Beda Surga dan Neraka, Apa Saja Ciri-Ciri Penghuninya?

Terdapat perbedaan antara surga dan neraka dari segi definisi dan penghuni

Allah SWT menyiapkan surga dan neraka sebagai imbalan terhadap setiap amalan yang dikerjakan umat manusia di dunia. Seperti apakah ciri-ciri penghuni surga dan neraka?   

Dikutip dari laman Mawdoo3, pengertian surga dalam istilah syariat adalah tempat keabadian dan kemuliaan. Allah telah menjadikan surga untuk hamba-Nya yang saleh dan taat dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dan Allah memuliakan mereka di dalam surga dengan kenikmatan melihat Dzat-Nya yang Mahamulia. Dan banyak lagi kebahagiaan dan kesenangan di surga. Penghuni surga punya ciri yang dijabarkan dalam Alquran dan sunnah. Semuanya merujuk pada sifat saleh di dunia dan mereka bahagia tinggal di dalam surga.  

Ciri yang pertama adalah bahwa (mereka penghuni surga) itu punya punya sifat orang-orang bertakwa. Yaitu artinya mereka melakukan perbuatan yang saleh atau benar dengan pekerjaannya seperti diperintahkan Allah pada mereka, dan meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah pada mereka dan untuk dmencegah dari adzab.  

Termasuk sifat penghuni surga adalah mereka menafkahkan hartanya dalam keadaan sempit maupun lapang, maka mereka menafkahkan atau membelanjakan harta mereka dengan cara yang diperintahkan Allah, dan mereka mengeluarkan zakar, dan berinfak untuk berjihad dan sejenisnya bagaimana pun situasinya. 

Ciri penghuni surga juga adalah mengekang amarah, maka mereka tidak menyakiti yang lain dan tidak membenci seseorang pun. Melainkan mereka memaafkan orang yang zalim atau menyakiti mereka, tidak terbawa untuk membalas dendam, dan mereka mencari ampunan Allah dari dosa kecil dan dosa besar karena mereka takut kepada-Nya. 

Di antara sifat ahli surga lainnya yaitu mereka bersemangat dalam sholat, maka mereka takut di dalam sholatnya, dam mereka melakukannya dengan tenang.  Mereka memohon dalam sholatnya menghadap Allah. Mereka menjaga keturunan mereka dari perbuatan fahsyaa atau tercela dan dosa seperti zina, homoseksual, bahkan melindungi keturunannya dari menyentuh dan melihatnya. 

Para penghuni surga juga menjaga amanat, apapun yang mereka katakan, kerjakan atau pun yang mereka lihat, maka mereka tidak menceritakan pada siapapun tentang apa yang dikatakan orang lain kepada orang lainnya, dan mereka tidak mengabarkan kepada siapa pun tentang perbuatan orang lain di hadapan orang lainnya, dan jika seseorang mempercayai mereka dengan harta, mereka mengembalikan yang sama seperti mereka menyimpannya. 

Mereka menepati janji, jika mereka menjanjikan sesuatu mereka akan memenuhi dan mereka memegang kukuh itu, dan itu termasuk dalam komitmennya. Rasulullah menjelaskan bahwa ahli surga memiliki panjang enam puluh hasta, dam mereka tidak berambut, usia mereka antsra tiga puluh dan tiga puluh tiga tahun. Dan mereka akan memiliki ketampanan di atas Nabi Yusuf dan hati mereka di atas hati Nabi Ayyub. 

Sedangkan pengertian neraka menurut syariat yaitu tempat tinggal orang-orang kafir yang mereka kekal abadi di dalamnya. Dan di dalamnya mereka merasakan berbagai jenis azab yang pedih. Dan merasakan malu yang tak kuasa dipikul siapa pun. Banyak keterangan tentang neraka dalam syariat Islam tentang sifatnya, dan penghuninya. 

Api neraka sangat besar, dengan tujuh puluh ribu pasak dari setiap pasak ada tujuh puluh ribu penyiksa yang menyeretnya.  Dan semua ahli neraka tuli, bisu, dan juga buta. Dan terpasang tali api di leher mereka. Mereka menyeret-nyeret perut mereka. Mereka berwajah hitam seolah-olah wajah mereka ditutupi kepingan malam yang gelap.

