Pembagian Hewan Kurban sesuai Hadis

JUMHUR ulama menyampaikan bahwa pembagian kurban sebaiknya adalah sebagai berikut:

1/3 untuk dimakan yang melakukan kurban.
1/3 untuk disedekahkan.
1/3 untuk disimpan oleh yang melakukan kurban.

Dasarnya dari hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam sahih beliau.

“Makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah.” (HR Muslim No.1562)

Panitia Kurban bisa saja dimasukkan sebagai penerima sedekah walaupun penerima sedekah diutamakan fakir miskin di lingkungan dipotongnya hewan kurban.

Wallahua’lam. [Ustadz Noorahmat]

INILAHMOZAIK

Jangan Lupa Niat Jika akan Berkurban!

BERKURBAN adalah termasuk amal ibadah, dan amal ibadah mestilah didahulukan dengan niat untuk membedakannya dengan adat (kebiasaan). Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah menerangkan:

Qurban tidaklah sah tanpa niat, karena sembelihan yang akan menjadi daging akan menjadi qurban (sarana mendekatkan diri kepada Allah Taala), dan perbuatan tidaklah dinilai sebagai qurbah tanpa dengan niat, sesuai sabdanya:

“(sesungguhnya amal perbuatan hanyalah dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa-apa yang sesuai yang diniatkannya). Al Kisani mengatakan: “maksudnya adalah amal perbuatan untuk qurban, maka berqurban tidaklah memiliki nilai kecuali dengan niat.”

Beliau meneruskan:

Kalangan Syafiiyah dan Hanabilah mensyaratkan: hendaknya berniat sebelum menyembelih, karena menyembelih (hewan qurban) merupakan qurbah. Telah mencukupi bahwa niat adalah di hati. Tidak disyaratkan melafazkan niat dengan lisan, karena niat adalah amalan hati, dan pengucapan di lisan merupakan petunjuk bagi amalan di hati.

 

INILAH MOZAIK

Hukum Qurban Atas Nama Perusahaan

Di daerah kami banyak perusahaan melakukan qurban. Dititip-titipkan ke masjid-masjid kampung. Mungkin dana CSR perusahaan. Totalnya banyak, bisa sampai puluhan sapi dr beberapa perusahaan.

Tapi katanya, itu atas nama karyawan di perusahaan itu.

 

 

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Salah satu yang diatur dalam ibadah qurban adalah mengenai kepemilikan hewan qurban. Kambing hanya boleh dimiliki oleh satu orang, sapi maksimal 7 orang, sementara onta maksimal 10 orang.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَحَضَرَ الْأَضْحَى، فَاشْتَرَكْنَا فِي الْجَزُورِ، عَنْ عَشَرَةٍ، وَالْبَقَرَةِ، عَنْ سَبْعَةٍ

Kami pernah safar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika tiba Idul Adha, kami urunan untuk onta 10 orang dan sapi 7 orang. (HR. Ibn Majah 3131 dan dishahihkan al-Albani).

Hadis ini berbicara tentang kepemilikan hewan qurban, bukan peruntukan pahala qurban. Untuk peruntukan qurban, satu ekor kambing bisa diqurbankan atas nama satu orang dan seluruh anggota keluarganya. Abu Ayyub radhiyallahu’anhu mengatakan,

كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ، وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

“Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan selueuh anggota keluarganya.” (HR. Tirmidzi 1505, Ibn Majah 3125, dan dishahihkan al-Albani).

Bagaimana dengan Qurban dari Perusahaan?

Kita bisa melihat beberapa kemungkinan di sana,

Pertama, perusahaan itu milik perorangan.

Semua modal dan asetnya milik satu orang. Sehingga, setiap dana yang dikeluarkan untuk kegiatan ibadah, maupun kegiatan sosial lainnya, hakekatnya adalah uang milik satu orang. Termasuk ketika perusahaan ini memberikan qurban, hakekatnya itu milik owner perusahaan. Qurban ini sah sebagai ibadah pemilik perusahaan.

