Penggunaan Senjata Kimia di Lima Tahun Konflik Suriah

Konfik Suriah telah berlangsung selama lebih dari lima tahun. Sejak 2011 lalu, pertempuran dimulai dengan adanya pihak-pihak yang tidak puas dan menentang pemerintah negara itu di bawah kepemimpinan Presiden Bashar al-Assad.

Sementara Assad dan pasukannya terus mencoba mempertahankan kekuasaan, kelompok oposisi Suriah semakin berkembang. Mereka datang dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk militan.

Dari Free Syrian Army hingga Front Al Nusra yang merupakan cabang dari Alqaidah muncul bersama untuk menumbangkan rezim Assad. Konflik terus meluas dengan adanya keterlibatan negara-negara lain untuk membela masing-masing pihak yang berlawanan demi kepentingan politik.

Kebanyakan, oposisi berada di wilayah timur Aleppo, salah satu kota terbesar Suriah, yang sekaligus menjadi panggung utama konflik di negara tersebut. Sementara beberapa daerah di bagian barat masih dikuasai oleh pemerintah.

Pertempuran yang terjadi di Suriah melibatkan kekuatan serangan bom dari udara dan gempuran dari pasukan darat. Namun, dalam beberapa laporan penemuan pada 2015 lalu, serangan yang melibatkan penggunaan senjata kimia terjadi.

Dalam sebuah laporan rahasia kepada Dewan Keamanan PBB, diduga pasukan Pemerintah Suriah bersalah melakukan serangan senjata kimia pada Maret tahun lalu. Bahkan, serangan itu diyakini sudah terjadi untuk ketiga kalinya.

Serangan gas kimia dijatuhkan di Provinsi Idlib. Dalam laporan itu, disebutkan helikopter menjatuhkan serangan gas kimia dari dua pangkalan udara dan menggunakan unit skuadron 253 dan 255. Keduanya merupakan bagian dari brigade helikopter milik pasukan militer Suriah.

Kemudian pada Agustus lalu, bukti adanya penggunaan senjata kimia itu diperkuat dari temuan tong di dekat lokasi kejadian. Gas tersebut dijatuhkan dengan menggunakan bom barel.

Dugaan lain yang lebih besar adalah senjata kimia telah digunakan sejak awal konflik Suriah berlangsung. Bahkan, hal ini menjadi salah satu penyebab kematian warga sipil dalam perang saudara di negara tersebut.

Klorin merupakan senyawa umum kimia yang biasanya digunakan sebagai bahan industri. Gas ini bersifat beracun dan amat reaktif terhadap cairan yang ada di selaput lendir paru-paru dan mata.

Pada September lalu, Kepala Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) Ahmet Uzumcu mengatakan, laporan tentang penggunaan klorin yang meningkat. Hal ini khususnya terjadi di wilayah yang dikuasai oposisi Suriah dan pihaknya masih menyelidiki dugaan tersebut.

Pemerintah Suriah membantah tuduhan itu dan mengatakan, hal tersebut hanya upaya pemberontak untuk mengalihkan perhatian dari kekalahan mereka. Baru-baru ini, media pemerintah negara itu juga melaporkan oposisi menembakkan peluru gas yang mengandung klorin di area perumahan wilayah barat Aleppo, tepatnya di Al Hamdaniya.

Akibatnya, puluhan orang yang merupakan warga sipil serta tentara pemerintah menderita sesak napas. Namun, tak ada laporan yang menyebutkan terjadi kematian.

Syrian Obervatory for Human Rights (SOHR) yang berpusat di Inggris mengatakan, para tentara yang berada di wilayah garis depan, daerah perbatasan dengan oposisi mengalami kondisi lemas. Tetapi, belum dipastikan, apakah hal itu terjadi karena serangan gas klorin.

Sementara itu, oposisi meyakini pasukan Assad menggunakan gas beracun di wilayah lain yang berada dalam kekuasaan mereka. Demikian dengan serangan senjata kimia lain, yang terjadi selama pertempuran dua belah pihak berlangsung.

Investigasi PBB
Dewan Keamanan PBB disebut akan membahas laporan dari PBB dan kelompok pengawas, yang menyalahkan pasukan pemerintah atas serangan gas beracun yang terjadi beberapa kali sejak 2015. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon dan pimpinan OPCW menyiapkan kelompok penyelidik yang melakukan pengumpulan bukti-bukti, termasuk wawancara para saksi.

Temuan kemungkinan serangan gas kimia ini juga akan memicu pertikaian antara lima negara kekuatan veto. Membuat Rusia dan Cina bersatu melawan AS, Inggris, dan Prancis yang sering kali menuduh pasukan Pemerintah Suriah melakukan tindakan tersebut.

Tim ahli dibentuk atas kesepakatan resolusi PBB dari Dewan Keamanan. Persiapan penyelidikan dilakukan untuk mengidentifikasi secara perinci siapa saja pihak, yang menggunakan sejumlah serangan senjata kimia di Suriah.

Kemudian, ada dugaan gas kimia belerang yang dikenal dengan sebutan mustard, juga digunakan dalam perang di kota-kota Suriah bagian utara. Temuan yang didapat oleh OPCW menunjukkan penggunaan senjata kimia itu ada di Marea.