Mereka tidur di atas kasur api, berselimut api, dan makanan mereka tak lain adalah duri dan Zaqqum yang seandainya air minum ahli neraka itu jatuh ke bumi maka hancurlah semua orang. Minuman mereka minyak mendidih. Dari kulit orang-orang kafir mengalir nanah yang bau. 

Adapun pakaiannya juga dari api. Jika mereka ingin mencoba memanjat ke atas untuk keluar dari neraka, mereka di bawa kembali dengan palu besar dan Malaikat memukul mereka hingga jatuh ke dalamnya lagi. Jika merka menangis bukan air mata tetapi darah. 

Mereka tidak akan mati tetapi tetap hidup dan merasakan penderitaan. Kulit mereka yang hancur diperbarui, setiap kali dibakar dan hancur Allah akan menggantinya dengan kulit lain yang baru untuk mereka merasakan siksaan.

Sumber: mawdoo3

KHAZANAH REPUBLIKA

Orang Bernasib Baik di Dunia Tertahan Masuk Surga

Rasulullah menyebut orang bernasib baik di dunia tertahan masuk surga.

Dalam sebuah hadits pada kitab Shahih Muslim diceritakan Rasulullah Nabi Muhammad SAW melihat orang miskin banyak yang memasuki surga. Nabi Muhammad SAW juga melihat orang-orang yang bernasib baik di dunia tertahan di luar.

“Rasulullah SAW bersabda: Aku berdiri di pintu surga, maka kulihat orang-orang yang masuk ke dalamnya kebanyakan dari orang-orang miskin. Sedangkan orang-orang yang bernasib baik di dunia, mereka tertahan di luar. Kecuali penduduk neraka mereka langsung diperintahkan masuk ke neraka.”

“Dan aku (Rasulullah SAW) berdiri pula di pintu neraka, kulihat orang yang masuk (neraka) kebanyakannya ialah kaum wanita.” (HR Muslim)

Dalam kitab Sahih Muslim juga tertulis sebuah hadis yang menyampaikan bahwa sedikit sekali kaum wanita yang menjadi penghuni surga. Hadis ini memiliki kesamaan redaksi dengan hadis sebelumnya yang mengatakan bahwa banyak kaum wanita yang masuk neraka.
 
“Rasulullah SAW bersabda: Bahwa kaum wanita adalah penghuni surga yang paling sedikit.” (HR Muslim)

“Rasulullah SAW bersabda: Sepeninggalku, tidak ada (sumber) bencana yang lebih besar bagi laki-laki selain dari pada wanita.” (HR Muslim)

Fuji E Permana

KHAZANAH REPUBLIKA

Menahan Amarah Salah Satu Akhlak Penghuni Surga

Allah SWT menggolongkan orang-orang yang mampu menahan amarahnya sebagai kelompok yang diistimewakan masuk surga. Sebab, menahan amarah merupakan salah satu akhlak penghuni surga.

Abu Umamah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mampu menahan amarahnya, padahal dirinya sanggup melampiaskannya, niscaya Allah SWT akan memenuhi dirinya dengan keridaan di hari Kiamat.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah akan memenuhi dirinya dengan keamanan dan keimanan di hari Kiamat.”

Demikian pula, Rasulullah SAW bersabda tentang orang-orang yang memaafkan orang lain, “Tidakkah seseorang memaafkan satu saja perbuatan aniaya (yang dilakukan seseorang terhadapnya), kecuali Allah SWT menambahkan kemuliaan padanya lantaran sikap memaafkannya itu.”

Sebagaimana diketahui, Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang santun dan selalu berlapang dada. Dalam masalah ini, terdapat sejumlah peristiwa yang diriwayatkan Rasulullah SAW. Di antaranya, beliau pernah berpergian bersama Umar bin Khathathab. Tiba-tiba seorang laki-laki Badui menghadang Nabi SAW dan berkata lancang kepada beliau.

Dikisahkan dari Ensiklopedia Alquran bahwa kejadian ini menyebabkan Umar naik pitam sehingga berniat mencabut pedangnya untuk membunuh lelaki itu. Namun Rasulullah SAW malah tersenyum lembut dan mencegah tindakan Umar ra. Setelah berhasil menenangkan orang Badui itu, beliau berkata kepada Umar ra, “Orang kuat bukanlah orang yang jago berkelahi, tapi orang yang sanggup mengendalikan dirinya ketika marah.”

