Pesan Nabi Muhammad Sebelum Meninggal

Sebelum wafat Rasulullah meninggalkan enam wasiat.

Rasulullah saw meminta izin kepada istri-istrinya untuk dirawat di rumah Aisyah ketika sakit beliau semakin parah. Rasulullah juga meninggalkan beberapa wasit kepada para sahabatnya dan umat Muslim, saat sakitnya semakin keras.

Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah karya Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi, Rasulullah meninggalkan enam wasiat kepada umatnya sebelum hari kematiannya tiba. Berikut ini, wasiat-wasiat Rasulullah kepada umatnya:

Pertama, Wasiat kepada kaum Anshar

Abbas melewati sekelompok orang dari kaum Anshar yang tengah menangis tatkala mengetahui sakit Nabi saw semakin bertambah parah, Abu Bakar bertanya, ‘Kenapa kalian menangis?’ mereka menjawab, ‘Kami mengingat hari-hari pertemuan kami dengan Rasulullah.’ Abbas kemudian menemui Rasulullah saw dan memberitahukan apa yang dia dapati kepada Rasulullah. Kemudian beliau diperban dengan kain hitam, lalu beliau keluar dan naik mimbar, dan itulah saat terakhir beliau naik mimbar.

beliau kemudian memuji Allah swt lalu bersabda, “Aku wasiatkan kaum Anshar kepada kalian (kaum Muhajirin) karena mereka adalah tempat penyimpanan rahasiaku dan barang berhargaku. Mereka telah menuntaskan tugas mereka dan saat ini yang tersisa adalah hak mereka, karena itu terimalah kebaikan mereka dan maafkanlah keburukan mereka.”

Hadits ini menjelaskan tentang tingginya kecintaan kaum Anshar terhadap Rasulullah. Mereka menangisi musibah yang menimpa Nabi dan terhalangnya mereka dari bermajelis dengan beliau.

Dua, Perintah untuk mengusir orang-orang musyrik dari jazirah Arab dan memperbolehkan utusan untuk tinggal di dalamnya

Sakit yang diderita Nabi kian bertambah parah, hingga dalam sehari beliau mengalami pingsan beberapa kali, meski seperti itu beliau ingin meninggalkan dunia dengan tenang terhadap tanggung jawab umat beliau agar nantinya tidak tersesat setelah beliau meninggal. Rasulullah ingin menuliskan wasiat secara rinci agar mereka sepakati dan tidak mereka sengketakan.

Karena para sahabat berselisih di dekat beliau maka beliau tidak jadi menuliskan wasiat tersebut, setelah itu beliau menyampaikan tiga wasiat, perawi menyampaikan dua di antaranya, usirlah oleh kalian orang-orang musyrik itu dari jazirah Arab dan izinkan utusan (tetap tinggal) seperti lamanya Rasulullah memberi mereka izin.

Tiga, Larangan menjadikan kuburannya sebagai masjid

Di antara ungkapan terakhir Rasulullah adalah, “Allah melaknat Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan makam para Nabi sebagai masjid, tidak akan kekal dua agama di Arab,”

Empat, Berbaik sangka kepada Allah

Jabir berkata, “Aku mendengar Rasulullah berkata pada tiga hari sebelum kewafatannya: “Berbaik sangkalah kalian kepada Allah’.”

Lima, Wasiat menegakkan shalat dan menjaga budak

Anas bin Malik as berkata, “Saat sakaratul maut, Rasulullah mewasiatkan, jagalah shalat dan budak kalian, hingga nyawa beliau sudah sampai dada dan lisan beliau tidak bisa mengucapkannya.”

Enam, Tidak ada lagi berita-berita gembira kenabian kecuali mimpi

Abdullah bin Abbas berkata, “Rasulullah membuka tirai sementara beliau sedang dibalut perban saat sakit yang membawa pada kematiannya, beliau bersabda, ‘Ya Allah aku telah menyampaikan tiga kali sesungguhnya tidaklah ada lagi kabar gembira kenabian kecuali hanya mimpi baik yang dilihat oleh seorang hamba yang shaleh, atau yang diperlihatkan kepadanya. Ingat aku dilarang untuk membaca Alqur’an saat ruku dan sujud. Saat rukuk agungkanlah Rabb, dan saat sujud bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena doa kalian benar-benar akan dikabulkan’.

IHRAM

Betapa Khusyuknya Rasulullah SAW

Kata khusyuk berarti `penuh penyerahan dan kebulatan hati.’Sifat itu biasanya timbul dalam konteks beribadah atau berdoa. Mereka yang merasakannya akan sungguh-sungguh, fokus, dan berkonsentrasi penuh. Dengan demikian, hati dan pikirannya semata-mata tertuju pada Allah Ta’ala.

