Al-Qur’an Mengingatkan Karakter Yahudi yang Suka Berbuat Kerusakan

Di dalam Al-Qur’an, istilah Yahudi tidaklah disebutkan selain dalam konteks kecaman atau sejarah keburukan dan pembangkangan anak keturunan Israel atau Yahudza ini.

Bani Israel, Ibrani, Yahudi, Israel, maupun Zionis, istilah yang berbeda, namun essensinya hampir sama. Karakter dan perangai tabiat mereka yang suka berbuat kerusakan di muka bumi, licik, culas, jahat, suka mengusir penduduk lain, penjajah dan perusak kemakmuran bangsa lain telah diabadikan di dalam Al-Qur’an dan akan tetap relevan sepanjang zaman.

Cukuplah Al-Qur’an mengingatkan janganlah kalian menjadikan Yahudi sebagai teman, sahabat atau mitra penolong.

Sejak masa Nabi Musa (kisaran 1700 SM), Nabi Dawud dan Sulaiman, hingga berdirinya Israel Raya di tahun 1948 oleh kelompok Zionis, menjadikan sejarah Yahudi selalu dipenuhi oleh sejarah kelam, genosida, pembantaian dan peperangan tanpa henti.

Mimpi membangun kembali Haikal Sulaiman yang mereka yakini sebagai arah baru kebangkitan kejayaan bangsa Yahudi menjadi ambisi Yahudi Zionis yang ingin kembali merebut tanah negeri Palestina dan mengusir penduduk bangsa Arab.

Haikal Sulaiman yang mereka yakini berdiri di atas Masjid Al-Aqsha itulah yang sampai detik ini membuat mereka tetap bersemangat menggali terowongan di bawah Masjid yang pernah menjadi kiblat kaum muslimin.

Bagi orang Yahudi, Haikal Sulaiman yang dulunya diyakini sebagai tempat peribadatan bangsa Yahudi yang kemudian dihancurkan oleh Nabukadizer dari Babioliona merupakan simbol kejayaan bangsa Yahudi.

Haikal Sulaiman yang mereka yakini itu sesungguhnya tidak lebih dari Ilusi yang mereka yakini dari dongeng-dongeng Talmud; kitab yang mereka anggap suci dan bagian dari ajaran agama Yahudi.

Namun atas keyakinan ilusi itu, mereka tetap berambisi merobohkan Masjid Aqsha (tempat suci ketiga setelah Makkah dan Madinah). Mereka ingin kembali membangun Haikal Sulaiman yang mereka yakini dulunya pernah dibangun di atasnya bangunan masjid itu.

Bagaimana pun penduduk Arab Palestina, tidak pernah merelakan bangunan suci itu diporak-porandakan. Mereka lebih memilih rumah-rumah mereka dihancurkan, mereka lebih memilih keluarga, anak-anak mereka. Bahkan diri mereka yang terbunuh daripada harus menyerahkan Masjidil Aqsha kepada Zionis Yahudi.

Inilah mengapa orang Palestina lebih bangga menggapai Syahid atas nama mempertahankan tanah air mereka serta mempertahankan Masjid kebanggaan umat Islam dunia tetap berdiri tegak, kukuh, meski mereka harus tumbang dan mati.

Iesy karieman atau mut syahidan“. Hidup mulia atau mati syahid. Itulah semboyan akhir mereka yang menjadikan tetap bertahan meski rudal dan bom diarahkan ke arah mereka setiap saatnya.

KALAM SINDO

Israel Tak Terkalahkan Hanya Mitos, Hizbullah Membuktikannya

Benarkah Israel tak terkalahkan? Pertanyaan ini menarik. Pada saat ini kenyataannya memang Israel negara terkuat di Timur Tengah yang punya kekuatan militer. Dengan dukungan Amerika Serikat dan negara barat, Israel menjadi negara berkekuatan raksasa meski sejatinya wilayahnya cukup mungil saja.

Israel punya persenjataan canggih. Punya tak dan roket terbaru. Punya roket dan pesawat terbang buatan AS yang tak dijual di negara manapun alias pesawat tempur edisi terbatas. Selain itu tentu punya dana yang besar dan punya pasukan terlatih.

Sekali lagi, ini yang membuat aksioma bila Israel tak terkalahkan. Dan untuk soal ini ada tulisan menarik dari jurnalis New York Times. Penulis itu adalah John Kifner. Dia menulis artkel pada  30 Juli 2006. Judulnya: Israel Is Powerful, Yes. But Not So Invincible (Israel Itu Kuat, Ya. Tapi Tidak Begitu Tak Terkalahkan).

Tulisan yang berlatar belakang kegagalan Israel menekuk Hizbullah yang Syiah di Lebanon menjadi tinjuannya. Dan semua pasti tahu bila kekuatan bersenjata yang menguasai Hamas di Jalur Gaza pada hari-hari ini juga adalah bermahzab sama, yakni Syiah. Israel tahu persenjataan mereka kuat karena didukung Iran.

Jadi pertempuran yang kini terjadi di jalur Gaza tak berbeda dengan situasi kala Israel menggemour Hizboellah di Lebanon pada pertengahan dekade 2000-an. Di sini kemungkinan besar Israel hanya berani melakukan pengeboman dari udara tanpa berani merangsek masuk ke Gaza melalui serangan darat. Gaza hanya dibukin porak poranda dengan tujuan meruntuhkan dukungan warga kepada Hamas.

Tulisan soal kisah ketidakberdayaan Israel di Lebanon oleh John Kifnerselengkapnya begini:

========

No Exit? 

Saat pertumpahan darah di Lebanon telah melewati minggu kedua – dengan sedikitnya 400 orang Lebanon tewas dan banyak lagi yang diperkirakan terkubur dalam puing-puing; sekitar 800.000 pengungsi, hampir seperempat populasi, melarikan diri; dan infrastruktur negara yang rapuh itu hancur – tidak ada jalan keluar yang mudah baik bagi Israel maupun Hizbullah.

Para pejuang kala itu terkunci dalam apa yang masing-masing dilihat sebagai perjuangan eksistensial yang mematikan. Pemenang yang sangat jelas, setidaknya untuk saat ini, adalah Hizbullah dan pemimpinnya, Sheik Hassan Nasrallah. (Kecuali, tentu saja, Israel berhasil dalam upayanya untuk membunuhnya.)

Hizbullah Gandakan Jumlah Rudal Presisi, Klaim Dapat Hantam Seluruh Israel

Keterangan foto: Pemimpin Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah.

Sebagai satu-satunya pemimpin Arab yang terlihat telah mengalahkan Israel – berdasarkan penarikan mereka pada tahun 2000 dari pendudukan 18 tahun – dia sudah menikmati rasa hormat yang luas.

Sekarang, dengan Hizbullah berdiri teguh dan menimbulkan korban jiwa, dia telah menjadi pahlawan rakyat di seluruh dunia Muslim. Dia tampaknya menyatukan Sunni dan Syiah.

Adanya kebuntuan itu tentu saja mengejutkan Israel, yang serangannya terjadi sebagai tanggapan atas serangan lintas batas Hizbullah yang mengakibatkan kematian delapan tentara Israel dan penangkapan dua lainnya.

Inti dari rasa bertahan hidup bangsa yang diperangi adalah gagasan tentang tak terkalahkan. Kecerdasannya tahu segalanya, mitologi berjalan, dan tidak ada tentara yang berani melawannya.

Hizbullah: Kami Tahu Betul di Mana Kami Letakkan Misil | Republika Online

Keterangan foto: Pejuang Hizbullah di Lebanon.

Sebenarnya, Israel, sebagian, beruntung dalam musuh-musuhnya, sebagian besar rezim Arab dengan pasukan yang cocok terutama untuk menjaga agar rakyat mereka tetap terkendali.

Apa yang dengan jelas dipahami dua minggu lalu sebagai pertempuran cepat menggunakan kekuatan udara dan serangan terhadap target tertentu dengan serangan komando untuk menurunkan sumber daya Hizbullah, terutama simpanan ribuan roketnya, telah berubah menjadi krisis.

