Kisah Seorang Pemulung Naik Haji

Niat dan usaha yang sungguh-sungguh akan mengantarkan seseorang pada sesuatu yang dicita-citakannya. Setidaknya hal inilah yang diyakini dan dilakukan Karyati binti Halil, seorang pemulung asal Dusun Bringin Desa Pondok Wuluh Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo.

Meski secara logika pekerjaan yang dijalaninya merupakan pekerjaan rendahan, tetapi nenek yang berusia sekitar 69 tahun tersebut ternyata mampu mencapai cita-citanya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima naik haji ke tanah suci.

Namun demi bisa mencapai keinginannya tersebut, Karyati telah bekerja sangat keras. Bahkan selama 20 tahun lamanya, wanita paruh baya tersebut menyisihkan sebagian jerih payahnya sebagai pengais barang bekas plastik dan kertas.

Janda renta yang mempunyai 4 (empat) orang anak ini berkeyakinan bahwa suatu saat nanti dirinya bakal bisa naik haji ke tanah suci layaknya orang-orang lain yang berduit. Atas keyakinan tersebut, dirinya selalu menyisihkan hasil dari memulung untuk ditabung dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Memang untuk mewujudkan impian naik haji ini penuh perjuangan. Karena saya harus menabung selama 20 tahun lamanya. Tetapi saya yakin Allah pasti mengabulkan doa saya untuk bisa melihat Ka’bah secara langsung,” ujar Karyati.

Menurut Karyati, cita-cita naik haji itu sudah lama terpendam semenjak 2002 lalu. Saat itu dirinya mengaku masih punya toko kelontong di desanya. Sekitar tahun 2004, Karyati mulai mendaftarkan diri sebagai haji Kabupaten Probolinggo. Pada waktu itu, tabungannya dari hasil menjadi pemulung sudah mencapai sekitar Rp. 20 juta. Selain dari hasil memulung, uang tersebut didapat dari beberapa sukarelawan.

Masa-masa sulit dilewatinya saat usaha kelontongnya bangkrut di pada tahun 2005. Namun untuk menyambung hidup, Karyati kemudian menjadi seorang pemulung atau pengumpul rongsokan di Masjid Ar-Rahmah milik PT. Kertas Leces (PTKL) Probolinggo. Meski pekerjaannya terbilang rendah, tetapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk bisa meraih cita-citanya untuk menunaikan ibadah haji.

“Pernah suatu ketika, tepatnya pada tahun 2010 saya pernah ditipu oleh seseorang yang mencoba menawarkan jasa. Namun tanpa disadari saya tertipu sebesar Rp. 10 juta dan uang tersebut tidak dikembalikan meskipun beberapa waktu kemudian akhirnya ditangkap oleh polisi,” jelas Karyati.

Dan selama mengejar impiannya, Karyati tidak mau kumpul atau tidur di rumah anak-anaknya. Bukannya tidak sayang kepada anak dan cucunya, namun nenek bercucu 12 orang ini tidak mau mengganggu atau menjadi beban hidup anak-anaknya. Dirinya lebih memilih tidur di toko usang miliknya. Terkadang pula tidur di masjid desanya. “Kalau pas bersih-bersih masjid ada orang kasih rejeki, saya tabung,” kata Karyati.

Biasanya menurut Karyati, setelah seharian mencari rongsokan biasanya dirinya beristirahat dan bermalam di masjid. Selama di masjid, ia tidak lupa bersembahyang lima waktu, mengaji dan shalat Tahajjud setiap malam.

“Ya Allah, saya sudah tidak punya suami dan punya anak tetapi tidak mempunyai penghasilan, saya ingin cari kerja tetapi juga sudah terlalu tua. Saya ingin nabung, untuk melunasi haji,” kata Karyati menyampaikan doa yang sering dibacanya setiap habis sholat.

Doa tersebut ia baca setiap hari usai melaksanakan sholat Tahajjud dan mengaji. Menurutnya, shalat dan mengaji merupakan kunci hingga akhirnya dia bisa berangkat naik haji. “Pokoknya jangan pernah putus asa untuk selalu sholat dan mengaji. Kalau sampai berhenti maka akan jauh dari rejeki,” terang Karyati.

Dalam menjalani profesinya sebagai pemulung, Karyati mengalami berbagai macam cobaan. Namun dengan tekad yang kuat, semua kejadian tersebut tidak mematahkan semangat Karyati untuk mewujudkan cita-citanya untuk dapat berangkat haji. “Saya hanya bisa pasrah namun saya tidak mau putus asa untuk tetap bisa berangkat haji ke tanah suci,” tegas Karyati.