Bagi kaum Muslimin, contoh yang paling paripurna dalam hal kekhusyukan adalah Nabi Muhammad SAW. Ada berbagai kisah yang menggambarkan betapa khusyuknya Rasulullah SAW. Bahkan, perkara-perkara yang bagi orang kebanyakan hanyalah biasa, menurut beliau bisa menjadi luar biasa. Sebab, persoalan itu sudah menggangguketenangannya saat sedang beribadah.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW menerima hadiah dari Abu Jahm. Pemberian itu merupakan pakaian khamishah, yakni sejenis kain atau mantel yang sangat halus serta berhiaskan renda-renda atau manik-manik. Singkatnya, benda itu sangat indah dan sedap dipandang mata.

Setelah menerima hadiah tersebut, beliau dan kaum Muslimin mendengar suara azan. Maka berangkatlah Rasulullah SAW ke masjid untuk memimpin shalat.Ibadah berjamaah itu tampaknya berjalan normal, seperti biasa.Namun, keadaannya berbeda bagi sang imam.

Seusai shalat, Nabi Muhammad SAW langsung memasuki kamarnya dan mengambil khamishahtersebut.Kemudian, beliau memberikan benda bagus itu kepada para sahabatnya sembari berpesan, Pergilah kalian kepada Abu Jahm dengan membawa pakaian ini. Sebab, baru saja khamishahini mengganggu shalatku.

Sejumlah orang lantas diutus beliau untuk menemui Abu Jahm.Kepada sang pemberi hadiah, beliau meminta agar khamishahtadi ditukar dengan anbijaniyyah. Jenis pakaian itu agak serupa dengan khamishah, tetapi tanpa renda dan manik-manik.

Kisah lainnya terjadi ketika Rasulullah SAW juga menerima hadiah dari seseorang. Pemberian itu adalah sandal yang berkualitas baik sekali. Sesudah shalat, Nabi Muhammad SAW memerintahkan sahabatnya untuk mengembalikan sepasang alas kaki itu. Alasannya, beliau sempat melirik benda tersebut saat melepaskannya sebelum memasuki masjid. Dan, ketika shalat, pikirannya sempat terganggu oleh ingatan tentang sandal itu.

Dalam kesempatan berbeda, Nabi Muhammad SAW pernah mengenakan sandal yang bagus.Beliau sempat terkagum dengan benda itu, tetapi kemudian bersujud kepada Allah seraya menggumamkan doa. Kemudian, ia bersabda kepada para sahabat, Aku tawadu kepada Tuhanku agar Dia tidak murka kepadaku. Segera setelah itu, sandal tersebut dihadiahkannya kepada orang yang pertama kali ditemuinya di jalan.

Tidak hanya setelan pakaian dan alas kaki. Sebuah cincin pun pernah mengganggu kekhusyukan Nabi Muhammad SAW. Maka sesudah shalat, beliau naik ke atas mimbar untuk berceramah. Begitu menyadari cincin yang indah itu ada di jemarinya, beliau seketika melepas dan membuang benda tersebut. Cincin ini telah menggangguku, sabdanya, ia mengganggu pandanganku dan pandangan kalian.

Adapun yang paling terawal dalam meneladan Rasulullah SAW ialah para sahabat. Mereka pun meniru khusyuknya beliau. Bahkan, banyak di antaranya yang rela melepaskan harta benda, yang dinilai telah mengusik ketenangannya dalam beribadah.

Seorang sahabat Nabi SAW, Abu Thalhah, pernah shalat pada siang hari dekat sebuah pohon yang teduh lagi subur buahnya. Di tengah shalat, lelaki yang bernama lengkap Zaid bin Sahl al-Khazraji itu dikejutkan oleh seekor burung kecil yang terbang di atasnya. Tanpa sadar, pandangan mata Abu Thalhah sekilas mengikuti arah terbangnya hewan tersebut, yang sempat bertengger pada pohon miliknya.

Sesudah shalat, suami Ummu Sulaim tersebut amat menyesali kelalaiannya dalam shalat. Kemudian, ia mendatangi Nabi Muhammad SAW dan menceritakan kejadian yang dialaminya itu. Wahai Rasulullah, pohon ini adalah sedekah dariku, maka kelolalah pohon ini sesuai dengan yang engkau kehendaki, katanya.Begitulah, pohon miliknya yang besar dan berbuah banyak itu disedekahkannya. Sang sahabat merasa lebih baik kehilangan harta daripada rasa khusyuk dalam shalat.

IHRAM

Tanda Sabar, Iman, dan Berakal Menurut Rasulullah SAW

Di antara wasiat Rasulullah kepada sahabat Ali bin Abi Thalib adalah tentang tanda-tanda orang yang sabar, beriman, dan berakal. 

Ini dapat ditemukan dalam kitab Washiyat Al-Musthafa yang berisi wasiat-wasiat Rasulullah ke Ali bin Abi Thalib yang disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi’i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syaran.

