Selain Menghina Nabi Muhammad, Inilah 10 Aksi dan Ujaran Kebencian Politikus Hindu terhadap Umat Islam

Di tengah kecaman internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyusul pernyataan Islamofobia juru bicara partai nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) Nupur Sharma dan Naveen Kumar Jinda, pemerintah India telah berusaha keras untuk menjauhkan diri dari kontroversi tersebut.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis segera setelah serangan balasan meledak di Arab, jubir Kedubes India di Qatar mengatakan pihaknya telah mengklarifikasi bahwa pernyataan itu dibuat oleh “elemen tidak mainstream” dan tidak mewakili sikap pemerintah.

Sementara dalam pernyataan resminya sendiri, BJP tampaknya berniat mengendalikan kerusakan dan bukan menyangkal niat anti-Muslim.

Partai penguasa India itu juga berusaha menjauhkan diri dari sentimen tersebut tanpa pertanggungjawaban yang sah atas fakta bahwa anggotanya terjangkit Islamofobia – bagaimana bisa jubir resmi partai berkuasa dapat disebut elemen “tidak mainstream”?

Rilis resmi itu bahkan tidak menyebutkan pernyataan Sharma dan Jindal sama sekali.

Namun, pernyataan pemerintah telah membuka pembicaraan ganda dalam menghadapi tekanan internasional. Sentimen anti-Muslim dan anti-Islam tidak hanya dilakukan oleh Sharma dan Jindal, tetapi secara konsisten telah dilakukan oleh anggota tinggi BJP dan pemerintah dengan impunitas.

Berikut 10 aksi dan ujaran kebencian yang dilakukan anggota BJP terhadap umat Islam selama setahun terakhir:

Pertama, Yogi Adityanath: Ratusan ‘dog whistle’ terhadap Muslim

Menjelang dua pemilu dewan Uttar Pradesh terakhir, salah satu kampanye utama ketua menteri Yogi Adityanath adalah dengan memicu kebencian dan perpecahan anti-Muslim.

The Wire melakukan analisis mendalam terhadap 34 pidatonya yang tersedia untuk umum dan menghitung ujaran kebencian yang dibuatnya terhadap Islam.

Selain “dog whistle” atau lolongan anjing – mengacu pada Muslim sebagai mereka yang mengatakan ‘abba jaan’ serta menghina mereka, menggunakan singkatan seperti (apradhiyon) penjahat, mafia dan perusuh – ia juga secara konsisten menganggap umat Islam sebagai teroris.

Menyebut Muslim sebagai “Taliban” (kata yang sangat familiar bukan?), dia berkata “Lekin Talibanikaran qatayi hum sweekar nahi hone denge aur jo bhi Taliban ka samarthan UP ki dharti par karega sakhti ke saath ussey nipatne ka karye bhi sarkar karegi (Tapi kami tidak akan membiarkan Taliban didirikan, dan siapapun yang mendukung Taliban, pemerintah akan menghentikannya dengan kekuatan).

Kedua, anggota BJP menganiaya seseorang yang dikiranya Muslim

Pada bulan Mei, seorang pria 65 tahun dengan gangguan kognitif bernama Bhawarlal Jain dari Madhya Pradesh, pulang ke rumahnya setelah menghadiri pernikahan. Namun, dia kehilangan arah. Tiga hari kemudian, dia ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.

Sementara itu, di sosial media viral sebuah video yang memperlihatkan seorang anggota BJP bernama Dinesh Kushawa, menganiaya pria tersebut sambil menanyakan namanya.

Dalam video tersebut, anggota BJP itu berkaja, “Tera naam kya hai? ‘Mohammed‘ naam hai tera?… Kartu Aadhaar dikha… (Siapa namamu? Mohammed? Tunjukkan Kartu Aadhaarmu).”

Dalam video berdurasi satu menit itu, Kushwaha terlihat tak henti-hentinya memukuli Jain. Keesokan paginya Jain ditemukan tewas.

Pejabat BJP dari distrik Neemuch mengkonfirmasi bahwa Kushwaha adalah anggotanya dan polisi menambahkan bahwa istrinya adalah mantan korporator BJP.

Ketiga, ‘Muslim harus dibakar’

Kurang dari sebulan lalu, seorang anggota legislatif BJP bernama Haribhushan Thakur Bachaul mengatakan bahwa Muslim harus dibakar seperti halnya pengikut Hindu membakar patung Rahwana dalam festival Dussehra.