“Israel masih jauh dari kemenangan yang menentukan dan tujuan utamanya belum tercapai,” tulis analis militer yang paling dihormati di negara itu, Zeev Schiff, di harian Haaretz.

“Serangan ini malah hanya membuka lembar lanjut dari cerita utama Hizbullah, kata Sheik Nasrallah. Dia pun menyatakan, “Kami hanya perlu bertahan untuk mencapai menang.”

Hizbullah Akan Bunuhi Tentara Israel Jika Negeri Zionis Macam-macan dengan  Lebanon

Keterangan foto: Pasukan Hizbullah dalam sebuah parade.

Tampaknya semakin mungkin pada akhir pekan sebelumnya usai serangan itu. Faktanya, kini terjalin kesolidan yang kuat di antara komunitas Syiah yang jumlahnya mencapai 40 persen dari populasi Lebanon. Situasi ini mustahil untuk dihilangkan.

Dan masalah masih ada lagi. Yaln, meskipun Israel mengumumkan dalam beberapa hari terakhir, bahwa mereka telah menghancurkan 50 persen amunisi Hizbullah, gerilyawan terus menghujani lebih dari seratus roket sehari di Israel.

Dan pada hari Rabu, di Bint Jbail, sebuah kota yang menurut Israel mereka kuasai, penyergapan Hizbullah telah dilakukan dengan baik. Mereka menembaki pasukan infanteri dari Brigade Golani elit selama berjam-jam.

Malahan, kadang-kadang tembakan yang ditujukan kepada pasukan elit Israel ini begitu berat sehingga tentara brigade tidak bisa membalasnya.

Kala itu hasilnya, ada delapan orang Israel tewas. Tank Merkava yang sangat canggih direduksi menjadi ambulans dan beberapa dihancurkan.

Israeli army Merkava Tank facing off with Lebanese Army earlier today near  the border and Blue Line between Israel and Lebanon. The face off was  conducted under the presence of UNIFIL Lebanon -

Kenyataan ini menjadi bukti bahwa gagasan bahwa kelompok gerilyawan yang dianggap tidak berguna, ternyata dapat menjebak Brigade Golani dan jelas merupakan ancaman mendalam bagi masa depan.

Namun, meski ada kritik terhadap pelaksanaan perang di Israel, dengan roket yang menghantam Israel utara dan Hizbullah masih bercokol, ada dukungan populer yang luas untuk melanjutkan pertempuran.

Daniel Hezi: From Frontlines to Family Law - Atlanta Jewish Times

Keterangan foto: Pasukan elit Israel, Brigade Golani.

Yoel Marcus, seorang kolumnis untuk media Haaretz dengan nyinyir bertanya apakah brigade ini adalah tentara yang sama yang dahulu mengalahkan semua pasukan Arab hanya dalam enam hari pada perang di tahun 1970-an?

Dalam tulisannya Yoel kemudian menulis: “Tidak terpikirkan untuk meninggalkan medan perang dengan perasaan yang menyedihkan bila dari semua perang yang pernah dilakukan Israel, hanya Hizbullah, yang mirip sekelompok teroris belaka, yang mampu membombardir garis depan Israel dengan ribuan rudal dan bebas dari hukuman.

“Padahal sebelum kesepakatan internasional apa pun, Israel harus menyuarakan kesepakatan terakhir, meluncurkan serangan udara dan darat besar-besaran yang akan mengakhiri perang yang memalukan ini, bukan dengan rengekan tetapi gemuruh menggelegar,” tukasnya.

Amerika Serikat-lah yang mungkin menjadi yang terburuk dalam kebuntuan ini, terutama dalam hal pengaruhnya di dunia Arab dan Muslim.

Sudah secara luas dilihat di sebagian besar dunia itu sebagai anjing pelacak Israel, sekarang dipandang sebagai sanksi publik atas terus menggedor Lebanon, memblokir upaya untuk gencatan senjata dan bahkan mempercepat Israel agar menjatuhkan lebih banyak bom dipandu laser. 

“Saya pikir ini adalah pecundang,” kata Augustus Richard Norton, pakar Syiah Lebanon yang mengajar di Universitas Boston.

“Waktu bekerja melawan kita, bukan dengan kita. Opsinya bau.” Vali R. Nasr, seorang profesor di Naval Postgraduate School, seraya mengatakan bahwa “alasan ini menjadi kebuntuan serta membuktikan  bahwa ada banyak hal yang menandingi AS dan Israel.”

Dia menambahkan: “Ini berpotensi mempertanyakan seluruh alasan apakah kekuatan militer yang luar biasa dapat membentuk wilayah tersebut. Batasan untuk kemenangan bagi AS dan Israel tumbuh setiap hari dan bagi Hizbullah itu menurun setiap hari.”

Israel telah melewati jalan ini di Lebanon sebelumnya. Pada 1978 dan 1982, mereka menyerang untuk mengusir gerilyawan Palestina dan melakukan kampanye pengeboman besar-besaran yang mendorong banyak Syiah dari selatan ke daerah kumuh di selatan Beirut.

Pendudukan selama 18 tahun di selatan membuat Hizbullah ada. “Hizbullah memiliki waktu 20 tahun untuk mengasah keterampilan dan kebencian mereka terhadap Israel,” kata Norton, mantan perwira Angkatan Darat yang bertugas di Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon selatan dan mengajar di West Point.

“Kebencian itu diciptakan oleh Israel; itu tidak ada pada awalnya.” Rencana pertempuran Israel bertumpu pada kekuatan udara, berharap bahwa pemboman besar-besaran akan menurunkan moral penduduk dan mengubahnya melawan Hizbullah, tak berhasil berhasil.

Nyali Israel Mulai Ciut Hadapi Serangan Pasukan Muslim Hizbullah

Keterangan foto: Pasukan Hizbullah bertempur menghadapi Israel.

Para pejabat Israel pekan lalu tampaknya tidak yakin bagaimana melanjutkannya: mereka mengatakan mereka akan terus mengebom daripada melancarkan serangan darat besar-besaran, Meski begitu mereka masih memanggil sebanyak 30.000 tentara cadangan.

Selanjutnya, ketika keprihatinan internasional tumbuh atas kehancuran tersebut, ada kesibukan manuver diplomatik yang bertujuan untuk menciptakan pasukan penjaga perdamaian.

Tetapi meskipun pada prinsipnya ada dukungan luas, kenyataannya tidak ada negara yang tampaknya ingin mengirim pasukannya sendiri, terutama jika mandatnya adalah untuk melucuti senjata Hizbullah.

Akhirnya, pada hari Jumat, ketika kerumunan orang keluar dari masjid Sunni di Kairo, ibu kota salah satu sekutu utama Amerika, mereka melambaikan poster dengan potret Sheik Nasrallah bersorban hitam berjanggut.

Para jamaah masjid itu berteriak:”Oh, Sunni! Oh, Syiah! Ayo lawan Yahudi,” teriak orang banyak. “Orang-orang Yahudi dan Amerika telah membunuh saudara-saudara kita di Lebanon.”

A poster of former Iraqi President Saddam Hussein is hung next to... News  Photo - Getty Images

Keterangan foto: Poster mantan Presiden Irak Saddam Hussein (kanan) digantung di sebelah poster Sheikh Hassan Nasrallah, di toko daging Palestina di kamp pengungsi utara Tepi Barat. Poster ini melambangkan bersatunya Islam Sunni dan Syiah melawan zionis Israel.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

REPUBLIKA

Fatwa Ulama: Apakah Freemason Itu?

Fatwa Syaikh Nashir bin Abdil Karim Al ‘Aql

Soal:

Apakah gerakan freemason internasional itu? Dan apa pengaruhnya terhadap kejadian-kejadian di dunia internasional?