Tanda orang sabar

يَا عَلِيُّ، عَلَامَاتُ الصَّبْرِ حُسْنُ السَّرِيْرَةِ عِنْدَ اللهِ وَحُسْنُ الْخِدْمَةِ “Wahai Ali, Tanda-tanda orang sabar itu bagusnya hati di sisi Allah, dan bagus khidmatnya (pada agama).” 

Maksudnya orang tersebut memiliki hati yang baik dan ditunjukan dengan khidmat yang baik kepada agama, ulama, umat. 

Tanda orang beriman

يَا عَلِيُّ، لِلْمُؤْمِنِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ بُغْضُ الْمَالِ وَبُغْضُ النِّسَاءِ وَبُغْضُ الْكَلَامِ فِيْ أَعْرَاضِ النَّاسِ “Wahai Ali, orang yang beriman itu punya tiga tanda, tidak senang menumpuk-numpuk harta (adapun punya harta digunakan untuk kemaslahatan di jalan Allah), dan tidak senang wanita (yang melemahkan dalam agama), dan tidak senang membicarakan tentang kecacatan orang lain.” 

Tanda orang berakal

يَا عَلِيُّ، لِلْعَاقِلِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ اَلْاِسْتِعَانَةُ بِالدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ وَاخْتِمَالُ الْجَفَا وَالصَّبْرُ عَلَى الشَّدَائِدِ “Wahai Ali, orang yang punya akal waras itu tandanya ada tiga. Yaitu menggunakan dunianya untuk kepentingan akhirat, dan sabar diperlakukan kasar orang lain, dan sabar atas situasi-situasi sulit.”  

KHAZANAH REPUBLIKA

Cara Rasulullah SAW Lindungi Keluarga dari Fitnah Saat Haji

Nabi Muhammad SAW selalu melindungi keluarganya dari fitnah dan cobaan yang terjadi saat pelaksaan haji. Saat ibadah haji terutama saat tawaf dan sai, sentuhan fisik (berdesakan) antara pria dan wanita tidak bisa dihindari. 

“Pada saat laki-laki dan perempuan berkumpul, dalam satu tempat (tawaf dan sai) maka peluang terjadinya fitnah menjadi terbuka, terutama bagi kaum perempuan,” kata Abu Talhah Muhammad Yunus Abdussatar dalam buku ‘Haji jalan-jalan atau ibadah’ 

Atas alasan itulah kata Abu Thalhah, Nabi selalu khawatir terjadinya fitnah terhadap keluarganya pada saat berhaji. “Dia berkeinginan kuat untuk menjaga dan menghindarkan mereka dari fitnah,” katanya. Bagaimana cara nabi menghindarkan keluarganya dari fitnah. Berikut di antaranya. 

Pertama, Nabi menolehkan tengkuk Fadl bin Abbas pada saat dia mulai memandangi seorang pemudi suku Khats’am karena khawatir setan menguasai dirinya. 

Kedua, Nabi memerintahkan para istrinya untuk menurunkan kain penutup kepala guna melindungi wajah mereka setiap kali ada laki bukan mahram yang lewat di hadapan mereka. “Bila laki-laki yang bukan mahram tersebut telah pergi dari tempat Nabi mereka membuka kembali kerudung kepala mereka.”(HR Abu Daud)

Ketiga, Nabi memberikan arahan kepada para istrinya agar tidak bercampur dengan laki-laki, walaupun mereka tetap bersama dalam bertawaf. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi SAW kepada Ummu Salamah ketika dia mengeluhkan sakitnya. “Tawaflah di belakang laki-laki dengan menaiki kendaraan.” (HR Bukhari) 

Dalam riwayat yang lain Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya. “Apabila orang-orang sedang melaksanakan salat subuh, maka tawaflah di atas kedaranmu. Ummu Salamah lalu melaksanakan sabda Nabi tersebut dan Baru melakukan salat subuh setelah menyelesaikan tawafnya.” (HR Bukhari). 

Hal demikian juga ditunjukkan hadits riwayat Ibnu Juraij dia berkata, “Atha menceritakan sebuah hadits kepadaku, bahwa Ibnu Hisyam melarang kaum perempuan untuk bertawaf bersama laki-laki.” Atha berkata. “Bagaimana dia dapat melarang mereka padahal istri-istri nabi tawaf bersama orang-orang laki-laki.  

Juraij bertanya kepadanya. “Apakah setelah diwajibkan hijabah ataukah sebelumnya? Dia menjawab, “Jelas aku menemuinya setelah diwajibkannya hijab. 

Juraij melontarkan pertanyaan, “Bagaimana mereka tawaf bersama orang laki-laki.?” Dia menjawab, memang tidak sepenuhnya bercampur baur dengan laki-laki,”

Aisyah istri Nabi selalu bertawaf bersama-sama, namun menyendiri dan menjaga jarak dari orang-orang laki-laki. Suatu ketika seorang perempuan mengajaknya. “Wahai Ummul Mukminin kemari kita beristilam (mengucapkan tangan pada Hajar Aswad atau rukun yamani), Aisyah RA berkata, “Ah, tidak.” 

