.

Sebaliknya, apabila orang yang sakit itu bersabar, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikannya ganjaran yang besar dan segera mengangkat penyakitnya.

  • Memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala

Selain memanjatkan doa kesembuhan kepada orang yang sakit, penjenguk juga harus memohon perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla atas sakit yang diderita orang lain. 

Memohon perlindungan penting untuk dilakukan agar musibah orang yang dijenguk tidak menimpa diri Anda.  

Berikut ini lafal doanya:

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً

Alhamdulillahilladzii ‘aafaanii mimmab talaaka bihi, wa faddholanii ‘ala katsiirim mimman kholaqo tafdhilaa.

Artinya:

“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan diriku dari musibah yang menimpamu dan memberi keutamaan kepadaku atas banyak orang.”

Doa tersebut harus dihafalkan, karena penggunaannya tidak terbatas pada orang sakit saja, melainkan bisa diterapkan di semua keadaan. 

Itulah pembahasan terkait doa untuk orang sakit. Adapun untuk pembahasan doa-doa yang lain, silakan kunjungi website Hidayatullah.com 

Meneguhkan Tauhid Saat Sakit

ADA dua macam nikmat, yakni nikmat muqayyadah dan nikmat muthlaqah. Nikmat muqayyadah adalah segala nikmat yang dapat membawa manusia kepada kebaikan, dapat pula membawa manusia kepada keburukan. Kesehatan, kebugaran, harta, kecerdasan, waktu luang, keahlian (meskipun dalam bidang agama) adalah sebagian di antara contoh nikmat muqayyadah. Di saat sehat orang bisa sungguh-sungguh taat terhadap syari’at, tetapi sehat juga dapat menggelincirkan manusia kepada maksiat maupun perilaku terlaknat. Maka sehat bukanlah nikmat yang memastikan kebaikan.

Betapa banyak yang di saat sakit justru sangat dekat dengan Allah ‘Azza wa Jalla. Ia memurnikan tauhid dan tidak berpengharapan selain hanya kepada Allah Ta’ala, tetapi begitu sembuh lain lagi ceritanya. Itu sebabnya ketika sakit, saya sering mengingatkan agar orang yang mendo’akan sembuh tak sekedar sembuh, melainkan sembuh yang penuh barakah. Apalagi jika yang datang bukannya mendo’akan, melainkan mengajari takabbur kepada Allah, “Semangat, Pak. Bapak pasti kuat melawan sakit ini.” Tidak. Sakit itu bukan pertarungan antara kita dengan kondisi sakit. Takabbur orang yang mengatakan bahwa mental yang kuat akan menjadikan kita sebagai pemenang melawan penyakit. Ia bergantung kepada diri sendiri, sedangkan Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita untuk berdo’a agar kita tidak bergantung kepada diri sendiri walaupun hanya sekejap mata. Kita hanya bergantung kepada Allah Ash-Shamad; Dzat yang hanya Dia saja tempat bergantung.

Lalu apa itu nikmat muthlaqah? Nikmat yang mengantarkan kepada keselamatan dan kebahagiaan akhirat, yakni Al-Islam yang kita semua dilahirkan dalam keadaan di atas al-Islam. Tugas kita menjaganya dan tidak mengotori dengan maksiat, syirik maupun kezaliman.

Setiap nikmat muqayyadah adalah ujian. Begitu pula tetapnya, berkurangnya maupun bertambahnya juga merupakan ujian. Sesiapa yang lulus dalam ujian itu, maka ia termasuk orang-orang yang bersyukur, yakni orang yang tetap memuji Allah Ta’ala dengan sebenar-benar pujian dalam segala keadaan, menegakkan imannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebaik-baiknya, mengikrarkan syukurnya kepada manusia dan menggunakan nikmat itu untuk mencari ridha Allah ‘Azza wa Jalla.