Jawab: 

Freemason adalah organisasi underground orang Yahudi. Mereka melakukan gerakan secara tersembunyi untuk men-support semua maslahah para pembesar Yahudi dan merintis berdirinya negara Yahudi yang disebut sebagai the Great Israel. Organisasi ini melakukan beberapa manuver politik diantaranya:

  1. Membangun sebuah masyarakat internasional yang tanpa menunjukkan tendensi agama, namun di bawah kepemimpinan kaum Yahudi agar mudah menguasai mereka ketika berdirinya negara the Great Israel.
  2. Memerangi kaum Muslimin dan juga kaum Nasrani serta menyokong negara-negara atheis. Adapun agama-agama yang lain, mereka tidak berminat mengusiknya.
  3. Tujuan utama mereka adalah mendirikan negara the Great Israel serta menobatkan para raja Yahudi di Yerusalem sebagai keturunan Nabi Daud, menurut klaim mereka. Lalu para raja itu di-set untuk menguasai dunia internasional dan mereka sangat dielu-elukan. Contohnya, orang Yahudi menyebut para raja itu dengan sebutan sya’abullah al mukhtar (hamba-hamba Allah yang terpilih).

Organisasi ini memiliki peranan penting terhadap banyak peristiwa-peristiwa tragis di dunia secara keseluruhan dan juga dunia Islam secara khusus. Mereka menggunakan berbagai macam cara untuk mewujudkan misi-misi mereka. Diantaranya adalah dengan merusak kaum muda dan menebarkan moral yang bobrok diantara mereka. Dan menjadikan ambisi-ambisi para pemuda berupa syahwat dan kesenangan-kesenangan, sehingga kontrol terhadap kaum muda ada di tangan orang Yahudi, dan akhirnya mereka bisa mengarahkan kaum muda sesuai keinginan mereka. Dan mereka senantiasa mengendalikan media agar dapat diarahkan untuk melayani tujuan-tujuan mereka sebagaimana mereka juga berusaha mengendalikan ekonomi internasional. Oleh karena itu anda dapati bahwa orang-orang terkaya di dunia dan para pemilik perusahaan-perusahaan raksasa itu berasal dari kaum Yahudi. Mereka telah menghancurkan perekonomian banyak negara dan menyebabkan ditutupnya banyak perusahaan dengan cara mereka yang licik dan culas, sebagaimana yang terjadi di Indonesia dan negara lainnya.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/33546

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/18589-fatwa-ulama-apakah-freemason-itu.html

Israel dan Celaan pada Yahudi

Sudah kita ketahui bersama bahwa Yahudi adalah musuh Islam dan tidak akan rela dengan kemajuan serta perkembangan Islam. Bisa kita lihat dari sejarah sejak zaman awal perjuangan Islam di masa Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِينَ آمَنُواْ الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُواْ

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al-Maidah: 82)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Kedua kelompok inilah golongan manusia yang paling besar dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin dan paling banyak berusaha mendatangkan bahaya kepada mereka. Hal itu karena sedemikian keras kebencian orang-orang itu kepada mereka (umat Islam) yang dilatar belakangi oleh sikap melampaui batas, kedengkian, penentangan, dan pengingkaran.”[1]

Setelah mengalami kehinaan dan pengusiran dari jazirah Arab di zaman keemasan Islam. Orang-orang Yahudi mencari celah dan berusaha membalas dendam kepada Islam. Mereka memanfaatkan kelemahan umat Islam yang keimanan dan semangat beragama mereka mulai lemah. Di zaman ini, Yahudi dengan berbagai cara berusaha kembali merebut kejayaan mereka. salah satu usaha mereka dengan berusaha mendirikan negara yang menjadi kendaraan untuk berkuasa. Dengan berbagai usaha dan akal licik mereka mendirikan negara yang mereka klaim sebagai negara “Israel”[2]. Negara yang mereka buat dengan penuh konspirasi dan penindasan terhadap negara Palestina yang mereka berniat menguasainya dengan penuh.

Yahudi Tidak Berhak Menisbatkan Diri pada Israel

Orang Yahudi menamakan negara dengan nama Israel karena mereka mereka mengklaim bahwa mereka adalah memiliki ikatan darah dengan Bani Israel. Memang benar mereka adalah keturuan Israel yaitu Nabi Ya’qub. Akan tetapi mereka adalah keturunan Israel yang sering membangkang dan tidak  tahu diri sehingga dilaknat oleh Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS. Al Maidah: 78)

Ini adalah makar mereka untuk menutupi jati diri mereka karena di berbagai kitab Samawi nama Yahudi identik dengan kejelekan dan perbuatan mereka yang melampui batas.

Sebagaimana di dalam Al-Quran, Allah mencela dan melaknat kaum Yahudi. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا

Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu” , sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (QS. Al Ma’idah: 64)

Orang Yahudi juga mengklaim bahwa mereka membawa kemuliaan ajaran nabi Ibrahim karena mereka adalah keturunan Israel (Nabi Ya’qub) yang memang merupakan keturunan Nabi Ibrahim. Akan tetapi ini dibantah dalam Al-Quran, mereka orang Yahudi bukanlah pembawa Ajaran Nabi Ibrahim dan nabi Ibrahim bukan pula orang Yahudi. Allah Ta’ala berfirman,

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

Yang paling berhak dengan Ibrahim adalah mereka yang mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu umat islam. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya orang yang paling berhak terhadap Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) , beserta orang-orang yang beriman, dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 68)

Jangan Mencela Israel

Sering kita mendengar celaan terhadap Israel yang sebenarnya maksud mereka adalah celaan terhadap nergara Yahudi ini. Ini sebaiknya dihindari karena Israel adalah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Dan orang Yahudi tidak berhak terhadap nabi Ya’qub.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan,

« حضرت عصابة من اليهود نبي الله صلى الله عليه وسلم فقال لهم : » هل تعلمون أن إسرائيل يعقوب ؟ « فقالوا : اللهم نعم ، قال النبي صلى الله عليه وسلم : » أشهد عليهم «

“Suatu saat sekelompok orang Yahudi mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu beliau bertanya pada mereka: Apakah kalian mengetahui bahwa Israel adalah Ya’qub?” Orang-orang Yahudi itu pun menjawab, “Itu betul. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Ya Allah saksikanlah perkataan mereka’.”[3]

Israiil dalam bahasa Ibrani bermakna Abdullah atau hamba Allah. Abu Ja’far berkata,

وكان يعقوب يدعى”إسرائيل”، بمعنى عبد الله وصفوته من خلقه. و”إيل” هو الله، و”إسرا” هو العبد، كما قيل:”جبريل” بمعنى عبد الله

“Nabi Ya’qub dipanggil dengan Kata “Israil”, karena bermakna Abdullah (hamba Allah) dan shafwatullah (kekasih Allah).  Dan kata “Iil” adalah Allah sedangkan kata “Israa” adalah hamba. Sebagaimana dikatakan  bahwa “Jibrill” adalah hamba Allah.”[4]

Maka sangat tidak enak didengar jika ada yang berkata atau terdengar di berita,

“Israel kejam dan licik”

“Israel laknatullah dan tidak tahu malu”

“Israel menyerang negara Islam Palestina”

Mari kita biasakan menyebut mereka dengan Yahudi dan negara Yahudi atau negara zionis Yahudi. (*)

Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid

8 Shafar 1434 H

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Editor: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/11093-israel-dan-celaan-pada-yahudi.html

Yahudi Bukan Israel

Sungguh sangat memprihatinkan, banyak di antara kaum muslimin sering tidak sadar dan lepas kontrol ketika berbicara. Tidak hanya terjadi pada orang awam, bisa kita katakan juga terjadi pada sebagian besar pelajar atau bahkan mereka yang merasa memiliki banyak tsaqafah islamiyah.