Maka rombongan wanita itu keluar di malam hari dan tawaf bersama kaum laki-laki, dengan cara jika mereka masuk ke Masjidil Haram, maka giliran kaum laki-laki keluar.  

Aku Ibnu Juraij bersama Ubaid bin Umair dulu pernah mendatangi Aisyah. Saat itu dia berada di atas bila titik Aku Bertanya kepadanya, lalu Apakah tutup hijabnya dia berada di dalam suatu kubah Turki yang ada tutupnya. Hanya itulah yang membatasi kami dengannya. Aku melihatnya memakai baju merah Mawar tik HR Bukhari dalam satu riwayat disebutkan, “Aku telah melihat yang memakai pakaian kekuning-kuningan, dan saat itu aku masih kecil.” 

Keempat, Nabi tidak memerintahkan mereka untuk berlari-lari kecil pada saat tawaf mengelilingi Kabah dan beralih pada daerah landai antara bukit safa dan Marwah. Hal ini sebagaimana dipahami dari kata kata Aisyah, “Wahai para wanita, Kalian tidak perlu berlari kecil ketika tawaf seperti laki-laki titik kamilah teladan kalian.” (HR Baihaqi).  

Kelima, Nabi mengarahkan para istrinya untuk berdiam di rumah setelah berhaji bersamanya. Nabi bersabda kepada mereka pada saat haji Wada, “Ini haji yang wajib bagi kalian. Setelah ini kalian tak mengapa berdiam di rumah-rumah dan kalian tidak wajib haji lagi.” (HR Abu Daud).  

IHRAM

Nabi Marah Jika Umatnya Pelihara Kebodohan

Nabi Muhammad SAW pernah marah ketika salah seorang sahabat ‘memelihara’ kebodohannya

Islam menganjurkan agar umatnya tidak tenggelam dalam kebodohan. Mencari ilmu pengetahuan adalah penekanan tegas agama, bahkan Nabi Muhammad SAW pernah marah ketika salah seorang sahabat ‘memelihara’ kebodohannya.

Dalam buku Mazhabmu Rasulullah? karya Sutomo Abu Nashr dijelaskan, suatu ketika para sahabat Nabi melakukan suatu perjalanan. Salah satu di antara mereka mengalami luka di kepalanya. Luka yang cukup parah tersebut membuatnya berpikir untuk bertayamum karena apabila menggunakan air kemungkinan besar akan membahayakan dirinya. Tapi apakah benar sudah boleh untuk bertayamum? Dia pun ragu. Maka ia bertanya kepada para sahabat yang lain tentang apakah sudah boleh ada keringanan untuk bertayamum?

Lalu para sahabat yang ditanya itu dengan tegas memberikan jawaban bahwa dia tetap wajib berwudhu. Belum dibolehkan baginya untuk bertayamum. Namun yang terjadi, sahabat yang terluka tadi malah meninggal dunia.

Saat Rasulullah SAW dikabari peristiwa tersebut, beliau murka luar biasa. Beliau menyebut ketidaktahuan para sahabat ini sebagai penyakit. Obat penyakit tersebut tidak lain adalah dengan bertanya (mencari tahu, mencari ilmu).

Tentu saja, apa yang dilakukan oleh beberapa sahabat tersebut karena keyakinan bahwa Rasulullah akan menjawab yang sama jika ditanya hal serupa. Tapi ternyata pandangan Nabi berbeda. Dalam konteks tema umat saat ini, dari kisah ini setidaknya Nabi menunjukkan pada para sahabat yang hidup di zaman Nabi yang menyaksikan langsung hidup Rasulullah bisa salah dalam mengklaim pandangan Nabi.

Maka sudah jelas sekali argumentasi mengenai Mazhab Rasulullah yang menjadi fenomena umat Islam masa kini keliru. Mazhab dari ulama-ulama merupakan jalur pencarian ilmu yang bersumber dari Rasulullah secara autentik. Walaupun rentang masa hidup para ulama saling berjauhan dengan Nabi, namun ketersambungan guru serta ilmu yang mereka pelajari bukan main-main.

Ketelitian dalam mencari jalur ilmu yang sampai kepada Rasulullah melalui mazhab-mazhab ini sangat bisa diuji. Inilah jalur ilmu yang terbuka untuk umat Islam, dan dari ini pula diharapkan umat Islam dapat terhindar dari kebodohan yang menyengsarakan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Inilah Hadis Nabi yang Membuat Abu Hurairah Pingsan

Ulama besar kelahiran Khurasan Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat 373 H) dalam Kitab Tanbihul Ghafilin menceritakan kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (RA) yang pingsan saat hendak menyampaikan Hadis Nabi. Kisah ini berkaitan dengan keikhlasan dalam beramal saleh.