Kedua, perusahaan milik banyak pemodal

Seperti perseroan, yang modal dan asetnya patungan dari para pemegang saham. Ketika perusahaan mengeluarkan dana sosial CSR, hakekatnya itu uang milik semua pemegang modal. Jika itu untuk kegiatan ibadah, semua pemegang modal berhak di sana.

Ketika itu wujudnya hewan qurban, tentu saja tidak sah. Karena beararti quota pemilik hewan itu, melebihi batas. Jika perusahaan tetap mengeluarkan hewan qurban atas nama satu perusahaan, nilainya sedekah, dan bukan qurban.

Ketiga, perusahaan memberikan hewan qurban ke karyawan

Mungkin kasusnya, perusahaan memberikan hewan qurban ke sejumlah karyawan. Misalnya, perusahaan mengeluarkan 10 ekor sapi untuk qurban 70 karyawan. Semacam ini dibolehkan, dan tentunya, pahalanya pun untuk karyawan.

Kira-kira sama dengan kasus perusahaan menghajikan para karyawannya. Yang pergi haji tentu karyawan, bukan perusahaan. Dan pahalanya untuk karyawan yang pergi haji, bukan perusahaan.

Hanya saja, untuk jenis ketiga ini perlu diperhatikan aturan berikut,

Pertama, harus dipastikan kepemilikan sapinya. Terutama ketika perusahaan mengeluarkan lebih dari 1 sapi. Sebagai contoh, perusahaan mengeluarkan 10 ekor sapi untuk 70 karyawan. Secara perhitungan benar, namun tetap perllu ditegaskan, siapa pemilik masing-masing sapi.

Kedua, semua karyawan yang mendapat hadiah ibadah qurban harus sadar bahwa dia sedang berqurban. Karena setiap ibadah butuh niat. Sehingga tidak boleh perusahaan mengeluarkan sejumlah sapi qurban untuk beberapa karyawannya, tapi yang bersangkutan tidak tahu.

Ketiga, ketika hewan ini telah diserahkan ke karyawan, semua aturan qurban berlaku untuknya. Seperti anjuran menyembelih sendiri, atau melihat penyembelihannya, tidak boleh menjual bagian qurbannya, berhak dapat dagingnya, dst.

Demikian, Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Qurban dari Orang yang Meninggalkan Shalat, Batal?

Ikut Qurban Tapi Tidak Shalat?

Ada seseorang yg (maaf) tidak melaksanakan sholat wajib 5 waktu, tapi dia ikut berkurban. bagaimana tinjauan syariat atas hal ini?

Dari: Tri Biyantoko via Tanya Ustadz for Android

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Para ulama menegaskan, tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik, dari pada meninggalkan shalat.

Kita simak dialog dengan penduduk neraka ketika ditanya, sebab mereka masuk neraka.

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ . وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ

Apa yang menyebabkan kalian masuk ke Saqar (neraka). Mereka menjawab, “dulu kami tidak shalat” ( )dan kami tidak mau memberi makanan kepada orang miskin… (QS. Al-Muddatsir: 42 – 44)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut meninggalkan shalat sebagai perbuatan kekufuran.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim 82).

Dalam hadis lain, dari sahabat Buraidah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, dia telah kafir. (HR. Ahmad 22937, Tirmidzi 2621; dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Masih banyak dalil lain yang menunjukkan betapa bahayanya orang yang meninggalkan shalat. Hingga para ulama menyebut dosa ini sebagai dosa terbesar setelah syirik. Kita sebutkan diantaranya,

Keterangan Ibnu Hazm,

لا ذنب بعد الشرك أعظم من ترك الصلاة حتى يخرج وقتها، وقتل مؤمن بغير حق

Tidak ada dosa – setelah syirik – yang lebih besar dari pada meninggalkan shalat hingga habis waktunya, dan membunuh orang mukmin tanpa alasan yang dibenarkan.

Keterangan Ibrahim an-Nakhai. Beliau mengatakan,

من ترك الصلاة فقد كفر

Orang yang meninggalkan shalat, berarti telah kafir.