Sebelumnya, pada Februari 2022, dia juga mengatakan bahwa Muslim yang tinggal di India harus dicabut hak pilihnya atau tidak boleh “nyoblos” dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

Keempat, teriakan slogan ‘Muslim harus dibunuh’

Pada 10 Agustus 2022, pemimpin BJP dan hakim Mahkamah Agung bernama Ashwini Upadhyay ditangkap karena berperan dalam sebuah demonstrasi di Jantar Mantar. Demonstrasi tersebut dipenuhi oleh teriakan slogan-slogan anti-Muslim.

Diantaranya adalah slogan “Muslim harus dibunuh”. Upadhyay bersikeras bahwa dia telah dijebak dan dia tidak ada hubungannya dengan slogan-slogan tersebut.

Namun, pada November 2021, dia tampil dalam sebuah diskusi terkait “thook jihad”. Dalam diskusi itu dia mengatakan, “In thook jihadiyon ko ya toh maa baap sikha rahe hai ya koi school mein jaa rahe hai (Para jihadis thook ini diajarkan semua ini oleh orang tua mereka atau di sekolah mereka)”.

Dia bahkan memberi kesan bahwa penjual Muslim mungkin mengotori makanan yang mereka siapkan dengan cairan tubuh mereka, Newslaundry melaporkan.

Satu bulan kemudian pada Desember 2021, dia menjadi narasumber utama dalam pertemuan Dharma Shansad.

Dharma Sansad adalah pertemuan Hindu yang kemudian menjadi ajang penyebaran kebencian terhadap umat Islam.

Di mana dalam acara itu, muncul ujaran kebencian terhadap Islam seperti genosida Muslim India ala Rohingya Myanmar serta ajakan eksplisit untuk membantai umat Islam.

Pooja Shakun Pandey berkata, “Bahkan jika 100 dari kita siap untuk membunuh 20 lakh dari mereka (Muslim), maka kita akan menang, dan masuk penjara.”

Acara diakhiri dengan pengambilan sumpah yang menyerukan “perlindungan” agama Hindu terhadap semua orang yang mungkin mengancamnya ‘dengan cara apapun yang diperlukan’.

Lima, seruan untuk Menyerang Muslim oleh Mahila Morcha (Front Perempuan) BJP

Pemimpin Mahila Morcha, Udita Tyagi, juga hadir di Dharma Sansad di mana seruan genosida dilakukan, tetapi ini bukan pertama kalinya dia berafiliasi dengan hal yang sama.

Dalam sebuah wawancara dengan saluran yang disebut ‘DO Politik’, dia hadir dan secara konsisten menawarkan afirmasi yang mendukung kepada pendeta Hindu radikal Yati Narsinghanand.

Percakapan tersebut menampilkan sejumlah ujaran kebencian dan sentimen negatif terhadap umat Islam, di antaranya adalah bahwa komunitas Hindu perlu dimobilisasi melawan komunitas Muslim untuk perlindungan mereka dan bahkan untuk melukai.

Percakapan itu menyerukan untuk mengangkat senjata melawan komunitas Muslim, dan Narsinghanand berbicara dalam istilah fundamentalis tentang perang agama yang akan membutuhkan pengorbanan, di mana dia akan rela mengorbankan hidupnya.

Enam, ancaman mencabut jenggot

Menjelang pemilu, seorang pemimpin BJP dari Uttar Pradesh berpidato mengancam akan melukai umat Islam hanya karena umat Islam eksis.

“Jika umat Hindu di Hindustan bangkit, janggut akan ditarik dan dibuat menjadi choti (kepang yang dikencangkan). Jika kalian tinggal di Hindustan, kalian harus mengatakan ‘Radhe Radhe’, jika tidak seperti mereka yang pergi ke Pakistan selama partisi, kalian juga bisa pergi … kalian tidak ada gunanya di sini,” katanya dalam video.

Tujuh, kehadiran Politisi BJP di ‘Kamp Pelatihan Senjata’ milisi nasionalis Hindu

Pada tanggal 5 Mei, sebuah ‘kamp pelatihan’ yang diselenggarakan oleh Bajrang Dal di distrik Kodagu di Karnataka menjadi viral di media sosial yang menunjukkan para pemuda, yang tampaknya masih di bawah umur, membawa senapan angin, trisula, dan senjata lainnya.