Barangkali mereka lupa atau mungkin tidak tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّم

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, diucapkan tanpa kontrol akan tetapi menjerumuskan dia ke neraka.” (HR. Al Bukhari 6478)

Al Hafidz Ibn Hajar berkata dalam Fathul Bari ketika menjelaskan hadis ini, yang dimaksud diucapkan tanpa kontrol adalah tidak direnungkan bahayanya, tidak dipikirkan akibatnya, dan tidak diperkirakan dampak yang ditimbulkan. Hal ini semisal dengan firman Allah ketika menyebutkan tentang tuduhan terhadap Aisyah:

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْد اللَّه عَظِيم

“Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah.” (QS. An-Nur: 15)

Oleh karena itu, pada artikel ini -dengan memohon pertolongan kepada Allah- penulis ingin mengingatkan satu hal terkait dengan ayat dan hadis di atas, yaitu sebuah ungkapan penamaan yang begitu mendarah daging di kalangan kaum muslimin, sekali lagi tidak hanya terjadi pada orang awam namun juga terjadi pada mereka yang mengaku paham terhadap tsaqafah islamiyah. Ungkapan yang kami maksud adalah penamaan YAHUDI dengan ISRAEL. Tulisan ini banyak kami turunkan dari sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzhahullah yang berjudul “Penamaan Negeri Yahudi yang Terkutuk dengan Israel”.

Tidak diragukan bahkan seolah telah menjadi kesepakatan dunia termasuk kaum muslimin bahwa negeri yahudi terlaknat yang menjajah Palestina bernama Israel. Bahkan mereka yang mengaku sangat membenci yahudi -sampai melakukan boikot produk-produk yang diduga menyumbangkan dana bagi yahudi- turut menamakan yahudi dengan israel. Akan tetapi sangat disayangkan tidak ada seorang pun yang mengingatkan bahaya besar penamaan ini.

Perlu diketahui dan dicamkan dalam benak hati setiap muslim bahwa ISRAIL adalah nama lain dari seorang Nabi yang mulia, keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.” (QS. Ali Imran: 93)

Israil yang pada ayat di atas adalah nama lain dari Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Dan nama ini diakui sendiri oleh orang-orang yahudi, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu“Sekelompok orang yahudi mendatangi Nabi untuk menanyakan empat hal yang hanya diketahui oleh seorang nabi. Pada salah satu jawabannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Apakah kalian mengakui bahwa Israil adalah Ya’qub?” Mereka menjawab: “Ya, betul.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.” (HR. Daud At-Thayalisy 2846)

Kata “Israil” merupakan susunan dua kata israa dan iil yang dalam bahasa arab artinya shafwatullah (kekasih Allah). Ada juga yang mengatakan israa dalam bahasa arab artinya ‘abdun (hamba), sedangkan iil artinya Allah, sehingga Israil dalam bahasa arab artinya ‘Abdullah (hamba Allah). (lihat Tafsir At Thabari dan Al Kasyaf ketika menjelaskan tafsir surat Al Baqarah ayat 40)

Telah diketahui bersama bahwa Nabi Ya’qub adalah seorang nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah ta’ala. Allah banyak memujinya di berbagai ayat al Qur’an. Jika kita mengetahui hal ini, maka dengan alasan apa nama Israil yang mulia disematkan kepada orang-orang yahudi terlaknat. Terlebih lagi ketika umat islam menggunakan nama ini dalam konteks kalimat yang negatif, diucapkan dengan disertai perasaan kebencian yang memuncak; Biadab Israil… Israil bangsat… Keparat Israil… Atau dimuat di majalah-majalah dan media massa yang dinisbahkan pada islam, bahkan dijadikan sebagai Head Line News; Israil membantai kaum muslimin… Agresi militer Israil ke Palestina… Israil penjajah dunia…. Dan seterusnya… namun sekali lagi, yang sangat fatal adalah ketika hal ini diucapkan tidak ada pengingkaran atau bahkan tidak merasa bersalah.

Mungkin perlu kita renungkan, pernahkah orang yang mengucapkan kalimat-kalimat di atas merasa bahwa dirinya telah menghina Nabi Ya’qub ‘alaihis salam? pernahkah orang-orang yang menulis kalimat ini di majalah-majalah yang berlabel islam dan mengajak kaum muslimin untuk mengobarkan jihad, merasa bahwa dirinya telah membuat tuduhan dusta kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam? mengapa mereka tidak membayangkan bahwasanya bisa jadi ungkapan-ungkapan salah kaprah ini akan mendatangkan murka Allah – wal ‘iyaadzu billaah – karena isinya adalah pelecehan dan tuduhan bohong kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Mengapa tidak disadari bahwa Nabi Ya’qub ‘alaihis salam tidak ikut serta dalam perbuatan orang-orang yahudi dan bahkan beliau berlepas diri dari perbuatan mereka yang keparat. Pernahkah mereka berfikir, apakah Nabi Israil ‘alaihis salam ridha andaikan beliau masih hidup?!

Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 58)

Allah menyatakan, menyakiti orang mukmin biasa laki-laki maupun wanita sementara yang disakiti tidak melakukan kesalahan dianggap sebagai perbuatan dosa, bagaimana lagi jika yang disakiti adalah seorang Nabi yang mulia, tentu bisa dipastikan dosanya lebih besar dari pada sekedar menyakiti orang mukmin biasa.

Satu hal yang perlu disadari oleh setiap muslim, penamaan negeri yahudi dengan Israil termasuk salah satu di antara sekian banyak konspirasi (makar) yahudi terhadap dunia. Mereka tutupi kehinaan nama asli mereka YAHUDI dengan nama Bapak mereka yang mulia Nabi Israil ‘alaihis salam. Karena bisa jadi mereka sadar bahwa nama YAHUDI telah disepakati jeleknya oleh seluruh dunia, mengingat Allah telah mencela nama ini dalam banyak ayat di Al-Qur’an.

Kita tidak mengingkari bahwa orang-orang yahudi merupakan keturunan Nabi Israil ‘alaihis salam, akan tetapi ini bukan berarti diperbolehkan menamakan yahudi dengan nama yang mulia ini. Bahkan yang berhak menyandang nama dan warisan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan para nabi yang lainnya adalah kaum muslimin dan bukan yahudi yang kafir. Allah ta’ala berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

إن أولى الناس بإبراهيم للذين اتبعوه وهذا النبي والذين آمنوا والله ولي المؤمنين

“Sesungguhnya orang yang paling berhak terhadap Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini, beserta orang-orang yang beriman, dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 68)

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin untuk mengucapkan dan melakukan perbuatan yang dicintai dan di ridai oleh Allah ta’ala.

* * *

“Sedikitpun kami tidak berniat menghina Nabi Ya’qub ‘alaihis salam dalam penggunaan kalimat-kalimat ini sebaliknya, yang kami maksud adalah yahudi…”

Barangkali ini salah satu pertanyaan yang akan dilontarkan oleh sebagian kaum muslimin ketika menerima nasihat ini. Maka jawaban singkat yang mungkin bisa kita berikan: Justru inilah yang berbahaya, seseorang melakukan sesuatu yang salah namun dia tidak sadar kalau dirinya sedang melakukan kesalahan. Bisa jadi hal ini tercakup dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Bukankah semua pelaku perbuatan bid’ah tidak berniat buruk ketika melakukan kebid’ahannya, namun justru inilah yang menyebabkan dosa perbuatan bid’ah tingkatannya lebih besar dari melakukan dosa besar.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di Mekkah, Orang-orang musyrikin Quraisy mengganti nama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Mudzammam (manusia tercela) sebagai kebalikan dari nama asli Beliau Muhammad (manusia terpuji). Mereka gunakan nama Mudzammam ini untuk menghina dan melaknat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. misalnya mereka mengatakan; “terlaknat Mudzammam”, “terkutuk Mudzammam”, dan seterusnya. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merasa dicela dan dilaknat, karena yang dicela dan dilaknat orang-orang kafir adalah “Mudzammam” bukan “Muhammad”, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ألا تعجبون كيف يصرف الله عني شتم قريش ولعنهم يشتمون مذمماً ويلعنون مذمماً وأنا محمد

“Tidakkah kalian heran, bagaimana Allah mengalihkan dariku celaan dan laknat orang Quraisy kepadaku, mereka mencela dan melaknat Mudzammam sedangkan aku Muhammad.” (HR. Ahmad & Al Bukhari)

Meskipun maksud orang Quraisy adalah mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun karena yang digunakan bukan nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Beliau tidak menilai itu sebagai penghinaan untuknya. Dan ini dinilai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk mengalihkan penghinaan terhadap dirinya. Oleh karena itu, bisa jadi orang-orang Yahudi tidak merasa terhina dan dijelek-jelekkan karena yang dicela bukan nama mereka namun nama Nabi Ya’qub ‘alaihis salam.

