Kemenag Keluarkan Edaran, Rekam Biometrik Tidak Diwajibkan untuk Penerbitan Visa

Jakarta (PHU)–Bagian Konsuler Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia mengumumkan bahwa Pemerintah Arab Saudi tidak jadi memberlakukan rekam biometrik sebagai syarat penerbitan visa.

“Divisi Konsuler menyampaikan bahwa telah terbit Keputusan Kerajaan Arab Saudi Nomor 43313 tanggal 4/8/1440 H (9/4/2019 M) terkait tidak diwajibkannya perekaman biometrik di negaranya untuk proses penerbitan visa haji dan umrah bagi para jamaah,” demikian bunyi pengumuman yang diterbitkan Bagian Konsuler Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia, tertanggal 22 April 2019.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar membenarkan kebijakan baru tersebut. “Saya sudah mengkonfirmasi dan pengumuman itu benar adanya,” terang Nizar di Jakarta, Rabu (24/03).

Menurut Nizar, ada dispensasi dalam surat tersebut dinyatakan bahwa biometric tetap dilakukan di titik-titik yang sudah ada. Untuk wilayah yang tidak terjangkau oleh VFS Tasheel akan dilakukan proses biometriknya diasrama haji,

“Kalaupun tidak dilakukan di Indonesia akan dilakukan di Arab Saudi,” terang Nizar.

Sebagai tindak lanjut, Kemenag sudah membuat surat edaran kepada seluruh Kakanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia. Surat yang Bernomor Surat : B-24010/DJ/Dt.II.II.2/KS.02/04/2019 terkait Perekaman data biometrik tersebut .

Menurutnya, berdasarkan pengumuman tersebut, maka proses penerbitan visa bisa dilakukan tanpa harus menunggu rekam biometrik.
“Rekam biometrik akan dilakukan di Bandara Madinah dan Jeddah, kecuali bagi jemaah yang sudah melakukan perekaman di Tanah Air,” tuturnya.

Dirinya juga mengakui kebijakan ini tidak akan mempengaruhi program fast track, khusus fast track, pelaksanaan perekaman data biometriknya saat Jemaah berada di asrama haji.

“Khusus fast track biometriknya kan disini, kalau ini kan khusus wilayah yang sulit terjangkau pelaksanaannya, semaksimal mungkin dilakukan seperi tahun kemarin di asrama haji sehingga proses pre clearance berada diindonesia. Sehingga saat di Imigrasi Saudi hanya verifikasi satu sidik jari saja, verifikasi data kemudian langsung stempel,” jelas Nizar

Hal ini senada dengan Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Muhajirin Yanis. Muhajirin menambahkan, proses perekaman melalui VFS Tasheel di Indonesia tetap dibuka. Namun, layanan itu semantara hanya untuk daerah yang mudah aksesnya sehingga mungkin untuk terus dilanjutkan.

“Untuk jemaah dari wilayah-wilayah kepulauan yang jaraknya jauh, perekaman akan dilakukan saat tiba di Madinah dan Jeddah,” jelasnya.

Kasubdit Penyiapan Dokumen Haji Reguler Nasrullah Jassam mengatakan bahwa sampai Selasa sore, tercatat sebanyak 152 ribu jemaah yang sudah melakukan rekam biometrik. “Alhamdulillah, proses berjalan lancar. Sudah 65% jemaah haji Indonesia yang melakukan rekam biometrik,” tandasnya.

