Faedah Sirah Nabi: Orang Yahudi Mengkhianati Piagam Madinah

Perjanjian dengan orang Yahudi atau piagam Madinah ternyata dilanggar oleh Yahudi. Berikut lanjutan kisahnya yang kami ambil dari Fiqh As-Sirah karya Syaikh Prof. Dr. Zaid bin ‘Abdul Karim Az-Zaid.

Sebelumnya ada beberapa poin perjanjian yang dideklarasikan antara orang Yahudi Madinah dengan orang Islam, mereka hidup dalam masyarakat baru di bawah kepemimpinan Rasulullah. Ada tiga kabilah, yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah yang tidak menepati perjanjian yang telah mereka sepakati dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka menyerang dan memeranginya sehingga turunlah surah Al-Hasyr yang berkenaan dengan Bani An-Nadhir, surah Al-Ahzab turun pada peristiwa Bani Quraizhah.

Bani Qainuqa’

Setelah perang Badar (tahun 2 H), Bani Qainuqa’ menampakkan kemarahan, kebencian, serta kedengkian mereka terhadap orang Islam sehingga mereka pun secara terang-terangan menyatakan permusuhannya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui mereka untuk menasihati dan mengajak mereka memeluk Islam. Akan tetapi, mereka enggan, menantang, serta mengancam beliau. Hal ini bukanlah menjadi sebab satu-satunya permusuhan itu, tetapi ada sebab lain.

Sebab lainnya adalah ketika seorang perempuan muslim pergi ke pasar Bani Qainuqa’, maka seorang Yahudi berkeinginan agar perempuan tersebut membuka cadarnya. Namun, permintaan itu ditolak. Lalu dengan sengaja dan diam-diam, Yahudi tersebut mengikatkan ujung pakaian perempuan itu ke lehernya. Ketika perempuan itu berdiri, maka terbukalah auratnya. Wanita itu pun berteriak sehingga datanglah seorang muslim menghampiri dan membunuh Yahudi tadi. Melihat hal itu, Yahudi yang lain pun mendatanginya lalu membunuh muslim tersebut. Kemudian terjadilah pertengkaran antara kaum muslimin yang ada di sana dengan Bani Qainuqa’.

Ini reaksi yang ditampakkan oleh mereka untuk melahirkan permusuhan, merusak kedamaian, dan melanggar kehormatan kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengepung mereka dengan ketat. Lalu ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Hai Muhammad! Berlaku baiklah pada bekas budak-budakku dengan kata-kata yang baik dan lembut.” Ketika pembicaraan berkepanjangan, dia memasukkan tangannya ke kantong baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau pun marah dan berkata, “Apakah mereka bekerja untukmu?”

Adapun ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu–salah seorang Bani ‘Auf bin Khazraj, mereka mengikat janji setia dengan Ibnu Ubay–, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas tangan dari mereka. Dalam kejadian ini, Allah menurunkan ayat-Nya yang berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Kemudian mereka pun diperintahkan oleh Nabi untuk meninggalkan Madinah menuju Syam serta membawa perbekalan dan harta. Namun, mereka tidak diizinkan untuk membawa senjata.

Bani Nadhir

Kaum kafir Quraisy menyurati Yahudi Bani Nadhir dan mengancam mereka dengan penyerangan jika Muhammad tidak dibunuh. Ketika surat itu diterima oleh Yahudi, Bani Nadhir berkumpul dan menyurati Nabi dengan permintaan supaya Nabi beserta tiga puluh orang sahabatnya menemui mereka. Ketika Yahudi menghampiri Nabi, mereka meminta supaya tiga orang keluar beserta beliau. Ketika Nabi keluar beserta tiga sahabatnya, Yahudi tersebut menyembunyikan senjatanya untuk membunuh beliau. Namun, seorang perempuan dari mereka memberitahukan kepada keponakannya yang muslim, lalu bergegas menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukannya. Lalu beliau kembali pulang. Keesokan harinya, mereka dikepung dan diperangi lalu diperintahkan membawa perbekalan dan tanpa senjata. Kemudian Allah menurunkan surah Al-Hasyr, dan mereka pun diusir kembali. Di antara mereka ada yang pergi ke Khaibar dan Syam (Syria).

Sebab, pengusiran mereka yang kedua adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk meminta bantuan dan diyat (denda) terhadap dua orang yang dibunuh oleh Amru bin Umayah Adh-Dhamiri tetangga yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil sumpah kepada mereka. Mereka pun menjawab, “Baik wahai Abul Qasim, kami akan membantumu.” Kemudian mereka masuk ke dalam rumah dan membuat siasat untuk menjatuhkan batu kepada beliau dari atas dinding. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahukan oleh malaikat mengenai tipu daya mereka, beliau pun bangun dan bergegas pulang ke Madinah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan diri dan pergi untuk memerangi mereka.

Kemudian kaum muslimin mengepung mereka dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk memotong pohon kurma dan membakarnya.

Ibnu Ishaq menyebutkan, “Kaum muslimin mengepung mereka selama enam malam. Lalu sebagian delegasi dari orang munafik diutus untuk menyiasati dan berjaga-jaga.” “Jika kamu dibunuh, maka kami pun akan berperang membantu kalian”, demikian kata mereka. Namun, Allah Ta’ala memberikan rasa takut dalam dada mereka sehingga tidak jadi menolong orang yang sudah mereka janjikan dengan pertolongan. Lalu mereka meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka dan mereka pun diusir. Begitulah ketetapan Allah terhadap kelompok Yahudi.

Adapun mengenai Yahudi Bani Quraizhah akan dijelaskan setelah pembahasan perang Ahzab (perang Khandaq, tahun 5 H). Karena perang Ahzab berkaitan erat dengan perang Bani Quraizhah.

Pelajaran yang Bisa Diambil dari Pengkhianatan Piagam Madinah

Pertama: Perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang Yahudi menunjukkan bahwa Islam memiliki hukum yang sempurna. Sebagaimana halnya Islam mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Rabbnya, antara satu muslim dan lainnya, bahkan dengan komunitas non-muslim.

Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang Yahudi Madinah tinggal di sana dan memberi jaminan kepada mereka atas keselamatan agama dan harta mereka dengan syarat-syarat yang telah disepakati.

Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu toleran terhadap kaum Yahudi yaitu dengan membiarkan mereka tinggal di rumah-rumah mereka dengan aman, tanpa mengganggu harta dan keluarga mereka. Oleh karena itu, hal ini membuktikan bahwa sikap toleransi telah dirintis oleh Islam secara umum ketika kafir dzimmi dilindungi dan dijamin ketenangan hidup mereka di negeri Islam. Namun, hal ini tidak dirasakan oleh minoritas muslimin yang tinggal di negeri kafir.

Keempat: Pemenuhan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah disepakati dengan orang-orang Yahudi atau selainnya. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,

وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji.” (QS. An-Nahl: 91)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; (4) jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR. Muslim, no. 58)

Kelima: Penjelasan tentang keji dan buruknya tabiat orang Yahudi, yang selalu menampakkan permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal tersebut terlihat ketika tidak berapa lama setelah membuat perjanjian, mereka pun melanggarnya, mereka telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Kekejian mereka juga tidak hanya pada kata-kata, bahkan sampai ke tahap aksi yaitu ketika mereka membuat tipu muslihat untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, Allah melenyapkan dan memusnahkan tipu daya mereka tersebut dan memberikan keselamatan kepada Nabi-Nya. Mereka juga berusaha untuk membantu Bani Aus dan Khazraj untuk merusak kehormatan orang-orang Islam.

Keenam: Penjelasan tentang perbuatan yang melampaui batas yang dilakukan oleh orang Yahudi terhadap perempuan muslim dalam upaya menyingkap wajahnya serta pembelaan seorang muslim terhadap saudaranya yang muslimah, yang diikuti dengan pengepungan dan pengusiran Yahudi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu menjelaskan tentang mulianya kedudukan kaum perempuan dalam Islam. Dengan ketinggian dan kemuliaannya, maka Islam tidak akan membiarkan perempuan dilecehkan. Agama mana yang lebih menjunjung tinggi kedudukan perempuan selain Islam?