Bajrang Dal adalah sebuah milisi sayap kanan Hindu yang berhubungan dengan partai BJP dan berusaha menyebarkan paham Hindutva.

Pemimpin BJP K.G. Bopaiah, Appachuranjan dan Suja Kushalappa didakwa setelah Partai Sosial Demokrat India mengajukan pengaduan terhadap mereka.

Namun, petugas yang didakwa menyelidiki kasus tersebut kemudian dikenai ‘hukuman’, dipindahkan ke Karnataka Lokayukta – tidak dianggap sebagai posisi yang menguntungkan di lingkungan kepolisian negara bagian.

Delapan, mengancam dan Menghina Muslim di Siaran Televisi

Raghvendra Pratap Singh, anggota BJP lain, menjadi viral setelah videonya mengancam Muslim dan menuduh semua umat Hindu yang tidak memilih dia sebagai Muslim menuai kecaman.

Dia berkata, “Setiap orang Hindu yang tidak memilih saya memiliki darah Miyan di nadinya. Dia adalah seorang pengkhianat. Dia adalah putra Jaichand yang b***sat. Dia adalah putra ayahnya yang berdosa… Kali ini saya peringatkan… pengkhianat agama Hindu akan dihancurkan.”

Dia juga melanjutkan untuk mengancam umat Islam dengan mengatakan, “Dengarkan umat Islam, jika ada orang Hindu yang dihina dan jika Anda menatap gadis Hindu mana pun, maka saya akan membuat Anda dipukuli dan dipotong begitu banyak…itu…”. Bagian terakhir peringatannya tenggelam di tengah nyanyian ‘Jai Shri Ram’.

Dalam panel 15 Februari di TV India, dia menyela seorang panelis Muslim untuk melontarkan hinaan dan pelecehan agama terhadapnya, mengancam akan memberi susu babi (menghina Muslim) kepada panelis, yang dia gambarkan sebagai “anjing b***sat dan anak haram orang Hindu”.

Sembilan, ancaman bolduser

Seorang pejabat BJP, bernama T. Raja Singh, telah membangun sejarah sebagai penyebar kebencian terhadap Muslim. Pada pidato terbarunya, dia mengancam akan menghancurkan rumah mereka yang tidak memilih Yogi Adityanath (biksu Hindu radikal yang juga politikus BJP).

Dia mengatakan para penghianat (sebutan mereka untuk Muslim) akan menghadapi buldoser ‘yang maha tahu’.

Sepuluh, penutupan properti Muslim

Seorang anggota legislatif BJP, Nand Kishor Gurjar, secara terbuka mendukung penutupan toko daging di Loni. Toko daging sebagian besar dimiliki umat Islam.*

Sementara pada tahun 2020, Gurjar mengatakan kepada umat Islam untuk “mengorbankan anak-anak mereka alih-alih hewan yang tidak bersalah” pada Idul Adha. Dia mengatakan daging mengakibatkan penyebaran virus corona.

Ini bukan daftar lengkap dari setiap ujaran kebencian atau seruan untuk melakukan kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang terkait dengan BJP kepada Islam, atau dorongan buta dan implisit yang ditawarkan partai tersebut kepada para anggota yang terlibat dalam ujaran kebencian, dan insiden kejahatan kebencian.

Itu tidak memperhitungkan penerimaan individu seperti Pragya Thakur, yang dituduh terorisme dalam kasus ledakan Malegoan 2008. Ini tidak memperhitungkan pembongkaran Masjid Babri (digambarkan oleh Mahkamah Agung sebagai kejahatan yang “mengguncang struktur sekuler India”) dan papan politik yang dibangun di belakangnya, dengan para pemimpin BJP bahkan hari ini dengan bangga mengakuinya.

Elemen tidak mainstream?

Maka patut dipertanyakan, apakah Nupur Sharma adalah elemen “tidak mainstream” yang menemukan dirinya berada di dalam tembok rumah BJP, apakah dia penyusup, atau dia diundang?

Hanya seminggu yang lalu dia membual tentang dukungan dari anggota senior partai. Jika pernyataannya, seperti yang dikatakan pemerintah Persatuan, adalah pernyataan yang tidak masuk akal, BJP dapat mendamaikan dirinya dengan fakta bahwa sekarang adalah pihak yang mewakili, memungkinkan, dan memperkuat pinggiran ini.