Berikut isi surat edaran tersebut :

  1. Jemaah haji dari provinsi yang belum memiliki fasilitas rekam data biometric di wilayahnya dan yang berdomisili jauh serta sulit diakses, diperkenankan untuk tidak melakukan perekaman data biometrik sebelum proses pemvisaan.
  2. Jemaah Haji dari provinsi yang memiliki fasilitas rekam data biometrik diwilayahnya dan memungkinkan untuk melakukan perekaman data biometrik, agar tetap melakukan perekaman data biometrik.
  3. Jemaah Haji yang telah melakukan rekam data biometrik di Indonesia tidak melalui proses perekaman data biometrik, data biometriknya akan diambil di Bandara Internasional Jeddah atau Madinah saat kedatangan.
  4. Jemaah Haji yang belum melakukan perekaman data biometrik, data biometriknya akan diambil di Bandara Internasional Jeddah atau Madinah saat kedatangan.(ha/ha)

 

KEMENAG RI

77 Ribu Calon Jamaah Haji Sudah Lakukan Rekam Biometrik

Rekam biometrik jamaah haji 1440 H/ 2019 M terus berlangsung di sejumlah kantor VFS Tasheel yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Proses tersebut harus dilakukan jamaah karena mulai tahun ini Arab Saudi menerapkan kebijakan rekam biometrik sebagai syarat penerbitan visa.

“Sejak kali pertama dibuka (rekam biometrik) pada 11 Maret 2019, sampai hari ini sudah 77 ribu calon jamaah haji atau sekitar 38 persen yang sudah rekam biometrik,” kata Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama (Kemenag), Muhajirin Yanis kepada Republika, Sabtu (6/4).

Muhajirin mengatakan, proses rekam biometrik berlangsung setiap hari pada jam kerja di kantor VFS Tasheel. Data terbaru menginformasikan presentasi terbesar yang sudah rekam biometrik adalah jamaah dari Jawa Barat. Disusul jamaah dari Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatra Utara.

Ia menjelaskan, calon jamaah haji dari empat provinsi tersebut sudah di atas 50 persen yang telah melakukan rekam biometrik. Kemenag berupaya agar proses rekam biometrik bisa selesai pada akhir April 2019

Kasubdit Dokumentasi Haji, Nasrullah Jassam menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan VFS Tasheel agar proses rekam biometrik bisa lebih dipercepat lagi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merelokasi alat dari tempat yang sudah selesai ke wilayah yang belum ada kantor VFS Tasheel-nya.

“Gorontalo sudah hampir 100 persen, kalau sudah selesai, sebagian alatnya akan dipindah ke daerah lain, misalnya ke Papua,” ujarnya.

Seperti diketahui, kantor VFS Tasheel belum ada di semua wilayah Indonesia. Sementara rekam biometrik harus dilakukan calon jamaah haji di VFS Tasheel sebagai syarat mendapatkan visa haji. Oleh karena itu, peralatan untuk merekam biometrik akan dipindahkan ke wilayah yang belum memiliki kantor VFS Tasheel.

Nasrullah menambahkan, hasil rekam biometrik yang dilakukan jamaah akan ditindaklanjuti dengan proses penerbitan visa. Ada beberapa hal yang perlu disiapkan pihaknya untuk memproses visa calon jamaah haji.

“Selain hasil rekam biometrik, untuk penerbitan visa diperlukan paspor jamaah, bukti telah suntik vaksin meningitis dan lembar bukti pelunasan biaya haji, sampai saat ini lebih dari 185 ribu paspor jamaah sudah siap,” ujarnya.

Nasrullah memastikan proses penerbitan visa untuk calon jamaah haji sudah mulai bisa dilakukan akhir bulan ini. Supaya sudah banyak calon jamaah haji yang siap menjelang tahap awal pemberangkatan jamaah pada Juli 2019.

IHRAM REPUBLIKA

Rekam Biometrik untuk Visa Haji dan Umrah Harus Ditunda

Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan pihaknya memahami dan menghargai niat baik Kedubes Arab Saudi, yaitu agar ada digitalisasi data sekaligus mempermudah calon jamaah haji dan umrah. “Namun karena kondisi yang belum siap dan memadai, kami mendorong pemerintah RI agar meminta dan mendesak Kedubes Arab Saudi untuk menunda pelaksanaannya sampai semuanya siap,” kata Sukamta saat Rapat dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Dirjen Imigrasi dan BKPM, di Jakarta kemarin.

