Bahaya Menyerahkan Urusan kepada yang Bukan Ahlinya

Ada Hadits idza wusidal amru dan juga hadits mengenai tahun-tahun banyak tipuan

Hadits tentang bahaya menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya, telah ditegaskan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ( البخاري)

“Idzaa wussidal amru ilaa ghoiri ahlihi fantadziris saa’ah.”  Apabila perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat. (HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah).

Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan: Apabila hukum yang berkaitan dengan agama seperti kekhalifahan dan rangkaiannya berupa kepemimpinan, peradilan, fatwa, pengajaran dan lainnya diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, yakni apabila (pengelolaan urusan) perintah dan larangan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat, sebab hal itu sudah datang tanda-tandanya. Ini menunjukkan dekatnya kiamat, sebab menyerahkan urusan dalam hal amar (perintah) dan nahi (larangan) kepada yang tidak amanah, rapuh agamanya, lemah Islamnya, dan (mengakibatkan) merajalelanya kebodohan, hilangnya ilmu dan lemahnya ahli kebenaran untuk pelaksanaan dan penegakannya, maka itu adalah sebagian dari tanda-tanda kiamat. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 1, Darul Fikr, Beirut, cetakan 1, 1416H/ 1996M, hal 563-564).

Ada peringatan yang perlu diperhatikan pula, yaitu keadaan lebih buruk lagi di mana pendusta justru dipercaya sedang yang jujur justru didustakan, lalu pengkhianat malah dipercaya. Dan di sana berbicaralah ruwaibidhah, yaitu Orang yang bodoh (tetapi) berbicara mengenai urusan umum. Itulah yang diperingatkan dalam Hadits:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang amanah justru dikhianati, dan saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya: “Apakah Ruwaibidhah itu?” Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh namun dia membicarakan urusan orang banyak.” (HR. Ibnu Majah No. 4036, Ahmad No. 7912, Al-Bazzar No. 2740 , Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin No. 47, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 8439, dengan lafaz: “Ar Rajulut Taafih yatakallamu fi Amril ‘aammah – Seorang laki-laki bodoh yang membicarakan urusan orang banyak.” Imam Al-Hakim mengatakan: “Isnadnya shahih tapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Imam Adz-Dzahabi juga menshahihkan dalam At-Talkhis-nya, / seperti dikutip dkwtncom).

Kembali lagi, menyerahkan urusan bukan kepada ahlinya saja sudah menunjukkan tanda-tanda dekatnya Qiyamat. Apalagi justru yang diserahi itu pengkhianat lagi bodoh. Dalam hal urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya saja, dijelasksan haditsnya oleh Al-Munawi; Ini menunjukkan dekatnya kiamat, sebab menyerahkan urusan dalam hal amar (perintah) dan nahi (larangan) kepada yang tidak amanah, rapuh agamanya, lemah Islamnya, dan (mengakibatkan) merajalelanya kebodohan, hilangnya ilmu dan lemahnya ahli kebenaran untuk pelaksanaan dan penegakannya, maka itu adalah sebagian dari tanda-tanda kiamat. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 1, Darul Fikr, Beirut, cetakan 1, 1416H/ 1996M, hal 563-564).

Di sisi lain, orang-orang munafik bukan hanya tidak amanah, namun justru menegakkan yang munkar (keburukan) dan berupaya menghalangi yang ma’ruf (Tauhid dan hal-hal yang baik).

Ketika berlangsung tahun-tahun yang banyak tipuan, semua itu tidak ujug-ujug (tiba-tiba) berlangsung. Tentu saja ada awalan-awalannya. Didahului oleh gejala-gejala tingkah buruk yang berkembang di masyarakat. Di antara tipuan yang sangat dahsyat adalah tipuan orang-orang munafik, baik laki-laki maupun perempuan, yang kini telah merajalela. Setiap orang yang liberal, sekuler, ataupun ada kecondongan bahkan membela aliran sesat, maka perlu diwaspadai, kemungkinan mereka akan mempraktekkan tipuan-tipuan ala kaum munafik yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ  [التوبة/67]

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (berlaku kikir)]. mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (QS At-taubah/ 9: 67).

Dikhawatirkan, ayat kecaman tersebut justru dipraktekkan oleh pentolan-pentolan yang selama ini menduduki jabatan sebagai tokoh ormas Islam, atau lembaga Islam, atau bahkan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Buktinya, dalam kaitannya dengan pemilu, ada tokoh MUI pusat, Muhyiddin Junaidi, yang mengimbau jangan takut pilih caleg non Islam. Karena, menurut Muhyiddin Junaidi, ayat yang melarang pilih pemimpin yang kafir itu kurang relevan di negeri ini yang bukan Daulah Islamiyah.

Muhyiddin menyebutkan dalil yang terkandung dalam Al-Quran Surat Al-Imron ayat 28 yang kerap menjadi rujukan argumen sebagian besar masyarakat Muslim untuk mengharuskan memilih pemimpin Islam.

Al-Qur’an Surah Al-Imran, ayat 28, itu :

{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ } [آل عمران: 28]

“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa) Nya dan hanya kepada Allah tempat kembali”.

Namun, lanjut dia, ayat tersebut diturunkan dalam konteks di negara berdasarkan ukhuwah Islamiyah atau Daulah Islamiyah. Sedangkan Indonesia tidak. Sehingga kurang relevan untuk diterapkan surah Al-Imran ayat 28 itu.

“Memang ada dalil yang menyebutkan sebaiknya memilih yang seiman dengan kita, tetapi itu dalam konteks Daulah Islamiyah, sedangkan Indonesia ini bukan Daulah Islamiyah. Indonesia berdasarkan Pancasila,” katanya.

Betapa mengerikannya, ucapan tokoh bahkan duduk sebagai salah satu Ketua MUI Pusat di Jakarta, namun seberani itu dalam mengotak-atik ayat Al-Qur’an. Mempersilakan Umat Islam untuk melakukan sebaliknya dari yang dilarang Al-Qur’an, bukankah itu telah ditegaskan dalam QS At-taubah/ 9: 67, mengenai lakon orang munafik tersebut?

Untuk sementara, sebagai gambaran pemikiran, apabila dalam pemilu 2014 itu dimenangkan oleh partai-partai sekuler yang tampaknya telah dimasuki cina-cina kafir dan aliran sesat yang membahayakan yakni syiah ; berarti pertanda bahwa justru penduduk Indonesia walau statusnya mayoritas Islam namun belum tentu sayang terhadap Islamnya. Maka sangat perlu pembinaan keimanan yang teguh dan lurus secara terus-menerus. Dan itulah tugas umat Islam yang aqidahnya benar untuk mengajak umat ini ke jalan yang benar. Semoga Allah memberkahi umat Islam yang teguh memegangi Islamnya dengan baik. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.