Keterangan Imam Ishaq bin Rahuyah,

صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أن تارك الصلاة كافر، وكذلك كان رأي أهل العلم أن تارك الصلاة عمداً من غير عذر حتى يذهب وقتها كافر

Terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang meninggalkan shalat, dia kafir. Demikian yang dipahami para ulama, bahwa orang yang meninggalkan shalat dengna sengaja, tanpa udzur, sampai habis waktunya, maka dia kafir. (Ta’dzim Qadri as-Shalah, 2/929)

Berangkat dari berbagai dalil dan keterangan di atas, para ulama menilai bahwa amal ibadah apapun yang dikerjakan seseorang, sementara dia meninggalkan shalat, maka tidak dinilai dalam islam. Dengan kata lain, meninggalkan shalat merupakan Salah satu penyebab amal ibadah seseorang tidak diterima oleh Allah.

Dr. Soleh al-fauzan mengatakan,

أما الصيام مع ترك الصلاة فإنه لا يجدي ولا ينفع ولا يصح مع ترك الصلاة ، ولو عمل الإنسان مهما عمل من الأعمال الأخرى من الطاعات فإنه لا يجديه ذلك مادام أنه لا يصلي ؛ لأن الذي لا يصلي كافر ، والكافر لا يقبل منه عمل

Puasa namun meninggalkan shalat, tidak ada nilainya, tidak manfaat, dan puasanya tidak sah, selama dia meninggalkan shalat. Jika seseorang beramal, amal ketaatan apapun, statusnya tidak ada nilainya, selama  dia tidak shalat. Karena orang yang tidak shalat, kafir. Sementara orang kafir, amalnya tidak diterima. (al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan, 39/16)

Keterangan lain, disampaikan Imam Ibnu Utsaimin,

الذي يصوم ولا يصلى لا يقبل منه صوم ، لأنه كافر مرتد ، ولا تقبل منه زكاة ولا صدقة ولا أي عمل صالح

Orang yang puasa, sementara tidak shalat, puasanya tidak diterima, karena dia kafir, murtad. Tidak diterima zakatnya, sedekahnya, maupun amal soleh lainnya.

Selanjutnya, Imam Ibnu Utsaimin membawakan firman Allah,

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ

tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-Taubah: 54).

Dalam ayat itu dinyatakan, salah satu penyebab amal dia tidak diterima adalah karena meninggalkan shalat. Allah sebut, “mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas”. Artinya, shalatnya bolong-bolong.

(Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, Ibnu Utsaimin, 124/32).

Sebagai nasehat bagi mereka yang masih enggan shalat…

Kami tidak tahu, dengan cara apalagi kami harus mengingatkan anda untuk shalat. Sementara ayat dan hadis tentang bahaya meninggalkan shalat, tidak lagi bisa menembus relung hati anda. Yang dinilai bukan status agama di KTP anda, tapi apa yang anda kerjakan.

Kami hanya bisa mengatakan kepada anda, segera bertaubat. Kecuali jika ingin merelakan semua amal anda tidak diterima dan tidak ada nilainya.

Termasuk ketika anda hendak berqurban. Segera bertaubat, agar qurban anda tidak sia-sia.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Filosofi Berkurban dalam Berumah Tangga

Menyembelih hewan kurban saat 10 Dzulhijjah nanti ternyata menyimpan nilai filosofi dalam berumah tangga.

“Filosofi berkurban sangat terkait dengan rumah tangga. Yakni, mencerminkan etapa hebatnya cinta Nabi Ibrahim AS kepada anaknya Nabi Ismail AS,” tutur pimpinan Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center Ustaz Bachtiar Nasir, Jumat (4/9).

Ustaz Bachtiar juga melihat kesabaran Ismail mengorbankan cintanya kepada sang ayah dengan merelakan diri untuk disembelih, namun Allah menggantikan dengan seekor kibas (domba).

“Kita nih kadang melihat anak sakit, kita juga ikut sakit. Tapi, kita tidak pernah pikirkan bagaimana sakitnya anak di akhirat kelak jika hidup tanpa tauhid. Luka iman yang membuat anak-anak ditempatkan di neraka kelak juga harus dipikirkan,” katanya.

Maka, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam agar mendekatkan diri dengan menyembelih hewan kurban agar meneladani hubungan antara Ibrahim dan Ismail dalam keluarga. Seperti yang disebutkan dalam Alquran Surah Al-Hajj ayat 34-35.