Sekretaris Fraksi PKS ini menjelaskan bahwa belum siapnya infrastruktur dan sistem yang ada dari pihak kedutaan Arab Saudi bukannya mempermudah. Justru cenderung bisa berpotensi mempersulit calon pemohon visa karena harus datang sendiri ke tempat-tempat pengambilan data yang lokasinya jauh dan jumlahnya masih sedikit.

“Termasuk kesiapan sangat penting yang kami soroti adalah kepastian jaminan keamanan dan perlindungan data pribadi calon jamaah haji yang harus melewati pemeriksaan biometrik ini. Di antaranya kita bisa memastikan agar pihak Kedubes Arab Saudi memiliki perjanjian yang mengikat dengan pihak ketiga yang mengelola data tersebut,” katanya.

Ia mengingatkan kasus kebocoran data pengguna Facebook beberapa waktu lalu karena tindakan pihak ketiga. “Kita harus belajar dari kasus tersebut agar jangan sampai terulang kembali. Semuanya ini kita lakukan demi mempermudah dan melindungi hak calon jamaah haji dan umrah, khususnya terkait perlindungan data pribadi,” tegas wakil rakyat dari Dapil Daerah istimewa Yogyakarta ini.

IHRAM

Bebani Jemaah Umrah, Pemerintah dan DPR Minta Rekam Biometrik Ditunda

Jakarta (Kemenag) — Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim mengatakan bahwa pemberlakuan rekam biometerik sebagai syarat penerbitan visa membebani jemaah umrah. Untuk itu, Pemerintah dan DPR sependapat bahwa Saudi perlu menunda kebijakan tersebut.

Hal ini disampaikan Arfi Hatim saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI dan Kemenkumham, Kemenlu,  dan BKPM di Jakarta. Menurut Arfi, setidaknya ada dua alasan rekam biometrik akan merepotkan dan membebani jemaah.

Pertama, kondisi geografis Indonesia yang luas, tidak memungkinkan untuk seluruh jemaah melakukan rekam biometrik. Apalagi, kantor operator Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel — perusahaan jasa kelengkapan dokumen termasuk data biometrik– hanya ada di 30 kota-kota besar di Indonesia.

Kedua, jemaah akan dibebankan biaya tambahan atas kebijakan ini. “Pengambilan biometrik ini ada penambahan cost (biaya). Mendaftar secara online, kemudian mengambil jadwal pengambilan biometrik,” kata Arfi di Senayan, Jakarta, Senin (21/01).

“Misalnya jemaah dari Papua harus datang ke Ambon, ke Makassar untuk mengambil biometrik,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Cucu Koswala. Menurutnya,  perekaman data untuk jemaah umrah melalui VFS Tasheel harus dievaluasi.

“Kalau kita baca, bahwa data terkait WNI harus dilindungi oleh pemerintah. Bagaimana mungkin swasta dari luar negeri, kemudian mengambil data warga negara Indonesia kemudian dikirimkan ke negaranya,” ungkap Cucu.

Cucu menilai, data-data yang akan dikirimkan ke Saudi rentan disalahgunakan. Untuk itu, kebijakan biometrik perlu ditunda hingga infrastruktur biometrik di Indonesia memadai.

“Sepakat dengan temen-teman yang lain, ini ditunda, sampai kondusif,” ujarnya.

Rapat Kemenag dan Kemenkumham dengan Komisi I dipimpin oleh Asril Tanjung dan Bambang Wuryanto. Turut hadir anggota Komisi I lainnya seperti Lena Maryana Mukti, Supiadin, Sukamta hingga Hidayat Nur Wahid.

Komisi I DPR  mendorong kepada pemerintah untuk  mendesak Arab Saudi agar menunda pelaksanaan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan visa. Hal ini dalam rangka memberikan perlindungan kepada warna negara Indonesia yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah.