Pagi Hari, Waktu yang Didoakan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad mendoakan umatnya di pagi hari.

Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember, Ustadz Abdullah Zaen Lc.,MA mengatakan, pagi hari merupakan waktu yang paling indah dalam sepanjang hari. Sebab itu adalah waktu istimewa yang diberkahi Allah ta’ala. Untuk itu para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menghargai waktu tersebut.

Abu Wa’il bercerita, “Suatu pagi kami berkunjung ke rumah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu sesudah Shubuh. Setelah mengucapkan salam, kami dipersilahkan masuk. Namun kami berhenti sejenak di depan pintu. Hingga pembantunya keluar sembari berkata, “Silakan masuk”. Kami pun masuk. Ternyata saat itu Ibnu Mas’ud sedang duduk berzikir. 

Beliau bertanya, “Mengapa kalian tadi tidak segera masuk? Padahal sudah kuizinkan masuk”. Kami menjawab, “Kami pikir barangkali ada sebagian anggota keluargamu sedang tidur”. Beliau berkata, “Apakah kalian pikir keluargaku pemalas?” Kemudian beliau melanjutkan dzikirnya hingga matahari terbit. Selesai berdzikir beliau berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan pada kita kesempatan hidup di hari ini dan tidak membinasakan kita akibat dosa-dosa kita”. HR. Muslim.

“Kisah ini menunjukkan betapa para salaf sangat menghargai waktu pagi dan bersemangat guna mengoptimalkannya dalam kebaikan. Sehingga dampaknya sepanjang hari mereka dipenuhi produktifitas,” kata ustaz lulusan S2 jurusan Aqidah, Universitas Islam Madinah ini dalam keterangan tertulisnya kepada Republika

Ustadz mengungkapkan, Pagi hari laksana masa muda yang penuh dengan vitalitas, dan sore hari ibarat masa tua. Barangsiapa yang terbiasa melakukan suatu aktivitas pada masa mudanya, niscaya ia akan terbiasa mengerjakannya hingga masa tuanya. Demikianlah, aktifitas seseorang pada pagi hari akan mempengaruhi semangat kerja sepanjang harinya. 

“Jika ia memulai dengan semangat, maka akan menyelesaikan harinya dengan penuh kesemangatan. Sebaliknya jika mengawalinya dengan kemalasan, maka itulah yang akan dominan di sepanjang harinya. Barangsiapa mampu mengendalikan awal harinya; niscaya seluruh harinya akan terkendali dengan baik, seizin Allah,” kata Ustadz Abdullah. 

Maka jangan heran bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan umatnya, 

“اللهُمَّ بَارِكْ ‌لِأُمَّتِي ‌فِي ‌بُكُورِهَا”

“Ya Allah berkahilah untuk ummatku di waktu paginya”. HR. Ahmad dari Shakhr al-Ghamidiy radhiyallahu ‘anhu dan dinilai hasan oleh Tirmidziy.

“Tidak pantas bagi kita untuk menyia-nyiakan keberkahan waktu tersebut dengan tidur atau bermain gadget atau hal-hal tak bermanfaat lainnya. Apapun aktivitas kita, belajar, mengajar, berdagang, bertani, mengantor atau mengurusi rumah tangga, jika semua itu diawali dengan meraih keberkahan pagi hari, niscaya seluruh aktivitas tersebut akan sukses, insyaAllah,” ucap Ustadz Abdullah. 

Dinukil dalam kitab Zad al-Ma’ad, bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mendapati salah satu anaknya tidur di pagi hari. Maka beliaupun segera membangunkannya seraya berkata, “Bangun! Tidak pantas engkau tidur di saat rizki sedang dibagi-bagikan oleh Allah”.

KHAZANAH REPUBLIKA

Pahala Bangun Pagi

Bangun pagi jadi penanda waktu dimulainya semua kebaikan.

