Tradisi ‘Megang di Sore Hari’

Masyarakat Pekanbaru, Riau, memiliki tradisi ‘Petang Megang’ dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Dari akar katanya, ‘petang’ berarti sore dan ‘megang’ berarti memegang sesuatu.

Tradisi ‘Petang Megang’ memang digelar sore hari sehari sebelum bulan Ramadhan tiba. Tradisi ini dimulai dari melaksanakan shalat Ashar berjamaah di Masjid Raya Senapelan (Masjid Raya Pekanbaru). Acara dilanjutkan dengan ziarah ke makam pendiri kota pekanbaru, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M), yang terletak di sebelah kanan masjid.

Selesai melakukan ziarah, masyarakat berbondong-bondong menuju tepian Sungai Siak dengan berjalan kaki sekitar 1,6 kilometer. Iringan musik kompang (salah satu alat kesenian Melayu Riau) ikut memeriahkan suasana dengan sekelompok ibu-ibu menjunjung pulut (kepok) yang diletakkan di atas talam atau baki.

Pulut adalah sejenis penganan yang terbuat dari beras ketan yang terdiri dari warna putih, kuning, dan hitam. ”Dalam ritual ini, penganan tersebut dibuat empat tingkat dengan ketinggian mencapai tiga meter,” demikian situs wisatamelayu.

Sesampainya di tepian Sungai Siak, masyarakat menggelar berbagai kegiatan dan lomba. Acara berikutnya adalah mendengarkan kata sambutan pemimpin daerah.

Setelah itu, Gubernur Riau mengambil ramuan (air limau) yang terdiri dari tujuh jenis tumbuh-tumbuhan, yakni serai wangi (cymbopogon nardus), daun pandan (pandanaceae), daun limau timun/limau pagar (fortunella polyandra), akar siak-siak (daniella ensifolia), daun nilam (pogostemon cablin benth), daun seman, dan mayang pinang.

Ramuan tersebut kemudian disiramkan kepada beberapa orang sebagai perwakilan warga. Mandi bersama di tepian Sungai Siak merupakan acara puncak dan sekaligus akhir dari rangkaian prosesi ritual Petang Megang. Tradisi ini memiliki makna membersihkan diri dalam menyambut bulan suci Ramadhan.