BJP adalah partai yang tanpa ampun mendukung politik dan retorika anti-Muslim – sekarang ia harus menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa dunia akan memperlakukannya seperti itu.*

HIDAYATULLAH

Pemerintah Diminta Lindungi Agama dari Penistaan

Ketua PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas mendesak pemerintah agar bertindak sigap dalam melindungi agama dari segala bentuk penistaan. Pernyataan ini menanggapi aksi penistaan terhadap agama Islam yang belakangan ini kerap terjadi, mulai dari beredarnya sandal berlafaz Allah, terompet sampul Alquran, dan lainnya.

Selama ini, kata Yunahar, kasus-kasus penistaan hanya diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara memaafkan. “Meskipun dimaafkan, seharusnya hukum tetap dijalankan untuk memberi efek jera sehingga kasus serupa tidak terulang,” katanya kepada Republika, Rabu (13/1).

Ia menduga, aksi-aksi pelecehan terhadap agama Islam yang terjadi secara beruntun itu bukanlah karena kekhilafan atau ketidaksengajaan, melainkan sengaja dirancang oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. “Ini bukan sebuah keteledoran biasa,” ujar dia.

Menurutnya, kesabaran umat Islam sedang diuji menyusul terjadinya aksi-aksi penistaan itu. Ia pun berharap, umat Islam tidak terpancing oleh hal itu. Jika terpancing, lanjut Yunahar, maka hal itu akan dijadikan pembenaran stigma bahwa umat Islam mudah marah dan suka bertindak anarkistis. Pada akhirnya, Islam menjadi tersudutkan dan tidak bisa berkembang. Secara otomatis, hal tersebut dapat merugikan dakwah Islam.

“Stigma seperti ini harus dilawan,” tegas Yunahar. Terkait hal ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, para penegak hukum bekerja sama dengan intelijen sedang menyelidiki rentetan aksi penistaan agama ini. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui latar belakang dan aktor di balik aksi penistaan tersebut.

Untuk menyelesaikan masalah ini, menurut Menag, penegakan hukum yang tegas menjadi hal yang penting. “Jika memang ditemukan faktor kesengajaan maka pelaku harus menjalani proses hukum dan sanksi sehingga tidak menjadi preseden di kemudian hari.”

Menag melihat, ada dua faktor yang menyebabkan seringnya terjadi tindakan pelecehan terhadap agama Islam. Dua faktor tersebut adalah ketidaktahuan dan kesengajaan.

“Dia tidak tahu itu kaligrafi atau tulisan nama Allah dan Muhammad yang sangat disakralkan. Jadi, faktor ketidaktahuan,” ujar Lukman saat ditemui di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (13/1).

Adapun pelecehan agama yang terjadi karena faktor kesengajaan, lanjut Menag, biasanya disebabkan oleh beberapa motif seperti untuk menimbulkan keresahan di masyarakat, membenturkan antarumat beragama, dan maksud lainnya.

Faktor kesengajaan inilah, kata Menag, yang menimbulkan pekerjaan rumah tersendiri kepada umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini. “Nah, kita lalu sengaja diganggu oleh persoalan yang tidak terkait dengan produktivitas masyarakat,” katanya.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis sepakat bahwa tindakan yang melecehkan agama bisa disebabkan oleh ketidaktahuan. Dalam hal ini, masyarakat kurang paham mana ajaran Islam yang harus dimuliakan dan mana yang tidak. “Kurang hati-hati mana wilayah yang suci dan mana yang tidak. Jadi, ada ketidakmengertian, ada keteledoran,” katanya.

Selain ketidakmengertian, lanjut Kiai Cholil, faktor lain yang menyebabkan pelecehan terhadap agama Islam adalah kurangnya gerakan antarumat beragama untuk saling menasihati dalam kebaikan. Akibatnya, banyak orang yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Mereka hanya memikirkan diri sendiri.

Karena itu, kata dia, perlu kerja sama semua pihak dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang ajaran agama sehingga masyarakat mengetahui mana hal yang perlu dihormati dan mana yang biasa-biasa saja.

n ed: wachidah handasah

 

sumber: Republika Online

Masyarakat Harus Pahami Tindakan Penistaan Agama

Kasus penistaan terhadap keyakinan, khususnya agama Islam kembali terjadi terkait munculnya sandal buatan pabrik lokal di Gresik, Jawa Timur, yang bertuliskan lafaz Allah. Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menegaskan agar masyarakat lebih memahami bentuk-bentuk penistaan terhadap agama.

