Ikatan Silaturahim

Oleh: Prof H Dadang Kahmad

Pada suatu ketika, saat awal Islam disebarkan secara sembunyi-sembunyi,  Rasulullah SAW bercakap-cakap dengan segolongan anak muda di Makkah. Saat itu, Nabi Muhammad SAW ditanya oleh seseorang dari anak muda itu, “Siapakah kamu?”

“Aku adalah seorang Nabi,” ujar Beliau SAW.

Kemudian orang tersebut kembali bertanya, “Nabi apa?”

“Nabi yang diutus Allah”, jawabnya.

Tanpa bosan, orang itu bertanya lagi, “Apa yang diperintahkan kepadamu?”

“Aku diperintahkan untuk mengajak manusia menyembah Allah, menghancurkan berhala dan menyambungkan silaturahim,” pungkas Nabi SAW.

Syariat shaum di bulan Ramadan, merupakan salah satu langkah untuk melahirkan kembali kepedulian sosial dalam diri kita sehingga dapat mengikat kembali rasa persaudaraan yang telah hilang selama 11 bulan ke belakang. Melalui tradisi bersalaman dan ucapan “mohon maaf lahir dan batin” atau “taqabalallahu minna wa minkum” ikatan harmoni sosial yang terurai menjadi kuat kembali.

Hubungan yang harmonis di medan sosial, merupakan misi dan cita-cita kerasulan Nabi Muhammad SAW. Bahkan, Allah SWT, mengancam dengan api neraka kepada orang yang tidak mau menjalin silaturahim dengan saudaranya atau dengan manusia lain. Rasulullah SAW bersabda,  “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahim.” (HR Muslim).

Silaturahim merupakan kebutuhan pokok dan potensi fitrah bagi umat manusia dalam mewujudkan keseimbangan sosiologis. Dengan melakukan praktik silaturahim, kita sedang menyempurnakan rasa cinta dalam wujud interaksi sosial yang harmonis antar umat manusia. Silaturahim juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan serta ketinggian akhlak seseorang.

Bentuk silaturahim itu beragam dan macam-macam, diantaranya: berbicara sopan dan lemah lembut kepada orang yang kita kenal maupun tak kita kenal, mengucapkan salam setiap kali bertemu, tersenyum, menengoknya ketika sakit, membantunya ketika membutuhkan, dan lain-lain. Intinya, sebuah upaya menciptakan kegembiraan dalam hati orang lain di muka bumi.

Secara bahasa, silaturahim berasal dari kata silah, yang berarti menghubungkan, mengikat, atau menjalin komunikasi dan kata rahim, yang berarti peranakan, tempat bayi hidup dalam kandungan, atau luap kasih sayang.

Ketika kita menjalin hubungan harmonis dengan orang-orang di sekitar, akan semakin kental terasa suasana hubungan persaudaraan. Dengan bersilaturahmi ini, kita seolah sedang mengumpulkan kebajikan sebagai bekal di akhirat kelak. Sebab, ketika kita selalu berdekatan dengan orang-orang di sekitar, niscaya akan terjadi upaya saling mengingatkan dan menasihati untuk kebaikan hidup  di dunia dan akhirat.

Dia (Allah) juga akan memutuskan hubungan dengan orang-orang yang dalam kehidupannya tidak pernah menjalin silaturahim dengan sesama manusia. Rasulullah Saw., bersabda, “Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena itulah, tak heran jika silaturahim merupakan salah satu ibadah yang berdimensi sosial, sekaligus juga berdimensi ilahiyah. Sebab, bagi orang yang memutuskan silaturahim, Allah mengancam akan memutuskan jalinan hubungan dengan mereka. Ini menunjukkan bahwa silaturahim merupakan salah satu ibadah yang sangat agung dan luhur.

Ketika hari raya Idul  Fitri tiba, kita menjadi suci bersama-sama karena di hari ini, semua orang dipenuhi kegembiraan. Di hari inilah, segala dosa dan kesalahan terkikis habis. Di hari ini juga, kita bersedekah senyuman kepada saudara kita sesama muslim dari satu pintu ke pintu  yang lain.

Orang yang tetap menjaga aktivitas silaturahim ialah seorang manusia yang berakhlak mulia. Jadi, mulai Idul Fitri 1436 H ini, mari kita perbaiki tali ikatan silaturahim yang merenggang dengan keluarga, teman, handai tulan, kawan dan kerabat kita. Insya Allah, dengan rajin menyambung ikatan silaturahim, hidup kita akan dipenuhi keberkahan yang menguntungkan di dunia dan di akhirat.

Wallahu’alam

 

 

sumber: Republika Online