Imam Abu Laits mengisahkan cerita yang didapatnya dari beberapa ulama dengan sanad mereka yang langsung dari Uqbah bin Muslim dari Samir Al-Ashbahi. “Ketika masuk di Kota Madinah ia melihat seorang yang dikerumuni orang ramai, lalu bertanya: “Siapakah orang itu?” Orang-orang menjawab: “Itu Abu Hurairah RA”.

Maka saya mendekatinya dan ketika tidak ada lagi keramaian, saya pun bertanya kepadanya: “Saya tuntut engkau demi Allah, ceritakan kepadaku satu Hadis yang telah engkau dengar dan engkau ingat langsung dari Rasullullah SAW“.

Abu Hurairah berkata: “Duduklah, akan saya ceritakan kepadamu Hadis yang saya sendiri mendengar langsung dari Rasullullah yang waktu itu tidak ada orang lain bersama kami.” Kemudian Abu Hurairah menarik nafas panjang lalu pingsan. Setelah tersadar dari pingsan itu dia pun mengusap mukanya sambil berkata: “Aku akan ceritakan HadisRasullullah SAW“.

Kemudian Abu Hurairah menarik nafas yang berat lagi dan kembali pingsan. Agak lama kemudian ia tersadar dan mengusap wajahnya lalu berkata: “Rasullullah SAW bersabda: ‘Apabila hari Kiamat kelak maka Allah Ta’ala akan menghukum di antara semua makhluk dan semua ummat bertekuk lutut.

Yang pertama dipanggil adalah orang yang mengerti Al-Qur’an (ahli Qur’an), orang yang mati fisabilillah, dan orang kaya. Maka Allah Ta’ala menanyakan kepada para ahli Qur’an: “Tidakkah Aku telah memberitahu kamu apa yang Aku turunkan kepada utusan-Ku? Jawab orang itu: “Benar, ya Tuhanku”. “Lalu kau berbuat apa terhadap apa yang telah engkau ketahui itu?” Jawabnya: Saya telah mempelajarinya di waktu malam dan mengerjakannya di waktu siang. Allah berfirman: “Engkau dusta”. Lalu Malaikat juga berkata: “Engkau dusta, kau hanya ingin disebut Qari, ahli dalam Al-Qur’an, dan sudah disebut yang demikian itu.

Lalu dipanggillah orang kaya dan ditanya: “Engkau berbuat apa terhadap harta yang Aku berikan padamu? Jawabnya: “Saya telah menggunakan untuk membantu kaum keluarga dan bersedekah. Allah berfirman: “Engkau dusta. Para Malaikat pun berkata: “Engkau dusta, kau berbuat begitu hanya karena ingin disebut sebagai seorang dermawan dan sudah terkenal demikian”.

Lalu dihadapkanlah orang yang mati berhijad fisabilillah kemudian ditanya: “Kenapa engkau terbunuh?” Jawabnya: “Saya telah berperang untuk menegakkan agama-Mu sehingga terbunuh. Allah Ta’ala berfirman: “Engkau dusta. Malaikat juga berkata: Engkau dusta, kau hanya ingin disebut sebagai seorang pahlawan yang gagah berani dan sudah disebut sedemikian”.

Kemudian Nabi Muhammad SAW memukul lututku (pahaku) sambil bersabda: “Wahai Abu Hurairah, ketiga orang itulah yang pertama-tama dibakar dalam api neraka pada Hari Kiamat.” Kemudian berita itu sampai kepada Mu’awiyah maka ia menangis dan berkata: “Sungguh benar firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah SAW”. Kemudian ia membaca Surah Hud ayat 15-16 yang berbunyi:

مَنۡ كَانَ يُرِيۡدُ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا وَ زِيۡنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيۡهِمۡ اَعۡمَالَهُمۡ فِيۡهَا وَهُمۡ فِيۡهَا لَا يُبۡخَسُوۡنَ(15)‏
اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ لَـيۡسَ لَهُمۡ فِىۡ الۡاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ‌ ‌ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوۡا فِيۡهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ(16)

Artinya: Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.

Abdullah bin Haanif Al-Inthoki berkata: “Pada hari Kiamat apabila seseorang mengharap amalnya kepada Allah Ta’ala maka dijawab: “Tidakkah Kami telah membayar kotan pahalamu. Tidakkah Kami telah memberi tempat padamu dalam tiap majlis. Tidakkah Kami telah terangkat sebagai pimpinan/ketua, tidakkah telah Kami permudah jual belimu (yakni selalu dapat potongan harga jika membeli sesuatu) dan seterusnya.

Seorang hakim berkata: “Orang yang ikhlas ialah orang yang menyembunyikan perbuatan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya”. Pendapat lain menyebutkan: Puncak ikhlas ialah tidak ingin pujian orang”.