Pagi adalah masa awal sebuah hari. Bagi orang Indonesia waktu pagi terbentang mulai tengah malam hingga matahari terbit. Dalam Islam waktu pagi identik dengan waktu Subuh. Kata “Subuh” itu sendiri berarti pagi. Kata “Pagi” dalam Alquran diulang hingga sembilan belas kali. Terkait ini, tentu bangun pagi juga memiliki keistimewaan tersendiri.

Nabi SAW memberi informasi, “Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang di antara kalian pada saat tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia bangun lalu berzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepaslah lagi satu ikatan.

Kemudian jika dia mengerjakan shalat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari dan Muslim). Inilah pahala bagi yang bangun pagi. Pertama, terlepas dari belenggu setan. Kedua, merasa semangat dan bergembira.

Sementara bagi orang yang meneruskan tidurnya akan mendapatkan kerugian. Pertama dia akan suram mukanya dan tidak bergairah. Kedua, tidak shalat Subuh. Padahal shalat Subuh disaksikan oleh para malaikat. Allah SWT berfirman, “Dan dirikanlah shalat Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh para malaikat)” (QS. al-Isra’/17: 78).

Menurut pengarang Tafsir Jalalain, malaikat yang menyaksikan shalat Subuh sangat banyak. Mereka adalah para malaikat yang berjaga pada malam hari dan para malaikat yang berjaga pada siang hari. Nabi SAW bersabda, “Para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul di waktu Subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di dalam keluarga, bangun pagi harus menjadi budaya, di samping sebagai ajaran agama. Seorang ayah, harus mampu membangunkan anaknya untuk shalat Subuh. Suami isteri harus saling berpesan untuk saling membangunkan  apabila ada anggota keluarga  yang bangun kesiangan. Insya Allah keluarga yang bangun pagi akan mendapat pahala.

Nabi SAW bersabda ketika membangunkan Fatimah, puteri kesayangan beliau, ”Wahai anakku, bangunlah. Songsong rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk pribadi  yang lalai. Sebab Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya di antara terbit fajar dengan terbit matahari.” (HR. Ahmad dan Baihaki). Inilah pahala bangun pagi, beroleh rezeki.

Selanjutnya orang yang bangun pagi akan didoakan oleh Nabi SAW. Hal ini terkuak dalam hadits yang ditulis oleh Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Turmudzi dalam kitab induk hadits  mereka. Nabi SAW bersabda, “Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu pagi”. Tentu ini adalah keberuntungan tiada tara bagi orang yang senantiasa bangun pagi.

Bangun pagi selain ditujukan untuk beribadah, harus juga didedikasikan untuk menolong sesama. Terkait hal ini, Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad mengutip hadits Nabi SAW, “Barangsiapa yang di awal pagi mendedikasikan diri menolong orang yang dizalimi dan memberi yang orang Islam perlukan, maka ia mendapat pahala seperti haji mabrur.” 

Dari semua informasi di atas, maka dapat dimengerti bahwa bangun pagi jadi penanda waktu dimulainya semua kebaikan. Sementara pada setiap kebaikan yang dilakukan ada pahala tersendiri yang dijanjikan. Yang dijanjikan itu pasti akan diberikan. Allah SAW tegaskan, “Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran/3: 9).

Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

KHAZANAH REPUBLIKA

Sebaik-baik Hari yang Matahari Terbit Padanya

“SEBAIK-BAIK hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jumat. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim)

Alhamdulillahkita dipertemukan oleh Allah dengan Hari Jum’at. Hari Jumat adalah penghulu hari dalam satu pekan. Hari Jumat pun sebuah hari istimewa, salah satu hari raya kaum muslimin. Pada hari ini, kaum muslimin menyambut dan mengisinya dengan melakukan rangkaian sunnah (kebiasaan mulia Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam) yang tidak dilakukan pada selain hari Jumat.

Betapa mulianya hari ini, sehingga banyak berlimpah pahala yang bisa kita raup pada hari Jumat dengan melakukan amalan-amalan tertentu. Membaca shalawat untuk Nabi adalah sunnnah dan memperbanyak membacanya dikhususkan pada hari Jumat. Kami akan ulas beberapa amalan lain yang disunnahkan dilakukan pada sebaik-baik hari di mana matahari terbit ini.