Menurutnya, kasus ini adalah kasus yang sangat sensitif, jika umat Islam memiliki kesadaran yang cukup.

“Jadi, dalam kasus sandal berlafaz Allah ini para buruh yang notabene mayoritas Muslim harus segera melaporkan. Atau, minimal menegur di level pengambil kebijakan di pabrik tersebut, //owner// produk,” tuturnya kepada Republika, Jumat (16/10).

Hal ini, menurut dia, merupakan bentuk amar makruf nahi munkar. Jika seorang Muslim melihat pelanggaran yang nyata maka dengan tegas dia akan menasihati dan menegurnya. Demikian pula pada kasus ini, jika masyarakat sadar bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan penistaan maka seharusnya masyarakat segera mengambil tindakan.

Menurut dia, dalam kasus ini terdapat hukum Islam yang mengatur di dalamnya. Lafaz Allah atau lafaz suci lain yang terdapat tidak pada tempatnya, menurutnya, dalam perspektif Islam tidak layak untuk dikonsumsi atau dipakai. ”Dalam hal ini, tidak ada ikhtilaf. iIni adalah sesuatu yang sudah disepakati ulama (mujma’) bahwa tidak boleh seorang Muslim melecehkan simbol-simbol agama.”

Di luar itu, kasus ini adalah masalah hukum, tidak hanya cukup disampaikan saja. Tapi, juga dilaporkan ke pihak yang berwenang atau yang bisa mengadvokasi untuk masalah ini, sehingga bisa dihentikan.

“Sekali lagi, semua itu dapat terlaksana jika masyarakat memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa hal ini merupakan sebuah penistaan yang nyata terhadap keyakinan mereka,” katanya.

 

sumber: Republika Online

 

 

Perusahaan Pembuat Panci Lafaz Allah Minta Maaf

Sebuah surat dari perusahaan yang mengaku pembuat panci dengan stiker lafaz Allah beredar di sejumlah wilayah, termasuk di Jember, Jawa Timur. Surat tersebut ditandatangani seseorang bernama Rizky Agung Alim.

Dalam surat tersebut dinyatakan perusahaan yang memroduksi panci tersebut sudah lama tidak berproduksi. Dalam surat itu disebutkan, salah satu karyawannya menyarankan untuk menulis Alhamdulilah. Perusahaan menyetujui saran tersebut dan membuat stiker dengan tulisan tersebut.

“Bahwa kami menempelkan stiker tersebut tidak bermaksud untuk merendahkan agama tertentu, apalagi sampai melecehkan. Justru kami sangat respek terhadap tulisan tersebut,” tulis Rizky dalam surat tersebut, Selasa (26/1).

(Baca Juga: Astaghfirullah, Lafaz Allah Ada di Produk Panci).

Lembaran kertas berkop surat PT Trektroindo Anugrah Sukses Abadi ini menyatakan permintaan maaf kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan umat Islam seluruhnya. Sebagai bentuk keseriusan permintaan maaf itu, pihak perusahaan akan menarik panci Paramount dengan tulisan Arab dan akan mengganti dengan barang serupa yang bebas dari label stiker bertuliskan lafaz Allah.

Menanggapi surat dari perusahaan yang beralamat di Jl Gajah Mada No 4 Desa Kedungturi, Kecamatan Taman, Sidoarjo itu, MUI Jember, Ahmad Halim Subahar mengaku bahwa sesama umat Islam dirinya mau memaafkan. Namun dia tetap meminta agar kasus itu diproses secara hukum.

“Karena ini bukan permasalahan personal, namun ada unsur dimensi agama Islam,” tegas Ahmad.

Ia mengatakan jika persoalan ini tidak ada tindakan tegas, justru nantinya akan muncul kasus-kasus serupa. Ia mengatakan sudah letih dengan kasus seperti ini. Setiap kali dimaafkan malah muncul kasus baru lagi. Karena itu ia menegaskan, MUI Jember menginginkan kasus ini diproses secara hukum.

 

sumber: Republika Online

Astaghfirullah, Lafaz Allah Ada di Produk Panci

Penistaan terhadap lafaz Allah kembali terjadi. Kali ini dilakukan oleh perusahaan perabotan rumah tangga asal Pasuruan, PT Paramount. Perusahaan tersebut ditengarai telah melakukan penistaan agama usai memroduksi panci yang bertuliskan lafaz Alhamd-Allah.

