Pahala Puasa Ramadhan itu Tak Terhingga, Apa Maksudnya?

Pahala Puasa Ramadhan itu tak terhingga, apa maksudnya?

Ada hadits yang menerangkan pahala puasa Ramadhan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.

Kenapa bisa demikian? Ibnu Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, ”Karena orang yang menjalankan puasa berarti menjalankan kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Sabar itu ada tiga macam yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam meninggalkan yang haram dan (3) sabar dalam menghadapi takdir yang tidak mengenakkan.

Ketiga macam bentuk sabar tersebut, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnyaada bentuk melakukan ketaatan. Di dalamnya ada pula menjauhi hal-hal yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa, seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.

Lihat bahasan dalam Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 268-290.

Kesimpulannya, pahala puasa Ramadhan dan puasa secara umum adalah tak terhingga karena di dalamnya menjalankan bentuk sabar, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menghadapi ujian (cobaan).

Sumber bahasan:

Buku “Mutiara Nasihat Ramadhan“, Muhammad Abduh Tuasikal, Penerbit Rumaysho,

Sumber https://rumaysho.com/27880-pahala-puasa-ramadhan-itu-tak-terhingga-apa-maksudnya.html

Siapakah yang Paling Banyak Pahalanya dalam Berpuasa?

Siapakah yang paling banyak pahalanya dalam berpuasa? Masya Allah…

عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ: أَيُّ الْجِهَادِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: ” أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ذِكْرًا ” قَالَ: فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: ” أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ذِكْرًا “، ثُمَّ ذَكَرَ لَنَا الصَّلَاةَ، وَالزَّكَاةَ، وَالْحَجَّ، وَالصَّدَقَةَ كُلُّ ذَلِكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ذِكْرًا ” فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ لِعُمَرَ: يَا أَبَا حَفْصٍ ذَهَبَ الذَّاكِرُونَ بِكُلِّ خَيْرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَجَلْ “.
رواه الإمام أحمد في المسند رقم: 15614 ط/ مؤسسة الرسالة.

Sahl Bin Mu’adz meriwayatkan dari ayahnya beliau berkata: Sesungguhnya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam seraya berkata: apakah jihad yang paling besar/banyak pahalanya? Beliau menjawab: Mereka yang paling banyak dzikirnya kepada Allah. Ia bertanya lagi: siapakah orang yang berpuasa yang paling besar/banyak pahalanya? Beliau menjawab: Mereka yang paling banyak dzikirnya kepada Allah. Kemudia ia bertanya tentang shalat, zakat, haji dan shadaqah (siapakah yang paling besar pahalanya?), semuanya dijawab oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dengan jawaban: Mereka yang paling banyak dzikirnya kepada Allah.
Lalu Abu Bakr berkata kepada Umar: Wahai Abu Hafsh, sungguh orang yang (banyak) berdzikir telah pergi membawa seluruh kebaikan, maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam berkata: ya benar”.
H. R Ahmad dalam Musnad, no. 15614 Cet. Muassasah Ar-Risalah.

Dari hadits diatas jelaslah bahwa orang yang paling utama dan paling besar/ banyak pahalanya dalam perpuasa adalah orang yang paling banyak dzikirnya kepada Allah dalam setiap kesempatan dan keadaan.

Oleh karena itu terdapat dalam al qur’an dan hadits perintah untuk bayak berdzikir dipagi dan petang hari serta dalam setiap kondisi dan keadaan, bahkan tidak terdapat didalam al qur’an perintah untuk banyak beribadah selain dzikir kepada Allah, hal ini menunjukan akan keagungan dzikir dan besar pahalanya disisi Allah Ta’ala.

قال تعالى: (والذاكرين الله كثيرا والذاكرات أعد الله لهم مغفرة وأجرا عظيما) . الأحزاب: 35.

“Dan orang yang banyak berdzikir kepada Allah dari kalangan lelaki dan wanita, Allah janjikan bagi mereka keampunan dan pahala yang agung/besar”.

قال تعالى: (يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا وسبحوه بكرة وأصيلا). الأحزاب: 41-42.

“Wahai orang orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan banyak, dan bertasbihlah kepadanya dipagi dan petang”

قالت عائشة رضي الله عنها: (كان النبي صلى الله عليه وسلم يذكر الله في كل أحيانه) رواه مسلم.

Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan: “Nabi shalallahu’alaihi wasallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap waktu”. H. R Muslim, no. 373.