Pakailah pakaian terbaik yang kita miliki dan wewangian untuk menuju masjid guna melaksanakan sholat Jumat berjamaah. Pakaian terbaik bukan berarti pakaian yang mahal atau baru. Namun pakaian yang sesuai tuntunan syariat sudah mencukupi.

Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam menyukai pakaian berwarna putih. Tersebut dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan kafanilah mayit dengan kain putih pula” (H. Abu Daud no. 4061, Ibnu Majah no. 3566 dan An Nasai no. 5325. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits inihasan). Namun tidak terlarang apabila kita memakai pakaian berwarna lain.

Kita juga disunnahkan bersegera menuju masjid. Tidak mengakhirkan mendatangi masjid untuk sholat Jumat. Karena kebanyakan orang mendatangi masjid jika khatib sudah menaiki mimbar untuk berkhutbah. Maka perhatikanlah hadits Nabi berikut ini, “Apabila hari Jumat tiba maka akan ada para malaikat di setiap pintu-pintu masjid. Mereka akan mencatat setiap orang yang datang dari yang pertama, lalu berikutnya dan berikutnya. Hingga ketika Imam telah naik di mimbarnya para malaikat pun menutup catatan-catatannya, lalu mereka ikut mendengarkan khutbah.”(HR. Bukhari 3211).

Mendengarkan khatib berkhutbah dengan tidak mengadakan kegiatan apa pun meski kecil yang mengalihkan perhatiannya dari khatib. Ini adalah sunnah Nabi yang mulia. Dalam hal ini, yang cocok dan sesuai assunnah bagi takmir masjid adalah tidak mengedarkan kotak infak saat khutbah berlangsung. Hendaknya kotak infak diedarkan sebelum imam atau khatib naik mimbar. Jamaah pun tidak terganggu dan mengadakan kegiatan bila tidak disela kotak infak.

Ada satu waktu pada hari mulia ini yang mustajab untuk berdoa pada saatnya. Dari hadits yang ada, pendapat terkuat adalah bada ashar. Oleh karena itu hendaknya kita memperbanyak memanjatkan ampunan dan permintaan/doa pada hari Jumat bada ashar. Rasulullah shalallaahu alaihi wasallam bersabda, Pada hari Jumat terdapat dua belas jam (pada siang hari), di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba muslim pun memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah ia di akhir waktu setelah Ashar. (HR. Abu Dawud).

Mari kita berusaha agar bisa mengamalkan sunnah (kebiasaan) Nabi yang mulia ini. Sehingga kita bisa meraup pahala yang banyak di hari terbaik dalam satu pekan ini. Selamat mengamalkan sunnah Nabi pada hari ini. Semoga Allah memberkahi kita di hari yang penuh berkah ini. [*]

 

 

Keberkahan di Waktu Pagi

Di suatu masjid seperti biasa selepas shalat shubuh, seorang pemuda duduk di masjid sambil menunggu matahari terbit. Dia bukan hanya sekedar duduk santai ketika itu, tetapi dia membuka beberapa lembaran Al Qur’an yang telah dihafalnya dan dia mengulang-ulang untuk menguatkan dalam hatinya.

Setelah itu, dia tidak lupa berdzikir dengan bacaan dzikir yang telah dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pagi. Namun, ada suatu kondisi yang berkebalikan. Di belakang dia terdapat seorang pemuda juga yang sebaya dengannya.

Ketika sehabis shalat shubuh dan membaca dzikir setelah shalat, pemuda yang kedua ini malah mengambil tempat di belakang. Sambil bersandar di dinding dan akhirnya perlahan-lahan kepalanya tertunduk kemudian tertidur pulas hingga matahari terbit.

