Ada Apa dengan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah?

Sebentar lagi musim haji akan tiba. Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan di dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At Taubah: 36)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر، الذي بين جمادى وشعبان

“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya – pen). 3 bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah,  Al Muharram, (dan yang terakhir –pen) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari)

Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:

والفجر وليال عشر

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Qs. Al Fajr: 1-2)

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan 10 malam yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut. Penafsiran para ulama ahli tafsir mengerucut kepada 3 pendapat:

Yang pertama: 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Yang kedua: 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Yang ketiga: 10 hari pertama bulan Al Muharram.

Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:

  1. Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma

إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah –pen), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

2. Konteks ayat dalam surat Al Fajr. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “al fajr” dalam ayat tersebut adalah fajar pada hari raya Idul Adh-ha. Oleh karena itu yang dimaksudkan dengan “10 malam” yang termaktub dalam ayat kedua surat tersebut adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Ini lebih sesuai dengan konteks antar ayat. Wallaahu a’lam.

Keutamaan-keutamaan bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”

Berikut ini di antara keutamaan bulan Dzulhijjah:

1. Islam disempurnakan oleh Allah pada bulan Dzulhijjah

Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam itu agama bagi kalian.”  (Qs. Al Maidah: 3)

Para ulama sepakat bahwa ayat itu turun di bulan Dzulhijjah saat haji wada’di hari Arafah. Hal ini berdasarkan atsar dari Umar bin Al Khaththaab radhiyallaahi ‘anhu, bahwasanya seorang ulama Yahudi berkata kepada Umar, “Wahai Amiirul Mu’miniin, tahukah engkau satu ayat dalam kitab suci kalian yang kalian baca, yang jika seandainya ayat itu turun kepada kami maka kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya.” Umar berkata, “Ayat apakah itu?” Yahudi itu membacakan ayat tersebut, “Al yauma akmaltu lakum….” Umar pun berkata, “Sungguh kami telah mengetahui di mana dan kapan ayat itu turun. Ayat itu turun pada saat Nabi sedang berada di padang Arafah di hari Jum’at.” (HR. Al Bukhari)

2. Puasa Arafah adalah di antara kekhususan umat Islam

Di dalam bulan Dzulhijjah ada sebuah hari yang sangat agung, yaitu hari Arafah. Pada hari tersebut disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan haji untuk melakukan puasa. Puasa Arafah dapat menggugurkan dosa-dosa selama dua tahun. Pahala puasa Arafah (9 Dzulhijjah) lebih afdhal daripada pahala puasa Asyura (10 Al Muharram).

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة (رواه النسائي)

“Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu, dan puasa Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. An Nasaa’i)

Puasa Arafah termasuk keistimewaan ummat Islam, berbeda halnya dengan puasa Asyura. Oleh karena berkahnya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Allah melipatgandakan penghapusan dosa dalam puasa Arafah dua kali lipat lebih besar daripada puasa Asyura. Walillaahil hamd.

3. Darah-darah hewan kurban ditumpahkan terbanyak di bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الحج العج والثج

“Sebaik-baik pelaksanaan haji adalah yang paling banyak bertalbiyah dan yang paling banyak berhadyu (menyembelih hewan sebagai hadiah untuk fuqara’ Makkah -pen).” (HR. Abu Ya’la, An Nasaa’i, Al Haakim, dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albaani menilai hadits ini hasan)

Bulan Dzulhijjah selain sebagai bulan haji juga disebut sebagai bulan kurban, karena banyaknya hewan kurban yang disembelih pada bulan tersebut.

4. Dzulhijjah adalah bulan muktamar umat Islam tingkat dunia

Di hari Arafah, umat Islam yang datang dari seluruh penjuru dunia untuk melaksanakan haji berkumpul di padang Arafah, demi melakukan prosesi puncak pelaksanaan manasik haji, yaitu wukuf di Arafah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الحج عرفة (رواه الجماعة)

“Haji itu (wukuf –pen) di Arafah.” (HR. Al Jama’ah)

Amalan-amalan di bulan Dzulhijjah

Karena keutamaan yang banyak inilah, maka disyari’atkanlah amal-amal shalih dan diberi ganjaran yang luar biasa. Di antara amal-amal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dzikir

Allah berfirman:

ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Hari-hari yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.”

Berdzikir yang lebih diutamakan di hari-hari yang sepuluh ini adalah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dengan tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad, Shahih)

Bukan hanya dilakukan di masjid atau di rumah, namun berdzikir ini bisa dilakukan di mana dan kapan saja. Bahkan para Sahabat Nabi sengaja melakukannya di tempat-tempat keramaian seperti pasar.

Al Bukhari berkata:

وكان ابن عمر، وأبو هريرة يخرجان إلى السوق في أيام العشر، فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما

“Ibnu Umar dan Abu Hurairah senantiasa keluar ke pasar-pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Mereka bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir dari mereka berdua

2. Puasa

Tidak syak lagi kalau berpuasa termasuk amal shalih yang sangat disukai oleh Allah. Di samping anjuran melakukan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, maka disukai juga untuk memperbanyak puasa di hari-hari sebelumnya (dari tanggal 1 sampai dengan 8 Dzulhijjah) berdasarkan keumuman nash-nash hadits tentang keutamaan berpuasa.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada wangi minyak kasturi.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Tilawah Al Qur’an

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

القرآن أفضل الذكر

“Al Qur’an adalah sebaik-baik dzikir.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih)

Adalah hal yang sangat baik jika dalam waktu 10 hari tersebut, kita dapat mengkhatamkan bacaan Al Qur’an dengan membaca 3 juz setiap harinya. Hal ini sebenarnya mudah untuk dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan waktu sebelum dan sesudah shalat fardhu. Dengan membaca 3 lembar sebelum shalat dan 3 lembar sesudah shalat, insyaAllah dalam 10 hari kita mampu mengkhatamkan Al Qur’an. Intinya adalah mujaahadah (bersungguh-sungguh).

