Ini Pendapat Ketua MUI Ma’ruf Amin Soal Mahar Politik

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin menyatakan tidak akan mengeluarkan fatwa haram soal mahar politik. Terlebih, sudah ada undang-undang yang mengatur soal politik uang. MUI pun sudah pernah mengeluarkan fatwa haram politik uang.

Kan sudah ada fatwanya (fatwa haram politik uang), sudah ada aturannya (undang-undang). Sekarang tinggal penegakan hukumnya (law enforcement). Aturannya ada fatwanya ada nggak perlu lagi,” kata Ma’ruf Amin di Tower Unusa Kampus B, Jalan Jemur Sari, Surabaya, Rabu (17/1).

Soal masih banyaknya permintaan mahar politik, M’aruf Amin meminta agar bisa diselesaikan secara aturan yang ada. Menurutnya, percuma diperbanyak aturan atau fatwa soal pelarangan politik uang, tetapi penegakannya tidak berjalan sesuai harapan.

Nah itu supaya diselesaikan secara aturan. Kan kalau ternyata dia menggunakan mahar politik kan tidak boleh mencalonkan. Tinggal bisa dibuktikan atau enggak,” ujar Ma’ruf Amin.

Seperti diketahui, rumor soal adanya mahar politik di Pilkada 2018 kembali menjadi perbincangan. Itu sejak La Nyalla Mattalitti mengaku diminta uang ratusan miliar oleh Ketua Umum Prabowo Subianto, sebagai syarat mendapatkan rekomendasi agar diusung Gerindra di Pilgub Jawa Timur 2018.

Kemudian di Pilkada Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengaku diminta uang Rp 10 miliar oleh oknum di Partai Golkar. Ini terjadi saat Golkar masih dipimpin Setya Novanto. Begitu pun di Pilkada Cirebon, di mana Brigjen Polisi Siswandi mengaku gagal dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera karena diminta mahar.

 

REPUBLIKA

Berdebat

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl:
125).

Menjelang pemilihan kepala daerah, sudah lumrah dilakukan debat tentang visi, misi, dan program-program atau janji-janji yang akan dilaksanakan oleh para kandidat. Banyak uang, pikiran, waktu dan tenaga dihabiskan untuk acara debat. Namun seringkali debat kurang membawa hasil seperti yang diharapkan.

Dikatakan tak membawa hasil karena tak semua hasil debat dilaksanakan dengan sepenuh hati. Bahkan, pola debat cenderung menjelek-jelekkan calon lain, yang bisa menghasilkan luka di dalam hati yang lama. Sehingga tak ada pelajaran baik yang diperoleh oleh rakyat penonton.

Maunya debat dilakukan untuk mengarahkan pada upaya menuju dan menetapi jalan yang diridhai Allah. Allah sudah mengarahkan bahwa kepemimpinan adalah amanah besar, yang pasti akan diminta pertanggungjawaban di kemudian hari. Sehingga setiap janji atau program yang ditawarkan dalam proses debat disertai dengan rasa takut kepada Allah. Bila tidak, akan mudah saja berbohong atau mengimingi rakyat dengan program-program yang tak realistis untuk dijalankan nantinya.

Selanjutnya, rasa takut kepada Allah akan membuat para kandidat tak berani menjelek-jelekkan calon lain. Semua sama di hadapan Allah, kecuali yang bertaqwa. Sehingga pendebat yang bertaqwa akan berusaha mengontrol lidahnya, dan cenderung menggunakan lisan dengan cara yang baik dan penuh tanggungjawab dalam mengeritisi program-program yang akan ditawarkan masing-masing.

 

Oleh Jarjani Usman

sumber:Serambi Indoesia

Menjual Ayat Allah tak Mencium Wangi Surga

Kata menukar atau menjual ayat-ayat Allah SWT sering kali terdengar belakangan ini. Kata-kata tersebut biasanya ditujukan kepada seseorang untuk kepentingan pemilu atau undangan ceramah kepada ustadz dengan tarif mahal.

Mereka menukarkan atau menjual ayat-ayat Allah untuk mendapatkan harta benda atau kekayaan di dunia.

Sebagaimana firman-Nya:

“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. (QS. At-Taubah, 9:9).

Dalam tafsirnya, Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, Firman Allah Swt pada ayat dimaksud dalam rangka mencela kaum musyrikin dan memotivasi kaum muslimin untuk memerangi mereka. “Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.”

Maksudnya adalah telah menukar antara mengikuti ayat-ayat Allah dengan perkara dunia yang hina nan melalaikan.

Imam Al-Qurthubi mengemukakan, “Ada yang mengatakan bahwa mereka mengganti Alquran dengan harta benda dengan kemewahan dunia.”

Firman-Nya:

“Lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah.” Imam Al-Qurthubi mengatakan, maksudnya adalah berpaling atau menghalangi dari jalan Allah.

Imam Ibnu Katsir berkata, “maksudnya, melarang kaum mukminin untuk mengikuti jalan kebenaran.”

Menukarkan ayat Allah dengan harga yang sedikit adalah ciri khas kaum musyrikin. Maka hendaklah seorang Muslim yang menginginkan kebaikan dunia dan akhirat, tidak mengikuti golongan yang telah dipastikan merugi. Karena Allah Swt mencela mereka bahwa: “Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.”

Pada masa sekarang, dengan mudah kita menemukan dari kalangan kita sendiri yang telah menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang rendah. Yaitu orang-orang yang menghafal Alquran dan Hadits, dengan niat mendapatkan kedudukan dan harta dunia. Misalkan dengan menjadi ustadz terkenal dan bisa mendapatkan kontrak kerja di televisi-televisi supaya mendapatkan upah.

Kita juga mendengar ada ustadz yang memasang tarif mahal. Semakin terkenal dan cakap atau rupawan sang ustadz, maka semakin mahal pula tarifnya. Bahkan ada pula dukun yang berjubah ustadz, dengan maksud mendapatkan keuntungan dunia dari kliennya.

Lainnya, dalam sistem perekrutan kepemimpinan dengan cara pemilu, kebanyakan orang tergelincir. Misalnya, orang yang dijadikan juru kampanye apabila dia orang yang pandai bersilat lidah, dan menghafal banyak ayat Alquran dan Hadits, serta pendapat para ulama, maka disinilah dia akan menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.

Allah Taala berfirman: “Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Dan bertaqwalah hanya kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah, 2: 41).

Imam Ibnu Katsir mengataka, artinya janganlah kalian menukar iman kalian terhadap ayat-ayat-Ku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, karena ia merupakan sesuatu yang sedikit lagi fana.

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang mempelajari ilmu agama yang seharusnya ditujukan kepada Allah azawajallah, namun dia gunakan untuk mendapatkan kedudukan di dunia dan untuk mendapatkan harta dunia, maka dia tidak akan pernah mencium wanginya surga di hari kiamat.” (HR. Imam Ahmad, 2/No.338. Abu Dawud, No.3664hadist sahih)

 

sumber: Mozaik Inilahcom