Seorang mukmin yang lulus ketika diberi ujian sakit bukanlah mereka yang sembuh dengan sempurna, tetapi mereka yang tetap bertawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam berusaha dan menegakkan tauhid dalam segala keadaan. Sakit itu bukanlah pertarungan melawan penyakit. Bukan. Tetapi sakit adalah ujian yang membedakan manusia menjadi dua; orang-orang yang bersyukur dia tetap beriman, gigih, tawakkal dan senantiasa menegakkan isti’anah (memohon pertolongan) hanya kepada Allah Ta’ala; orang-orang yang kufur, dia bertawakkal kepada selain Allah saat berusaha, atau dia berputus asa dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.

Mari sejenak kita mengingat seraya tadabbur terhadap do’a memohonkan kesembuhan sebagaimana kita dapati dalam hadis shahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

‘Abdul ‘Aziz dan Tsabit pernah menemui Anas bin Malik. Tsabit berkata, “Wahai Abu Hamzah (gelaran dari Anas), aku sakit.” Anas berkata, maukah aku meruqyahmu (mengobatimu) dengan ruqyah Rasulullah ﷺ.” Tsabit pun menjawab, “Tentu.”

Lalu Anas membacakan do’a:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا

“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, Penghilang segala yang membahayakan, sembuhkanlah. Engkaulah yang menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu; kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” (HR. Bukhari & Muslim).

Perhatikan dan hayati, cermati dan renungi sepenuh keyakinan. Do’a ini diawali dengan pengakuan saat meminta, bahwa Allah adalah tuhannya seluruh manusia; tuhan yang menciptakan semua manusia tanpa terkecuali. Penyebutan “rabb” merujuk kepada kedudukan Allah ﷻ sebagai pencipta yang Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu; Maha Memelihara.

Selanjutnya kita juga berikrar, menyatakan pengakuan bahwa Allah ﷻ adalah Dzat Yang Menghilangkan segala sesuatu yang membahayakan ﷻ Maknanya adalah bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala dan sungguh-sungguh hanya Allah ﷻ semata yang maha kuasa untuk menghilangkan penyakit dan kesusahan pada diri setiap manusia. Kita mengawali do’a dengan mengatakan pengakuan kita bahwa hanya Allah ﷻ yang dapat menghilangkan segala kesusahan dan atas perkenan-Nya semata segala upaya menghilangkan kesusahan akan dapat membawa manusia keluar dari kesusahan.

Pengakuan ini sekaligus sebagai pengharapan kita agar selain memberi kesembuhan, Allah ﷻ juga menghilangkan kesusahan. Kadang ada yang sembuh dari sakitnya, tetapi tidak hilang kesusahan maupun bahaya dari dirinya. Maka kita mengawali do’a dengan menyatakan pengakuan bahwa sesungguhnya Allah ﷻ Dzat Yang Maha Menghilangkan Segala Kesusahan. Ini kita ikrarkan sesudah menyatakan pengakuan setulus-tulusnya bahwa Ia Rabb seluruh manusia karena kita berharap Allah Ta’ala karuniakan kesembuhan dan sekaligus hilangkan kesusahan serta bahaya darinya.

Selanjutnya, barulah kita memohon kesembuhan dengan menyampaikan hajat kita, “Sembuhkanlah (اشْفِ)”. Sangat ringkas dan singkat karena yang perlu kita mohonkan hanyalah yang paling pokok. Bukankah Allah Ta’ala Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Maha Penyayang?

Sesudah itu, kita kembali menyatakan kalimat pengakuan dengan tatkala mengucapkan “أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا”. Inilah pengakuan yang saling menegaskan, saling menguatkan dan memurnikan pengakuan tauhid kita bahwa hanya Allah dan semata-mata Allah saja yang menentukan kesembuhan. Tidak ada kesembuhan kecuali hanya dari-Nya.

Mari kita ingat kembali maknanya dan perhatikan dengan sepenuh keyakinan, “Engkaulah yang menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu; kesembuhan yang tidak kambuh lagi.”

Inilah yang harus kita yakini. Ini pula yang harus kita pegangi kuat-kuat. Bila perlu kita gigit dengan gigi geraham kita agar keyakinan bahwa hanya Allah dan semata-mata Allah yang dapat memberikan kesembuhan kepada kita atau siapa pun yang sedang sakit. Maka kepada-Nya kita meminta pertolongan (isti’anah ). Dan sesungguhnya isti’anah (meminta pertolongan kepada Allah) itu merupakan konsekuensi dari shalat kita; dari bacaan Fatihah kita. Bukan setiap shalat kita berikrar “hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”?