4. Sedekah

Di antara yang menunjukkan keutamaan bersedekah adalah cita-cita seorang yang sudah melihat ajalnya di depan mata, bahwa jika ajalnya ditangguhkan sebentar saja, maka kesempatan itu akan digunakan untuk bersedekah.

Allah berfirman menceritakan saat-saat seseorang menjelang ajalnya:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkanku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.” (Qs. Al Munaafiquun: 10

5. Kurban

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فصل لربك وانحر

“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2)

Kurban adalah ibadah yang disyari’atkan setahun sekali dan dilaksanakan di bulan Dzulhijjah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من صلى صلاتنا، ونسك نسكنا، فقد أصاب النسك. ومن نسك قبل الصلاة فلا نسك له

“Barangsiapa yang shalat seperti kita shalat, dan berkurban seperti kita berkurban, maka sungguh dia telah mengerjakan kurban dengan benar. Dan barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha, maka kurbannya tidak sah.” (HR. Al Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa ibadah kurban itu merupakan kekhususan dan syi’ar yang hanya terdapat di dalam bulan Dzulhijjah

6. Haji

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الحج أشهر معلومات

“Haji itu pada bulan-bulan yang tertentu.” (Qs. Al Baqarah: 197)

Yang dimaksudkan dengan haji dalam ayat di atas adalah ihram untuk haji bisa dilaksanakan dalam bulan-bulan yang sudah ditentukan, yaitu: Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Selain bulan-bulan tersebut, maka ihram seseorang untuk haji tidak sah.

Bahkan hampir sebagian semua prosesi manasik haji dilakukan pada bulan Dzulhijjah.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan taufiq-Nya agar kita bisa mengisi sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah dengan amal-amal shalih, dan diterima oleh Allah sebagai pemberat timbangan kebaikan kita di yaumil hisaab kelak.

Washallallaahu ‘ala nabiyyinaa Muhammad, walhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Ditulis oleh Al Faqiir ilaa ‘afwi Rabbihi –l Majiid

Penerjemah: Teuku Muhammad Nurdin Abu Yazid

Sumnber: https://muslim.or.id/31753-ada-apa-dengan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.html

Hukum Menunda Pembagian Daging Qurban

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Perlu kita ketahui terkait pembagian daging qurban, bahwa pendistribusian tidak harus dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik. Karena ada anggapan bila daging kurban tidak habis dibagikan di hari raya dan hari tasyrik, maka qurbannya tidak sah. Boleh ditunda setelah hari-hari tersebut bila karena suatu kemaslahatan atau kepentingan.

Misal masyarakat miskin tidak memiliki kulkas atau freezer untuk mengawetkan daging dalam jangka lama. Sementara stok hewan kurban ditempat tersebut banyak. Sehingga daging yang mereka terima pada hari raya atau hari-hari tasyrik sudah sangat mencukupi. Maka boleh bagi shohibul qurban, panitia kurban atau yayasan sosial yang bergerak dalam pendistribusian daging kurban, untuk mengawetkan daging dalam kulkas atau freezer, kemudian dibagikan saat masyarakat kurang mampu membutuhkan. Untuk mengantisipasi terjadinya tabdzir.

Yang terpenting, penyembelihan harus dilakukan pada hari raya dan hari-hari tasyrik. Karena jika dilakukan diluar hari-hari tersebut, sembelihan tidak sah sebagai qurban. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum shalat (Idul Adha), maka ia berarti menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa yang menyembelih setelah shalat (Idul Adha), maka ia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunah kaum muslimin” (HR. Bukhari no. 5546).

Juga hadis Abu Burdah radhiyallahu’anhu, bahwa Abu Burdah pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ الصَّلاَةَ

Ya Rasulullah, kabingku sudah aku sembelih sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu kalau hari itu adalah hari makan dan minum. Dan aku senang bila kambingku menjadi hewan yang pertama disembelih di rumahku. Oleh karena itu, kambingku kusembelih dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha”.

شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ

Kambingmu hanyalah kambing biasa (bukan kambing qurban)”, jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Bukhari no. 955).

Adapun pendistribusian, tidak diharuskan pada hari-hari itu. Asalkan untuk kemaslahatan. Karena terdapat hadis yang menerangkan bolehnya menyimpan daging qurban (iddikhor) lebih dari 3 hari. Meski diawal Islam, tindakan seperti itu dilarang. Namun kemudian larangan tersebut dicabut, sehingga menjadi boleh. Demikian keterangan dari jumhur ulama (mayoritas ulama).

Dalam hadis dari sahabat Buraidah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ

Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian” (HR. Muslim).

Nabi menegaskan dalam sabda beliau yang lain,

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا

Sekarang silakan kalian makan, bagikan, dan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu orang-orang ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis ekonomi). Aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan)” (HR. Bukhari. Dari Salamah bin Al-Akwa’).

