Sebelum Bayar Tagihan $ 3.500, Jenazah Pengungsi Suriah Tidak Dapat Dikeluarkan Dari Rumah Sakit Lebanon

Jenazah Mohamed Ahmed Hussein, 46 tahum, sejak hari sabtu tertahan di salah satu rumah sakit Lebanon, karena tidak memiliki $ 3.500 istrinya belum dapat membawa pulang jenazah suaminya.

BUMISYAM|Lebanon (1/2) – Sebuah rumah sakit di Lebanon pada hari Minggu menolak untuk menyerahkan tubuh pengungsi Suriah yang meninggal sejak hari Sabtu akibat kanker kepada istri jenazah.

Aktivis mengatakan, pihak rumah sakit baru akan menyerahkan jenazah tersebut jika pihak keluarga membayar $ 3.500.

Dilaporkan Zaman Al Wasl, rumah sakit Lebanon yang menahan tubuh pengungsi Suriah , Mohamed Ahmed Husein, 46 tahun adalah rumah sakit Ein Wazin yang terletak di distrik Chouf.

Untuk membebaskan jenazah suaminya, istri Hussein telah mengajukan banding ke pemerintah Lebanon dan UNHCR, namun belum ada informasi selanjutnya hingga saat ini.

Lebanon merupakan salah satu tempat rakyat Suriah mencari perlindungan akibat konflik yang berkecamuk, lebih dari satu juta warga Suriah telah mengungsi di Lebanon.

Namun karena Lebanon belum menandatangani Konvensi Pengungsi PBB, negara tersebut memperlakukan pengungsi Suriah sebagai orang asing, bukan pengungsi.

Oleh karena itu, para pengungsi Suriah yang berada di Lebanon hidup dalam kondisi yang memprihatinkan dan mereka harus berjuang untuk mendapatkan bantuan dari organisasi internasional. (Eka Aprila)

 

sumber:BumiSyam

250.000 Anak-anak Pengungsi Suriah di Lebanon Menderita Kekurangan

Jika nasi atau roti adalah makanan pokok bagi orang dewasa, maka susu adalah makanan pokok untuk bayi, dan saat ini 250.000 anak-anak pengungsi Suriah di Lebanon menderita kekurangan susu.

BUMISYAM|Lebanon (2/2) – Sejak lahir bayi-bayi Suriah yang berada di kamp pengungsian Lebanon telah menderita kelaparan.

Karena Lebanon belum menandatangani konvensi pengungsi PBB, mereka tidak mengakui bayi Suriah sebagai pengungsi, sehingga merampas bantuan-bantuan atau perawatan kesehatan rakyat Suriah.

Berdasarkan laporan dari Zaman Al Wasl, penderitaan orang tua dari anak-anak pengungsi Suriah semakin parah karena tidak adanya solusi untuk mengatasi krisis kemanusiaan tersebut.

Para pengungsi Suriah di Lebanon hidup dalam garis kemiskinan, mereka tidak memiliki biaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Kurangnya ketersediaan susu untuk anak-anak, para orang tua memilih jalur alternatif dalam memberikan anak-anak mereka makan, seperti memberikan campuran air dan gula, sirup kental atau Turkish delight.

Namun makanan yang diberikan tersebut justru membuat kesehatan anak-anak Suriah buruk, mereka terkena berbagai penyakit.

Hasan Amar, seorang spesialis inkubator sekaligus komite medis di wilayah Arsal mengatakan, makanan alternatif yang diberikan orang tua kepada anak-anak Suriah tersebut dapat menyebabkan diare, kram perut, dehidrasi bahkan kematian. (Eka Aprila)

 

sumber:Bumi Syam

Krisis Ekonomi Mengancam Para Pengungsi Suriah di Lebanon

Kurang lebih 1,5 juta pengungsi Suriah di Lebanon sangat rentan terhadap krisis ekonomi, situasi ekonomi yang terus menjadi sulit membuat kebutuhan pangan pun menjadi rawan.

BUMISYAM|Lebanon (12/1) – Para pengungsi Suriah di Lebanon hampir tidak dapat mengatasi krisis ekonomi yang melanda mereka.