Selain itu terjadi sebuah peristiwa langka perihal menahan amarah. Dikisahkan dari buku tersebut bahwa Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (Ali Zain al-Abidin) memiliki seorang budak wanita. Imam Ali bin Husain terbiasa melaksanakan shalat tahajud. Pada suatu waktu, beliau memanggil budaknya itu untuk menuangkan air untuknya saat berwudhu.

Ketika itu, Imam Ali merendahkan kepalanya agar si budak menuangkan air di atas kepalanya. Rupanya, budak itu sangat mengantuk, tak ayal genggamannya pun melemah. Akibatnya, tempat air itu terlepas dan menimpa kepada Imam Ali, sehingga kepalanya terluka dan berdarah. Beliau pun meringis kesakitan seraya menatap budak wanita itu dengan wajah sangat marah.

Lalu sang budak mengatakan pada beliau bahwa Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menahan amarahnya…” Tampaknya Imam Ali menyadari sikapnya itu dan berkata, “Aku menahan amarahku.” “Dan orang yang memaafkan orang lain,” lanjut budak wanita itu. “Allah memaafkan dirimu,” kata beliau. “Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” kata budak itu melanjutkan ayat yang dikutip.

Barangkali sang budak mengucapkan itu demi menyempurnakan ayat yang dibacanya. Namun Imam Ali memahaminya lain dan berkata, “Aku memerdekakanmu. Engkau dimerdekakan semata-mata karena Allah SWT.”

Budak wanita  itu terharu mendengar ucapan tersebut sehingga meneteskan air mata. Sambil menangis, ia berkata kepada Imam Ali, “Anda memberi kemerdekaan padaku, tapi Anda memperbudakku dengan makrifat dan keimananmu yang mendalam kepada Allah SWT. Kerena itu, perkenankan aku mengabdi kepadamu hingga akhir hayatku.” Imam Ali tersenyum mendengarnya, lalu berkata, “Terserah kepadamu.”

Kisah di atas menggambarkan keteladanan yang dicontohkan para pemuka Islam yang selalu berusaha berakhlak dengan akhlak Alquran dan akhlak Rasulullah SAW.

 

 

REPUBLIKA

Jadikan Kami Pewaris Firdaus

Nama Firdaus sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sebuah nama yang disematkan sebagai tempat peristirahatan abadi yang menentramkan dan menyejukkan hati bagi orang-orang beriman. Itulah tempat ternyaman yang tak pernah terbayangkan oleh akal dan tak pernah terlihat oleh mata untuk hamba-Nya yang senantiasa beribadah dan beramal shaleh.

Mengenai istilah surga, dalam Muíjam Mufradat Alfazil Qurani diuraikan bahwa kata jannah atau jannaatun (plural), identik dengan pohon-pohon yang rindang yang juga sering disebut jannah (kebun). Disebut jannah karena menyerupai kebun yang ada di bumi kendati demikian keindahan surga tak tertandingi oleh kebun duniawi.

Ibnu Abbas dalam memaknai kata ini pun mengungkapkan bahwa jannaatun ditulis dalam bentuk jamak karena tingkatan surga ada tujuh; yakni Surga Firdaus, Adn, An-Naíim. Daarul Khulud, Maíwa, Daarus Salaam, dan Illiyun (Syaikh Raghib: 2010, 76)

Tingkatan surga ini tidak bermakna bahwa Allah membeda-bedakan posisi hamba-Nya kelak, sebab semua tingkatan atau jenis surga sudah tentu tempat ternyaman lahir batin yang disediakan Allah khusus untuk para hamba-Nya yang beriman.

Hanya saja, setiap perbuatan baik (amal shaleh) tiap-tiap makhluk berbeda, maka ëpenempatan-nyaí pun disesuaikan dengan usaha hamba-hambaNya selama di dunia; tentu dengan izin dan rahmat-Nya. Lalu, mengapa surga firdaus masuk dalam kategori surga yang paling tinggi dari keenam jenis surga lainnya?

Syaikh Muhammad Fuíad Abd Baqií dalam Muíjam Mufahras Li-Alfazil Quran menguraikan bahwa penyebutan lafadz firdaus dalam al-Quran berjumlah tidak lebih dari dua. Allah menyebutkan lafadz firdaus hanya pada dua surah yakni surah Al-Kahf (18): 107 dan surah Al-Muíminuun (23): 11. Mengapa hanya ada dua tempat? Melalui dua surah inilah insyaAllah kita akan temukan jawabannya.

