Kemenag Kaji Masa Tinggal di Hotel Transit dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus

Bandung (Kemenag) — Kementerian Agama akan mengkaji masa tinggal di hotel transit dalam penyelenggaraan ibadah haji khusus. Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Umrah dan Haji Khusus Mulyo Widodo saat ditemui di sela-sela kegiatan Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus 1439H/ 2018M mengatakan bahwa ada beberapa Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang melebihi batas masa tinggal di hotel transit dengan argumentasi efisiensi.

“Kita dorong agar masa tinggal di hotel transit lebih singkat dibanding di hotel,” ujar Widodo, Kamis (18/10).

Menurut Widodo, idealnya masa tinggal di hotel transit tidak boleh lebih dari lima hari. Jika melebihi dari batas tinggal itu, Kemenag akan melakukan pemanggilan dan teguran terhadap PIHK. Ia mengatakan bahwa sejauh ini, pihak Kemenag telah memberikan teguran secara lisan kepada lima PIHK.

“Dalam evaluasi penyelenggaraan ibadah haji khusus ini kita akan mengkaji apakah sistem hotel transit akan ditiadakan atau tetap diberlakukan,” ujar Widodo.

Ia menambahkan bahwa selain hotel transit, ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh PIHK antara lain ketentuan bahwa setiap 90 orang jamaah harus di dampingi seorang dokter. Kemudian dari sisi pembimbing ibadah, PIHK wajib menyertakan pembimbing ibadah dalam setiap perjalanan ibadah haji khusus.

Widodo menegaskan apabila ketentuan-ketentuan tersebut dilanggar, maka Kemenag akan menegur PIHK tersebut. Oleh karenanya, ia menganggap penting adanya evaluasi penyelenggaraan haji khusus yang kali ini digelar di Bandung. Peserta dalam evaluasi pelaksananaan haji khusus terdiri dari para kepala bidang haji dari 34 kanwil kemenag provinsi di Indonesia, 214 orang Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), serta 12 orang peserta pusat.

Widodo mengatakan bahwa meski sebenarnya penyelenggaraan ibadah haji khusus merupakan agenda tahunan, namun Kemenag senantiasa mengedepankan sisi perlindungan jamaah.

“Bagaimana jamaah itu pada saat berada di Arab Saudi, mereka nyaman, mendapatkan pelayanan yang baik, tapi alhamdulillah untuk tahun ini dari sisi jamaah juga menyatakan telah lebih baik dari tahun sebelumnya,” ujarnya.

“Tentu untuk aspek pelayanan ini, kami ingin meningkatkan bagaimana yang terbaik,” pungkasnya.

 

KEMENAG RI

PIHK Diminta tak Tinggalkan Jamaah Sakit

Meski seluruh rombongan haji khusus yang datang ke Tanah Suci telah dipulangkan, beberapa jamaah masih dirawat di rumah sakit Arab Saudi. Pihak PPIH Arab Saudi menyoroti ketiadaan perwakilan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang memantau keadaan jamaah yang tengah dirawat tersebut.

Hal tersebut disampaikan saat PPIH Arab Saudi Bidang Pengawasan Haji Khusus mengadakan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji khusus yang dilaksanakan oleh PIHK. Kegiatan evaluasi dilakukan di Kantor Daker Madinah akhir pekan lalu.

“Kami mengusulkan agar PIHK memiliki perwakilan di Arab Saudi yang harus memantau perkembangan jamaahnya yang sakit dan mengurus kepulangannya,” kata Kepala Bidang Pengawasan PIHK, Mulyo Widodo di Madinah, Sabtu (22/9). Rapat evaluasi tersebut melibatkan seksi pengawasan PIHK Daker Madinah dan Daker Bandara.

Dalam rapat evaluasi tersebut, dilaporkan perkembangan terakhir jamaah haji khusus yang masih dirawat di RS Ohud, Madinah. Termasuk dengan informasi soal jamaah bernama Daeng Baba Baso dari PIHK PT Penata Rihlah yang wafat.

Dengan kematian tersebut, saat ini terdapat tiga jamaah haji khusus yang masih dirawat di Saudi. Dua orang dirawat di RS Madinah dan seorang di RS Makkah. Sedangkan yang telah kembali ke Tanah Air seluruhnya sebanyak 16.815 orang.

Keberadaan jamaah yang masih tertinggal karena sakit ini menjadi sorotan tersendiri pada evaluasi tersebut. Mengingat seluruh anggota PIHK yang memberangkatkan mereka telah kembali lebih dulu ke Tanah Air.

Rapat evaluasi menyimpulkan perlunya penyempurnaan regulasi tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus mengenai pelayanan kesehatan terhadap jamaah yang tertinggal.

Petugas PIHK tersebut yang nantinya akan berkoordinasi dengan Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia mengenai keberadaan jamaah haji yang sakit ini. Menurut Widodo, perwakilan ini juga dapat diberikan tugas untuk melakukan penanganan jamaah pada saat tiba di Arab Saudi atau kembali ke Indonesia.

Selain mengenai pelayanan kesehatan pasca kepulangan, beberapa poin lainnya yang akan diusulkan dalam penyempurnaan SPM adalah ketentuan-ketentuan mengenai keberadaan, masa tinggal, serta lokasi hotel transit yang digunakan jamaah haji. Secara internal, Widodo mendorong Bidang Pengawasan PIHK untuk melakukan restrukturisasi organisasi, penguatan SDM, sarana dan prasarana dalam menunjang pengawasan PIHK. “Ini untuk lebih optimalnya pengawasan terhadap PIHK dalam rangka memastikan jamaah memperoleh hak-haknya,” kata dia.

Hal itu dianggap mendesak, agar jamaah yang tertinggal setelah PIHK meninggalkan Arab Saudi tetap mendapatkan haknya dalam pelayanan dan perlindungan. Berbeda dengan haji reguler, haji khusus difasilitasi keberangkatan dan ibadahnya di Tanah Suci oleh PIHK. Jamaah haji khusus tersebut membayar biaya lebih dengan imbalan pelayanan tersendiri dan waktu tunggu yang lebih singkat. Meski ditangani PIHK, jamaah khusus yang sakit biasanya tetap ditangani petugas kesehatan PPIH Arab Saudi.

REPUBLIKA