Penjelasan Kenapa Ada Perang Sementara Islam Anti Kekerasan

Sering ditanyakan, kalau Islam cinta kedamaian, kalau Islam anti kekerasan, tapi kenapa dalam sejarah Islam ada perang?

Pertanyaan yang mengesankan bahwa agama Islam ditegakkan dengan perang dan kekerasan. Pertanyaan yang menyiratkan bahwa orang kafir adalah musuh yang harus diperangi sampai menyatakan “la Ilaha Illa Allah”, tidak ada Tuhan selain Allah.

Namun, pertanyaan di atas sejatinya hanya disampaikan oleh mereka yang tidak membaca secara tuntas tentang sejarah perang dalam Islam.

Sebelum membicarakan tema “kenapa ada perang kalau Islam cinta kedamaian dan anti kekerasan”, ada baiknya kita memahami lebih dahulu prinsip persaudaraan kemanusiaan yang digagas oleh Islam (ukhuwah insaniyyah) yang ditegaskan oleh al Qur’an surat al Nisa’ ayat 1. Kalimat “al arham” dalam ayat ini artinya adalah silaturahmi antar manusia.

Oleh karena itu, Islam kemudian menekankan sanksi tegas terhadap mereka yang melakukan kejahatan, baik kejahatan terhadap agama, kejahatan terhadap jiwa, akal, harta dan keturunan. Lima pilar utama yang harus ditegakkan ini berlaku bagi semua manusia, tidak hanya bagi pemeluk agama Islam saja. Sebab, Islam diturunkan untuk menjadi rahmat semesta alam.

Dari lima prinsip ini mencabang prinsip yang lain, seperti tegaknya keadilan, persamaan antar manusia, menolak setiap kedzaliman, sikap moderat dan berorientasi terhadap kemudahan dalam segala aspek hukum Islam. Ibnu Ashir, seorang ulama Ushul fikih mengatakan, tujuan umum syariat Islam adalah hifdzu nidham al ummah (melindungi tatanan umat manusia).

Oleh karena itu, sejatinya Islam adalah agama yang hadir ke dunia membawa misi perdamaian kemanusiaan, ia anti kekerasan dan peperangan. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang menentramkan umat manusia.

Kalau Islam Cinta Damai dan Anti Kekerasan, Kenapa Harus Ada Perang?

Sesungguhnya pertanyaan ini sudah terjawab kalau membaca sejarah kenapa ada perang dalam sejarah Islam. Sejatinya, perang itu tidak diijinkan oleh Allah selama fase Makkah, sekalipun intimidasi, kekerasan dan penganiayaan terjadi sebegitu hebatnya menimpa umat Islam.

Pada saat Rasulullah meminta izin untuk memerangi kaum kafir Quraisy, jawaban dari Allah adalah “sabar”. Bersabarlah wahai Rasulullah sebagaimana sabarnya Nabi-nabi yang mendapat julukan “Ulul Azmi”. Begitulah kira-kira Allah melarang Nabi Muhammad untuk memerangi kaum kafir Quraisy yang melakukan kedzaliman, penyiksaan dan penganiayaan dahsyat terhadap umat Islam.

Ijin untuk berperang baru turun ketika Nabi dan Umat Islam ada di Madinah dan telah terbentuk negara Madinah.

Allah berfirman, “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu”. (Al Hajj: 39).

“Yaitu, orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ‘Tuhan kami hanyalah Allah’. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama) Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Al Hajj: 40).

Ijin perang diturunkan oleh Allah untuk menangkal orang-orang yang melakukan kedzaliman sebab akan membuat tatanan dunia hancur. Rumah-rumah ibadah akan hancur, termasuk masjid. Oleh karena itu, mereka harus diperangi supaya kedzaliman itu terhenti.

Kenapa pada masa Makkah Allah tidak mengizinkan umat Islam untuk memerangi kaum kafir Quraisy yang telah berbuat kedzaliman luar biasa?

Para ulama, diantara Said Ramadhan al Buthi mengatakan, perang diijinkan untuk mempertahankan apa yang suda ada, bukan untuk mewujudkan sesuatu yang belum ada. Yang sudah ada waktu itu adalah negara Madinah. Jadi, ijin perang itu semata-mata untuk mempertahankan negara yang telah terbentuk, bukan untuk mewujudkan sesuatu yang belum ada.

Kenapa mempertahankan negara Madinah begitu penting? Tidak ada lain tujuannya untuk mempertahankan perdamaian, kenyamanan, stabilitas dan keutuhan negara Madinah yang melindungi seluruh penduduk Madinah yang multikultural.

Inilah jawaban kenapa ada perang dalam sejarah Islam. Perang semata untuk menolak kedzaliman, menjaga kedamaian dan ketentraman yang sudah terbina dengan baik. Jadi, perang dalam Islam bukan untuk memaksa orang lain memeluk agama Islam, perang juga bukan untuk membunuh non muslim, perang hanya diijinkan untuk menjaga dan merawat kedamaian yang telah berjalan dengan baik.

ISLAMKAFFAH

Satu Keluarga Tewas di Provinsi Idlib Akibat Serangan Bom Basyar Assad

Serangan yang dilakukan rezim Basyar Assad kali ini, telah menewaskan 18 orang, dimana 7 orang diantara korban tewas merupakan satu keluarga. Dalam pertempuran yang terjadi di Suriah, siapa saja dapat menjadi korban, bahkan sekalipun ia seorang wartawan ataupun petugas medis.

BUMISYAM|Suriah (22/10) – Hari Kamis, jet tempur Basyar Assad kembali mengguncang Provinsi Idlib, namun kali ini serangan menargetkan kota Maershourin yang terletak di sebelah utara Provinsi Idlib.