Diduga kuat, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang menggunakan gas tersebut sebagai senjata. Pihak oposisi menjelaskan, bom ditembakkan dari desa yang dikuasai kelompok militan itu.

Mustard merupakan gas kimia yang hampir sama dengan klorin. Gas ini dapat menyebabkan kerusakan kulit, mata, dan sistem pernapasan.

Organ-organ dalam tubuh manusia juga terkena dampak berbahaya. Bahkan, bagi anak bayi, dapat menyebabkan kematian.

Salah satu laporan penggunaan senjata kimia di Suriah juga datang dari The Syrian American Medical Society. Diyakini ada 161 serangan senjata kimia hingga akhir tahun lalu, yang menyebabkan hingga 1491 orang tewas.

***
Senjata Kimia Sejak PD I

Penggunaan senjata kimia dalam sebuah pertempuran telah terjadi sejak zaman dahulu. Dalam Perang Dunia I, untuk pertama kalinya gas klorin digunakan dalam jumlah besar, yaitu sekitar 124 ribu ton.

Akibatnya, sekitar satu juta orang mengalami gangguan kesehatan. Bahkan, secara keseluruhan 90 ribu tewas akibat efek dari gas beracun tersebut.

Kemudian pada Perang Dunia II, senjata kimia juga digunakan untuk memusnahkan jutaan manusia. Salah satunya yang terkenal adalah oleh Nazi. Selain itu, bom nuklir yang meski tidak secara langsung dianggap sebagai senjata kimia, dijatuhkan oleh AS di dua kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki. Bom nuklir mengandung bahan kimia radioaktif yang sangat mematikan.

Tahun 1925, Protokol Jenewa menuntut larangan penggunaan senjata kimia. Namun, perjanjian senjata kimia terbentuk pada 29 April 1997 dan ditandatangani oleh 188 negara. Saat itu, Suriah, Angola, Burma, Mesir, Israel, Korea Utara (Korut), Somalia, dan Sudan Selatan tidak ikut menandatanganinya.

Senjata kimia yang dimaksud dalam perjanjian tersebut adalah seluruh zat kimia yang digunakan, seperti VX, sulfur mustard, sarin, klorin, dan hidrogen sianida. Termasuk penyandangnya, seperti ranjau, granat tangan, serta hulu ledak rudal.

Seluruh jenis senjata kimia tersebut sangat berbahaya. Namun, salah satu yang disebut paling sering digunakan dan berisiko sangat tinggi adalah gas mustard. Hal itu selain masuk melalui paru-paru, gas sulfur juga dapat masuk ke kulit dan menyebar ke aliran darah serta mengenai organ-organ lainnya.

Pada 2013 lalu, Suriah menandatangani konvensi yang berisi larangan pengembangan, produksi, penyimpanan, dan penggunaan senjata kimia, serta pemusnahannya. Saat itu, Menteri Luar Negeri Walid Al Muallem juga mengatakan, pemerintah negaranya bersedia memberi akses kepada para inspektor PBB untuk melakukan pengawasan, sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut.

OPCW mengatakan, pengawasan untuk menghancurkan senjata kimia di Suriah terus dilakukan. Dalam satu tahun terakhir, cadangan senjata terlarang di negara itu ditemukan dan dihancurkan, sesuai dengan aturan yang ada dalam perjanjian internasional.

Pada 2014 lalu, senjata kimia Suriah dihancurkan di atas kapal Angkatan Laut AS di Mediterania. Saat itu, Presiden AS Barack Obama mengatakan, hal itu sangat penting dalam upaya melawan penyebaran senjata pemusnah massal di seluruh dunia.

Laporan terbaru yang datang dari OPCW menyimpulkan, gas klorin adalah bahan kimia yang digunakan sebagai senjata di Suriah. Gas yang disebut berwarna kuning kehijauan dengan bau tajam beraksi dengan berbagai bahan organik, hingga kemudian menimbulkan api dan ledakan keras. Penggunaannya di Suriah paling banyak ditemukan di beberapa desa bagian utara, di antaranya Talmanes, AL Tamanah, dan Kafr Zeta.

Sebelumnya, penggunaan gas kimia jenis lainnya, yaitu sarin diperkirakan pernah dilakukan di Suriah. Gas yang dikembangkan pada Perang Dunia II ini dapat membuat korban tewas berjatuhan seketika, meski hanya sedikit jumlah zat yang digunakan.

Sarin memasuki tubuh tidak hanya melalui pernapasan, tetapi juga kulit dan menyerang sistem syaraf pusat. Orang yang terkena dan menghirup gas ini tak dapat bernapas beberapa menit setelah terkena dan dapat berujung pada kematian. Hanya pakaian khusus yang menutup seluruh tubuh dapat digunakan untuk melindungi diri dari gas beracun ini.

Senjata kimia hingga saat ini cenderung masih mudah diproduksi. Meski larangan produksi dan bahan-bahan untuk membuat senjata itu ditetapkan, pihak-pihak tertentu memperolehnya di pasar gelap. (Puti Almas/reuters)

 

Oleh: Puti Almas/Reuters

sumber:Bumi Syam