 

Inilah sebagian kondisi kaum muslimin saat ini. Sehabis shalat shubuh di masjid, sebagian di antara kita ada yang memanfaatkan waktu pagi karena dia mengetahui keutamaan di dalamnya. Ada pula yang tertidur pulas karena telah dipengaruhi rayuan setan dan tidak mampu mengalahkannya.

Perlu kita ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang sangat utama dan penuh berkah.

Tulisan berikut akan sedikit mengupas mengenai keutamaan waktu pagi dan bagaimana memanfaatkannya. Semoga Allah selalu memberi kita taufik untuk mengamalkan setiap ilmu yang telah kita peroleh.

SAUDARAKU, KETAHUILAH KEUTAMAAN WAKTU PAGI

[Pertama] Waktu Pagi adalah Waktu yang Penuh Berkah

Waktu yang berkah adalah waktu yang penuh kebaikan. Waktu pagi telah dido’akan khusus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai waktu yang berkah.
Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Apabila Nabi shallallahu mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri (yang meriwayatkan hadits ini, pen) adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. Abu Daud mengatakan bahwa dia adalah Shokhr bin Wada’ah. (HR. Abu Daud no. 2606. Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)

Ibnu Baththol mengatakan, “Hadits ini tidak menunjukkan bahwa selain waktu pagi adalah waktu yang tidak diberkahi. Sesuatu yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada waktu tertentu) adalah waktu yang berkah dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik uswah (suri teladan) bagi umatnya. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu tersebut daripada waktu-waktu yang lainnya karena pada waktu pagi tersebut adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal (aktivitas). Waktu tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan berkah di dalamnya.” (Syarhul Bukhari Libni Baththol, 9/163, Maktabah Syamilah)

[Kedua] Waktu Pagi adalah Waktu Semangat Untuk Beramal

Dalam Shohih Bukhari terdapat suatu riwayat dari sahabat Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam. (HR. Bukhari no. 39. Lihat penjelasan hadits ini di Fathul Bari)

Yang dimaksud ‘al ghodwah’ dalam hadits ini adalah perjalanan di awal siang. Al Jauhari mengatakan bahwa yang dimaksud ‘al ghodwah’ adalah waktu antara shalat fajar hingga terbitnya matahari. (Lihat Fathul Bari 1/62, Maktabah Syamilah)

Inilah tiga waktu yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari sebagai waktu semangat (fit) untuk beramal.

Syaikh Abdurrahmanbin bin Nashir As Sa’di mengatakan bahwa inilah tiga waktu utama untuk melakukan safar (perjalanan) yaitu perjalanan fisik baik jauh ataupun dekat. Juga untuk melakukan perjalanan ukhrowi (untuk melakukan amalan akhirat). (Lihat Bahjah Qulubil Abror, hal. 67, Maktbah ‘Abdul Mushowir Muhammad Abdullah)

BAGAIMANA KEBIASAAN ORANG SHOLIH DI PAGI HARI?

[1] Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

An Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul ‘Keutamaan tidak beranjak dari tempat shalat setelah shalat shubuh dan keutamaan masjid’. Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in –Simak bin Harb-. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya kepada Jabir bin Samuroh,

أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”

Jabir menjawab,

نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.

Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim no. 670)

An Nawawi mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat anjuran berdzikir setelah shubuh dan mengontinukan duduk di tempat shalat jika tidak memiliki udzur (halangan).

Al Qadhi mengatakan bahwa inilah sunnah yang biasa dilakukan oleh salaf dan para ulama. Mereka biasa memanfaatkan waktu tersebut untuk berdzikir dan berdo’a hingga terbit matahari.” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/29, Maktabah Syamilah)

[2] Kebiasaan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu

Dari Abu Wa’il, dia berkata, “Pada suatu pagi kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud  selepas kami melaksanakan shalat shubuh. Kemudian kami mengucapkan salam di depan pintu. Lalu kami diizinkan untuk masuk. Akan tetapi kami berhenti sejenak di depan pintu. Lalu keluarlah budaknya sembari berkata,  “Mari silakan masuk.” Kemudian kami masuk sedangkan Ibnu Mas’ud sedang duduk sambil berdzikir.