Menurut data yang dikeluarkan oleh PBB, sebagaian besar anak-anak terpaksa keluar dari sekolah dan keluarga mereka jatuh kedalam kemiskinan.

Kurang lebih 1,5 juta pengungsi Suriah di Lebanon sangat rentan terhadap krisis ekonomi, situasi ekonomi yang terus menjadi sulit membuat kebutuhan pangan pun menjadi rawan.

“ Kehidupan mereka sangat rentan, dan para pengungsi membutuhkan bantuan dari masyarakat internasional, tanpa bantuan, keadaan mereka akan menjadi mengerikan, “ kata Amin Awad, direktur Biro Badan Pengungsi PBB (UNHCR).

Dilansir Zaman Al Wasl, dalam sebuah laporan, ditemukan bahwa sebagian besar keluarga telah kehabisan aset.

Mereka mengambil jalan berbahaya hanya untuk bertahan hidup, seperti menjual rumah, menjual tanah di Suriah, dan menjual perabot rumah tangga milik mereka.

Rumah tangga para pengunsi semakin dililit hutang karena mereka melakukannya untuk membeli makanan, memenuhi biaya kesehatan, dan membayar uang sewa rumah.

Sekitar 71 % keluarga hidup di bawah garis kemiskinan dan lebih dari setengah keluarga tersebut memiliki lima atau lebih orang yang hidup bersama-sama dengan mereka.

48 % anak-anak dari keluarga tersebut tidak bersekolah dan beberapa dari mereka ada yang dikirim keluaganya untuk bekerja.

Lebanon adalah tuan rumah terbesar kedua untuk pengungsi Suriah setelah Turki. Sekitar 2.125 pengungsi Suriah tinggal perkotaan maupun pedesaan Lebanon, baik di tempat tinggal orang lain, di rumah darurat ataupun di pemukiman informal.

Zaman Al Wasl melaporkan, 42 % keluarga mengalami kepadatan penghuni, kondisi rumah yang berbahaya sehingga membutuhkan perbaikan, dan tidak ada toilet.

” Hal tersebut menjadi perhatian bagi kita semua, bahwa kehidupan keluarga Suriah di Lebanon mengalami kondisi yang signifikan dengan keterbatasan sarana,” kata Tanya Chapuisat, perwakilan UNICEF di Lebanon.

” Bagi mereka yang telah melalui kehidupan keras di Suriah, perawatan kesehatan, makanan, dukungan emosional dan pendidikan adalah hal yang penting, “ tambah Chapuisat. (Eka Aprila)

 

sumber: Bumi Syam

17 Ribu Bayi Pengungsi Suriah Lahir di Turki Sejak Konflik

Setidaknya 17 ribu bayi dari keluarga pengungsi Suriah lahir di Turki sejak perang Suriah pecah. Otoritas Penanganan Darurat dan Bencana Turki (AFAD) menyatakan mereka menyediakan makanan khusus bagi pengungsi yang sedang hamil dan menyusui di pusat layanan ibu dan anak di seluruh wilayah Turki.

Turki sendiri merupakan penampung pengungsi Suriah terbesar saat ini, sekiat tiga juta jiwa. Sejauh ini pula, Tukri telah mengeluarkan biaya hingga 12 miliar dolar AS untuk membantu para pengungsi Suriah. Bantuan komunitas internasional sejauh ini sudah mencapai 512 miliar dolar AS. AFAD juga mengirim sekitar 1,63 miliar lira Turki (520 juta dolar AS sebagai bantuan kemanusiaan ke Suriah sejak perang di sana pecah.

Setidaknya, ada 82 ribu anak-anak Suriah sudah bersekolah di pusat pengungsian di Turki. Kerja sama Kementerian Pendidikan Turki dengan AFAD memastikan 310 ribu anak-anak Suriah mulai usia laik bersekolah di TK hingga SMA tak turun ke jalan dan disekolahkan dengan baik, demikian dilasir Middle East Eye, Rabu (2/11).