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Diperbolehkan menyimpan daging qurban. Dahulu menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari dilarang. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan. Hal ini telah dijelaskan dalam hadis-hadis shahih yang masyhur.” (Al Majmu’ 8/395. Cetakan Maktabah Al Irsyad).

Semua keterangan di atas berkaitan bila disimpannya untuk konsumsi sendiri. Adapun bila disimpan untuk kemaslahatan masyarakat kurang mampu, tentu lebih dibolehkan lagi. Karena menyimpan daging untuk mereka dalam rangka bersedekah. Sehingga dia mendapatkan pahala sedekah. Sementara menyimpan daging untuk diri sendiri hanya sebagai konsumsi sendiri. Sehingga ia tidak mendapatkan pahala sedekah kepada fakir miskin.

Dalam fatawa syabakah islamiyah dijelaskan,

فقد تقدم في الفتوى رقم : 58920 ، جواز ادخار لحوم الأضاحي بالنسبة للمضحي, أي يدخرها لنفسه, وإذا جاز له أن يدخرها لنفسه فمن باب أولى جوازادخارها للفقراء حتى يحتاجوا إليها؛ لما في ذلك من المصلحة

“Telah dijelaskan pada fatwa nomor 58920 tentang bolehnya menyimpan daging kurban bagi shohibul kurban. Maksudnya menyimpannya untuk dirinya sendiri. Bila shohibul qurban saja boleh menyimpan daging untuk kepentingan dirinya sendiri, maka menyimpankan daging kurban untuk kaum fakir, sampai mereka membutuhkannya, lebih diutamakan. Karena tindakan tersebut mengandung maslahat” (Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=70808).

Wallahua’lam bis showab.

***

Penulis : Ahmad Anshori

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/28638-hukum-menunda-pembagian-daging-qurban.html

Kenapa Masih Enggan Berqurban?

Sebagian orang memiliki kelebihan harta yang sebenarnya sudah bisa berqurban dengan satu ekor kambing atau 1/7 sapi secara patungan. Namun memang sifat manusia sulit mengeluarkan harta yang ia sukai. Padahal qurban mengandung hikmah dan keutamaan yang besar.

Qurban yang kita kenal biasa disebut dengan udhiyah. Secara bahasa udhiyah berarti kambing yang disembelih pada waktu mulai akan siang dan waktu setelah itu. Ada pula yang memaknakan secara bahasa dengan kambing yang disembelih pada Idul Adha.

Sedangkan menurut istilah syar’i, udhiyah adalah sesuatu yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala pada hari nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat yang khusus. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 74).

Perintah Qurban

Qurban pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 9: 249)

Dari hadits terdapat riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca ‘bismillah’ dan bertakbir.” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966)

Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya qurban. (Fiqhul Udhiyah, hal. 8)

Hikmah Berqurban

1- Qurban dilakukan untuk meraih takwa. Yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, bukan hanya daging atau darahnya. Allah Ta’ala berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)

Kata Syaikh As Sa’di mengenai ayat di atas, “Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan Dialah yang pantas diagung-agungkan. Yang Allah harapkan dari qurban tersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang sholih. Oleh karena itu, Allah katakan (yang artinya), “Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridho-Nya”. Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berqurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan. Inilah yang mesti ada dalam ibadah lainnya. Jangan sampai amalan kita hanya nampak kulit saja yang tak terlihat isinya atau nampak jasad yang tak ada ruhnya.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 539).

2- Qurban dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.

3- Qurban dilaksanakan untuk menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).

4- Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76)

5- Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan qurban.” (Lihat Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379)

Tetaplah Berqurban Ketika Mampu Walau Hukum Qurban Sunnah

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً

Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini adalah dalil bahwasanya hukum qurban tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berqurban (tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro, 9: 263)

Walau menurut pendapat mayoritas ulama hukum berqurban itu sunnah, tetaplah berqurban apalagi mampu. Untuk orang yang mampu dan kaya mengeluarkan 2,5 juta rupiah untuk qurban kambing atau patungan sapi sebenarnya begitu enteng. Tinggal niatan saja yang perlu dikuatkan.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah setelah memaparkan perselisihan ulama mengenai hukum qurban, beliau berkata, “Janganlah meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan, “Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu dan ambil perkara yang tidak meragukanmu.” Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a’lam.” (Adhwa’ul Bayan, 5: 618)

Berutang Tidaklah Masalah untuk Berqurban

Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,

لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 415)

Untuk masalah aqiqah, Imam Ahmad berkata,

إذا لم يكن مالكاً ما يعقّ فاستقرض أرجو أن يخلف اللّه عليه ؛ لأنّه أحيا سنّة رسول اللّه صلى الله عليه وسلم

“Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” (Matholib Ulin Nuha, 2: 489, dinukil dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 278). Untuk qurban pun berlaku demikian, bisa dengan berutang.

Pilihlah Hewan Qurban Terbaik

Ciri-ciri hewan yang terbaik untuk qurban adalah: (1) gemuk, (2) warna putih atau warna putih lebih mayoritas, (3) berharga, (4) bertanduk, (5) jantan, (6) berkuku dan berperut hitam, (7) sekeliling mata hitam.