“Mungkin maksudnya Alhamdulillah, tetapi apa pun itu segala bentuk tulisan yang berlafaz Allah dan ditempatkan pada tempat yang tidak semestinya maka itu merupakan penistaan agama,” ujar Ketua Bidang Organisasi Front Pembela Islam (FPI) Wilayah Jawa Timur, Ali Fahmi kepada Republika,co.id Ahad (24/1).

Ia mengatakan berdasarkan laporan dari FPI Kota Pasuruan, seorang warga mengaku mendapat hadiah panci usai mengikuti pengajian. Setelah mencermati tiap sisi panci, ditemukan ada bagian yang dipasangi stiker bertulis lafaz Allah.

Kendati diberikan sebagai hadiah, FPI Jatim menduga panci tersebut telah diproduksi massal dan disebarkan ke sejumlah kabupaten/Kota di Jawa Timur. Untuk itu, FPI Jatim pun telah melaporkan hal tersebut ke Polres Pasuruan.

“Kami sudah melaporkan hal ini ke Polres pasuruan dan insya Allah besok kami akan melapor juga ke Polda Jatim,” ujarnya.

Kasus penistaan agama dengan menuliskan lafaz Allah atau ayat suci Alquran pada peralatan-peralatan keseharian bukan kali pertama terjadi. Akhir 2015, warga Gresik digegerkan dengan ditemukannya sandal yang alasnya bertuliskan lafaz Allah. Di susul setelah itu kasus permen bertulis Ya Awoh dan terompet menggunakan sampul Alquran.

Menurut Ali berkaca dari kasus tersebut, pada kasus panci berlafaz Allah kali ini juga terdapat unsur kesengajaan dari pembuatnya.

“Jelas melihat motifnya ada unsur kesengajaan. Sebab barang seperti ini tidak terjadi sekali dua kali,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan untuk mengusut kasus tersebut tak sesederhana yang dibayangkan. Menurut dia, birokrasi yang berbelit membuat kasus-kasus penistaan terhadap simbol-simbol agama kerap ditelantarkan begitu saja.

“Bayangkan aturannya harus menunggu rekomendasi Depag dulu, apa ada unsur penistaan atau tidak. Padahal ada MUI yang mempunyai badan fatwa. Sementara kepolisian tidak bisa meningkatkan ke penyidikan jika tidak ada rekomendasi dari Depag,” tuturnya.

 

 

sumber: Republika ONline

Pelaku Penistaan Agama Miliki Kelainan Psikologis

Begitu beragam upaya penistaan agama, utamanya yang dialamatkan kepada umat Islam.

Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Utang Ranuwijaya menilai, fenomena tersebut terjadi lantaran ada kelainan psikologis dari para pelaku. Para pelaku seolah mendapatkan kepuasan tersendiri dengan melakukan penistaan.

“Pencetus kemungkinan memiliki kelainan psikologis, yang melakukan penistaan atau pelecehan secara sadar dan disengaja,” ujar Utang kepada Republika.co.id, Selasa (26/1).

Ia mengungkapkan, para pencetus ide penistaan agama merupakan orang-orang yang memiliki kecerdasan, tapi kelainan kejiwaan membuat mereka tidak mampu mengendalikan diri secara penuh. Situasi itu disebabkan rasa kekecewaan yang banyak terjadi dalam aspek ekonomi ataupun kondisi kehidupan yang tidak sesuai keinginannya.

Utang menjelaskan, kekecewaan yang ada dalam diri seseorang akan membuat orang itu tidak mampu berpikir atau menggunakan kecerdasannya secara lurus. Bahkan, tidak jarang orang-orang cerdas dengan kekecewaan besar, memiliki kesenangan tersendiri saat melihat kegelisahan dari orang lain akibat ulah yang ia buat.

Tidak jarang, kekecewaan terhadap diri sendiri dan kehidupan membuat orang menjadi buta dan memiliki keinginan untuk melecehkan orang atau kelompok yang tidak disenangi. Menurut Utang, tentu perbuatan itu dilakukan untuk mencari kepuasan bagi diri sendiri, terlebih bisa membuat gempar orang-orang dalam jumlah besar.

 

sumber: Republika Online

Dua Motif Pelecehan Terhadap Islam

Penistaan terhadap Islam sempat terjadi secara bertubi-tubi di Indonesia. Belakangan, ditemukan peralatan dapur semacam panci yang bertuliskan lafaz Allah.

Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Utang Ranuwijaya menilai, terdapat beberapa motif yang menjadi latar belakang maraknya kasus penistaan agama Islam di Indonesia. Menurut Utang, dua motif kuat yang membuat penistaan itu bisa terjadi atau dilakukan adalah kebodohan dan kebutuhan ekonomi.

“Pertama, karena kebodohan, lalu ada motif ekonomi dan bisnis tertentu,” kata Utang kepada Republika.co.id, Selasa (26/1).

Ia menuturkan, motif kebodohan tentu akan membuat seseorang tidak memahami apa yang dilakukan merupakan perbuatan salah atau dilarang oleh agama. Kalaupun seseorang itu mengetahui yang dilakukan salah dan menghina agama, kebodohan tadi akan menutupi perbuatannya dengan berbagai alasan.

Dari segi bisnis, ia menjelaskan, orang yang pola pikirnya dipenuhi dengan uang, akan membutakan mata demi membuat sesuatu yang sensasional dan tentu menarik bagi orang-orang. Mereka akan berusaha keras membuat orang penasaran dan berharap produk sensasional yang dibuatnya laku keras di pasaran karena penasaran itu.

Utang menambahkan, kedua motif ini akan sangat berbahaya bila bertemu di satu orang atau satu perusahaan. Sebab, kebutaan dalam menjalani bisnis akan membuat seseorang atau perusahaan rela melakukan apa saja agar memiliki produk yang berbeda, dilengkapi dengan kebodohan yang menutupi mata mereka kalau perbuatan-perbuatan mereka salah.

 

sumber: Republika Online

Produsen Terompet dari Sampul Al-Quran Minta Maaf

Pemilik CV Ashfri, perusahaan yang memproduksi terompet dari sampul Al-Quran, meminta maaf atas kecerobohannya. Ribuan terompet dari bahan Al-Quran itu tersebar di gerai-gerai minimarket Alfamart di Jawa Tengah dan meresahkan warga.

“Kami minta maaf kepada seluruh masyarakat. Kami akui ceroboh dalam pengawasan di bagian produksi. Kami siap bertanggung jawab,” kata Al Ashfriana, pemilik CV Ashfri.

Alfamart juga meminta maaf dan akan menarik seluruh terompet tersebut. “Kami tak menduga terompet yang kami pesan seperti itu. Kami hanya pesan terompet dengan harga terjangkau yang bisa berbunyi,” kata General Manager Corporate Communication PT Sumber Alfaria Trijaya, Nur Rahman.

Meski demikian, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Symasuddin meminta persoalan ini diselesaikan secara hukum, tak cukup sekadar permitaan maaf. Menurutnya, hal itu merupakan penistaan agama yang tak bisa dianggap enteng.

“Penistaan terhadap agama Islam berupa pembuatan terompet berhuruf Al-Quran terulang setelah sandal bertulis Allah. Saya meminta MUI Kabupaten Semarang, Kendal, dan sekitarnya mengadukan ini ke Polri agar ditangkap dan diproses baik pembuat, penerima, dan penjual terompet tersebut,” ucap Din dalam keterangan tertulis, Selasa (29/12).

Din yakin pembuat dan penjual terompet itu sesungguhnya tahu perbuatan mereka itu melanggar hukum dan menyinggung perasaan umat Islam.

“Kali ini harus diproses secara hukum agar ada efek jera,” kata mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu.

Din juga meminta umat Islam dapat menahan diri dan tidak bereaksi berlebihan, sebab kasus ini diharapkan dapat dituntaskan oleh Kepolisian.

Ribuan terompet dari kertas sampul Al-Quran didapati dijual di hampir seluruh gerai minimarket Alfamart di Jawa Tengah. Polisi langsung menyita terompet-terompet itu dan memeriksa CV Ashfri, produsen terompet yang menerima pesanan dari Alfamart. (agk)

 

sumber: CNN Indonesia

MUI: Gafatar Aliran Sesat dan Bukan Organisasi Islam

Majelis Ulama Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat mengimbau masyarakat mewaspadai gerakan aliran Gafatar. Sebab, gerakan tersebut tidak murni sebagai organisasi Islam dan dinyatakan sebagai aliran sesat.

“Kita berharap jangan ada orang NTB ikut kelompok itu. MUI pusat sudah menyatakan Gafatar itu kelompok sesat dan bukan gerakan organisasi Islam murni,” ujar Ketua MUI NTB Saiful Muslim kepadaRepublika.co.id di Kota Mataram, Selasa (12/1).