Bermodalkan sebuah sepeda buntut, Karyati keliling dari kampung ke kampung mengumpulkan barang bekas. Sebagian hasilnya digunakan untuk makan dan sebagian lain ditabung untuk bisa naik haji. “Dalam sehari, upah memungut barang bekas sebesar Rp. 10 ribu. Yang Rp. 5 ribu ditabung dan yang Rp. 5 ribu untuk makan,” terang Karyati.

Dikatakan Karyati, sebelumnya ia pernah bermimpi aneh setelah sholat Tahajjud pertama kali dilakukan. Dalam mimpinya ia melihat dua buah sumur yang penuh terisi air. Menurutnya, arti mimpinya itu, dia akan segera mendapatkan rejeki.

Usaha yang dilakukan nenek Karyati tidak sia-sia. Semua hasil jerih payah dan keikhlasan hatinya membawa nenek Karyati berangkat haji di tahun 2013 ini. Nenek Karyati direncanakan akan berangkat ke tanah suci pada tanggal 29 September 2013 melalui kloter 43 Embarkasi Juanda, Surabaya.

Kegigihan yang dilakukan oleh Karyati mengundang keterharuan dari Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE. Rabu (18/9) kemarin, didampingi suaminya yang juga Mustasyar PCNU Kabupaten Probolinggo dan Kraksaan Drs. H. Hasan Aminuddin, M.Si, orang nomor satu di Kabupaten Probolinggo ini menyambangi rumah Karyati. (y0n)

 

sumber: PromolinggoKab.go.id

Kisah Seorang Pemulung yang Bisa Naik Haji

Dalam sehari, upah memungut barang bekas sebesar Rp 10 ribu. Yang Rp 5 ribu ditabung dan yang Rp 5 ribu untuk makan.

Probolinggo – Niat dan usaha yang sungguh-sungguh akan mengantarkan seseorang pada sesuatu yang dicita-citakannya. Inilah yang diyakini dan dilakukan Mbok Karyati, seorang pemulung asal Probolinggo.

Meski secara logika pekerjaannya adalah pekerjaan rendahan, namun nenek 68 tahun ini ternyata bisa mencapai cita-citanya yakni menunaikan rukun Islam yang kelima, haji.

Untuk bisa mencapai keinginannya itu, Mbok Karyati telah bekerja sangat keras. Selama 20 tahun, wanita paruh baya yang tinggal di Desa Pondok Wuluh, Kecamatan Leces, Probolinggo ini menyisihkan sebagian jerih payahnya sebagai pengais barang bekas plastik dan kertas.

Janda renta yang mempunyai 4 orang anak ini berkeyakinan bahwa ia bakal bisa naik haji layaknya orang-orang berduit. “Memang penuh perjuangan. Karena saya harus menabung selama 20 tahun lamanya. Saya yakin Allah pasti mengabulkan doa saya untuk bisa melihat Ka’bah secara langsung,” ujar Mbok Karyati saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Rabu (18/9/2013).

Mbok Karyati bercerita, cita-cita naik haji itu sudah lama terpendam semenjak 2001 lalu. Saat itu ia masih punya toko kelontong di desanya. Masa-masa sulit dilewatinya saat usaha kelontongnya bangkrut di 2005. Untuk menyambung hidup, Mbok Karyati kemudian menjadi seorang pemulung. Meski pekerjaannya terbilang rendah, tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk bisa meraih cita-cita menunaikan ibadah haji.

“Ketika uang sudah terkumpul Rp 40 juta, ada seseorang yang meminjam dan tidak dikembalikan. Padahal saat itu sudah mau didaftarkan. Saya hanya bisa pasrah namun saya tidak mau putus asa,” terang Mbok Karyati.

Bermodal sepeda buntut, Mbok Karyati keliling dari kampung ke kampung mengumpulkan barang bekas. Sebagian hasilnya digunakan untuk makan dan sebagian lain ditabung untuk bisa naik haji.

“Dalam sehari, upah memungut barang bekas sebesar Rp 10 ribu. Yang Rp 5 ribu ditabung dan yang Rp 5 ribu untuk makan,” ujar Mbok Karyati.

Dan selama mengejar impiannya, Mbok Karyati tidak mau kumpul atau tidur di rumah anak-anaknya. Bukannya tidak sayang kepada anak dan cucu, namun nenek bercucu 12 orang ini tak mau mengganggu atau menjadi beban hidup anak-anaknya.

Mbok Karyati lebih memilih tidur di toko usang miliknya. Terkadang pula tidur di mesjid desanya. “Kalau pas bersih-bersih masjid ada orang kasih rejeki, saya tabung,” katanya.

Usaha Mbok Karyati tak sia-sia. Semua hasil jerih payah dan keihklasan hatinya membawa Mbok Karyati berangkat haji di tahun 2013 ini. Mbok Karyati direncanakan akan berangkat tanggal 29 September 2013 melalui kloter 43 embarkasi Juanda.

 

sumber: Detik.com/M Rofiq