Di samping itu, Allah juga melarang seseorang mengucapkan sesuatu yang menjadi pemicu munculnya sesuatu yang haram. Allah melarang kaum muslimin untuk menghina sesembahan orang-orang musyrikin, karena akan menyebabkan mereka membalas penghinaan ini dengan menghina Allah ta’ala. Allah berfirman:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu.” (QS. Al An’am: 108)

Allah ta’ala melarang kaum muslimin yang hukum asalnya boleh atau bahkan disyari’atkan – menghina sesembahan orang musyrik – karena bisa menjadi sebab orang musyrik menghina Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita yakin dengan seyakin-yakinnya, tidak mungkin para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang menyaksikan turunnya ayat ini memiliki niatan sedikitpun untuk menghina Allah ta’ala. Maka bisa kita bayangkan, jika ucapan yang menjadi sebab celaan terhadap kebenaran secara tidak langsung saja dilarang, bagaimana lagi jika celaan itu keluar langsung dari mulut kaum muslimin meskipun mereka tidak berniat untuk menghina Nabi Israil ‘alaihis salam.

* * *

Cuma sebatas istilah, yang pentingkan esensinya… bahkan para ulama’ memiliki kaidah “Tidak perlu memperdebatkan istilah.”

Di atas telah dipaparkan bahwa menamakan negeri yahudi dengan Israil merupakan celaan terhadap Nabi Israil ‘alaihis salam, baik langsung maupun tidak langsung, baik diniatkan untuk mencela maupun tidak, semuanya dihitung mencela Nabi Israil ‘alaihis salam tanpa terkecuali. Dan kaum muslimin yang sejati selayaknya tidak meremehkan setiap perbuatan dosa atau perbuatan yang mengundang dosa. Karena dengan meremahkannya akan menyebabkan perbuatan yang mungkin nilainya kecil menjadi besar. Sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa di antara salah satu penyebab dosa kecil menjadi dosa besar adalah ketika pelakunya meremehkan dosa kecil tersebut.

Bahkan kita telah memahami bahwa mencela, menghina, melakukan tuduhan dusta kepada seorang Nabi adalah dosa besar. Akankah hal ini kita anggap ini biasa?! Sekali lagi, akan sangat membahayakan bagi seseorang, ketika dia mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, sementara dia tidak sadar. Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah. (QS. An-Nur: 15)

Untuk kaidah “Tidak perlu memperdebatkan istilah”, kita tidak mengingkari keabsahan kaidah ini mengingat ungkapan tersebut merupakan kaidah yang masyhur di kalangan para ulama’. Akan tetapi maksud kaidah ini tidaklah melegalkan penamaan Yahudi dengan Israel. Karena kaidah ini berlaku ketika makna istilah tersebut sudah diketahui tidak menyimpang, sebagaimana yang dipaparkan oleh Abu Hamid Al Ghazali dalam bukunya Al Mustashfaa fi Ilmil Ushul.

Istilah Israil untuk negeri yahudi telah menjadi konsensus (kesepakatan) dunia. Kita cuma ikut-ikutan…

Setiap kaum muslimin selayaknya berusaha menjaga syi’ar-syi’ar islam, misalnya dengan belajar bahasa arab (baik lisan maupun tulisan), menghafalkan Al Qur’an, dan termasuk dalam hal ini adalah membiasakan diri untuk menggunakan istilah-istilah yang Allah gunakan dalam Al Qur’an atau dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama istilah tersebut dapat dipahami orang lain.

Sebagai bentuk pemeliharaan terhadap syi’ar islam, para sahabat terutama Umar Ibn Al Khattab radhiyallahu ‘anhu sangat menekankan agar umat islam mempelajari bahasa arab. Beliau pernah mengatakan: “Pelajarilah bahasa arab, karena itu bagian dari agama kalian.” Beliau juga mengatakan: “Hati-hati kalian dengan bahasa selain bahasa arab.” Umar radhiyallahu ‘anhu membenci kaum muslimin membiasakan diri dengan berbicara selain bahasa arab tanpa ada kebutuhan, dan ini juga yang dipahami oleh para sahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum. Mereka (para sahabat radhiyallahu ‘anhum) menganggap bahasa arab sebagai konsekuensi agama, sedangkan bahasa yang lainnya termasuk syi’ar kemunafikan. Karena itu, ketika para sahabat berhasil menaklukkan satu negeri tertentu, mereka segera mengajarkan bahasa arab kepada penduduknya meskipun penuh dengan kesulitan. (lihat Muqaddimah Iqtidla’ Shirathal Mustaqim, Syaikh Nashir al ‘Aql)

Dalam bahasa arab, waktu sepertiga malam yang awal dinamakan ‘atamah. Orang-orang arab badui di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebiasaan menamai shalat Isya’ dengan nama waktu pelaksanaan shalat isya’ yaitu ‘atamah. Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum dengan menamakan shalat isya’ dengan shalat ‘atamah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka melalui sabdanya:

لا يغلبنكم الأعراب على اسم صلاتكم فإنها العشاء إنما يدعونها العتمة لإعتامهم بالإبل لحلابها

“Janganlah kalian ikut-ikutan orang arab badui dalam menamai shalat kalian, sesungguhnya dia adalah shalat Isya’, sedangkan orang badui menamai shalat isya dengan ‘atamah karena mereka mengakhirkan memerah susu unta sampai waktu malam.” (HR. Ahmad, dinyatakan Syaikh Al Arnauth sanadnya sesuai dengan syarat Muslim)

Al Quthuby mengatakan: “Agar nama shalat isya’ tidak diganti dengan nama selain yang Allah berikan, dan ini adalah bimbingan untuk memilih istilah yang lebih utama bukan karena haram digunakan dan tidak pula menunjukkan bahwa penggunaan istilah ‘atamah tidak diperbolehkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggunakan istilah ini dalam hadisnya…” (‘Umdatul Qori Syarh Shahih Al Bukhari karya Al ‘Aini)

Demikianlah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam menjaga syi’ar islam. Sampai menjaga istilah-istilah yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal penggunaan istilah asing dalam penamaan shalat isya’ tidak sampai derajat haram, karena tidak mengandung makna yang buruk.

***

Lalu dengan apa kita menamai mereka?! Kita menamai mereka sebagaimana nama yang Allah berikan dalam Al-Qur’an, YAHUDI dan bukan ISRAEL. Dan sebagaimana disampaikan di atas, hendaknya setiap muslim membiasakan diri dalam menamakan sesuatu sesuai dengan yang Allah berikan. Hendaknya kita namakan orang-orang yang mengaku pengikut Nabi Isa ‘alahis salam dengan NASRANI bukan KRISTIANI, kita namakan hari MINGGU dengan AHAD bukan MINGGU, kita namakan shalat dengan SHALAT bukan SEMBAHYANG dan seterusnya selama itu bisa dipahami oleh orang yang diajak bicara, sebagai bentuk penghormatan kita terhadap syi’ar-syi’ar agama islam. Wallaahu waliyyut taufiiq…

***

Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel www.muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55-yahudi-bukan-israel.html

Tiga Faktor Terjadinya Konflik di Timur Tengah

Konflik di Timur Tengah adalah salah satu konflik kawasan yang sifatnya berkepanjangan. Mengapa dikatakan berkepanjangan? Sebab, konflik di Timur Tengah terkesan tidak ada ujung penyelesaiannya.

Sebenarnya, penyelesaian sudah melibatkan banyak pihak seperti organisasi internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sampai dengan negara digdaya seperti Amerika Serikat dan Rusia. Sikap oportunis, egois, dan pragmatis dari penduduk Timur Tengah bahkan pemimpinnya menyebabkan konflik tersebut seakan-akan dibiarkan terus menerus.

Ibnu Burdah dalam Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, dan Dimensi Konflik (2018) menuliskan bahwa konflik di Timur Tengah terbagi menjadi tiga hal. Tiga hal tersebut adalah masalah ekonomi, intervensi asing, sosial-politik, dan alasan ideologi.