Oleh Karena itu gunakanlah lisan kita untuk selalau banyak menyebut Allah dan dzikir kepadaNya, terutama dalam ibadah kita, dan secara khusus puasa yang akan kita laksanakan dibulan Ramdhan yang penuh berkah.

Semoga Allah memberikan pertolonganNya kepada kita dalam berdzikir, bersyukur dan melakukan ibadah yang berkualitas.

“اللهم أعنا على ذكرك، وشكرك، وحسن عبادتك”.

“Ya Allah, berilah kami pertolongan untuk berdzikir kepadaMu, mensyukuri nikmatMu dan melakukan ibadah yang terbaik kepadaMu”

 

Ditulis oleh: Muhammad Nur Ihsan, Hafidzahullah.

ERA MUSLIM

Puasa itu untuk Allah

Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, mengapa dalam hadis disebutkan Allah SWT menegaskan bahwa ibadah puasa untuk-Nya dan hanya Dia sendiri yang membalasnya? Bukankah semua amal ibadah kita itu untuk Allah dan Allah jugalah yang membalas semua amal ibadah kita?

Imakyadi Jakarta

—————————————————-

 

Waalaikumussalam wr wb.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda, ‘Setiap amalan kebaikan yang dilakukan manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat. Allah SWT berfirman, ‘Kecuali, amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. (HR Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim).

Hadis di atas menjelaskan keutamaan dan kelebihan ibadah puasa dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya. Ada beberapa penjelasan ulama tentang maksud dari hadis di atas.

Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari menyebutkan penjelasan ulama tentang makna hadis dan mengapa puasa diberi keutamaan ini.

Di antara alasan yang paling kuat, pertama, ibadah puasa itu tidak terkena riya sebagaimana ibadah lainnya berpotensi terkena riya.

Al-Qurtubi berkata, Ketika amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut, kecuali Allah, maka Allah sandarkan ibadah puasa itu kepada Diri-Nya.
Karena itu, dikatakan dalam hadis, ‘Ia meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku.’

Ibnu Al-Jauzi berkata, ‘‘Semua ibadah terlihat amalannya. Dan, sedikit sekali yang selamat dari godaan, yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya, berbeda dengan ibadah puasa.

Kedua, maksud ungkapan Aku yang akan membalasnya, adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya.

Al-Qurtuby berkata, Artinya amalan ibadah lainnya telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia. Bahwa, dia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai 700 kali sampai sekehendak Allah, kecuali puasa, Allah sendiri yang akan memberi pahalanya tanpa batasan.

Ketiga, makna Puasa untuk-Ku, maksudnya adalah bahwa dia termasuk ibadah yang paling Allah cintai dan paling mulia di sisi-Nya.

Ibnu Abdul Bar berkata, Cukuplah ungkapan ‘puasa untuk-Ku’ menunjukkan keutamaannya dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. Keempat, penyandaran di sini adalah penyandaran kemuliaan dan keagungan. Sebagaimana ungkapan Baitullah (rumah Allah) meskipun semua rumah milik Allah.

Az-Zain bin Munayyir berkata, Pengkhususan pada teks keumuman seperti ini tidak dapat dipahami melainkan untuk pengagungan dan pemuliaan. Kemudian, Ibnu Hajar menjelaskan, makna yang paling kuat adalah makna yang pertama.

Sedangkan, Ibnu Abdil Barr menjelaskan, makna ungkapan puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya adalah bahwa ibadah puasa seseorang itu tidak terlihat melalui perkataan ataupun perbuatannya karena dia merupakan amalan hati yang tidak diketahui, kecuali oleh Allah.

Puasa bukan sesuatu yang terlihat sehingga bisa ditulis oleh malaikat pencatat sebagaimana ibadah-ibadah lain, seperti dzikir, shalat, sedekah, dan ibadah lainnya.

Hal itu karena puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga saja tanpa adanya niat melakukannya karena Allah SWT. Dengan demikian, siapa yang tidak berniat menahan lapar dan dahaga karena Allah  maka dia bukanlah orang yang berpuasa.

Hal tersebut ditegaskan dalam hadis Nabi. Puasa haruslah dilakukan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap balasan dari Allah SWT.

Karena itu, seharusnya ibadah puasa kita adalah amalan yang  paling jauh dari segala unsur riya dan pamer karena hanya Allah yang mengetahui puasa kita. Ini mendidik kita memurnikan keikhlasan hanya untuk Allah. Wallahu a’lam bish shawab.

Ustaz Bachtiar Nasir

 

 

sumber:Republika Online