Ia menuturkan, awal Januari 2015, kelompok tersebut pernah mendatangi MUI NTB untuk diakui sebagai organisasi yang sah. Namun, usai diteliti dan diperiksa lebih lanjut, Gafatar dinyatakan merupakan aliran sesat dan bukan organisasi Islam.

“Gafatar pernah datang ke NTB di awal 2015 ingin diakui, namun steelah dipelajari AD/ART organisasi bukan masuk ke organisasi Islam,” kata dia mengungkapkan.

Ia mengimbau kepada seluruh MUI di 10 kabupaten/kota untuk berhati-hati dengan keberadaan kelompok aliran Gafatar serta melakukan koordinasi untuk langkah antisipasi di masyarakat.

Saiful menegaskan, MUI NTB menolak keberadaan aliran Gafatar. Selain itu, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan laporan serta informasi mengenai orang hilang akibat mengikuti aliran keagamaan ataupun Gafatar.

Ia menuturkan, aliran Gafatar sempat terdeteksi beraktivitas di wilayah Sesela, Kabupaten Lombok Barat. Namun, kini keberadaannya sudah tidak ada sebab masyarakat sekitar menolak aliran tersebut.

“Masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh dan terperangkap,” ucap dia.

 

 

sumber: Republika Online

Waspada! Buku PAI Kelas 5 SD Sesat, Nabi Muhammad Jadi Urutan 13 dan Nabi Isa Jadi Urutan Terakhir (25)

Zaman terus berubah, bertambah pula berbagai aliran sesat. Kali ini, kesesatan itu disebarkan melalui buku pelajaran di sekolah. Sebuah buku Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk kelas 5 SD di Pandang Lawas Utara (Paluta) Sumatera Utara dipandang menyesatkan. Pasalnya, buku tersebut yang disusun oleh Fauzi Abdul Ghofur dan Masyhudi, menyebutkan jika Nabi Muhammad SAW adalah nabi di urutan yang ke 13, sedangkan Nabi Isa berada pada urutan Ke-25.

Ketua Pim­pinan Pusat Muhammadiyah Syafiq Mughni, menanggapi buku tersebut dan menilai buku itu harus segera ditarik dari peredarannya. Apalagi, jika buku itu diperuntukkan bagi siswa SD yang masih polos. Mughni menilai jika hal itu cukup membahayakan karena pada tingkatan mereka sifatnya masih mencerna dan belum bisa berpikir kritis.

Salah satu orangtua siswa, Ramlan Pulungan, pada Kamis (28/1/2016) meminta terhadappemerintah agar segera menarik peredaran buku PAI itu.

“Setahu saya, Nabi Muhammad itu utusan terakhir, kok ini ada di urutan 13 dan nabi terakhirnya Nabi Isa, kami takut anak kita salah persepsi soal ini, pemerintah harus segera menarik peredaran buku ini,” jelas Ramlan.

Selain itu, Pangundian Harahap mengakui, jika dirinya mengetahui adanya kesalahan seusai anaknya yang masih kelas 5 SD sedang menghafalkan nama-nama Rasul Allah. Dia terkejut ketika mendengar jika urutannya berbeda dan langsung memberi nasehat bahwa Nabi Muhammad SAW bukan nabi ke-13, melainkan nabi terakhir (25). Namun, anaknya menjawab bahwa itu sesuai dengan isi yang terkandung dalam buku pelajaran mereka.
Diketahui kalau buku PAI itu diterbitkan Grafindo Media Pratama dan disusun oleh Fauzi Abdul Ghofur dan Masyhudi. Di halaman 86, buku yang mereka publikasikan, tepatnya pada sub bab tentang nabi dan rasul, tertera bahwa Nabi Muhammad adalah nabi ke-13. Sementara untuk nabi urutan terakhir adalah Isa AS. Perhatikan gambar di bawah ini!

 

Berdasarkan pengakuan Kasi Pendidikan Agama Islam Kantor Kementerian Agama Cabang Kabupaten Paluta, sudah mendengar informasi terkait buku itu. Tetapi, hingga saat ini belum pernah melihatnya secara langsung. Meskipun begitu, jika memang ada buku pelajaran PAI yang menyimpang, pihaknya akan segera menariknya dari semua sekolah.

 

 

sumber: NadiGuru.web.id