Hewan qurban yang dipilih adalah yang sudah mencapai usia musinnah. Musinnah dari kambing adalah yang telah berusia satu tahun (masuk tahun kedua). Sedangkan musinnah dari sapi adalah yang telah berusia dua tahun (masuk tahun ketiga). Sedangkan unta adalah yang telah genap lima tahun (masuk tahun keenam). Inilah pendapat yang masyhur di kalangan fuqoha. Atau bisa pula memilih jadza’ah yaitu domba yang telah berusia enam hingga satu tahun.

Kemudian jauhi cacat hewan qurban yang wajib dihindari yang bisa membuat qurbannya tidak sah. Ada empat cacat yang membuat hewan qurban tidak sah: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang. Kalau dianggap tidak sah, berarti statusnya cuma daging biasa, bukan jadi qurban.

Sedangkan cacat yang tidak mempengaruhi turunnya kualitas daging tidaklah masalah seperti ekor yang terputus, telinga yang terpotong dan tandung yang patah. Cacat ini yang dimakruhkan.

Intinya, ketika berqurban berusaha memilih hewan qurban yang terbaik, menghindari cacat yang membuat tidak sah dan cacat yang dimakruhkan. Ibnu Taimiyah sampai berkata,

وَالأَجْرُ فِي الأُضْحِيَّةِ عَلَى قَدْرِ القِيْمَةِ مُطْلَقًا

“Pahala qurban (udhiyah) dilihat dari semakin berharganya hewan yang diqurbankan.” (Fatawa Al Kubro, 5: 384). Semakin berharga hewan qurban yang dipilih, berarti semakin besar pahala.

Berqurban itu begitu mudah, kita bisa berqurban dengan 1 kambing atau patungan 1/7 sapi. Masing-masing qurban tersebut bisa diniatkan untuk satu keluarga. Imam Asy Syaukani rahimahullah pernah berkata, “Qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8: 125).

Semoga bermanfaat. Moga Allah berkahi rezeki setiap yang mau berqurban.

* Diringkas dari bahasan buku “Panduan Qurban dan Aqiqah” karya Muhammad Abduh Tuasikal, MSc terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/22713-kenapa-masih-enggan-berqurban.html

Anjuran Menyembelih dengan Tangan Sendiri Hewan Qurbannya

Termasuk sunnah jika shahibul qurban menyembelih dengan tangan sendiri hewan yang diqurbankan. Mungkin selama ini kita sering melihat penyembelihan hewan qurban dilakukan oleh tukang jagal secara bersamaan dan kolektif. Hal ini boleh saja karena ini termasuk hukum mewakilkan yang boleh, akan tetapi jika shahibul qurban mampu dan tidak ada udzur, sebaiknya ia yang menyembelih dengan tangannya sendiri hewan qurbannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyembelih sendiri hewan qurbannya. Dari sahabat Anas bin Malik, beliau berkata,

ﺿَﺤَّﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑِﻜَﺒْﺸَﻴْﻦِ ﺃَﻣْﻠَﺤَﻴْﻦِ ﺃَﻗْﺮَﻧَﻴْﻦِ ﺫَﺑَﺤَﻬُﻤَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﻭَﻛَﺒَّﺮَ ﻭَﻭَﺿَﻊَ ﺭِﺟْﻠَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺎﺣِﻬِﻤَﺎ

“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing yang putih kehitaman (bercampur hitam pada sebagian anggota tubuhnya), bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir dan meletakkan kaki beliau di badan kedua hewan tersebut.”[1]

Ulama menjelaskan dari hadits bahwa jika menyembelih dengan tangannya sendiri ini lebih baik. Ibnu Qudamah menjelaskan,

ﻭَﺇِﻥْ ﺫَﺑَﺤَﻬَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ؛ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺿَﺤَّﻰ ﺑِﻜَﺒْﺸَﻴْﻦِ ﺃَﻗْﺮَﻧَﻴْﻦِ ﺃَﻣْﻠَﺤَﻴْﻦِ ، ﺫَﺑَﺤَﻬُﻤَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ، ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﻭَﻛَﺒَّﺮَ ، ﻭَﻭَﺿَﻊَ ﺭِﺟْﻠَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺎﺣِﻬِﻤَﺎ

“Jika ia menyembelih qurbannya dengan tanggannya sendiri maka ini lebih baik, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih 2 kambing yang bertanduk indab menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir dan meletakkan kaki beliau di badan kedua hewan”[2]

Dengan menyembelih sendiri ada beberapa hikmah di antaranya

  1. Shahibul qurban menyembelih sendiri dan melaksanakan sendiri ibadah qurban tersebut
  2. Shahibul qurban langsung merasakan dan menjalani ibadah qurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sehingga lebih berbekas atsar ibadah tersebut
  3. Shahibul qurban lebih yakin dengan mengucapkan sendiri “ikrar” qurban yaitu “Dari fulan” dengan menyebut namanya

Akan tetapi jika tidak mampu menyembelih sendiri atau ada udzur, maka boleh diwakilkan. Misalnya diwakilkan kepada tukang jagal.