Ketujuh: Penjelasan tentang pentingnya hijab bagi wanita muslimah. Wanita Anshar yang disebutkan di dalam kisah berusaha untuk memperjuangkan harga dirinya, ia tidak rela jika Yahudi tersebut berusaha untuk melepaskan hijabnya. Yahudi sekarang berusaha dan berjuang supaya wanita Muslimah menanggalkan hijabnya. Sehingga wanita yang tidak memahami pengtingnya hijab telah berpengaruh dan ikut menanggalkannya. Padahal hijab itu sebagai pelindung dan pengaman serta kemuliaan bagi diri wanita.

Kedelapan: Kisah Bani Qainuqa’ menunjukkan bahwa dalam hati orang Yahudi itu ada sifat dengki dan iri terhadap orang Islam. Ini disebabkan oleh kemenangan yang diperoleh orang Islam dan kekalahan bagi orang kafir dalam perang Badar. Kedengkian itu semakin tampak ketika mereka berupaya membunuh Rasulullah dan melanggar perjanjian damai yang telah disepakati.

Kesembilan: Yahudi merupakan orang pertama yang bermusuhan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah berhijrah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat yang kemungkinan itu ditujukan kepada mereka yang dianggap sebagai munafik,

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.” (QS. Al-Baqarah: 14). Syayaathiinihim dalam ayat yang dimaksud adalah kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Yahudi itu termasuk munafik yang lihai dalam tipu daya. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya.

Kesepuluh: Sikap Yahudi dan musyrikin, baik dulu maupun sekarang, dapat diketahui dari respon mereka terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalahnya. Kedua kelompok tersebut berpendapat tentang kedatangan Nabi yang baru ini bahwa orang-orang Arab pada umumnya menerima pribadinya, tetapi menolak wahyu yang dibawanya. Sebaliknya kaum Yahudi menerima ajarannya, tetapi menolak pribadinya sebagai nabi. Mereka tidak mau menerima seorang nabi di luar mereka. Sebab anggapan mereka, Yahudi adalah bangsa pilihan. Sejatinya mereka tidaklah meyakini laa ilaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Kesebelas: Penjelasan tentang sikap kaum Yahudi yang saling membantu dengan orang-orang munafik untuk melemahkan dan mengalahkan orang Islam. Oleh sebab itu, umat Islam harus menyadari bahwa kekafiran adalah sama, baik Yahudi, Nasrani, munafik, atheism, maupun penyembahan berhala. Tujuan dan target mereka hanyalah satu yaitu mereka bersatu untuk memerangi agama Islam dan melakukan tipu daya terhadap pemeluknya.

Kedua belas: Bagi seorang muslim dilarang untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin mereka. Allah Ta’alaberfirman,

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).” (QS. Ali Imran: 28)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan larangan bagi orang beriman untuk bersikap wala’ (loyal) kepada orang kafir dalam hal mencintai, menolong, meminta tolong kepada mereka pada urusan kaum muslimin. Allah memberikan ancaman ‘Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah’. Ini berarti ia terputus dari Allah. Ia tidak mendapatkan bagian dari agama Allah. Karena wala’ pada orang kafir tidak menandakan orang tersebut beriman. Karena iman pasti mengantarkan kepada wala’ kepada Allah dan wali-Nya yang beriman, saling tolong menolong dalam menegakkan agama Allah dan berjihad melawan musuh-Nya.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 121)

Ketiga belas: Kisah Bani Nadhir yang ingin membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan datangnya berita tersebut lewat wahyu, memberikan bukti kepada beliau bahwa,

وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (QS. Al-Maidah: 67)

Keempat belas: Kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Yahudi Bani Nadhir menuntut denda terhadap kematian dua orang mukmin, menunjukkan tentang dibolehkannya mengambil bantuan dan santunan keuangan dari non-muslim jika hal tersebut tidak membahayakan kaum muslimin.