Dalam surah Al-Kahf (18): 107, Allah berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga Firdaus (yang) menjadi tempat tinggal. (QS. 18:107) Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya. (QS. 18:108)î (al-Kahfi: 107-108). Surah al-Kahfi ayat 107 ini menyiratkan bahwa prasyarat utama untuk memeroleh firdaus adalah tak cukup hanya dengan beriman, namun juga harus diimbangi dengan beramal shalih.

Amal shalih yang seperi apa? Jawabannya ada pada awal surah Al-Muíminun ayat 1- 10, ìSungguh telah beruntung orang-orang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyuí dalam shalat mereka. Dan orang-orang yang meninggalkan perbuatan yang tidak berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri dan hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya itu tidak tercela.

Tetapi barang siapa yang berzina, maka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan sungguh beruntung orang-orang yang memenuhi janjinya. Serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi. Yakni mewarisi surga firdaus, mereka kekal di dalamnya,î

Kedua surah di atas memiliki keterkaitan tentang prasyarat apa saja yang membuat seorang hamba layak masuk ke dalam surga firdaus. Selain karena memang masuk surga bisa didapat atas rahmat Allah, manusia juga perlu berikhtiar untuk memerolehnya. Selain harus menunaikan zakat, meninggalkan hal yang sia-sia, menjaga kemaluan, tidak berzina, salah satu syarat untuk penting untuk meraih firdaus adalah dengan menjaga kekhusyuan shalat.

Menurut Ibnu Abbas makna khaasyiuun ialah orang-orang yang takut dan tenang. Ali bin Abi Thalib mengungkapkan yang dimaksud khusyu dalam ayat ini adalah kekhusyuan hati. Hasan al Bishri juga mengatakan bahwa kekhusyuan mereka terdapat dalam hati hingga mereka menundukkan pandangan dan merendahkan diri. Ibnu Katsir dalam tafsir al-Quranil Adzhimi menuliskan bahwa khusyu dalam shalat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mencurahkan hatinya hanya untuk shalat, bukan selainnya.

Bagi Rasulullah dan para sahabat, shlat juga mampu menjadi sarana ëistirahatí baik istirahat secara jasmani (menghentikan pekerjaan lain) maupun ruhani (sarana memeroleh ketenangan), sesuai dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, bahwa Rasulullah bersabda kepada Bilal, ìWahai Bilal! Istirahatkanlah kami dengan shalat.

Sebab shalat adalah seutama-utamanya ibadah yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di alam akhirat nanti, maka penting bagi kita untuk menjaga waktu, wudhu, gerakan dan bacaannya, agar khusyu mudah didapat. Bahkan, Rasulullah bersabda bahwa shalat menjadi makruh ketika kita dalam kondisi lapar (padahal makanan sudah tersaji) atau menahan buang air kecil maupun besar; sebab hal-hal ini dapat menghilangkan kekhusyuan kita dalam shalat.

Dari ëAisyah ra, dia berkata, ìAku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ìTidak sempurna shalat seseorang, apabila terdapat makanan yang terhidangkan (sebelum dia makan) atau dia menahan buang air besar maupun kecil,î (HR Muslim)

Musthafa Saíid Al-Khin menafsirkan hadits di atas dengan kemakruhan hukum menahan lapar dan hajat ketika ingin shalat sementara waktu shalat masih panjang. Sementara jika waktu shalat hampir habis, maka wajib bagi kita untuk mendahulukan shalat dan diperbolehkan menunda makan dan menahan buang air besar maupun kecil, jika dirasa mampu.

Ketika shalat sudah menjadi ëalarm pribadiísebagai sarana ibadah karena Allah dan harapan untuk memeroleh warisan firdaus, maka perasaan berat mengerjakannya akan sirna. Kekhusyuan dan ketenangan batin pun akan sendirinya tercipta. Akhirnya, kedua surah di sama-sama ditutup dengan ëmereka kekal di dalamnyaí, sebagai hadiah tambahan dan janji Allah, bahwa mereka akan tetap tinggal di dalam surga firdaus selama-lamanya, dengan penuh kenyamanan dan kedamaian.

Ya Allah, golongkan kami menjadi hamba-hambaMu yang mewarisi firdaus. Aamiin

Dan dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, Rasulullah bersabda: ìJika kalian memohon surga kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya surge Firdaus, karena ia merupakan surga yang paling tinggi sekaligus surga paling pertengahan, dan darinya terpancar sungai-sungai surga.î (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Oleh: Ina Salma Febriany