Ibnu Mas’ud lantas berkata,  “Apa yang menghalangi kalian padahal aku telah mengizinkan kalian untuk masuk?”

Lalu kami menjawab, “Tidak, kami mengira bahwa sebagian anggota keluargamu sedang tidur.”
Ibnu Mas’ud lantas bekata,  “Apakah kalian mengira bahwa keluargaku telah lalai?”
Kemudian Ibnu Mas’ud kembali berdzikir hingga dia mengira bahwa matahari telah terbit. Lantas beliau memanggil budaknya,  “Wahai budakku, lihatlah apakah matahari telah terbit.” Si budak tadi kemudian melihat  ke luar. Jika matahari belum terbit, beliau kembali melanjutkan dzikirnya. Hingga beliau mengira lagi bahwa matahari telah terbit, beliau kembali memanggil budaknya sembari berkata,  “Lihatlah apakah matahari telah terbit.” Kemudian budak tadi melihat ke luar. Jika matahari telah terbit, beliau mengatakan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَقَالَنَا يَوْمَنَا هَذَا

“Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami berdzikir pada pagi hari ini.” (HR. Muslim no. 822)

[3] Keadaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di Pagi Hari

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah orang yang gemar beribadah dan bukanlah orang yang kelihatan bengis sebagaimana anggapan sebagian orang. Kita dapat melihat aktivitas beliau di pagi hari sebagaimana dikisahkan oleh muridnya –Ibnu Qayyim Al Jauziyah.-

Ketika menjelaskan faedah dzikir bahwa dzikir dapat menguatkan hati dan ruh, Ibnul Qayim mengatakan, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah suatu saat shalat shubuh. Kemudian (setelah shalat shubuh) beliau duduk sambil berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga pertengahan siang. Kemudian berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.” (Al Wabilush Shoyib min Kalamith Thoyib, hal.63, Maktabah Syamilah)

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/36-semangat-di-waktu-pagi-yang-penuh-berkah.html

Catatan Malam dan Pagi Kemarin

KEMARIN saya ada di tengah laut, menyeberang ke sebuah pulau. Lima jam perjalanan berangkat ke pulau itu. Sepuluh jam total jalan pulang pergi. Plus 2 jam ceramah, maka 12 jam adalah angka pasti saya mengukur jalanan dan lautan. Jumlah waktu yang lumayan panjang melampaui jam terbang pesawat dari Surabaya ke Madinah.

Saat berada di tengah lautan, tak dinyana bahwa angin saat pulang begitu kencang. Perahu kapal lumayan oleh. Hati yang masih berselimutkan trauma dan waswas dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini menciut juga sambil bergumam: “Kita, manusia, adalah sungguh lemah di hadapan alam.” Menetes air mata.

Jam 03.15 WIB saya tiba di pondok. Langsung bersiap sedia untuk kuliah subuh di Masjid Baitussalam. Ketua takmir yang tahu jadwal acara saya tadi malam waswas apakah saya bisa hadir. Terlihat wajah sedih kasihan saat saya tiba di masjid. Doa kesehatan dilantunkan untuk saya. Tema yang saya bicarakan adalah yang berkenaan dengan isu viral kekinian. Surat Al-An’am ayat 42-44 menjadi rujukan utama. Tolong dibuka dan dibaca ya. Kesimpulannya adalah: “Kita, manusia, adalah makhluk lemah.”

Menyadari bahwa diri kita ini lemah sesungguhnya harus menyadarkan kita untuk datang mendekat dan menyandarkan diri kepada Yang Mahakuat, yakni Allah Swt. Sungguh sangat sombong manusia yang tak mau kenal Allah, meremehkan urusan yang berkaitan dengan Allah dan tak mau bermohon kepadaNya.