Petugas medis mengatakan, dalam serangan yang terjadi di kota Maershourin, sedikitnya 18 orang tewas, dimana 7 orang diantaranya merupakan satu keluarga yang tewas terkena jet tempur rezim.

Seperti dilansir Zaman Al Wasl, petugas medis dan kelompok pertahan sipil juga mengatakan, dari 9 orang anggota keluarga, hanya dua anak yang tersisa, sedangkan 7 orang lainnya telah tewas, termasuk, ayah dan ibu dua anak itu.

Sedangkan 11 orang tewas lainnya adalah orang-orang yang berasal dari seluruh wilayah di bawah kendali pasukan oposisi, seperti wilayah Kafranble, Maerzeita, Babolin, Sheikh Mustafa, Jisr al-Shughour, Tama a, dan Merret al-Numa. (Eka Aprila)

Muslim Suriah Merintih, Apa Reaksimu ?

Sekitar 5 tahun yang lalu, rakyat Suriah menuntut hak mereka atas pemerintahan rezim yang telah berpuluh-puluh tahun lalu memimpin negeri tersebut secara tiran. Mereka melakukan aksi damai dengan turun ke jalan-jalan untuk menuntut turunnya Bashar Asad. Pergolakan ini muncul tidak lain karena kedzaliman rezim Asad yang amat bengis terhadap rakyatnya. Hafidz Asad, ayah dari Bashar Asad, sebelumnya telah berkuasa selama 30 tahun. Sedangkan sang putra, telah memimpin semenjak tahun 2000 silam. Namun respon mereka terhadap tuntutan rakyatnya sendiri sungguh menyedihkan. Rezim membalas aksi damai tersebut dengan serangan brutal dan bengis. Bashar terus menggunakan cara-cara tak manusiawi untuk mengahadapi  rakyatnya.

Korban demi korban terus berjatuhan. Setidaknya 500 ribu nyawa telah melayang di tangan rezim Asad dan para sekutunya. Walaupun gencatan senjata sempat diberlakukan,  September lalu SHRC melaporkan 1793 warga gugur, termasuk 306 anak-anak, 149 muslimah. Alepo menjadi wilayah dengan korban terbanyak, sementara wilayah lain seperti Idlib, Deir Zour, Damaskus, Hama , Homs juga tidak luput dari amukan bombardier dari tentara rezim Asad dan sekutunya.

Tak jauh berbeda, bulan ini pembantaian kaum muslimin itu tak pernah berhenti, meskipun wacana gencatan senjata terus didengungkan. Setidaknya dalam beberapa pekan terakhir ini lebih dari  50 nyawa warga Alepo melayang. Bahkan rezim mengutus para sniper untuk menembaki warga dan para relawan kemanusiaan yang mengevakuasi korban juga menjadi sasaran target penembakan. Kondisi ini mengakibatkan para anjing liar memakan jasad warga sipil yang terbunuh dan tidak terevakuasi.

Rezim dan para sekutunya tak henti-hentinya membuat makar bagi rakyatnya. Selalu saja berdalih memerangi teroris, ekstrimis, dan para pemberontak, dan tampil bak pahlawan bagi rakyatnya. Terakhir pada agustus silam mereka membuat perkumpulan para ulama’ suu’  yang menyatakan bahwa rezim Suriah tampil sebagai pahlawan membela rakyatnya dari kejahatan para ‘ekstrimis wahabi’. Namun seberapa hebat mereka membuat makar, tetaplah makar Allah yang lebih kuasa. Banyak ulama’ haqq yang menjelaskan kembali kepada umat tentang siapa sebenarnya rezim Asad ini.

Sungguh, ikatan yang mendasari persatuan Asad dan para sekutunya tak lebih dari persatuan dalam ikatan dunia dan kekusaan semata. Ada hal yang jauh lebih berharga dimiliki kaum muslimin. Ikatan Tauhid, Akidah yang menjadi ikatan terkuat telah mempersatukan hati kita dengan para kaum muslimin Suriah. Ikatan tauhid yang akan mendorong hati kita untuk membantu mereka dengan apapun yang mampu kita beri dari harta, jiwa dan doa tulus untuk saudara-saudara kita dari kelompok manapun mereka, selama mereka adalah kaum muslimin yang berkiblat sama dengan kita. Selama rukun islam dan rukun iman mereka sama dengan kita, meskipun mengambil jalan perjuangan yang berbeda dengan kita. Karena mereka adalah saudara kita yang berhak kita jaga dan lindungi.

Dalam sebuah  hadits riwayat Imam Bukhari, rasulullah bersabda; “Barang siapa shalat seperti kita, menghadap ke kiblat seperti kita, dan memakan binatang sembelihan kita, maka dialah muslim yang berada di bawah perlindungan Allah dan rasul-Nya, karena itu janganlah anda mengkhianati Allah perihal perlindunganNya itu.”

Jangan sampai berbagai makar musuh-musuh islam terus menerus membuat kita tertipu akan kondisi kita. Jangan sampai perbedaan di antara kita membuat kita terpecah dan tak mau peduli dengan saudara kita. Jika perpecahan terus terjadi, maka tunggulah para musuh yang akan bertepuk tangan bahagia menjadi penonton perseturuan kita. Karena muslim adalah satu tubuh, jika bagian tubuh sakit, maka bagian lain akan turut merasakan imbasnya. Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang muslim ibarat satu tubuh, bukan hanya asy’ari, wahabi atau gelar gelar lainnya yang sengaja di sematkan musuh islam. Allah menjelaskan dengan tegas,”sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”. Ya, mereka saudara kita yang terdzalimi, dan mereka memanggil kita, sebagai saudara sesama mukmin. [Reny]

 

sumber:Bumi Syam