Dzinnun Al-Mishri ketika ditanya: “Kapankah seseorang diketahui termasuk pilihan Allah? Jawabnya: “Jika tidak meninggalkan istirahat dan dapat memberikan apa yang ada, dan tidak menginginkan kedudukan dan tidak mengharapkan pujian atau celaan orang. (Yakni dipuji tidak merasa besar dan dicela tidak merasa kecil).

Demikianlah pesan Hadis yang mengguncang hati dan membuat Abu Hurairah RA pingsan. Ketahuilah bahwa amal yang sedikit namun ikhlas lebih baik daripada amal yang banyak tetapi ingin dipuji orang. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang ikhlas dalam beramal.

Wallahu Ta’ala A’lam

KALAM SINDO


Di Hari Arafah Merenungkan Isi Khutbah Sang Rasul

SEMPATKAN membaca lengkap isi khutbah Arafah Rasulullah saat beliau berhaji. Baca lagi dengan akal kita dan dengan perasaan kita. Cobalah membuat kesimpulan singkat yang paling membuat kita terkesan sekali. Apakah itu? Mungkin kesimpulan kita berbeda seberbeda latar belakang kita.

Bagi saya, khutbah beliau adalah potret ketulusan cinta beliau kepada ummatnya, beliau ingin semua umatnya selamat dan bahagia. Beliau memiliki kemampuan empati yang luar biasa. Bukan fokus untuk kebahagiaan diri, namun kebahagiaan semuanya. Tak banyak lahir tokoh berkarakter seperti beliau. Sungguh sempurna. Mari kita bershalawat untuk beliau.

Manusia mulia adalah manusia yang mampu memanusiakan manusia, memiliki kepekaan rasa untuk berbahagia bersama, bukan berbahagia di atas derita orang lain. Kalaulah kita bertemu dengan orang tertindas yang menderita, upayakan supaya mereka kembali merdeka dan ceria, bukan justru membuat mereka semakin berat dan menderita.

Kita harus berjuang untuk memiliki hati yang tulus mulia, yang mampu memahami rasa orang laindan mampu merespon dengan respon terbaik yang paling bermanfaat dan membahagiakan. Sehatkan hati kita dan bersihkan dari tamak, rakus, iri hati dan dengki serta benci.

Jangan kalah peka dengan anak kecil dalam foto berikut ini. Seorang kakak berempati kepada adik perempuannya yang harja gundul karena kanker ganas. Sang kakak minta kepalanya juga digundul kepada adiknya. Ketika orang-orang bertanya mengapa dia minta digundul padahal tidak sakit, sang kakak menjawab: “Aku tak ingin adikku merasa sendirian dalam derita hidupnya.” Saya terharu. Bagaimana dengan kita? Adakah empati dan kasih sayang tulus dalam hati kita? Salam Arafah, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Saat Orang Munafik Memasukkan Tangannya ke Saku Baju Besi Rasulullah SAW

Menurut lbnu lshaq, salah satu perkara yang berhubungan dengan Bani Qainuqa adalah ketika Rasulullah SAW. mengumpulkan mereka di pasar Qainuqa’ dan bersabda, “Wahai orang-orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah SWT., seperti petaka yang telah menimpa kaum Quraisy. Masuk kalian ke dalam Islam, karena sesungguhnva kalian telah mengetahui bahwa aku benar-benar seorang nabi yang diutus. Kalian mengetahui hal itu di dalam kitab sucl kami, dan di dalam janji Allah kepada kalian.” Mereka berkata, “Wahai Muhammad, apakah kau menganggap kami seperti kaummu? Janganlah tertipu hanya karena engkau menghadapi suatu kaum yang tidak memiliki pengetahuan tentang perang, sehingga engkau dapat mengambil kesempatan. Demi Allah, seandainya engkau memerangi kami, engkau pasti mengerti bahwa kami adalah ‘orangnya’ (yang pandai bertempur).

lbnu Hisyam meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja’far ibn Miswar ibn Makhramah dari Abu ‘Uwanah berkata, “Seorang perempuan Arab datang membawa barang dagangan untuk dijual di pasar Qainuqa’. Di situ la menemui seorang pandai emas. Tiba-tiba, orang-orang di pasar Qainuqa’ menggoda perempuan itu, membuka cadar yang dikenakannya. Tentu saja perempuan itu membela diri dan menolak. Akhirnya, diitempuhlah cara-cara licik. Si pandai emas mengikat ujung kain perempuan itu. Ketika berdiri, kain yang la kenakan terlepas. Orang-orang Qainuqa’ ramai menertawakannya. Dan, perempuan Arab itu menjerit-jerit menahan malu.