Sehebat-hebatnya manusia tak ada yang mampu menahan kantuk, tak ada yang kuat bertahan tidur tanpa bangun, tak ada yang bisa mengatur detak jantungnya sendiri, dan tak ada yang bisa hidup total sendirian tanpa bantuan. Siapakah Tempat meminta yang paling maha? Siapakah Yang Mahapenolong dalam maknanya yang sesungguhnya? Allaaah. Marilah kita agungkan Allah, marilah bersandar kepadaNya, agar senantiasa berada dalam rahmatNya. Salam, AIM. [*]

 

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

Tersenyumlah, Matahari Terbit Seperti Biasa

SELAMA memiliki Allah, janganlah pernah putus asa. Teruslah berharap dengan doa dan usaha demi mewujudkan cita-cita. Jangan pernah putus asa karena putus asa itu menyalika orang tak beriman. Yakinlah bahwa selalu saja jalan keluar. Kalau belum menemukan jalan keluar, minimum masih selalu ada jalan lewat. Jalani saja, karena selama jantung berdetak, jalan lewat masih terus terbuka.

Laksanakan apa yang menjadi tugas, penuhi apa yang menjadi kewajiban. Baik tugas dan kewajiban kepada Allah maupun tugas dan kewajiban kepada manusia dan alam sekitar. Setelah tugas dan kewajiban selesai, barulah kita berhak bicara hak, termasuk hak menjadi bahagia. Bahagia dengan segara bagiannya tak mungkin tercipta tanpa berdirinya tiang-tiang yang disebut rukun bahagia. Masih ingat kan rukun bahagia?

Mungkin masih ada yang merasa stress dan tak mampu lagi hidup. Apa ya? Beranikah mati? Ternyata masih setengah-setengah, mati tak hendak mati tak mau.

Stres benar? Ada nasehat bagus dari ahli terapis pijat: “Jewer daun telinga Anda dengan lembut dan geser jeweran tersebut seperti lingkaran pada arah yang berlawanan dalam hitungan 10. Perpindahan gerakan pada membran tentorium di kepala tersebut dapat meredakan stres.” Tak percaya? Cobalah. Toh juga gratis.

Tolong diperhatikan. Pastikan yangbkita jewer adalah telinga kita sendiri, bukan telinga orang lain. Jewerannya dengan lembut, bukan keras. Kalau keliru telinga dan keliru cara, bisa nambah stress. Hahaha, tersenyumlah.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

Pagi ini Siap Mencari Rizki? Ke Mana Hendak Dicari

KALI ini marilah kita renungkan QS Al-Hijr ayat 21 berikut ini di mana Allah SWT berfirman, “Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr 15: Ayat 21)

Coba sempatkan buka kitab tafsir berkenaan ayat tersebut, maka akan didapat penjelasan bahwa semua rizki itu ada “di langit” atau semua kunci-kunci rizki itu ada di langit. Sayangnya, kebanyakan kita sibuk mencarinya di bumi dengan melupakan langit. Yang menyatakan kabar dalam ayat itu adalah Allah Sang Pemberi rizki. Sayangnya, kita lebih percaya pada iklan dan penebar janji palsu.

Saatnya kita optimalkan naik ke langit, berbisnis dengan melalui jalur langit. Biarlah Yang Di Langit yang nantinya mengatur gerak bisnis kita yang di bumi. Kenapa masih mengernyitkan dahi? Masih ragu? Bacalah kisah-kisah orang sukses masa lalu dari kelompok para sahabat yang dijamin masuk surga. Mereka semua adalah manusia-manusia langit.

Makna berikutnya adalah bahwa semua pemberian Allah itu diturunkan dengan ukuran tertentu. Bisa jadi yang diberikan kepada kita itu tak sesuai harap dan pada waktu yang tak sesuai keinginan. Namun belajarlah untuk menata hati agar menjadi yakin bahwa Allah akan membagi rizkiNya dengan hikmah dan rahmat yang terkandung di dalamNya.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

 

INILAH MOZAIK