Apakah kita tidak boleh berobat? Boleh, bahkan harus. Apakah kita tidak perlu berobat? Sangat perlu sebagai bentuk tawakkal kita dan sikap tidak berputus asa dari rahmat Allah, bahkan ketika tampaknya sudah tidak ada harapan.

Nabi ﷺ bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ

“Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya, maka akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim).
Dari Usamah bin Syariik radhiyaLlahu ‘anhu, ia berkata: “Aku berada di samping Nabi ﷺ kemudian datang seseorang dan berkata, “Ya RasulaLlah, apakah aku perlu berobat?”

Rasulullah ﷺ bersabda:
نَعَمْ يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غير داء واحد

“Ya, wahai hamba Allah, berobatlah Sesungguhnya Allah tidak memberikan penyakit, kecuali Allah juga memberikan obatnya, kecuali untuk satu penyakit.”

قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ قَالَ الْهَرَمُ

Orang tersebut bertanya, “Ya Rasulullah, penyakit apa itu?”

Rasulullah ﷺ bersabda, “Penyakit tua.”

Dalam riwayat lain disebutkan:

إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُشِفَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ و جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya. Ada orang yang mengetahui ada pula yang tidak mengetahuinya.” (HR Ahmad dan yang lainnya, shahih).

Ini mengisyaratkan bahwa berobat itu penting. Mencari tahu apa obatnya juga penting. Tetapi harus kita ingat bahwa tidak akan pernah ada kesembuhan, kecuali dengan izin Allah. Bi idzniLlah. Kesesuaian obat dengan penyakit yang diobati itu jelas penting dan sungguh sangat penting. Tetapi jika Allah tidak izinkan terjadi kesembuhan, maka kesembuhan itu tidak pernah terjadi. Karena itu jangan takabbur dengan mengatakan, “Nggak usah repot-repot. Begitu merasa sakit, langsung saja kasih ini. Dijamin penyakitnya pasti kabur.”

Jangan pula berkata seolah dapat menentukan takdir, semisal, “Kemenangan hanya milik mereka yang mentalnya kuat. Jika Anda tenang dan mental Anda kuat, maka Anda pasti akan keluar sebagai pemenang melawan pandemi ini.”

Merinding rasanya ketika mendengar kalimat-kalimat semacam ini terus-menerus diucapkan manusia semenjak awal pandemi; dari yang muslim maupun kafir, dari yang alergi kepada agama maupun yang tampak bersemangat kepada agama ini. Maka alangkah perlu kita menjaga diri dari syubhat-syubhat yang berkelebat.

Hari-hari ini banyak saudara kita yang sakit. Tidak sedikit pula justru ada di antara kita yang sakit. Siapa pun itu, hendaklah sakit menjadikan kita semakin memurnikan tauhid, menjaganya dan memeganginya dengan kokoh. Kita berobat dengan segala upaya syar’i; melakukan langkah-langkah medis maupun non medis yang dibenarkan oleh ilmu, yakni memiliki landasan ilmiah, tidak berputus asa terhadap pertolongan-Nya dan menguatkan isti’anah kita hanya kepada Allah Ta’ala seraya mengingat bahwa hanya Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa menyembuhkan siapa saja yang ia kehendaki.

Semoga catatan sederhana ini bermanfaat dan barakah. Semoga upaya-upaya kita, begitu pula keyakinan kita, tidak menyelisihi rangkaian ucapan do’a memohonkan kesembuhan sebagaimana yang telah dituntunkan oleh RasuluLlah Muhammad ﷺ sebagaimana kita dapati dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim tersebut.*
Penulis buku ‘Mencari ketenangan di tengah kesibukan’ dan pengajar Pesantren Masyarakat Merapi Merbabu’.

HIDAYATULLAH

Orang Sakit Yang Tidak Bisa Ke Tempat Wudhu, Bagaimana Wudhunya?