Setidaknya, sudah 115 ribu pengungsi Suriah yang sudah mendapat pekerjaan pasca mengikuti sertifikasi aneka keterampilan yang diorganisasi AFAD. Sementara kaum ibu dari sebagian pengungsi sudah dilibatkan dalam aneka kegiatan seperti membantu kegiatan AFAD. Staf AFAD bahkan mulai mengedukasi para pengungsi soal pentingnya menikah di usia muda dan poligami.

Berdasarkan catatan AFAD, tak kurang dari 400 ribu warga Suriah tewas sejak perang pecah di Suriah. 13,5 juta warga Suriah bertopang pada bantuan sosial, 6,1 juta orang kehilangan tempat tinggal, dan 4,8 juta orang terpaksa mengungsi.

AFAD sudah mendirikan 26 pusat pengungsian di seluruh wilayah Turki dan menyediakan bantuan fisik, sosial, dan psikologis bagi para pengungsi. Berdasarkan data Badan Pengungsi PBB, Turki merupakan penampung terbesar pengungsi dari Suriah, termasuk pengungsi anak-anak.

 

sumber: Republika Online

Baru Terima Bantuan Pangan, Kota Daraya Langsung Dibombardir

Kota Daraya di pinggir Ibu Kota Suriah Damaskus yang dikepung selama beberapa tahun terakhir diserang dengan bom barel tidak lama setelah kota itu menerima bantuan makanan untuk pertama kalinya.

Pejabat setempat melaporkan bahwa bom menghujani kota itu tidak lama setelah pekerja PBB meninggalkan wilayah tersebut.

Serangan terbaru pada Jumat itu terjadi beberapa jam setelah Bulan Sabit Merah Suriah Arab dan PBB mengirim bantuan untuk pertama kalinya ke wilayah yang diduduki oleh pejuang sejak 2012, demikian kutip CNN, Sabtu (10/06/2016).

Berita setempat melaporkan bahwa Dewan Kota Daraya memposting di halaman Facebook mereka, dimana dewan kota melaporkan bahwa setidaknya 18 bom barel dijatuhkan pada jam 9 pagi dan 12 malam waktu setempat.

Bantuan makanan dapat mencapai Daraya pada malam Kamis setelah persetujuan dari rezim Suriah yang memberikan akses ke 15 dari 19 wilayah di Suriah yang mereka kepung.

Setelah itu pada Jumat, PBB mengatakan bahwa rezim Suriah tidak memperbolehkan mereka memasuki Zabadani, sebuah kota di dekat Damaskus dan al-Waer di kota Homs.

Keputusan rezim Suriah memperbolehkan para pekerja kemanusiaan datang setelah desakan dari PBB untuk mengirimkan bantuan lewat udara ke wilayah-wilayah yang terkepung.

Pengiriman bantuan makanan dan obat-obatan ini diharapkan memberi sedikit mengurangi beban dari sekitar 4.000-8.000 penduduk yang kelaparan dan terluka karena perang.

Video dan gambar-gambar dari bantuan makanan ke kota itu telah muncul di beberapa channel media sosial, yang salah satunya menunjukkan pejabat Program Pangan Dunia mengatakan bahwa 480 paket makan telah dikirimkan. Bantuan itu diharapkan dapat memberi makan sekitar 2.400 orang untuk sebulan.

“Suplai bahan dasar sangatlah sulit, jadi sebagai konsekuensinya harga dari bahan dasar itu sendiri sangatlah tinggi di manapun bahan dasar itu didapatkan,” seorang pejabat WFP mengatakan dalam sebuah video yang diposting oleh aktivis.

“Sebagai hasilnya, kebanyakan dari keluarga hanya makan dengan satu lauk, yang sepenuhnya tidak dapat disebut lauk, setiap harinya.”

Pengiriman bantuan pada Jumat itu terjadi seminggu setelah Komite Internasional Palang Merah, SARC dan PBB mengirim obat-obatan, vaksin dan formula bayi ke wilayah itu, bukan makanan.

Menurut PBB, ada sekitar 592.700 orang di Suriah yang hidup di bawah pengepungan. Mayoritas dari jumlah ini dikepung oleh pasukan yang loyal kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad.

 

sumber: Bumi Syam


Yuk kita doakan keselamatan saudara-saudara kita sesama Muslim yang dibantai Rezim berkuasa di Suiah yang dibantu Syiah dan Rusia.