Ibnu Qudamah melanjutkan penjelasan,

ﻓَﺈِﻥْ ﺍﺳْﺘَﻨَﺎﺏَ ﻓِﻴﻬَﺎ ، ﺟَﺎﺯَ ؛ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﺳْﺘَﻨَﺎﺏَ ﻣَﻦْ ﻧَﺤَﺮَ ﺑَﺎﻗِﻲَ ﺑُﺪْﻧِﻪِ ﺑَﻌْﺪَ ﺛَﻠَﺎﺙٍ ﻭَﺳِﺘِّﻴﻦَ . ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻟَﺎ ﺧﻼﻑ ﻓِﻴﻪِ . ﻭَﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳَﺤْﻀُﺮَ ﺫَﺑْﺤَﻬَﺎ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ . ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ ‏( 13/389 390- ‏) ﺑﺎﺧﺘﺼﺎﺭ

“Jika ia mewakilkan penyembelihan hukumnya boleh karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan sisa unta (yang belum disembelih) setelah sembelihan ke 63. Ini tidak ada khilaf ulama dan disunnahkan ia menghadiri/melihat proses penyembelihan tersebut.”[3]

Jika kita mewakilkan penyembelihan, dianjurkan kita agar meghadiri proses penyembelihan. Apabila ada udzur tidak bisa hadir, hukumnya tidak mengapa. Yang terpenting ia sudah berniat ikhlas beribadah dan berqurban.

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,

ﻭﺛﻮﺍﺏ ﺍﻷﺿﺤﻴﺔ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺗﺒﺮﻋﺎً ﻳﺘﻨﺎﻭﻝ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻧُﻮﻱ ﻓﻴﻬﺎ ، ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﺤﻀﺮ

“Pahala berqurban jika ikhlas, ia akan mendapatkan semua yang diniatkan walaupun ia tidak menghadiri proses penyembelihan tersebut.[4]

Demikian semoga bermanfaat

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31899-anjuran-menyembelih-dengan-tangan-sendiri-hewan-qurbannya.html

Qurban Diniatkan untuk Orang yang Sudah Meninggal

ADA dua pertanyaan yang masuk ke WA saya berkenaan dengan ibadah qurban: pertama, bagaimanakah hukum berqurban untuk orang yang sudah meninggal? Kedua, bolehkah daging qurban diberikan kepada orang non-muslim?

Jawaban untuk pertanyaan pertama adalah bahwa ada beberapa pendapat tentang ini. Secara ringkas adalah bahwa madzhab Hanafi, Hambali dan sebagian madzhab Syafi’i menyatakan masyru’iyyah qurban bagi mayyit secara mutlak.

Jadi, silahkan saja berqurban dengan diniatkan untuk orang hang sudah meninggal. Pandangan ulama tentang ini bisa dibaca, di antaranya, dalam kitab “Bada’i al-Shana’i'” 5/72, “Iqna'” 1/236 dan “Majmu'” 8/406.

Untuk pertanyaan kedua jawabannya adalah bahwa boleh saja daging qurban diberikan kepada non-muslim karena hukumnya sama dengan shadaqah sunnah lainnya. Semoga dengan ibadah qurban, mereka terbuka hati untuk meyakini Islam sebagai agama yang dimensi sosialnya sangat kental terasa.

Meski demikian, skala prioritas tetaplah berlaku. Artinya, distribusi daging qurban seyogyanya didasarkan pada peringkat kebutuhan. Siapa yang paling membutuhkan bantuan, dahulukan. Bukankah nilai sosial juga berkaitan dengan skala prioritas ini?

Yang paling penting adalah bukan sering bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu, melainkan langkah nyata untuk ikut serta berqurban. Marilah kia berada dalam kafilah manusia yang berqurban karena Allah SWT. Ada bahagia dalam kafilah itu. Salam, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Raih Al-Kautsar dengan Mendirikan Sholat dan Berqurban

Sebagai surat ke-108, Al Kautsar merupakan surat yang diturunkan di Makkah dan menjadi surat terpendek dalam Al-Quran. Namun demikian, Al-Kautsar nyatanya memiliki arti yang berlimpah atas nikmat.

Mengutip buku Tafsir Juz Amma karangan Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, Al Kautsar memang merupakan nikmat yang berlimpah. Utamanya yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ia berkata, ‘’Muhammad bin Fudhail meriwayatkan kepada kami dari Al Mukhtar bin Fulful, dari Anas bin Malik, ia berkata ‘Rasulullah tidur sebentar lalu beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum, baik beliau bersabda kepada orang-orang, ataupun mereka berkata pada beliau, ‘’Kenapa engkau tertawa?’’ Rasulullah menjawab, ‘Baru saja diturunkan satu surat kepadaku.’’

Selanjutnya beliau membaca, ‘’Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. ‘Sungguh, kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.’’ Sampai selesai. Beliau kembali bertanya, ‘’Tahukah kalian apakah al-Kautsar itu?’’, ‘’Itulah sungai yang Tuhanku ‘Azza wa Jalla berikan kepadaku di surga. Di dalamnya banyak kebaikan. Umatku datang ke sana pada hari Kiamat.

Imam Ahmad juga berkata, ‘’Muhammad bin Abi Adi bercerita kepada kami dari Humaid, dari Anas, ia berkata, ‘’Rasulullah bersabda, ‘’Aku masuk surga. Ternyata aku sudah berada di sungai. Di kedua tepinya perkemahan mutiara. Lantas aku menemukan tanganku ke tempat yang mengalir, ternyata itu minyak kesturi adzfar. Aku bertanya, ‘Apa ini wahai Jibril?, ‘Ia menjawab, ‘Inilah Al-Kautsar yang telah Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepadamu. (HR. Ahmad, 12008).

Lebih lanjut, meski ada tiga ayat yang keseluruhannya menjelaskan nikmat, ada syarat sholat dan kurban yang harus dilakukan.