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal

Ada orang yang sakit dan ia tidak mampu untuk pergi ke tempat wudhu. Maka cara wudhunya? Apakah ia boleh tayamum padahal masih mungkin ia meminta seseorang untuk membawakan air untuknya?

Syaikh menjawab

من لا يستطيع الوصول إلى دورة المياه فإنه يحضر له الماء ويتوضأ في مكانه؛ لقول الله تعالى: ﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾ [التغابن:16] وهو إذا لم يستطع الوصول إلى الحمام يستطيع أن يحضر له الماء ويتوضأ منه، ولا يجوز التهاون في هذا.

Orang yang tidak mampu untuk pergi ke tempat wudhu, maka hendaknya dibawakan air kepadanya untuk berwudhu di tempatnya. Berdasarkan firman Allah ta’ala (yang artinya) : “bertakwalah kepada Allah semaksimal kemampuan kalian” (QS. At Taghabun: 16). Sehingga jika ia tidak mampu untuk pergi ke kamar mandi, maka dibawakan kepadanya air untuk berwudhu. Dan tidak boleh bermudah-mudah (untuk tayammum) dalam keadaan ini.

فأما إذا كان يشق عليه نفس الوضوء سواء ذهب إلى الحمام أو توضأ في مكانه فحينئذٍ يتيمم.

Adapun jika ia sangat sulit untuk pergi ke kamar mandi dan sulit untuk wudhu di tempatnya, maka ketika itu baru boleh tayammum.

Sumber: Fatawa Liqa asy Syahri no. 30

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/66464-orang-sakit-yang-tidak-bisa-ke-tempat-wudhu-bagaimana-wudhunya.html

Fatwa Ulama: Apakah Orang Sakit Boleh Meninggalkan Shalat?

Fatwa Syaikh Shalih Al Fauzan

Soal:

Seseorang tidak shalat selama dua tahun setengah karena lumpuh yang dideritanya selama jangka waktu tersebut. Kemudian setelah itu ia dapat duduk dan melakukan sebagian gerakan yang mudah sehingga dapat kembali melakukan rutinitas shalat, dan puasa sesuai dengan kemampuan. Akan tetapi ia menderita selama dua tahun setengah karena meninggalkan shalat dan puasa selama rentang waktu tersebut dan ia tidak mampu untuk mengqadha’nya. Oleh karenanya amalan apa dan apa yang wajib atasnya?

Jawab:

Seseorang yang sakit shalat sesuai dengan kondisinya, yaitu dengan berdiri jika mampu atau duduk atau berbaring atau dengan isyarat lisan sementara kedua kakinya menghadap kiblat dengan memberi isyarat ruku’ dan sujud. Maka, meninggalkan shalat selama sakit adalah sebuah kesalahan bagi anda. Selama akal anda sehat dan masih bisa berpikir maka sesungguhnya anda wajib shalat sesuai dengan kedaan anda

{لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا‏}

Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya” (QS. Al Baqarah: 286).

Intinya, seseorang yang sakit boleh tidak meninggalkan shalat selama akalnya masih ada dan pikirannya sehat. Ia hendaknya shalat sesuai dengan kondisinya saat itu. Oleh karena itu, wajib atas anda untuk mengqadha shalat-shalat yang anda tinggalkan disertai taubat kepada Allah.

Sumber: http://islamancient.com/play.php?catsmktba=18822

***

Penerjemah: Andi Ihsan

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/26905-fatwa-ulama-apakah-orang-sakit-boleh-meninggalkan-shalat.html

Musuh Kita Adalah Penyakit Bukan Penderitanya

ISLAM rahmatan lil alamin atau Islam rahmat bagi seluruh alam. Adalah Islam yang bisa merangkul semuanya. Memberikan sinarnya bagi setiap umat manusia. Dan muslim adalah penganutnya.

Senantiasa berakhlak karimah dan dekat kepada sesama. Maka yang utama adalah berbagi kebaikan dan bukan menebar kebencian. Mengajak kepada kebajikan, dan mencegah kemungkaran. Yang menolak kepada kemaksiatan dan bukan menghindar kepada si pelaku perbuatan.