Alasan Ideologi

Ideologi yang dimaksud adalah Sunni, Syiah, dan Yahudi. Sebagai pusat perkembangan agama, wilayah Timur Tengah mempunyai khazanah pemikiran keagamaan yang sangat kompleks.

Meski begitu, dalam batas tertentu, sejarah perkembangan politik keagamaan di Timur Tengah juga diwarnai oleh gejala konflik dari tingkat yang konstruktif sampai tingkat destruktif.

Sunni dan Syiah sudah pernah terjadi di era Ali bin Abu Thalib namun baru di tahun 2014 terjadi konflik ideologi yaitu antara Arab Saudi yang mewakili Sunni dan Iran yang mengkafirkan Syiah sebab tidak sesuai dengan kaidah Islam.

Selain Sunni dan Syiah, ada juga konflik Yahudi dengan Islam yang lebih spesifik kepada konflik Arab dengan Israel. Konflik dimulai saat Israel berdiri pada 14 Mei 1948.

Konflik muncul karena Yahudi menganggap bahwa tanah Palestina adalah “tanah yang dijanjikan” sehingga Yahudi berhak untuk menempati tanah yang ada di negara tersebut.

Sementara itu, Muslim menganggap bahwa Palestina adalah tanah yang lahir dan berkembang di daerah tersebut. Polemik tersebut seakan tidak ada ujung penyelesaiannya mulai dari 1967 sampai dengan 2010.

Konflik di Timur Tengah masih terjadi. Tapi, perkembangan internasional bergeser ke arah konflik Yaman. Konflik kemudian semakin meruncing saat adanya konflik Yaman.

Gelombang Arab Spring yang melanda negara-negara di kawasan Timur Tengah bermula dari ketidakpuasan warga negara-negara Arab terhadap pemerintahan. Gelombang protes yang pertama pecah di Tunisia pada Desember 2010, kemudian menyebar ke negara Arab lainnya.

Ideologi dari pemerintahan yang berkuasa yaitu Mansour Hadi dilindungi oleh Arab Saudi. Mansour Hadi berlawanan dengan Houthi yang dilindungi oleh Iran. Yahudi sendiri selalu berlawanan dengan Islam apa pun ideologi Islam tersebut.

Di negara-negara kawasan Timur Tengah, sentimen tiap agama terlalu kuat yang kemudian menimbulkan konflik terus berlanjut hingga saat ini. Dalam tingkat negara, konflik Sunni dan Syiah juga terjadi di beberapa negara seperti Iraq, Iran, Arab Saudi, dan Libanon.

Masalah Ekonomi

Minyak adalah salah satu hal yang menyebabkan konflik di negara-negara di kawasan Timur Tengah. Minyak menjelma menjadi penyebab konflik di Timur Tengah dikarenakan memberikan guncangan pada perekonomian global.

Guncangan tersebut bisa dilihat dalam kondisi di pasar modal dengan indikator naik turunnya indeks perdagangan saham gabungan pada seluruh bursa di dunia. Hal ini terjadi karena minyak adalah komoditi utama yang ada di Timur Tengah.

Terkait minyak, hampir setiap negara di kawasan Timur Tengah memiliki komoditi minyak mulai dari Arab Saudi, Irak hingga negara-negara teluk seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar.

Meski begitu, ternyata minyak jugalah yang menimbulkan sumber konflik di Timur Tengah. Salah satunya adalah konflik Iran dan Irak yang memperebutkan minyak di perairan Shatt al-arab. Posisi laut Irak hanya berada di sebelah tenggara yang sangat sempit, yaitu dari garis pantai di Umm Qashr di Teluk Persia.

Irak hanya memiliki akses laut sepanjang 19 km. Pantai di teluk Persia adalah satu-satunya akses laut yang dimiliki oleh negara Irak. Hal tersebut membuat pelabuhan yang berada di Basrah menjadi sangat penting bagi aktivitas perdagangan di Irak. Disebabkan karena panjang garis pantai yang sedikit, Irak kemudian mengalami kesulitan mengekspor minyak melalui jalur laut.

Keterbatasan akses laut tersebut kemudian menyebabkan Irak menjadi agresif. Negara Iran bersikeras untuk mempertahankan wilayah tersebut setelah ditemukan sumber minyak yang berada di Abadan.

Pada 1975, Iran-Irak membagi pelayaran Irak dan Iran dengan imbalan bahwa Iran tidak akan menghasut atau membantu pemberontakan Suku Kurdi di Irak. Selain konflik dengan negara Iran, Irak juga memiliki konflik dengan negara Kuwait.

Sebagai negara yang besar, Irak memiliki potensi untuk menginvasi negara tetangganya yang lebih kecil, yaitu Kuwait. Pada 2 Agustus 1990, Irak melancarkan invasinya terhadap Kuwait.

Invasi terjadi lantaran Irak ingin menambah luas pantainya, termasuk keberadaan dua pulau, yaitu Warbah dan Bubiyan, demi kelancaran kepentingan perdagangan minyak.

Selain itu, ada juga pengaruh ari invasi AS ke Irak yang mana AS berusaha menguasai ladang minyak yang ada di daerah tersebut.

Intervensi Asing

Ada dua faktor yakni internal dan eksternal terkait intervensi asing yang menjadi bagian dari konflik di negara-negara yang berada di kawasan Timur Tengah. Intervensi asing bukanlah hal yang baru.

Pertama, faktor internal. Ada dorongan yang berasal dari keberhasilan Tunisia dan Mesir bagi negara-negara yang ingin melakukan aksi yang sama karena memiliki keinginan yang kuat untuk berubah.

Kedua, faktor ekstrenal. Dorongan eksternal adalah dorongan yang memang secara tersembunyi dilakukan oleh negara-negara yang memiliki kepentingan khusus bagi negara  yang berkonflik.

Ada sebagian negara yang memiliki kepentingan di wilayah Timur Tengah. Sebagai misal, Amerika Serikat yang memberikan pengaruh terhadap negara yang berkonflik agar AS mendapatkan keuntungan terutama dalam hal minyak bumi.

Sosial Politik

Kirdi Dipoyudo menuliskan dalam buku Timur Tengah dalam Pergolakan (1982) bahwa masalah sosial politik yang terjadi adalah suku dan ras. Suku yang ada di Timur Tengah terdiri dari enam suku yaitu Arab, Yahudi, Parsi, Turki, Kurdi, Berber. Dahulu, perbedaan sejatinya menyatukan antar suku-suku di Timur Tengah. Saat ini, perbedaan tersebut justru menimbulkan konflik di Timur Tengah.

Salah satu konflik yang dari zaman kolonial sampai sekarang adalah konflik Arab dan Israel. Konflik dimulai sejak negara Israel berdiri pada 1948. Konflik kemudian berlanjut pada 1967 sampai saat ini.

Konflik tersebut kemudian menjelma menjadi perhatian publik. Satu hal yang cukup banyak menjadi perhatian adalah konflik antara suku Kurdi dengan suku Turki dan Arab. Kurdi adalah suku yang unik karena suku ini bertempat di 3 suku lainnya yaitu Irak, Iran dan Turki.

Hal tersebut membuat suku Kurdi dikatakan sebagai suku nomaden. Suku Kurdi memiliki keinginan menjadi negara Kurdistan agar tidak ada lagi sebutan suku terjajah. Sayangnya, kehendak dari Kurdi selalu ditentang oleh banyak pihak hingga pada akhirnya suku ini sampai sekarang masih terlunta-lunta.[]

BINCANG SYARIAH

Yaser Abu Al-Naja, ‘Bukan Bocah Palestina Terakhir yang Dibunuh Serdadu Zionis’

JALUR GAZA, Ahad (Al Jazeera): Pada Jumat (29/6) sore, ketika para serdadu Zionis dari sisi lain pagar perbatasan menembakkan gas airmata, peluru berlapis karet dan amunisi tajam, Yaser Abu Al-Naja dan beberapa temannya berlindung di balik tempat sampah jauh dari garis depan demonstrasi di Jalur Gaza.