Pengungsi Suriah Jualan Pulpen Sambil Gendong Putrinya Ramai Dibicarakan di Sosmed

Sebuah foto pengungsi Suriah di Lebanon menjadi pusat perhatian pengguna media sosial dan menjadi viral. Seorang ayah dari negeri yang kini dilanda konflik itu terlihat sedang menjual pena di jalanan kota Beirut sambil menggendong putrinya.
Seorang aktivis kemanusiaan asal Norwegia bernama Gissur Simonarson bertatap muka dan berbicara langsung kepada pengungsi Suriah itu pada Selasa (25/08). Dia kemudian mengunggah foto tersebut ke media sosial.
Tak butuh waktu lama, foto yang diunggah Simonarson tersebut langsung meledak di media sosial dalam sesaat. Setelah diakses oleh 6.000 pengikutnya, foto itu kemudian menyebar ke pengguna internet yang lain.
“Ayah warga Suriah menjual pena di jalanan Beirut dengan putri tidurnya,” tulis Simonarson dalam foto yang diunggahnya.
Keesokan harinya, pria asal Norwegia itu menggunakan foto tersebut sebagai foto profil di Twitter. Kemudian dia mulai membuka penggalangan dana untuk pengungsi Suriah itu melalui akun @Buy_pens (Beli pena).
“Gambar ini sangan emosional,” kata Simonarson. “Anda lihat raut wajahnya dan cara dia memegang pena menunjukkan seakan pena-pena itu adalah segalanya yang dia miliki di dunia.”
Selang dua hari akhirnya pengungsi penjual pena itu teridentifikasi sebagai Abdul. Dia adalah seorang korban konflik Suriah yang berasal dari Yarmouk yang memiliki dua anak. Jadi anak perempuan yang digendongnya itu bukanlah anak satu-satunya.
Sebuah akun di sebuah situs penggalangan dana kemudian dibuat dan dilaporkan berhasil menghimpun dana hingga 100.000 dolar atau sekitar 1,4 miliar rupiah. Hasil itu diluar perkiraan Simonarson yang awalnya hanya berharap dapat mengumpulkan 95.000 dolar.
Norwegia terhenyak, dan Abdul pun terharu. “Ketika mendengar jumlah itu, dia (Abdul) hanya terdian dan mulai menangis,” kata Simonarson.
“Dia sangat bersyukur dan dia terus berkata, ‘terima kasih atas semua kebaikan Anda,’” imbuhnya.
Abdul (35 tahun) mengatakan bahwa dia sekarang dapat menyekolahkan anak-anaknya dengan uang sumbangan itu. Dilaporkan bahwa dia juga akan menggunakan sebagian dana itu untuk membantu sesama pengungsi asal Suriah.

 

Tulisan Menyentuh untuk Aylan Si Balita Suriah

Kau tidak layak untuk tenggelam dalam dinginnya air dan dinginnya ketidakpedulian manusia. Kau bukan migran, bukan pengungsi. Kamu adalah seorang bocah kecil berusia tiga tahun yang ingin bermain dengan aman, jauh dari ancaman kekerasan dan perang. Pergi dalam damai Aylan Kurdi. Semoga Tuhan mengampuni kami karena menewaskanmu,”

Begitulah obituari yang ada di Surat kabar Australia Sydney Morning Herald. Sebuah obituari menyentuh untuk yang ditulis untuk Aylan Kurdi, balita Suriah yang tewas tenggelam dan ditemukan di pantai Turki. Obituari tersebut ditulis seorang penulis anonim.

Seperti dilansir The Huffington Post, Jumat (4/9), sebuah obituari menempati kolom di salah satu surat kabat paling dihormati di Australia. Bersamaan dengan pemakaman Aylan, ibu dan kakaknya yang ikut tewas tenggelam.

Mendampingi tulisan tersebut terpampang sebuah gambar boneka kartu beruang. Sementara di Kobane ayah Aylan, Abdullah Kurdi, memakamkan ketiga anggota keluarganya didampingi kerabat.

 

sumber: Republika Online