Dalam pada itu, muncullah lelaki Muslim dan langsung menyerang si pandai emas hingga tewas. Karena ia orang Yahudi, maka orang-orang Yahudi yang ada di situ balik mengeroyok si Muslim sampai tewas. Setelah itu, berita pembunuhan tersebut tersebar luas. Umat Islam marah mendengarnya. Maka, meletuslah peperangan antara kaum muslimin dengan Bani Qainuqa’. Merekalah kaum Yahudi yang pertama melanggar perjanjian dengan Rasulullah SAW. Dalam riwayat yang dinukil Imam Al-Thabari dan Al-Waqiqi dinyatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada pertengahan bulan Syawal tahun kedua hijriah.” Rasulullah SAW. memerintahkan agar Bani Qainuqa’ dikepung. Beberapa hari kemudian, Bani Qainuqa’ tunduk di bawah aturan lslam.

Pada saat itu, tampillah Abdullah ibn Ubayy ibn Salul menghadap Rasulullah SAW. dan berkata, “Wahai Muhammad, hendaklah kau berlaku baik terhadap pengikut-pengikutku.”

Tetapi, Rasulullah SAW. tidak memedulikan Abdullah ibn Ubay. Tokoh munafik itu pun mengulangi lagi ucapannya. Lagi-lagi Rasulullah SAW. tidak memberikan tanggapan. Tiba-tiba Abdullah ibn Ubay memasukkan tangannya ke saku baju besi Rasulullah SAW. Beliau berseru, “Lepaskan!” Para sahabat melihat api kemarahan di wajah Sang Nabi.

Rasulullah SAW. berseru lagi. ”Lepaskan! Celaka engkau!” Akan tetapi, Abdullah ibn Ubay bersikeras, ”Demi Tuhan, aku tidak akan melepaskanmu sebelum engkau bersikap baik terhadap pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi dan tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku dari merah dan hitam. Apakah engkau akan menghabisi mereka semua dalam satu hari?! Sungguh, demi Tuhan, aku khawatir akan timbul bencana.”

Rasulullah SAW. bersabda, “Mereka adalah milikmu. Perintahkan mereka keluar dari Madinah, dan jangan tinggal di dekat kota ini.“ Maka, orang-orang Bani Qainuqa’ pun kemudian keluar dari Madinah menuju Syam. Tidak sedikit dari mereka yang meregang nyawa di tempat yang baru.

Pada saat itu, Ubadah ibn Shamit ra. masih menjalin perjanjian damai dengan kaum Yahudi, seperti yang dilakukan Abdullah ibn Ubay. Mendengar pengusiran itu Ubadah segera menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Sesungguhnya aku akan berwali kepada Allah, Rasulullah SAW, dan orang-orang mukmin. Dan aku berlepas tangan dari perjanjian yang diucapkan orang-orang kafir itu dan perwalian kepada mereka.”

Saat itu turun ayat yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS Al Maidah (5): 51-52).

Wallahu a’lam.

 

[@paramuda/BersamaDakwah]

Begini Istighfar Rasulullah SAW, Jumlah, dan Khasiatnya

Ada banyak manfaat dari beristighfar atau meminta ampunan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW tak pernah melewatkan membaca istighar. Lalu, seperti apakah redaksi permintaan ampunan yang pernah dilafalkan Rasulullah, berapa kali jumlah istighfar yang beliau baca, dan apa pamungkas istighfar yang beliau rekomendasikan?

Sayyid Muhammad bin Alawi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya Madza fi Sya’ban memaparkan dalam beberapa riwayat Rasul memberikan contoh redaksi istighfar yang komprehensif. Di antaranya adalah riwayat yang dinukilkan Imam al-Hakim.

Suatu ketika, seorang sahabat datang dan berkata,”Dosaku-dosaku.” Ini diulang-ulang selama dua kali.

Rasulullah pun memintanya mengucapkan kalimat istighfar, ”Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.”

Sahabat tadi menirukan bacaan Rasulullah. Kemudian Rasul meminta mengulanginya hingga tiga kali. Lalu Rasul berkata,” Allah telah ampuni dosamu.”

Lantas berapa jumlah istighfar yang dibaca Rasulullah setiap hari? Ada dua riwayat. Yang pertama menyebutkan Rasul membaca beristighfar tiap hari minimal 70 kali.

Riwayat ini seperti dinukilkan Imam al-Baihaqi dan Ibn Abi ad-Dunya dari sahabat Anas bin Malik RA. Riwayat tersebut juga menjelaskan khasiat beristighfar sebanyak 70 kali dalam sehari.

“Tidaklah seorang hamba beristighfar 70 kali sehari, kecuali Allah akan ampuni 700 jenis dosa (kecil), sebab tiap harinya seseorang itu sejatinya melakukan lebih dari 700 jenis dosa kecil.”

Riwayat lain menyebutkan, jumlah istighfar Rasulullah tiap harinya adalah 100 kali. Ini seperti riwayat Imam Muslim, Ahmad, at-Thabrani, dan lainnya. “Tidaklah aku melewatkan pagi hari kecuali beristighfar kepada Allah 100 kali.”