Ketika Yaser mengintip sebentar dari balik tempat sampah, peluru ledak menghantamnya di kepala. Tempurung kepalanya hancur, ungkap para saksi mata.

Yaser masih berusia 11 tahun. Pembunuhannya pada Jumat lalu menjadikan ia anak Palestina ke-16 yang ditembak mati serdadu Zionis sejak diluncurkannya demonstrasi “Great March of Return” pada 30 Maret.

Beberapa jam kemudian, saat matahari terbenam, ibunda Yaser Samah Abu Al-Naja sedang menjelajah Facebook di telepon genggamnya ketika ia tiba-tiba melihat sebuah foto “anak laki-laki tidak dikenal” dengan kepala diburamkan dan pakaian berlumuran darah.

“Wajahnya tidak terlihat, tapi saya mengenalinya sebagai anak saya dari pakaian yang ia kenakan,” ungkap wanita berusia 30 tahun itu kepada Al Jazeera di rumahnya di timur Khan Younis, selatan Jalur Gaza.

“Tetangga dan salah seorang putri saya duduk bersama saya,” tambahnya. “Saya menoleh ke mereka dengan telepon di tangan saya dan mengatakan: ‘ini putra saya.’”

Hal mengerikan yang ia lihat itu tentu saja membuatnya syok. Ketika menuju Rumah Sakit Eropa, tempat jenazah Yaser berada, Samah berusaha keras untuk menyadarkan pikirannya tentang fakta bahwa anak pertamanya telah ditembak mati.

“Saya tidak pernah menduga anak saya dibunuh,” ujarnya, menangis. “Saya tahu dia pergi setiap Jumat untuk mengikuti demonstrasi, tapi itu didorong oleh rasa ingin tahu dan ia pergi untuk menyaksikan pengunjuk rasa lainnya bersama teman-temannya.”

‘Sinar matahari’

Yaser lahir pada 2006. Ia tumbuh dengan mengalami tiga serangan ‘Israel’ yang menghancurkan daerah kantong yang dikuasai Hamas itu. Rumah keluarganya dihancurkan dua kali selama masa hidupnya yang singkat – sekali tahun 2011 dan pada 2014 – yang membuat ia dan kerabatnya mencari tempat penampungan sementara dengan keluarga-keluarga lainnya.

Mereka yang mengenal Yaser –yang pemakamannya diselenggarakan pada Sabtu (30/6)– menggambarkannya sebagai anak yang sopan, penurut, pintar dan sangat menyukai olahraga, seperti berenang, menunggang kuda dan sepakbola. Pada malam sebelum ia gugur, ia menyaksikan sepakbola Piala Dunia dengan teman-temannya.

“Dia membantu merawat adik-adiknya,” kata sang ibu. “Ia sangat supel dan suka bermain di luar bersama teman-temannya.”

Ia adalah anak laki-laki pertama dalam keluarga. Kelahiran Yaser merupakan sumber utama kebahagiaan bagi orangtua dan istri pertama ayahnya, Naeema. Naeema memiliki sembilan anak perempuan. Kemudian ia menyarankan suaminya, Amjad Abu Al-Najar, lebih dari satu dekade lalu untuk menikahi wanita muda dengan harapan mengandung seorang pewaris laki-laki yang didambakan. Ketika Yaser lahir, wanita 48 tahun itu memperlakukannya seperti anaknya sendiri.

“Dia selalu ada di rumah saya seperti sinar matahari,” kata Naeema. “Kakak-kakak perempuannya, putri-putri saya, sangat dekat dengannya dan sangat mencintainya.”

Naeema mengatakan, pembunuhan Yaser dimaksudkan untuk membalas ayahnya, yang merupakan pemimpin sayap militer Hamas: Brigade Al-Qassam. “Penjajah Zionis hanya mengerti satu bahasa,” katanya. “Entah itu perlawanan bersenjata atau demonstrasi tanpa senjata, respon mereka selalu dengan membunuh.”

Samah sependapat. “Peluru (ditembakkan) ke kepala? Itu disengaja,” ucapnya.

Syok masih tampak jelas di wajah sang ayah, Amjad. Terlepas dari itu ia mengatakan pada Al Jazeera bahwa putranya tidak ada bedanya dengan anak-anak Palestina yang ditargetkan oleh serdadu Zionis.

“Cara dia ditembak … Saya tidak pernah bisa melupakan tempurung kepalanya yang hancur,” katanya. “Penargetan warga sipil oleh serdadu Zionis adalah pelanggaran berat, namun di setiap demonstrasi pada hari Jumat mereka justru semakin berani.”

Juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina Ashraf Al-Qidra mengatakan pada Al Jazeera bahwa usia 16 anak yang tewas pada demonstrasi Jumat antara 10-17 tahun. “Jumlah anak-anak yang terluka sekitar 2.250, termasuk dua kasus yang kaki mereka harus diamputasi,” katanya.

Pada demonstrasi Jumat lalu, Muhammad Al-Hamaydeh (24) asal Rafah juga tewas. Sekitar 415 orang terluka, termasuk tiga petugas medis dan 11 anak-anak. “Keseluruhan, 134 warga Palestina gugur sejak 30 Maret dan 15.200 terluka,” kata Al-Qidra.

Bukan bocah terakhir yang dibunuh

Bagi Samah, demonstrasi memungkinkan orang untuk menuntut hak-hak dasar mereka. “Akan tetapi, respon penjajah Zionis mengarah pada kematian, amputasi dan luka parah,” katanya. “Kami telah mengalami kehilangan besar, seperti kehilangan orangtua, atau kehilangan anak. Sangat sulit bagi saya untuk menanggung kehilangan ini sekarang setelah saya mengalaminya.”

“Yaser tidak akan menjadi anak terakhir yang dibunuh,” tambah Naeema. “Setiap Jumat ada kisah baru dari anak-anak, wanita muda atau pemuda yang terbunuh.”

“Semua itu dilakukan karena tidak ada penghalang bagi penjajah Zionis,” tegasnya.*

 

(Al Jazeera | Sahabat Al-Aqsha)

Di Tengah Perang, 230 Anak di Palestina Semangat Hafal Alquran

Meskipun Gaza masih bergejolak, namun semangat anak-anak di Palestina untuk menghafal Alquran tak pernah padam. Sebanyak 230 santri di Rumah Tahfizh Daarul Qur’an Gaza telah berhasil menghafal 35 halaman.

Ini sudah tahun kelima Rumah Tahfizh Daarul Qur’an Gaza berdiri di Palestina. Setiap tahunnya puluhan anak-anak Gaza usia 8 sampai 19 tahun menjadi hafizh Alquran dengan menghafal 30 juz sebelum akhirnya diwisuda.

Di bulan Ramadan, semangat anak-anak Gaza untuk menghafal Alquran pun kian meningkat. Mereka tak mau kehilangan kesempatan untuk berlomba-lomba mendapatkan pahala yang berlipat ganda di bulan yang suci nan mulia ini.

Salah satunya adalah Fatimah (18), seorang santri yang telah menghafal 30 juz. Ia mengaku senang belajar dan menghafal di Rumah Tahfizh Daarul Gaza yang dikelola Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) Daarul Qur’an tersebut. Sebab tak hanya menghafal, para santri juga mendapat kajian rutin seperti hadits, tafsir quran dan kegiatan ekstra kulikuler lainnya.

“Para pembimbingnya pun menganggap kami seperti anak mereka, saking akrabnya, jika kami sakit para pembimbing bersama paman Abdillah Onim menjengguk kami, jika dalam bebebapa hari kami tidak datang ke Rumah Tahfizh Gaza pasti mereka datang ke rumah kami dan mencari kabar apa penyebab ketidakhadiran kami,” ungkap Fatimah, seperti dikutip dalam keterangan tertulis PPPA Daarul Qur’an, Minggu (10/6/2018).

Di samping itu, pegiat kemanusiaan sekaligus Ketua Yayasan Nusantara Palestina Center, Abdillah Onim, menggelar buka puasa bersama para santri yang mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan. Acara yang rutin digelar setiap tahun tersebut ia selenggarakan bersama PPPA Daarul Qur’an.