Secara spesifik, hal tersebut ada di ayat ke-2 Al-Kautsar.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

(Fa ṣalli lirabbika wan-ḥar)

Artinya: Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Mengutip buku Tafsir Fi Zhilalil Qur’an jilid 24, disebutkan makna dalam ayat tersebut. Yaitu, setelah diberi penegasan terkait nikmat yang berlimpah, maka Rasulullah diarahkan untuk mensyukuri nikmat dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah, dengan menunaikan sholat dan menyembelih hewan qurban dengan ikhlas karena-Nya.

Hal itu, dinilai perlu dilakukan untuk menghiraukan kemusyrikan orang musyrik.

Tak hanya itu, dalam buku Tafsir Al-Fatihah dan Juz Amma karangan Muhammad Chirzin, juga menyebutkan hal serupa. Ayat itu menyerukan sholat dengan ikhlas, dan perintah menyembelih hewan qurban pada hari raya Idul Adha karena Allah.

Lebih lanjut, Tafsir Al Mukhtashar yang berada di bawah pengawasan Imam Masjidil Haram, Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid menyebutkan, ayat itu mengandung perintah, ‘Maka ikhlaskanlah sholatmu seluruhnya hanya untuk Tuhanmu,dan sembelih lah binatang sembelihanmu untuk Nya dan hanya dengan nama Nya semata.’

Lebih jauh, dalam Tafsir Min Fathil Qadir tulisan Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman menambahkan, dalam ayat tersebut menyebutkan, qurban pada hari tasyriq, lebih baik dari pada zakat yang dibayarkan pada hari fitri. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mensyukuri Al-Kautsar pemberiannya dengan mendirikan sholat dan berqurban.

Dijelaskan juga, Allah menyebutkan ayat tersebut, dikarenakan dua perintah di dalamnya memiliki kandungan yang sebaik-baiknya amal ibadah seseorang. Selain, menjadi cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sholat yang ditegaskan, juga bisa diartikan sebagai ketundukan hati dan jiwa hamba kepada Allah. Sedangkan, berqurban dalam perintah selanjutnya, merupakan langkah mendekatkan diri kepada Allah dengan hewan qurban terbaik, dan untuk mengeluarkan harta yang menjadi fitrah bagi setiap orang.

IHRAM

Imam Hanafi dan Maliki Menghukumi Qurban Wajib

Meninggalkan qurban padahal dirinya mampu adalah perbuatan yang tidak pantas.

Para ulama sepakat melaksanakan qurban adalah salah satu amalan yang diperintahkan dalam Islam. Mengamalkan qurban akan menambah ketaqwaan dan mendekatkan diri pada Allah. Sangat disesalkan sekali jika tidak melaksanakannya.

“Hal ini tidak ada pertentangan di antara ulama, oleh karenanya hendaknya kita meyakininya,” kata Ustaz Rafiq Jauhary saat berbincang dengan Republika.co.id, seputar pahala Qurban, Kamis (9/7).

Ustaz lulusan Darul Hadits Al-Ghomidy, Awaly, Makkah Al-Mukkarommah ini menjelaskan, yang menjadi perbedaan di antara ulama hanyalah dalam menklasifikasi hukumnya. Misalanya para ulama dari Madzhab Hanafi dan sebagian dari pengikut Madzhab Maliki berpendapat hukumnya Wajib. “Namun mayoritas berpendapat hukumnya sunnah muakkadah (sunnah) yang ditekankan,” katanya.

Ustaz Rafiq menyampaikan bahwa wajib ataupun sunnah muakkadah, dua ketentuan hukum ini menuntut kita untuk menjalankannya. “Bukan berarti perkara sunnah adalah hal yang dapat diremehkan,” katanya.

Kewajiban atau anjuran qurban ini lebih khusus ditujukan bagi ummat Islam yang mampu secara finansial. Oleh karenanya qurban masuk dalam kategori ibadah yang menuntut pengorbanan harta.

Kemampuan secara finansial tidak selalu dalam bentuk uang tunai berlebih. Namun bisa jadi benda berharga yang dimiliki adalah bukti bahwa seseorang mampu dan terbebani ibadah qurban. “Maka boleh hukumnya menjual benda berharga yang berlebih untuk membeli qurban,” katanya.

Ustaz Rafiq mengatakan, qurban adalah ibadahnya para nabi, ini menjadi pembuktian seberapa besar ketaqwaannya pada Allah. Qabil dan Habil diuji oleh Allah dengan qurban, begitupun Nabi Ibrahim dan keluarganya diuji oleh Allah dengan qurban.

Ujian qurban bagi ummatnya Nabi Muhammad seperti kita lebih ringan dibanding qurban umatnya nabi terdahulu. Walau demikian tidak sedikit di antara kita yang tidak perdulikannya.

Ustaz Rafiq menyampaikan bahwa meninggalkan qurban padahal dirinya mampu adalah perbuatan yang tidak pantas. Sekalipun mayoritas ulama berpendapat qurban adalah sunnah, namun sengaja meninggalkan qurban tanpa alasan syar’i tidak pernah dicontohkan oleh ulama manapun.

“Orang yang meninggalkan qurban padahal dirinya mampu, bisa jadi karena tidak mengetahui ilmu, terlalu cinta dengan harta yang dimilikinya, atau bisa jadi karena meremehkan ajaran nabi,” katanya.