Dan yang terakhir, seperti dijelaskan oleh Sayyid Muhammad, redaksi istighfar pamungkas atau disebut sayyid al-istighfar yang sangat dianjurkan Rasulullah, seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebagai berikut:

“Allahumma Anta Rabbi la ilaha illa Anta khalaqtani, wa ana abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, ‘audzubika min syarri ma shana’tu, abu’u laka bini’matika ‘alayya, wa abu’u bidzanbi, faghfirli, fainnahu la yaghfirudzzunuba illa ‘Anta.” 

Semoga kita senantiasi diberikan motivasi dan hidayah Allah SWT untuk senantiasa beristighfar. Dengan beristighfar, Insya Allah seperti disebutkan di banyak riwayat, selain akan menghapuskan dosa-dosa kita, juga akan membuka pintu rezeki, serta mendatangkan jalan keluar dari segenap persoalan, atas seizin Sang Khaliq.

 

REPUBLIKA

Kisah Pemaaf

SEBUAH hadis menceritakan secara menarik kepada kita yang kandungan isinya menyangkut bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap sebagai seorang pemaaf. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Lengkapnya, kisah itu sebagai berikut: Abu Hurairah berkata. “Seseorang telah mencela Abu Bakar. Abu Bakar pun diam, sedangkan Nabi SAW ketika itu bersama mereka. Nabi merasa kagum, lalu tersenyum. Ketika orang itu memperbanyak cercaannya, maka Abu Bakar menimpali sebagian yang diucapkannya. Nabi pun marah dan beranjak pergi.

Abu Bakar kemudian menyusul beliau dan bertanya. ‘Wahai Rasulullah, orang itu telah mencerca diriku, dan engkau tetap duduk. Namun, disaat aku menimpali sebagian yang diucapkannya, mengapa engkau marah dan berdiri?’

Rasulullah pun menjawab, ‘Bersamamu tadi ada malaikat yang menimpali orang tersebut, sementara engkau diam. Akan tetapi, ketika engkau menimpali sebagian yang diucapkannya, setan pun datang dan aku pun tidak mau duduk dengan setan.’

Kemudian beliau SAW bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya adalah hak. Tidaklah seseorang yang dizalimi dengan suatu kezaliman, kemudian ia memaafkannya karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya karena perbuatannya itu dan akan menolongnya. Dan tidaklah seseorang yang membukakan pintu untuk menyampaikan suatu pemberian dengan niat bersilaturahim, melainkan Allah akan memperbanyak hartanya. Dan tidaklah seseorang membuka pintu untuk meminta-minta dengan niat meperbanyak hartanya, melainkan Allah akan menyedikitkan hartanya.”

Pemaaf merupakan sifat yang sangat terpuji dan salah satu sikap yang sangat dianjurkan di dalam Alquran. Allah SWT berfirman, “Jadilah pemaaf dan surulah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS 7: 199).

Dalam ayat lain Allah berfiman, “… dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS 24: 22)

Mereka yang enggan dan tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW akan merasa sulit memaafkan kesalahan orang lain. Sebab, boleh jadi hasad dan dengki sudah mengakar di dalam jiwa mereka. Sehingga apapun bentuk perbuatan baik yang dilakukan seseorang akan bernilai jelek di hadapan orang yang pendengki dan pemarah. Padahal, Allah telah menegaskan kepada orang yang beriman bahwa sikap memaafkan adalah lebih baik.

“… dan jika kamu memaafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS At-Tagabun: 14).
Berlandaskan hal tersebut, maka orang-orang yang beriman adalah mereka yang bersifat pemaaf, pengasih, dan berlapang dada. Alquran surah Ali ‘Imran menegaskan hal itu; “… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain… “ (QS 3: 134)

Pemahaman orang-orang yang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai dengan ajaran Alquran. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan amarah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung tetap menampakkan amarah.

Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Sebab, mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini dan belajar dari kesalahan mereka. Mereka berlapang dada dan mampu memaafkan, walau sebenernya mereka benar dan orang lain salah.

Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Orang yang yang beriman tahu semua terjadi karena kehendak Allah dan berjalan sesuai takdir tertentu. Oleh sebab itu mereka berserah diri dengan peristiwa tersebut dan tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan baha mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat secara kejiwaan maupun ragawi. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang telah menyakiti hati mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa para pemaaf merasa lebih baik, tidak hanya secara batinah, namun juga jasmaniah.

Dari penelitian yang ada menunjukkan bahwa marah adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan di sisi lain –meskipun terasa berat– akan terasa membahagiakan. Memaafkan, selain merupakan bagian dari akhlak terpuji, ia juga dapat menghilangkan segala dampak yang merusak yang ditimbulkan oleh amarah, juga membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin.
Namun demikian, memaafkan haruslah dengan tujuan bahwa hal tersebut dilakukannya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. (*)

 

Oleh Ustad Jefri Al Bukhori

sumber: Tribun News