“Perlu diketahui bahwa mayoritas dari santri hidup di bawah garis kemiskinan, ada juga anak yatim di mana orang tuanya wafat korban peperangan,” ucap Onim.

Bang Onim, sapaan akrabnya, mengatakan para santri begitu bahagia bisa berbuka puasa dengan hidangan yang luar biasa. Meski dengan kondisi terbatas.

“Alhamdulillah, tiga lantai penuh dengan santri. Mereka sangat gembira menyantap hidangan buka puasa hadiah dari donatur,” ujar Onim.

Ia menyampaikan rasa terima kasih kepada PPPA Daarul Qur’an khususnya para donatur yang telah memberikan buka puasa untuk anak-anak Gaza.

 

detik/ERA MUSLIM

Yahudi Tak Berhak Mewarisi Palestina

SEBENARNYA, tidak ada kebenaran atas klaim bangsa Yahudi tentang hak mereka atas Palestina. Sebab Allah Ta’ala telah secara tegas menyatakan bahwa kitab yang mereka pegang itu bukan lagi kitabullah, melainkan karangan manusia di antara mereka.

Mereka telah mengubah isi Taurat dan menggantinya menjadi Talmud. Maka klaim mereka bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan tuhan untuk mereka, 100% hanyalah bualan mereka saja. Bukan janji dari Allah Ta’ala. Bahkan Allah malah pernah mengharamkan tanah itu untuk mereka selama 40 tahun lamanya, akibat kedegilan mereka sendiri.

Allah berfirman, “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi itu. Maka janganlah kamu bersedih hati orang-orang yang fasik itu.” (QS. Al-Maidah: 26)

Kalau memang tanah itu milik mereka, pertanyaannya adalah: selama ini pada ke mana aja? Kok punya tanah tidak di tempati? Malah mengembara ke berbagai penjuru dunia? Siapa yang suruh punya tanah ditinggal-tinggal? Kalau memang mengaku punya tanah Palestina, mestinya dipertahankan sejak dulu, bukannya ditinggalkan.

 

INILAH MOZAIK

Awal Mula Penjajahan Atas Palestina

Pekan ini, Palestina di seluruh dunia menandai 100 tahun sejak deklarasi Balfour dikeluarkan pada 2 November 1917. Deklarasi ini menjadikan kenyataan tujuan Zionis untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina, ketika Inggris secara terbuka berjanji untuk mendirikan sebuah rumah nasional untuk orang-orang Yahudi di sana.

Deklarasi ini umumnya dipandang sebagai salah satu katalis utama dari Nakba, pembersihan etnis Palestina 1948, dan konflik yang terjadi dengan negara Zionis yaitu Israel.

Dalam artikel yang dilansir dari Aljazirah, Senin (30/10) disebutkan bahwa Balfour dianggap sebagai salah satu dokumen yang paling kontroversial dan diperebutkan dalam sejarah modern dari dunia Arab dan membuat para sejarawan bingung selama beberapa dekade.

Deklarasi Balfour, yang disebut Perjanjian Balfour oleh Arab, adalah perjanjian umum oleh Inggris pada 1917 yang menyatakan tujuan mereka untuk mendirikan “sebuah rumah nasional untuk orang-orang Yahudi” di Palestina.

Pernyataan tersebut berbentuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour, yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang figur komunitas Yahudi di Inggris. Perjanjian itu dibuat selama perang dunia I (1914-1918) dan termasuk dalam mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Turki Usmani.

Sistem mandat tersebut didirikan oleh sekutu, yang merupakan bentuk kolonialisme dan pendudukan secara terselubung. Aturan sistem ini mentransfer wilayah yang sebelumnya dikendalikan oleh JermanAustria-Hongaria, Turki Usmani dan Bulgaria, dialihkan kepada para sekutu yang menang.

Sistem mandat yang dideklarasikan tersebut memungkinkan pemenang perang untuk mengelola wilayah berkembang baru sampai mereka bisa menjadi independen.

Namun kasus Palestina termasuk unik. Tidak seperti mandat pasca-perang lainnya, tujuan utama dari mandat Inggris adalah untuk menciptakan kondisi untuk pembentukan rumah nasional Yahudi, di mana orang-orang Yahudi berjumlah kurang dari 10 persen dari populasi pada saat itu.

Pada awal mandat, Inggris mulai memfasilitasi Imigrasi orang Yahudi Eropa ke Palestina. Antara 1922 dan 1935, populasi Yahudi naik dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen dari total penduduk.

Meskipun Deklarasi Balfour termasuk memperingatkan ‘tidak boleh melakukan sesuatu yang menimbulkan prasangka kepada warga sipil dan hak-hak agama yang merupakan non-komunitas Yahudi di Palestina’, mandat Inggris tersebut didirikan dengan melengkapi Yahudi alat-alat untuk mendirikan pemerintahan sendiri, dengan mengorbankan warga Palestina.

Pada tahun 1919, Presiden AS Woodrow Wilson ditunjuk oleh Komisi untuk melihat opini publik pada sistem mandat di Suriah dan Palestina. Penyelidikan yang dikenal sebagai Komisi King-crane, menemukan bahwa sebagian besar warga Palestina menyatakan oposisi kuat terhadap Zionisme, mendorong pembentukan Komisi yang menyarankan modifikasi dari tujuan mandat.

Tokoh politik dan Nasionalis Palestina saat itu, Awni Abd al-Hadi mengutuk Deklarasi Balfour dalam biografinya. Ia mengatakan deklarasi tersebut dibuat oleh orang asing, yaitu Inggris, yang tidak memiliki klaim untuk Palestina, diberikan kepada orang asing lainnya, yaitu Yahudi, yang tidak punya hak untuk itu.

Pada tahun 1920, Kongres Palestina Ketiga di Haifa mencela rencana pemerintah Inggris untuk mendukung proyek Zionis dan menolak pernyataan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan hak-hak penduduk asli.

Namun, sumber penting lainnya yang mengetahui pendapat Palestina mengenai deklarasi tersebut, yaitu pers, yang ditutup oleh Utsmani pada awal perang pada tahun 1914 dan baru mulai muncul kembali pada tahun 1919, namun di bawah penyensoran militer Inggris.

Pada bulan November 1919, ketika surat kabar al-Istiqlal al-Arabi (kemerdekaan Arab), yang berbasis di Damaskus, dibuka kembali, sebuah artikel mengatakan sebagai tanggapan atas pidato publik oleh Herbert Samuel, seorang menteri Yahudi di London pada ulang tahun kedua Deklarasi Balfour: “Negara kita adalah Arab, Palestina adalah Arab, dan Palestina harus tetap menjadi Arab.”

Bahkan sebelum Deklarasi Balfour dan Mandat Inggris, surat kabar pan-Arab memperingatkan terhadap motif gerakan Zionis dan kemungkinan hasilnya adalah menggusur orang-orang Palestina dari tanah mereka.

Khalil Sakakini, seorang penulis dan guru Yerusalem, menggambarkan Palestina segera setelah perang sebagai berikut: “Sebuah bangsa yang telah lama berada dalam tidur lelap hanya terbangun jika terguncang oleh kejadian, dan kebangkitan muncul sedikit demi sedikit,”

“Inilah situasi Palestina, yang selama berabad-abad telah tidur nyenyak, sampai terguncang oleh perang besar, yang dikejutkan oleh gerakan Zionis, dan ditindas oleh kebijakan ilegal (Inggris), dan terbangun, sedikit demi sedikit. ”

Peningkatan imigrasi Yahudi di bawah mandat menimbulkan ketegangan dan kekerasan antara orang Arab Palestina dan Yahudi Eropa. Salah satu tanggapan populer pertama terhadap tindakan Inggris adalah pemberontakan Nebi Musa pada tahun 1920 yang menyebabkan terbunuhnya empat orang Arab Palestina dan lima orang Yahudi imigran. (Idealisa Masyrafina)

 

REPUBLIKA