UMRAH

Hukum Qurban Kambing Atas Nama Banyak Orang

Patungan membeli kambing atau domba dan sejenisnya untuk qurban atas nama ramai-ramai tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Karena syariat telah menentukan satu ekor kambing untuk satu nama orang yang berqurban dan satu ekor sapi, kerbau untuk tujuh orang.

“Tidak boleh patungan kambing dengan niat untuk qurban. Kalaupun ngotot juga, maka tidak sah qurbannya,” kata peneliti senior di rumah fiqih, Ustaz Ahmad Sarwat saat diminta pendapatnya, Ahad (5/7).

Seperi diketahui setiap tahun lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP dam SMA patungan membeli hewan kambing untuk dipotong saat hari raya Idul Adha. Tujuannya untuk memberikan pendidikan pentingnya berqurban. 

Ustaz Ahmad Sarwat mengatakan, untuk tujuan pendidikan justru harus diberi tahu kepada anak-anak bahwa qurban kambing dengan cara patungan itu keliru dan salah fatal. Menurut dia, jangan jerumuskan anak-anak kita dengan ilmu agama yang justru sudah keliru sejak awal. 

“Ajarkan pada mereka ilmu agama yang lurus,” katanya.

Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, kalaupun anak-anak mau diajarkan ilmu tentang Qurban, maka yang diajarkan bukan bagaimana berpatungan. Karena hal itu bukan memberikan pendidikan malah mengajarkan kesalahan sejak dini.

“Itu justru sangat tidak mendidik dan menyalahi syariat Islam sejak dini,” katanya. 

Ustaz Ahmad Sarwat menyarankan yang mesti dijarkan kepada anak-anak, bagaimana teknik penyembelihan yang syar’i. Karena inti ibadah qurban bukan di urusan keluarkan uang patungan. Tapi justru pada manasik penyembelihannya. 

“Perkenalkan mana jalur aliran darah vena dan arteri, mana saluran makanan dan saluran nafas. Yang mana yang harus putus dari keempat saluran itu,” katanya.

Selain itu kata Ustaz Ahmad, ajarkan pada anak-anak bagaimana memelihara dan merawat kambing dengan baik, bukan dijemur, disiksa, dan tidak diberi makan. Apalagi ditakut-takuti sehingga stress menjelang penyembelihan.

“Tapi bukan diajarkan patungan kambing yang sepakat seluruh ulama mengatakan tidak sah,” katanya.

Ia mengingatkan, sebagai orang tua muslim jangan terjerumus kepada perbuatan pelanggaran atas nama pendidikan, dengan membeli hewan qurban jenis kambing secara patungan. Karena patungan membeli kambing untuk diqurbankan melanggar syariat.

“Masak kita malah menjerumuskan anak-anak kita dengan ajaran keliru dan menyesatkan? Bagaimana tanggung jawab kita di hadapan Allah nanti di hari pembalasan, kalau kita malah ngarang-ngarang sendiri agama ini kita?,” katanya.

Sementara itu Ustaz Isnan Ansory menegaskan, bahwa satu kambing hanya bisa untuk satu nama. Jika ada program patungan dana untuk membeli kambing, dan ingin dijadikan hewan qurban. 

“Tunjuk saja satu nama dengan cara undian misalnya,” katanya.

Karena kata dia, kalau tidak ditunjuk satu nama, boleh saja tetap disembelih saat Idul Adha. Akan tetapi namanya bukan qurban, sebatas shadaqah biasa yang dagingnya dibagikan seperti halnya daging qurban.

“Dan sebaiknya nama yang ditunjuk sudah berumur aqil baligh,” katanya.

Ali Yusuf

IHRAM

Keistimewaan Berkurban di Tengah Pandemi

Dewan Syariah Pusat Zakat Umat, Ustadz Jeje Zainudin mengungkapkan keistimewaan berkurban di tengah pandemi covid-19. Dalam masa ini, sebagian besar orang mengalami kesulitan secara ekonomi, namun mereka yang tetap berkurban dalam kondisi yang sempit akan menjadi sebuah keistimewaan.

“Ibadah kurban memiliki pahala yang besar dibanding pada situasi normal. Besarnya amal ditentukan dalam situasi kondisi sulit, serta besarnya kebermanfaatan yang didapat oleh seseorang. Yang menentukan nilai dan kualitas, semakin berat dan luas kemanfaatanya, maka semakin besar pahalanya,” kata Jeje dalam diskusi webinar bertajuk Urgensi Kurban di tengah Pandemi Covid-19, pada Jumat (3/7).

Dalam sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ketika beliau ditanya, “Sedekah bagaimanakah yang paling utama?”, beliau menjawab, “Engkau bersedekah di saat kamu dalam keadaan sehat dan cinta harta, banyak keinginan dan takut miskin. Serta tidak menangguhkannya sampai nyawa di kerongkongan, kemudian mengatakan, “Ini untuk si fulan, dan itu untuk si fulan”. Padahal memang itu sudah jatah si fulan dan si fulan, mutafaq alaih.

Semakin berat suatu ibadah dilakukan, dan semakin luas kemanfaatannya, maka semakin besar pula pahalanya. Sesuai dengan kaidah, besaran balasan sesuai dengan besaran beban cobaan.

Adapun kurban dari segi esensi ubudiyah yakni kepatuhan atas tuntutan Allah Ta’ala. Baik melaksanakan perintah atau tuntutan meninggalkan larangan.