Karena Islam untuk kita semua dan bukan hanya untuk sebagian. Bagaimana bisa orang mengerti indahnya Islam, jika kita tolak mereka sebelum masuk ke dalam?

Terinspirasi dari perkataan Ustadz Salim A, Fillah bahwa,

“Bencilah maksiat, tapi sayangi pendosanya. Kritiklah pernyataan, tapi muliakan penyampainya. Musuh kita adalah penyakit, dan bukan penderitanya.”

Sehingga inilah akhlak muslim seharusnya. Mengetahui mana yang lebih utama. Walau sampai hari ini dari kita masih banyak yang lupa, akan tetapi tetaplah berusaha untuk memperbaikinya. Menjadi muslim yang lebih baik serta peduli kepada manusia yang lainnya. [inspirasi-islami]

INILAH MOZAIK

Orang Yang Sakit Selayaknya Bergembira

“Mengapa sakit saya tidak sembuh-sembuh?”

”Mengapa sakit saya sedemikian beratnya?”

“Kenapa mesti saya yang sakit?”

 

Mungkin inilah sebagian perkataan atau bisikan setan yang terbesit dalam hati orang yang sakit. Perlu kita ketahui bahwa sakit merupakan takdir Allah dan menurut akidah (kepercayaan) seorang muslim yang beriman bahwa semua takdir Allah itu baik dan ada hikmahnya, berikut ini tulisan ringkas yang senoga bisa mencerahkan hati orang-orang yang sakit yang selayaknya mereka bergembira

 

Sakit adalah ujian, cobaan dan takdir Allah

Hendaknya orang yang sakit memahami bahwa sakit adalah ujian dan cobaan dari Allah dan perlu benar-benar kita tanamkan dalam keyakinan kita yang sedalam-dalamya bahwa ujian dan cobaan berupa hukuman adalah tanda kasih sayang Allah. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ،

فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.”[1]

 

Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا

وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang hamba, maka Allah menyegerakan siksaan  baginya di dunia”[2]

 

Mari renungkan hadits ini, apakah kita tidak ingin Allah menghendaki kebaikan kapada kita? Allah segerakan hukuman kita di dunia dan Allah tidak menghukum kita lagi di akhirat yang tentunya hukuman di akhirat lebih dahsyat dan berlipat-lipat ganda. Dan perlu kita sadari bahwa hukuman yang Allah turunkan merupakan akibat dosa kita sendiri, salah satu bentuk hukuman tersebut adalah Allah menurunkannya berupa penyakit.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ

وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَْ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ

قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَْ أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ

مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. [3]

 

Ujian juga merupakan takdir Allah yang wajib diterima minimal dengan kesabaran, Alhamdulillah jika mampu diterima dengan ridha bahkan rasa syukur. Semua manusia pasti mempunyai ujian masing-masing. Tidak ada manusia yang tidak pernah tidak mendapat ujian dengan mengalami kesusahan dan kesedihan. Setiap ujian pasti Allah timpakan sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya untuk menanggungnya karena Allah tidak membebankan hamba-Nya di luar kemampuan hamba-Nya.

 

Sakit manghapuskan dosa-dosa kita

Orang yang sakit juga selayaknya semakin bergembira mendengar berita ini karena kesusahan, kesedihan dan rasa sakit karena penyakit yang ia rasakan akan menghapus dosa-dosanya. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya”[4]

 

Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ،

حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.”[5]

 

Bergembiralah saudaraku, bagaimana tidak, hanya karena sakit tertusuk duri saja dosa-dosa kita terhapus. Sakitnya tertusuk duri tidak sebanding dengan sakit karena penyakit yang kita rasakan sekarang.

 

Sekali lagi bergembiralah, karena bisa jadi dengan penyakit ini kita akan bersih dari dosa bahkan tidak mempunyai dosa sama sekali, kita tidak punya timbangan dosa, kita menjadi suci sebagaimana anak yang baru lahir. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ

حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

“Cobaan akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya maupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.”[6]

 

Hadits ini sangat cocok bagi orang yang mempunyai penyakit kronis yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya dan vonis dokter mengatakan umurnya tinggal hitungan minggu, hari bahkan jam. Ia khawatir penyakit ini menjadi sebab kematiannya. Hendaknya ia bergembira, karena bisa jadi ia menghadap Allah suci tanpa dosa. Artinya surga telah menunggunya.

