Jika Kau ingin Memilih Rumah, Pilihlah yang…

PERTAMA, dianjurkan bagi seorang muslim untuk mencari rumah atau membangun rumah yang dekat dengan masjid.

Hal ini dimaksudkan agar memudahkan baginya untuk menunaikan shalat berjamaah dan ibadah yang lainnya di masjid.

Walaupun yang lebih utama adalah jauh dari masjid, karena setiap langkahnya akan dihitung pahala. Tapi, karena mengingat lemahnya iman pada umat Islam dan pengaruh lingkungan yang banyak sekali kemaksiatan pada zaman sekarang, dekat dengan masjid lebih utama untuk menjaga diri dan keimanan seseorang. Wallahu alam bisshawab.

Kedua, mencari rumah atau membangun rumah yang jauh dari lingkungan maksiat atau tetangga yang buruk.

Lingkungan yang dekat dengan kemaksiatan atau tetangga yang buruk memiliki pengaruh yang luar biasa pada sebuah keluarga. Sebagaimana kisah yang panjang, yaitu kisah perjalanan taubatnya seseorang yang telah membunuh 100 orang, padanya disebutkan:

“Pergilah engkau ke sebuah negeri seperti ini dan seperti ini (yang disifatkan padanya negeri tersebut), karena sesungguhnya di dalamnya terdapat kaum yang beribadah kepada Allah Taala, beribadahlah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negri yang jelek (banyak kemaksiatannya). (HR. Muttafaqun alaih No : 2766 dari Abu Said Al-Khudri radhiallahuanhu)

Ketiga, memperhatikan hal-hal yang mendukung kesehatan pada sebuah rumah.

Di antaranya dengan menjauhi membangun rumah di tempat-tempat yang kotor, seperti dekat tempat-tempat pembuangan sampah, dekat genangan-genangan air, dll.

Karena kebersihan dan kesucian adalah sebagian dari iman, maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan kebersihan dan kesucian tempat tinggalnya, lingkungannya, serta dirinya, karena lingkungan juga menunjukkan pribadi si penghuninya. Zhahir dari sesuatu adalah cerminan bagi batinnya.

Dari Abu Malik Al-Asyariy radhiallahuanhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:

“Kesucian adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim)

Sebagaimana makanan, lingkunganpun bisa mempengaruhi tabiat manusia, dimana disyariatkan untuk tidak makan daging hewan yang kebiasaannya memakan kotoran sebelum dikurung/dikarantina tiga hari atau lebih.

Atau kita dilarang untuk memakan hewan yang bertaring karena ditakutkan tabiat hewan tersebut akan ditiru oleh pemakannya, karena daging yang tumbuh pada manusia itu dari binatang tadi.

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:

“Keangkuhan dan kesombongan ada pada penggembala unta, ketenangan dan kewibawaan ada pada penggembala kambing”. (HR. Muslim)

Dalam hadits ini memberikan faidah bahwasanya kebersamaan akan saling mempengaruhi sebagaimana penggembala unta yang setiap hari bersamanya, jadilah dia seorang yang sombong dan keras kepala dan tinggi hati seperti keadaan unta yang mencari makan pada ujung-ujung pohon.

Begitu pula keadaan penggembala kambing, ketenangan yang dimiliki kambing mempengaruhi penggembalanya tanpa perlu berteriak-teriak, tidak seperti halnya penggembala unta.

Contoh hadits lainnya adalah sebagaimana sabda nabi shalallahu alaihi wasallam yang melarang duduk di atas kulit macan agar tidak tertular memiliki tabiat macan yang buas. Disebutkan dalam sebuah hadits:

“Beliau shalallahu alaihi wasallam melarang untuk duduk di atas kulit macan”. (Shahih. Lihat Jami Ash-shahih no. 6881, Asy-Syaikh Al-Bani)

Perkara lainnya yang mendukung kesehatan pada sebuah rumah adalah memperhatikan fisik dari bangunan rumah, di antaranya menjadikan rumahnya segar dengan memasang jendela, lubang-lubang ventilasi angin, serta tempat masuknya sinar matahari ke dalam rumah untuk kesegaran dan sirkulasi udara, dll.

[Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 30-39, Penulis al-Ustadz Abul Hasan]

INILAH MOZAIK

Rumah Tempat Berteduh

Oleh: Ali Farkhan Tsani

Rumah secara fisik adalah tempat berteduh dari panas, angin, dan hujan, serta tempat beristirahat setelah bekerja seharian mencari nafkah. Di dalam rumah, anggota keluarga berkumpul melakukan berbagai kegiatan rutin.

Mulai dari makan, minum, masak, mandi, buang hajat, mengobrol, hingga tidur melepas penat dan lelah. Rumah secara psikologis merupakan tempat mendapatkan ketenteraman, kedamaian, kebahagiaan, keamanan, dan kenyamanan bagi para penghuninya.

Karena itu, banyak pemilik rumah sederhana atau bahkan gubuk bambu sekalipun merasa bahagia. Sebab, meskipun gubuk namun suasana di dalamnya penuh dengan keceriaan, keterbukaan, kejujuran, dan tanggung jawab bersama.

Rumah dalam bahasa Arab disebut dengan bayt (tempat bermalam),daar (tempat beraktivitas), maskan (tempat menetap dengan tenang), atau manzil (tempat persinggahan). Keempat makna ini menunjukkan fungsi rumah seseungguhnya bagi para penghuninya.

Di dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan, “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.’’ (QS an-Nahl [16] : 80).

Ibnu Katsir menguraikan ayat tersebut dengan penjelasan bahwa Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas hamba-hamba-Nya dengan menjadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat tinggal mereka.

Sehingga, mereka menjadikan rumah itu sebagai tempat kembali dan berlindung serta tempat mendapatkan berbagai manfaat. Oleh karena itu, rumah bagi seorang Muslim mungkin hanya sebuah gubuk bambu sederhana.

Namun, di dalam rumah itu penuh dengan rasa syukur kepada Allah, ridha dengan pemberian-Nya, serta penuh dengan nuansa ibadah. Para anggota keluarganya merasa bahagia bukan karena mereka memiliki furnitur yang serba lengkap dan mahal.

Bukan harta yang membuat kebahagiaan muncul dari hati para penghuninya, melainkan karena keyakinan penuh mereka kepada Tuhannya, menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan-Nya, serta menempatkan Muhammad SAW sebagai contoh teladan mereka.

Keadaan semacam itu terungkap dari rumah Nabi Muhammad yang secara fisik sederhana, dengan tempat tidur beralaskan pelepah kurma, tidak ada persediaan harta dan makanan.

Meski demikian, beliau menyebut suasana dalam rumahnya dengan ungkapan luar biasa, “Rumahku adalah surgaku” (baitii jannatii).

Karena itu, memperbaiki rumah memang penting, seperti mengganti genting yang bocor, mengecat kembali warna yang pudar, memberi pagar pembatas, dan sebagainya. Namun, jauh lebih penting dari itu semua adalah memperbaiki suasana di dalam rumah.

Cara memperbaiki suasana tersebut, di antaranya dengan mengembuskan nuansa ibadah, merenovasi kebiasaan para penghuninya untuk saling jujur dan terbuka, serta menambal sifat-sifat buruk dengan berbagai kebaikan. Insya Allah.

 

sumber: Republika Online