Kelima belas: Pengusiran Bani Nadhir setelah Bani Qainuqa’ menyebabkan timbulnya perpecahan antara Yahudi dan munafik Madinah, yang membawa kepada pembaharuan perjanjian di pihak Quraizhah bersama orang Islam selama penawanan Bani Nadhir, timbul semangat untuk menjaga perjanjian tersebut hingga tercetus perang Ahzab. Sementara orang munafik tidak menepati janji terhadap Bani Nadhir. Hal tersebut menjelaskan bagi kaum Yahudi bahwa melakukan perjanjian dengan Bani Nadhir tidak akan memberikan faedah. Dengan berpisahnya dari Bani Nadhir, maka pertahanan Islam semakin kuat, mereka bisa memetik hasil dari lahan mereka yang diperuntukkan bagi Muhajirin yang Muhajirin sendiri bertahan hidup dari lahan dan rumah yang dihadiahkan Anshar.

Keenam belas: Sifat Yahudi adalah beretika buruk dan jahat, melakukan tipu daya, tidak saling mencegah dari dosa dan kemungkaran yang mereka lakukan. Hal ini terbukti dengan apa yang kita lihat mengenai Yahudi pada zaman sekarang yang merampas hak Palestina dan mengotori kehormatan Baitul Maqdis, melanggar kehormatan orang-orang muslim, rumah, dan harta mereka. Sifat Yahudi pantas mendapatkan laknat sebagaimana disebutkan dalam ayat,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ,كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79)

Ketujuh belas: Peristiwa ini memberikan pelajaran kepada kita untuk melihat dengan mata terbuka dan mengajarkan kepada kit acara bergaul dengan Yahudi setiap saat, terutama bagi generasi sekarang. Mereka harus belajar dari pengalaman orang-orang dahulu supaya tidak terjerumus dalam langkah mereka dan menyebabkan hati tertutup mengikut jejak mereka.

Kedelapan belas: Pengusiran yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Yahudi dari Madinah setelah mereka mengkhianati janji, menyebabkan janji itu tidak lagi berkesan dan tidak mempunyai nilai. Ini dibuktikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di detik-detik terakhir ajal beliau untuk mengusir Yahudi dari jazirah Arab.

Kesembilan belas: Yahudi itu sebenarnya mengetahui kenabian dan kebenaran Rasulullah, tetapi karena hasad, mereka tidak mau beriman kepada Rasulullah. Dalam ayat, Allah menyebutkan tentang sifat Yahudi,

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109)

Kedua puluh: Permusuhan Yahudi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah digambarkan dalam ayat,

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al-Maidah: 82)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat permusuhan dan kezaliman yang dilancarkan oleh Yahudi terhadap beliau. Sebab, mereka telah terbiasa membunuh para nabi dan rasul serta menentang perintah dan larangan Allah, serta berusaha menyelewengkan apa yang telah diturunkan dalam kitab sucinya.

Ini sangat berlawanan dari apa yang didapatkan beliau dengan kaum Nashrani Habasyah. Mereka memberi perlindungan dan pertolongan bagi Muhajirin yang hijrah ke Habasyah karena takut dianiaya musyrikin Makkah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada raja-raja dan pemimpin kabilah, maka raja Nashrani termasuk orang yang baik dalam cara menolak surat beliau. Heraklius, raja Romawi di Syam mencoba meyakinkan rakyatnya untuk menerima Islam, tetapi usahanya tersebut tidak berhasil. Meskipun demikian, cara penolakannya tergolong baik, ia takut tergeser kedudukannya.

Muqauqis, pembesar Qibthy di Mesir juga tergolong baik penolakannya terhadap ajakan beliau, walaupun ia tidak begitu tertarik dengan Islam, tetapi ia mengirimkan hadiah yang baik untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Syiria dan Mesir ditaklukkan, maka diperkenalkanlah kepada penduduknya tentang Islam dan mereka pun berbondong-bondong memeluk Islam.

Referensi:

Fiqh As-Sirah. Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah. hlm. 348 – 362.

Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun di #darushsholihin, 18 Jumadal Akhirah 1443 H, 21 Januari 2022 (Jumat siang)

Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/31434-faedah-sirah-nabi-orang-yahudi-mengkhianati-piagam-madinah.html