Melihat besarnya keutamaan tersebut, pada hari kiamat nanti, banyak orang yang berandai-andai jika mereka ditimpakan musibah di dunia sehingga menghapus dosa-dosa mereka dan diberikan pahala kesabaran. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَّ جُلُودَهُمْ قُرِضَتْ بِالْمَقَارِيضِ

مِمَّا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ أَهْلِ الْبَلاَءِ.

Manusia pada hari kiamat menginginkan kulitnya dipotong-potong dengan gunting ketika di dunia, karena mereka melihat betapa besarnya pahala orang-orang yang tertimpa cobaan di dunia.[7]

Bagaimana kita tidak gembira dengan berita ini, orang-orang yang tahu kita sakit, orang-orang yang menjenguk kita ,orang-orang yang menjaga kita sakit,  kelak di hari kiamat sangat ingin terbaring lemah seperti kita tertimpa penyakit.

 

Meskipun sakit, pahala tetap mengalir

Mungkin ada beberapa dari kita yang tatkala tertimpa penyakit bersedih karena tidak bisa malakukan aktivitas, tidak bisa belajar, tidak bisa mencari nafkah dan tidak bisa melakukan ibadah sehari-hari yang biasa kita lakukan. Bergembiralah karena Allah ternyata tetap menuliskan pahala ibadah bagi kita yang biasa kita lakukan sehari-hari. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا

“Apabila seorang hamba sakit atau sedang melakukan safar, Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim.”[8]

Subhanallah, kita sedang berbaring dan beristirahat akan tetapi pahala kita terus mengalir, apalagi yang menghalangi anda untuk tidak bergembira wahai orang yang sakit.

 

Sesudah kesulitan pasti datang kemudahan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراْْْ, إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ً

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”[9]

 

Ini merupakan  janji Allah, tidak pernah kita menemui manusia yang selalu merasa kesulitan dan kesedihan, semua pasti ada akhir dan ujungnya. Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan, susah-senang, lapar-kenyang, kaya-miskin, sakit-sehat. Salah satu hikmah Allah menciptakan sakit agar kita bisa merasakan nikmatnya sehat. sebagaimana orang yang makan, ia tidak bisa menikmati kenyang yang begitu nikmatnya apabila ia tidak merasakan lapar, jika ia merasa agak kenyang atau kenyang maka selezat apapun makanan tidak bisa ia nikmati. Begitu juga dengan nikmat kesehatan, kita baru bisa merasakan nikmatnya sehat setelah merasa sakit sehingga kita senantiasa bersyukur, merasa senang dan tidak pernah melalaikan lagi nikmat kesehatan serta selalu menggunakan nikmat kesehatan dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

 

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

 

“Ada dua kenikmatan yang sering terlupakan oleh banyak orang: nikmat sehat dan waktu luang.”[10]

 

Bersabarlah dan bersabarlah

Kita akan mendapatkan semua keutamaan tersebut apabila musibah berupa penyakit ini kita hadapi dengan sabar. Agar kita dapat bersabar, hendaknya kita mengingat keutamaan bersabar yang sangat banyak. Allah banyak menyebutkan kata-kata sabar dalam kitab-Nya.

 

Berikut adalah beberapa keutamaan bersabar:

Sabar memiliki keutamaan yang sangat besar di antaranya:

1. Mendapatkan petunjuk. Allah Ta’ala berfirman:

“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”[11]

2. Mendapatkan pahala yang sangat besar dan keridhaan Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

“sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar diberikan pahala bagi mereka tanpa batas.”[12]

3. Mendapatkan alamat kebaikan dari Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba-Nya maka Dia menyegerakan hukuman baginya di dunia, sedang apabila Allah menghendaki keburukan pada seorang hamba-Nya maka Dia menangguhkan dosanya sampai Dia penuhi balasannya nanti di hari kiamat.”[13]

4. Merupakan anugrah yang terbaik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah Allah menganugerahkan kepada seseorang sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.”[14]

 

Hindarilah hal ini ketika sakit

Ketika sakit merupakan keadaan dimana seseorang lemah fisik dan psikologis bahkan bisa membuat lemah iman. Oleh karena itu kita mesti berhati-hati agar kondisi ini tidak dimanfaatkan oleh syaitan. Ada beberapa hal yang harus kita hindari ketika sakit.