Ubudiyah secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu ubudiyah nafsiyah dan maliyah. Ubudiyah nafsiyah simbol utamanya yakni sholat dan maliyah simbol utamanya zakat.

“Itulah sebabnya Alquran sering menggandengkan keduanya. Aqiimussholat wa atuz zakat. Inna sholaaty wa nusuky.. fa sholli li rabbika wanhar,” kata Jeje.

Keistimewaan dan fadilah dalam suatu ibadah ada banyak faktornya. Dari faktor internal, ada keikhlasan, dan kekhusyuan hati dalam menjalankan ibadah. Semakin hampa nilai kekhusyuan, maka akan semakin kecil keistimewaan dan pahala yang didaparkan.

Sementara faktor eksternal yakni karena keistimewaan tempatnya, seperti ibadah bisa dikerjakan di mana saja, namun ada keistimewaan lain jika dikerjakan di Masjidil Haram, Nabawi dan Al Aqsa.

Jeje mengungkapkan, pada masa perbudakan akan sangat sulit untuk memerdekakan seseorang budak. Namun orang-orang dahulu mampu melakukannya, dengan begitu mereka mendapatkan pahala yang besar dibandingkan dengan amalan lain karena faktor kondisi. Begitu juga dengan memberikan makanan di saat kondisi kemiskinan tengah merajalela. 

فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ فَكُّ رَقَبَةٍ

“Tetapi ia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan”, Alquran surat Al-Balad yat 11-13.

Kemudian juga disampaikan dalam Alquran surat Al Hasyr, di mana penduduk madinah tetap berbagi dengan kalangan muhajirin, padahal mereka sangat membutuhkannya, dan dalam kesusahan.

وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” Alquran surat hasyr ayat 9.

“Alquran mengaitkan situasi amal ibadah dengan kondisi sulit. Itu gambaran dari ayat Alquran tentang keistimewaan. berbagi. Begitu juga dengan kurban di saat semua orang memikirkan diri sendiri, tapi dia memikirkan orang banyak,” kata Jeje.

Rossi Handayani

KHAZANAH REPUBLIKA

Kurban di Masa Pandemi

Ibadah kurban merupakan napak tilas perjalanan seorang ayah dan anak yang saling mencintai.

Tak lama lagi, Hari Raya Kurban atau Idul Adha 1441 H akan tiba. Umat Islam menyambutnya penuh sukacita dengan berkurban. Ibadah kurban merupakan napak tilas perjalanan seorang ayah dan anak yang saling mencintai, yakni Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Karena itu, penyembelihan hewan kurban, selain mengajarkan kerelaan berkorban harta dan sifat kebinatangan, juga mengandung nilai historis, pendidikan keluarga dan spiritualitas seorang hamba di hadapan Tuhannya.

Perayaan Idul Kurban tahun ini sangat berbeda. Tidak ada perjalanan ibadah haji ke Baitullah karena pandemi Covid-19 yang masih mengancam keselamatan jiwa. Pupus sudah harapan calon dhuyufur rahman (tamu Allah) yang telah menyiapkan diri sejak lama, bahkan menabung puluhan tahun.

Betapa pun sedihnya, kita mesti melihat kejadian ini dengan kacamata tauhid. Segala musibah terjadi karena izin atau takdir Allah SWT (QS 64: 11). Juga, mesti direnung ke lubuk hati bahwa boleh jadi sesuatu yang tak disukai terselip kebaikan di dalamnya (QS 2: 216).

Ketika calon jamaah haji batal berangkat ke Tanah Suci, mereka dapat melakukan ibadah lain yang sangat dianjurkan agama.

Syekh Sayid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah mengutip Hadis Nabi SAW, “Tidak ada satu amalan manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT. selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak di Hari Kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kukunya. Sebelum darahnya menyentuh tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Beruntunglah kalian dengan kurban itu.” (HR Turmudzi).

Bagi yang mampu, tetapi enggan menunaikannya dikecam oleh Nabi SAW. Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Bulughul Maram mengutip sebuah riwayat, “Barang siapa mempunyai kelapangan untuk berkurban, tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad).

Berkurban merupakan wujud kesyukuran atas limpahan nikmat yang tak terkira jumlahnya. “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” (QS 108: 1-2).

Suatu ketika seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Kamu bersedekah ketika dalam keadaan sehat dan kikir, takut menjadi fakir dan berangan-angan menjadi orang kaya. Maka, janganlah menundanya hingga nyawamu berada di tenggorokan. Lalu kamu berkata, si fulan mendapatkan ini, dan si fulan kebagian ini. Padahal, harta itu memang milik si fulan.” (HR Bukhari).

Sementara, bagi orang yang kekurangan, tetapi berupaya menunaikannya, akan diganjar pahala yang berlipat ganda. Beliau SAW pernah ditanya, “Apakah sedekah yang paling utama?” Baginda SAW menjawab, “Sedekah orang yang dalam kekurangan.” (HR an-Nasa`i).

Walhasil, berkurban selalu memberi kesan mendalam bagi pekurban dan penerimanya. Apalagi dalam masa pandemi, kita masih mampu meringankan beban sesama. Tiada lain, kecuali untuk mendekat (taqarrub) kepada Allah SWT sesuai dengan hakikat kurban (QS 22: 37). Wallahu a’lam bish-shawab.

OLEH HASAN BASRI TANJUNG

KHAZANAH REPUBLIKA