1. berburuk sangka kepada Allah atau merasa kecewa bahkan marah kepada takdir Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba kepada-Ku, jika ia berprasangka baik, maka aku akan berbuat demikian terhadapnya. Jika ia berprasangka buruk, maka aku akan berbuat demikian terhadapnya.”[15]

2. Menyebarluaskan kabar sakit dan mengeluhkannya

Merupakan salah satu tanda tauhid dan keimanan seseorang bahwa ia berusaha hanya mengeluhkan keadaannya kepada Allah saja, karena hanya Allah yang bisa merubah semuanya. Sebaliknya orang yang banyak mengeluh merupakan tanda bahwa imannya sangat tipis. kita boleh mengabarkan bahwa kita sakit tetapi tidak untuk disebarluaskan dan kita kelauhkan kepada orang banyak

3. membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia selama sakit

Misalnya banyak menonton acara-acara TV, mendengarkan musik, membaca novel khayalan dan mistik, hendaknya waktu tersebut di isi dengan muhasabah, merenungi, berdzikir, membaca Al-Quran dan lain-lain.

4. Tidak memperhatikan kewajiban menutup aurat

Hal ini yang paling sering dilalaikan ketika sakit. walaupun sakit tetap saja kita berusaha menutup aurat kita selama sakit sebisa mungkin. Lebih-lebih bagi wanita, ia wajib menjaga auratnya misalnya  kaki dan rambutnya dan berusaha semaksimal mungkin agar tidak dilihat oleh laki-laki lain misalnya perawat atau dokter laki-laki

5. Berobat dengan yang haram

Kita tidak boleh berobat dengan hal-hal yang haram, misalnya dengan obat atau vaksin yang mengandung babi, berobat dengan air kencing sendiri karena Allah telah menciptakan obatnya yang halal.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit bersama obatnya, dan menciptakan obat untuk segala penyakit, maka berobatlah, tetapi jangan menggunakan yang haram.”[16]

Dan perbuatan haram yang paling berbahaya adalah berobat dengan mendatangi dukun mantra, dukun berkedok ustadz dan ahli sihir karena ini merupakan bentuk kekafiran yang bisa mengeluarkan pelakunya dari islam serta kekal di neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang mendatangi dukun, lalu mempercayai apa yang ia ucapkan, maka ia telah kafir terhadap ajaran yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam”[17].

 

Sebagai penutup tulisan ini, berikut jawaban serta jalan keluar dari Allah yang langsung tertulis dalam kitab-Nya mengenai beberapa keluhan yang muncul dalam hati manusia yang lemah[18]

–Mengapa saya di uji (dengan penyakit ini)?

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. 29:2)

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. 29:3)

-Mengapa saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan (berupa  kesehatan)?

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahu, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2:216)

-Mengapa ujian (penyakit) seberat ini?

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. 2:286)

-Saya mulai frustasi dengan ujian (penyakit) ini.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. 3:139)

-Bagaimanakah saya menghadapinya?

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. 3:200)

-Apa yang saya dapatkan dari semua ini?

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka,” (QS. 9:111)

-Kepada siapa Saya berharap?

“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (QS. 9:129)

-Saya sudah tidak dapat bertahan lagi dan menanggung beban ini!

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS. 12:87)

 

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid

30 Muharram 1433 H, Bertepatan  25 Desember 2011

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Muraja’ah: ustdaz Fakhruddin, Lc [Mudir Ma’had Abu Hurairah Mataram]

artikel https://muslimafiyah.com

 

MUSLIMAFIYAH